Anda di halaman 1dari 4

Pendidikan Karakter Ala Harun Ar-Rasyid

ibtimes.id/pendidikan-karakter-ala-harun-ar-rasyid/

Laeli Tri Agustina April 29, 2020

Maraknya kenakalan remaja, seperti tawuran, pemalakan, bullying, pergaulan bebas,


ketidakjujuran dalam evaluasi pendidikan, serta sikap acuh tak acuh terhadap
kepentingan umum dan masa depan bangsa merupakan beberapa aspek yang sering
dijadikan indikator dalam menilai pudarnya karakter generasi muda.

Di tengah kondisi seperti ini, sejumlah pandangan spekulatif pun mulai bermunculan.
Para remaja masa kini pada umumnya dianggap sebagai pribadi yang kurang
bertanggungjawab, tidak memiliki toleransi dan kebersamaan, nasionalismenya pudar,
tidak peduli terhadap lingkungan, dan lain sejenisnya.

Sampai saat ini telah banyak teori dikemukakan untuk menjawab problem karakter
generasi muda.Teori-teori itu dimunculkan berdasarkan nilai-nilai dasar yang
dikembangkan dalam suatu masyarakat, seperti di Jawa.

Nilai-nilai dasar ini dikonstruksi kembali sehingga dianggap penting untuk diterapkan
dalam proses pendidikan sehingga tumbuh kembali karakter generasi muda. Selain itu,
banyak pula ditemukan teori-teori pendidikan karakter yang juga dihadirkan dari pemikir-
pemikir Barat.

1/4
Pemikiran mereka banyak yang diadopsi dan dijadikan rujukan dalam pengembangan
pendidikan karakter, tanpa banyak berpikir panjang tentang perbedaan latar belakang
dan budaya. Padahal, perbedaan ini boleh jadi dapat memicu bias budaya yang kurang
sesuai dengan karakter bangsa timur.

Sosok Harun Ar-Rasyid


Menelisik pandangan di atas, dirasa perlu untuk melakukan penelusuran terhadap
pemikiran tokoh-tokoh muslim yang relevan dengan karakter bangsa ini. Telah banyak
contoh yang dapat ditemukan dalam pemikiran tokoh-tokoh muslim yang konsen dengan
pendidikan karakter.

Salah satunya adalah Harun ibn Muhammad Ibnu Abi Ja’far al-Manshur atau biasa
dikenal dengan nama Harun ar-Rasyid. Pemikiran khalifah kelima dalam Dinasti
Abbasiyah ini sangat futuristik dan mengandung banyak nilai yang dapat dijadikan model
pengembangan pendidikan karakter di Indonesia.

Dalam sejarah, Harun ar-Rasyid dikenal sebagai tokoh yang memiliki perhatian serius
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Perhatian ini tidak saja diberikan bagi
masyarakat yang dipimpinnya, tetapi juga anaknya. Hal ini dapat dilihat dari upayanya
dalam menghadirkan guru terbaik untuk mendidik anaknya.

Baca Juga M. Amien Rais: Dakwah Politik Itu Penting!


Sebagai seorang khalifah, Harun ar-Rasyid sadar betul bahwa ia harus mempersiapkan
anaknya agar kelak bisa menjalankan tugas-tugas kepemimpinan sepeninggalnya. Bagi
Harun ar-Rasyid, upaya melahirkan calon pemimpin tidak saja cukup hanya
membekalinya dengan pendidikan intelektual, tetapi juga moral atau karakter.

Sadar akan pentingnya pendidikan karakter, Harun ar-Rasyid pernah berpesan kepada
Ahmar, guru bagi putra mahkotanya, Abu Abdullah Muhammad al-Amin yang kelak
menggantikan posisi khalifah sepeninggal Harun ar-Rasyid. Pesan yang disampaikan
oleh Harun ar-Rasyid itu mengandung konsep-konsep pendidikan karakter.

Konsep Pendidikan Karakter Harun Ar-Rasyid


Pertama, pentingnya kesiapan dan keteladanan seorang guru. Dalam wasiat yang
ditulisnya kepada Ahmar, Harun ar-Rasyid menegaskan pentingnya peran guru dalam
proses pendidikan.

Dalam wasiat tersebut, ia meminta agar Ahmar sebagai guru harus siap menerima
amanah yang dipercayakan kepadanya. Hal ini karena guru merupakan sumber ilmu
yang diharapkan mampu mentransfer ilmu pengetahuan kepada anaknya (peserta didik).

Jika penguasaan bahan ajar tidak benar-benar dilakukan oleh guru, maka proses transfer
ilmu pengetahuan pun tidak akan berjalan maksimal. Guru juga perlu menjaga amanah
yang diberikan dengan menunjukkan kualifikasi memadai, seperti cerdas secara
akademik, dan unggul dalam perilakunya, sehingga ia memiliki kecerdasan moral yang
dapat dijadikan teladan bagi peserta didiknya.

2/4
Konsep kedua adalah mengajarkan retorika, yakni keterampilan berbahasa secara
efektif. Keterampilan ini tentu harus dimiliki oleh semua orang agar dapat berkomunikasi
dengan baik. Apalagi bagi seorang pemimpin, retorika merupakan keterampilan yang
harus dikuasai, karena kepiawaian dalam berdiplomasi sangat menentukan
keberlangsungan suatu pemerintahan.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pesan Harun ar-Rasyid ini mengandung makna
bahwa kemampuan beretorika dapat mempermudah peserta didik berkomunikasi dan
menyampaikan gagasan dengan baik. Semakin mahir berkomunikasi, tingkat percaya diri
peserta didik akan semakin tinggi dan sangat yakin dengan ilmu yang dimilikinya. Karena
itu, retorika yang baik mengandung nilai dan sikap dari konsep pendidikan karakter,
sehingga peserta didik dapat mengimplementasikan sopan-santun dalam berbicara.

Baca Juga Mufti Menk, Pendakwah Global, Penyeru Perdamaian


Konsep ketiga yang ditekankan Harun ar-Rasyid adalah tidak banyak tertawa. Banyak
tertawa menyebabkan seseorang kehilangan kepekaan dalam menyikapi keadaan.
Padahal kepekaan merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar
bisa melihat berbagai permasalahan yang terjadi dari berbagai sudut pandang, sehingga
keputusan yang dibuat untuk menyelesaikan masalah dapat diterima oleh semua pihak.

Ketika tertawa dilakukan sesuai kadarnya, maka akan menumbuhkan rasa peduli kepada
sesama. Hal ini juga membantu peserta didik dalam berbagai bidang kehidupan, mulai
dari agama untuk saling bertoleransi dan menjunjung tinggi multikulturalisme.

Konsep pemikiran keempat adalah mampu menempatkan diri. Sadar akan pentingnya
kemampuan untuk menempatkan diri dalam berbagai kondisi. Seorang pemimpin yang
dapat menempatkan diri di tengah masyarakat yang dipimpinnya tentu akan dengan
mudah membangun komunikasi yang efektif.

Komunikasi yang terbangun merupakan kunci utama penyelesaian berbagai masalah


yang terjadi di tengah masyarakat. Relevansi konsep ini dengan pendidikan karakter di
Indonesia adalah penerapan etika sesuai dengan norma masyarakat. Selain itu, juga
mampu beradaptasi dengan keragaman sosial kultur dalam tingkatan masyarakat agar
saling menghormati satu sama lain.

Konsep pemikiran kelima adalah menghargai waktu. Menghargai waktu tentu tidak lepas
dari kemampuan untuk menentukan skala prioritas dari sekian banyak tugas yang
diterima oleh seseorang. Sedemikian penting mengatur waktu ini sehingga seringkali
dikaitkan dengan keberhasilan dan kegagalan seseorang.

Karena itu, tidak heran jika Harun ar-Rasyid meminta kepada Ahmar untuk mengajarkan
pada al-Amin bagaimana menghargai waktu dan memanfaatkannya dengan baik agar
kelak saat sang putra mahkota memimpin daulah Abbasiyyah dengan prestasi yang luar
biasa. Pengutamaan kedisiplinan dalam setiap proses pendidikan akan berdampak pada
kemandirian peserta didik.

Baca Juga Diogenes dan Kelahiran Muhammadiyah

3/4
Sekian banyak pokok pikiran yang dituliskan Harun ar-Rasyid rupanya selaras dengan
konsep pendidikan karakter dan menjunjung tinggi pendidikan yang bermoral. Hal ini
menunjukkan bahwa konsep pemikiran pendidikan karakter yang diusung oleh Harun ar-
Rasyid mengandung nila-nilai universal yang tidak mengenal batasan ruang dan waktu.

Bahkan konsep pendidikan karakter yang diusungnya memunculkan sisi keunikan yang
tidak ditemukan dalam konsep pendidikan modern saat ini, yakni mengajarkan untuk
tidak banyak tertawa.

Jika tidak ditelisik dengan jeli, wasiat ini seakan-akan tidak mengandung pesan
pendidikan karakter. Padahal sesungguhnya pesan yang sederhana ini justru mempunyai
nilai yang sangat tinggi dalam proses pendidikan karakter.

Semua ini tentu tidak terlepas dari sosok Harun ar-Rasyid yang dikenal sebagai pribadi
dengan cara pandang futuristik tanpa melupakan ajaran agama dalam setiap pesan yang
disampaikan. Di samping nilai agama, Harun ar-Rasyid juga mengutamakan pencapaian
karakter yang sempurna.

Editor: Yahya FR

4/4

Anda mungkin juga menyukai