Tujuan:
1. Memahami gagasan Patristik yang merupakan awal terbentuknya model berpikir
eklesiastik.
2. Memahami Cara berpikir Patristik lewat Agustinus
3. Memahami pola filsafat dan gagasan Agustinus berkaitan dengan hubungan Tuhan
dan manusia
Materi:
3.3 Pokok Pikiran Patristik: St. Agustinus 354 – 430 Iman dan Pengetahuan
1
Pada musim panas tahun 386, setelah membaca kitab Roma yang sangat
memukaunya, Agustinus mengalami suatu krisis pribadi yang mendalam dan memutuskan
untuk menjadi seorang Kristen. Ia meninggalkan kariernya dalam retorika, melepaskan
jabatannya sebagai seorang profesor di Milano, dan gagasannya untuk menikah (hal ini
menyebabkan ibunya sangat terperanjat), dan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk
melayani Allah sebagai imam, termasuk selibat.
Pengajaran St. Agustinus dipengaruhi oleh semangat pertobatannya. Hal ini bertolak
dari pengalaman di taman kota Milan Sebuah pengalaman penting yang memengaruhi
pertobatannya ini adalah suara yang didengarnya pada suatu hari menyampaikan pesan
kepadanya melalui sebuah nyanyian kecil untuk "Mengambil dan membaca" Alkitab. Pada
saat itu ia membuka Alkitab dengan sembarangan dan menemukan sebuah ayat dari Paulus.
Ia menceritakan perjalanan rohaninya dalam bukunya yang terkenal Pengakuan-pengakuan
Agustinus yang kemudian menjadi sebuah buku klasik dalam teologi Kristen maupun sastra
dunia.
Bagian pertobatan dari Agustinus mengungkapkan bahwa:
– Bertolak dari Confessiones yang mengungkapkan perjalanan pengenalan St
Agustinus akan Logos
– Menggambarkan perjalanan akan rahmat yang menyangkut ruang dan waktu
2
budi memiliki otonominya dalam menyatakan sebuah kebenaran yang sah. Di lain pihak, iman
berhubungan dengan pewahyuan yang mana bagi orang percaya hal ini lebih dekat pada
kebenaran yang mana akal budi perlu tunjukkan kepada orang percaya. Sebab sumber
pewahyuan adalah Tuhan sendiri.
Agustinus tetap merupakan seorang figur pusat, baik dalam Kristen maupun dalam
sejarah pemikiran Barat. Dalam argumen filsafat dan teologinya, dia banyak dipengaruhi oleh
Platonisme dan Neoplatonisme, terutama oleh karya Plotinos, penulis Enneads, kemungkinan
melalui perantaraan Porphyrus dan Victorinus. Pandangannya yang umumnya positif
terhadap pemikiran Neoplatonik ikut menolong "dibaptiskannya" pemikiran Yunani dan
masuknya ke dalam tradisi Kristen dan kemudian tradisi intelektual Eropa. Tulisan awalnya
yang berpengaruh tentang kehendak manusia, sebuah topik sentral dalam etika, kelak
menjadi fokus bagi para filsuf berikutnya seperti Arthur Schopenhauer dan Friedrich
Nietzsche.
3
yang terdapat di atas dari tata manusiawi, tidak membiarkan diri direduksikan pada yang
manusia atas cara apa pun.
Dengan demikian apa artinya tanda Ilahi ketika manusia mencoba memikirkannya.
Itulah kegagalan penggunaan logika; dengan kata lain yang Ilahi hanya dapat dipikirkan
melalui kontradiksi-kontradiksi, dalam bentuk absurd. Absurd menjadi tanda Ilahi. Namun
harus diperhatikan bahwa absurd hanya dikenal secara demikian dan hanya mendapatkan
pengertiannya bagi pemikiran yang tunduk pada logika. Kontradiksi hanya berdaya guna dan
mempunyai realitasnya melalui pemahaman dan akal budi yang memahaminya dan
menolaknya.
Dalam bagian ini akan dibahas beberapa gagasan St Agustinus yang dipandang sebagai
gagasan dasar dalam kekristenan. Tema-tema yang diangkat di sini dipandang
menggambarkan orisinalitas pemikirannya. Namun di sini tidaklah dibahas isi konsep-
konsepnya, melainkan lebih untuk melihat proses pemikirannya berkaitan dengan kebutuhan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pendasaran pertobatan
dalam kekristenan. Cara pandang sedemikian sungguh merupakan ciri khasnya yang juga
menjadi cara pandang kekristenan atas paskah Kristus.
4
Konsep ini merupakan permenungan atas kisah penciptaan yang termuat dalam Kitab
Perjanjian Lama: Genesis (Γένεσις). Di dalamnya, termuat gagasan tentang menghadirkan
sesuatu. Secara istimewa terdapat tempat bagi Logos/Sabda dalam proses ini.
Di lain pihak, konsep penciptaan asali ini mengungkapkan bahwa terdapat proses
masuk dalam dunia dan dunia ciptaan itu dihasilkan di luar dari waktu itu sendiri. Dalam
konsep ini melahirkan apa yang kenal sebagai problem ruang dan waktu, yang menyangkut
soal kekekalan dan ketidakkekalan
3 Jeanne Hersch. L’étonnement philosophique, une histoire de la philosphie, Folio Essais, Gallimard :
1981.
5
dari perspektif manusia. Cinta dunia membawa manusia indrawi ke dalam nafsu dan
membawa manusia ke dalam kecintaan akan dunia sebagai makhluk ciptaan.
Di sinilah dosa bagi Agustinus sebagai kesombongan (Superbia) di mana manusia ingin
menjadi sama dengan Allah, menjadi pencipta seperti Tuhan, sehingga mengubah
(perversitas) « makna asalinya sebagai keberadaan yang diciptakan, yang datang dari luar
dunia ini ».
Dalam bukunya Ad Simplicianum Agustinus mulai mengembangkan gagasannya
tentang dosa asal dan perlunya Rahmat. Bagi Agustinus, kesombonganlah membuat Adam
berdosa dan membawa masuk dosa asal
Di sini bukan mau menekankan soal asal-usul dari dosa, tetapi hendak menekankan
kesalahan yang merusak keaslian (orisinalitas) sebagai makhluk ciptaan.
3.3.4.5 Tuhan
Bertolak dari pandangan tentang penciptaan maka ajaran tentang Tuhan
mengungkapkan beberapa aspek yang menunjuk keberadaan-Nya. Pertama-tama, Tuhan ada
sebelum dunia; sebelum waktu, karena keberadaannya dalam kekekalan dan dialah sang
pencipta, sehingga Tuhan tidak termasuk dalam ciptaannya. Dengan demikian kekekalannya
mempunyai makna dalam perbandingan dengan realitas ciptaan yang memiliki awal dan
akhirnya.
Tuhan adalah transenden. Bertolak dari gagasan platonician dan aristotelesian,
Agustinus menekankan Tuhan yang tak dapat dicapai oleh manusia. Tuhanlah yang menuju
pada manusia. Tuhan adalah misteri dan keberadaan Ilahi. Bagi Agustinus, berlawan dengan
gagasan platonisian tentang Tuhan impersonal, ia menekankan Tuhan yang menjadi daging,
dalam Yesus. Dengan demikian dimensi transenden mempunyai makna ganda, yakni Allah
yang interior dan sekaligus eksterior.
St. Agustinus juga mengedepankan pandangan tentang Trinitas. Pandangan ini
bertolak dari pandangan bahwa Tuhan yang menyejarah. Dalam arti Allah masuk dalam
sejarah menunjuk kepada Allah yang masuk dalam ruang dan waktu. Secara istimewa hal ini
ditunjukkan lewat peristiwa inkarnasi sang Logos Itu sendiri.
6
Tuhan: Bertolak dari pandangan tentang penciptaan maka ajaran tentang Tuhan bahwa Ia
sebagai prinsip asali, ada sebelum dunia dan sebelum waktu. Dengan demikian keberadaan
Tuhan adalah transenden
Pandangan tentang Trinitas: Pandangan ini bertolak dari pandangan mengenai Tuhan
yang menyejarah. Lewat kehadiran Yesus maka dikatakan Tuhan masuk dalam sejarah
manusia, karena Ia mengambil bagian dalam ciptaan. Namun Tuhan dalam tradisi Yunani lebih
dilihat dalam konteks bahwa Tuhan adalah substansi atau sebagai Actus Purus adalah kekal
dan tidak mempunyai sejarahnya. Tuhan dalam pandang yudaisme kristiani Terdapat sejarah
surnatural. Sejarah ini mulai dengan penciptaan dunia.
Bahan Bacaan