Anda di halaman 1dari 11

KONSEP ETIKA PADA MASA ABAD PERTENGAHAN (AUGUSTINUS)

disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : FILSAFAT ETIKA

Dosen Pengampu:Drs. H. Asmoro Achmadi, M.Ag.

Disusun Oleh:

M. Saiful Bahri (124411049)

JURUSAN TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2017

BAB I

0
FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN

Abad pertengahan merupakan suatu masa peralihan dari masa kejayaan kekaisaran
Romawi dan Hellenisme ke kemenangan kelompok Kristen. Pada masa ini, agama Kristen
sudah menjadi agama resmi negara.1
Sejarah filsafat abad pertengahan dimulai kira – kira pada abad ke-5 sampai awal abad
ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya kerajaan
Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya kerajaan Romawi Timur yang
kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal abad pertengahan
dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.2
Pada masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa, sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad
Pertengahan didominasi oleh agama.
Periode Abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad
sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada
permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman
pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan. 3 Disinilah yang menjadi persoalannya,
karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran
sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran
dapat dicapai oleh kemampuan akal.
Selain itu, di abad pertengahan ini segala hal yang berasal dari agama dan kitab suci
adalah yang paling benar, dan yang selain itu adalah bid’ah. Penggunaan intelektual dan
rasionalitas adalah sesuatu yang menyimpang dari agama dan dianggap akan merusak
keimanan seseorang. Sains dan ilmu pengetahuan harus dijauhkan dari kehidupan
masyarakat, sebab hal itu akan mendorong orang mempertanyakan segala hal termasuk
tentang kebenaran agama. Dengan demikian, kelam dan gelap merupakan gambaran di abad
tengah ini karena akal, rasionalitas, dan ilmu pengetahuan dilarang keras untuk berkembang.
Sementara itu bagi kalangan agamawan, masa ini merupakan abad yang didambakan karena

1 J.H.Rapar, Filsafat Politik: Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli, _____, hlm. 266.
2Ali Maksum, Pengantar filsafat,(Jogjakarta : Ar Ruzz Media,2010), hlm.99
3Ibid, hlm. 101.

1
kehidupan begitu damai dengan berpegang pada dogma agama dan kitab suci sehingga tujuan
hidup adalah menuju kedamaian dan surga.4
Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama kristen
dan filsafat dilihat secara menyeluruh, filsafat abad pertengahan memang merupakan filsafat
kristiani. Oleh karena itu kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah
suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai basisnya.5
Agama kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu
Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani
Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum
mengenal adanya wahyu.
Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua :6
1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani
merupakan pemikiran orang kafir, karena tidak mengakui wahyu.
2. Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan
Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu akal dapat
dibantu oleh wahyu.’

BAB II

RIWAYAT HIDUP AUGUSTINUS

Augustinus lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M sebagai putra
seorang ibu yang taat beragama yaitu Monika. 7 Ayahnya bernama Patricius. Augustinus
dididik dan dibesarkan secara Kristen.
Augustinus memperoleh pendidikan dasar di Tagaste dan secara khusus mempelajari
bahasa latin dan ilmu hitung. Ketika berusia sekitar 11 tahun, Augustinus dikirim ayahnya ke
Maduna untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya dan berhasil memperoleh pengetahuan
yang cukup mengagumkan dalam tata bahasa dan sastra Latin.

4Herawati, Augustinus: Potret Sejarawan Masa Pertengahan dan Kontribusi bagi kajian Sejarah Islam, Jurnal
Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, juni 2012, UIN Yogyakarta, hlm. 144-145.
5Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, (Yogyakarta, Kanisius;2004),hlm.102
6Rizal Mustansyir,Filsafat Umum, ( Yogyakarta:Pustaka Belajar,2009 ) cet.9, hlm.66.
7Heuken, Adolf, SJ, Ensiklopedi Gereja, Jilid I. (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka., 1991), hlm. 61.

2
Pada tahun 370 M, Augustinus dikirim ke Carthago untuk melanjutkan studinya dalam
bidang ilmu hukum sesuai dengan keinginan ayahnya. Akan tetapi ia lebih tertarik
mempelajari ilmu pidato (retorika), karena pada masa itu kefasihan lidah akan mempermudah
seseorang untuk meraih jabatan yang tinggi. Gaya hidup Augustinus hedonistik8 untuk
sementara waktu. Di Carthago ia menjalin hubungan dengan seorang perempuan muda
selama lebih dari sepuluh tahun. Dari hubungan suami istri tanpa nikah itu Augustinus
memperoleh anak bernama Adeodatus.9
Saat membaca Hortensius karya Cicero yang berisi pujian dan pujaan terhadap filsafat,
Augustinus (373 M) mulai tertarik pada filsafat, khususnya ajaran Manicheisme, dan sempat
menjadi pengikut Manicheisme10 yang setia. Setelah 4 tahun mengikuti ajaran itu, ia mulai
merasakan bahwa sebenarnya karakter filsafat manicheisme bersifat destruktif. Artinya dapat
merusak dan memusnahkan segala sesuatu tetapi tidak sanggup membangun apapun.
Moralitas para pengikut manicheisme pun ternyata lebih buruk dari yang ia duga. Hingga
dalam waktu beberapa tahun, akhirnya ia menjadi orang yang skeptis.
Pada tahun 383 M, Augustinus meninggalkan Carthago menuju Roma, kemudian pindah
ke Milano dan diangkat menjadi guru besar retorika. Di sini ia berkenalan dengan ajaran
filsafat Plato dan Neo-Platonis sebelum masuk agama Kristen. Pada tahun 386 M, ia
bertaubat dan memutuskan menjadi Kristen.

BAB III
PEMIKIRAN AUGUSTINUS
Agustinus adalah seorang Pujangga gereja dan filsuf besar. Setelah melewati kehidupan
masa muda yang hedonistis, Agustinus kemudian memeluk agama Kristen dan menciptakan
sebuah tradisi filsafat kristen yang berpengaruh besar pada abad pertengahan.
Agustinus menentang aliran skeptisisme (aliran yang meragukan kebenaran). Menurut
Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan bukti bahwa ada kebenaran. Menurut
Agustinus Allah menciptakan dunia ex nihilo (konsep yang kemudian juga diikuti oleh

8Hedonistik yang dimaksud di sini berupa nilai pokok dalam hidup, yakni merasakan kesenangan-kesenangan berupa
kenikmatan sampai pada kepuasan yang murni dan terus menerus dalam arti apapun dan betapapun susahnya.
9Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 71.
10Aliran Manicheisme yaitu bid’ah yang menolak Allah dan mengutamakan rasionalisme.

3
Thomas Aquinos), artinya dalam menciptakan dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan
bahan.11
Ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua pool, Tuhan dan manusia. Akan
tetapi dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Augustinus berpusat pada Tuhan. Kesimpulan ini
di ambil karena ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengenal Tuhan dan Roh, tidak lebih
dari itu. Ia yakin benar bahwa pemikiran dapat mengenal kebenaran, karena itu ia menolak
skeptisisme. Ia mengatakan bahwa setiap pengertian tentang kemungkinan pasti mengandung
kesungguhan. Ia sependapat dengan Plotinus yang mengatakan bahwa Tuhan itu diatas segala
jenis (catagories). Sifat Tuhan yang paling penting ialah kekal, bijaksana, maha kuasa, tidak
terbatas, maha tahu, maha sempurna dan tidak dapat diubah. Tuhan itu kuno tetapi selalu
baru, Tuhan adalah suatu kebenaran yang abadi.
Dari Plotinus, Augustinus menerima pandangan bahwa realitas sejati bersifat spiritual
dan bahwa semua ada berasal dari Tuhan. Dari Plato, Augustinus mnerima pandangan bahwa
kehidupan kontemplasi, adalah satu-satunya jalan mencapai pengetahuan dan kebahagiaan.
Dan dengan agama Kristen, ia menerima pandangan bahwa bimbingan yang tepat untuk
mencapai kehidupan yang baik adalah kitab suci.
Filsafat yang dikembangkan Augustinus secara essensial adalah filsafat pengalaman
keagamaan dan merupakan sumber bagi mistisisme dan etika barat. Menurut Augustinus
penciptaan adalah suatu cretio exmihilio, penciptaan keluar dari pada “yang tidak ada”. Dasar
penciptaan ini adalah akal dan hikmat Tuhan. Di dalam akal Tuhan terdapat gagasan-
gagasan/ide-idenya. Dunia diciptakan sesuai dengan idea-idea itu. Proses penciptaan tersebut
dilaksanakan dengan perantaraan logos.
Barangkali satu-satunya kontribusi yang terbesar Augustinus bagi filsafat barat (dan
bukan hanya pemikiran Kristen) ialah penekanannya pada kehidupan personal, kehidupan
batiniah seseorang. Augustinus melihat hubungan antara Tuhan dan jiwa manusia sebagai
perhatian utama agama. Karena jiwa diciptakan “dalam citra Allah”, pengetahuan diri
menjadi alat untuk mengenal Tuhan, tak lagi dipahami sebagai soal pengamatan dua akal
budi, tetapi juga masalah perasaan.
Dalam visi Augustinus tentang penegtahuan manusia, Tuhan bukan hanya sang pencipta,
tetapi juga pelaku aktf di dalam alam semesta. Menurut Augustinus, wahyu melalui kitab suci
11Surajiyo,Ilmu filsafat Suatu Pengantar. (Jakarta:Bumi Aksara,2005) cet I,hlm.157

4
penting untuk memahami sepenuhnya rencana Illahi dan tempat kita di dalamnya. Namun
demikian, pengalaman-pengalaman kita terhadap dunia alamiah dapat menunjukkan kita ke
arah kebenaran religious.
Augustinus menganggap filsafat sebagai suatu aktivitas, yang meliputi teknik-teknik
penalaran, dan juga suatu pendekatan menuju kebijaksanaan dan kebenaran-kebenaran
penalaran, dan juga suatu pendekatan menuju kebijaksanaan dan kebenaran-kebenaran
tertinggi tentang kehidupan. Dengan mengikuti Augustinus, yang mempertahankan bahwa
tidak mungkin ciptaan-ciptaan sama kekal (co-eternal) dengan pencipta. Aliran Augustinus
menolak kemungkinan penciptaan dari kekekalan (creatio ab qetermo). Augustinus
mempertahankan bahwa kesatuan jiwa dengan Allah adalah terutama melalui kehendak.

BAB IV
PENGARUH MASA ABAD TENGAH TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM
Pada masa abad pertengahan ini, perkembangan keilmuan mencapai kemajuan yang pesat
karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani Klasik ke bahasa Latin, juga
penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa Arab ke bahasa Latin. Karangan
para filsuf islam menjadi sumber terpenting penerjemahan buku, baik buku keilmuan maupun
filsafat. Diantara karya filsuf islam yang diterjemahkan antara lain astronomi (Al-
Khawarizmi), kedokteran (Ibn Sina), karya – karya Al-Farabi, Al-Kindi, Al-Ghazali.
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari Raja
Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah-sekolah dan perekrutan guru dari Italia,
Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama, yakni
pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua,
diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal art) yang dibagi menjadi dua bagian; a) gramatika,
retorika, dan dialektika (trivium), b) aritmetika, geometri, astronomi dan musik (quadrivium).
Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku-buku suci.
Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan Barat dengan ciri khas
ajaran Masehi (filsafat skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan peradaban Kristen.
Peradaban Kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan

5
abad pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, bangunan bercorak gothik sebagai
bentuk pemujaan terhadap gereja.12

1. Al-Kindi
Pada waktu inilah Al-Kindi menjadi sebagai salah seorang tokoh yang mendapat
kepercayaan untuk menterjemahkan kitab–kitab Yunani ke dalam bahasa Arab, bahkan dia
memberi komentar terhadap pikiran–pikiran pada filosuf Yunani. Ia banyak menguasai
berbagai macam ilmu yang berkembang pada masa itu seperti ilmu ketabiban (kedokteran),
filsafat,ilmu hitung, manthiq (logika), geometri, astronomi dan lain–lain. Pendeknya ilmu–
ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari dan sekurang–kurangnya salah satu bahasa
ilmu pengetahuan kala itu ia kuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku–buku
Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Suryani inilah Al- Kindi menterjemahkan
ke dalam bahasa Arab.13
Karya Al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah – makalah. Tapi amat banyak
karangan – karangan al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan kecermatannya
dalam memberikan batasan – batasan makna istilah – istilah yang digunakan dalam
terminologi ilmu filsafat.14
Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat–pendapat Aristoteles, dalam
psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam bidang etika ia mengambil pendapat–pendapat
Socrates dan Plato. Namun kepribadian Al-Kindi sebagai filosuf muslim tetap bertahan.
Tidak sesuai dengan apa yang dikatakan orang–orang.

2. Al-Razi
Nama Latin Al-Razi ada;ah Abu Bakar Muhammad Zakaria bin yahya Al-razi, ia lahir di
Rayy pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/865 M. Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan,
penukar uang dan pemain musik (kecapi). Kemudian, ia menaruh perhatian yang besar
terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat
eksperimen - eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu, ia beralih dan mendalami ilmu
kedokteran (obat-obatan) tak heran jika di kota kelahirannya ia dikenal dokter sehingga

12A. Hanafi. Filsafat Skolastik. 1983. Jakarta: Alhusna.


13Sirajudin Zar,Filsafat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2007,hal 114.
14Ibid, hlm. 116.

6
karena reputasinya dibidang kedokteran ini, Al-razi pernah diangkat menjadi kepala rumah
sakit. Kemasyhuran Al-razi sebagai seorang dokter tidak saja di Dunia Timur tapi juga di
Barat, ia kadang–kadang dijuluki The Arabic Galen. Setelah khalifah Al-Muktafi wafat, Al-
Razi kembali ke Rayy dan kemdian ia berpindah–pindah dari satu negeri ke negeri lain.
Meninggal dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/27 Oktober 925 M sampai beliau meninggal
sakit butanya belum dapat disembuhkan.15

3. Al-Farabi
Al-farabi mempunyai nama Latin, Abu Nashr Ibn Audgh Ibn Thorban Al-farabi,
sebenarnya nama ini diambil dari nama kota. Beliau lahir di Transoxia, pada tahun 874 M
(260 H) di wilayah Wasij di Turki. Ayahnya adalah seorang tentara yang miskin, tetapi semua
itu tidak mengahalanginya untuk menimba ilmu di Baghdad.
Al-farabi terdidik dengan sifat qanaah (sederhana). Sifat itu menjadikan beliau seorang
yang amat sederhana, tidak gila akan harta dan tidak cinta dunia. Beliau lebih menumpukkan
perhatian untuk mencari ilmu daripada mendapatkan kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-
Farabi hidup dalam keadaan yang miskin sehingga beliau menghembuskan nafas terakhir
pada tahun 950 M (339 M).
Meskipun beliau zuhud namun beliau bukanlah seorang sufi. Beliau merupakan seorang
ilmuan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia berkemampuan menguasai berbagai bahasa.
Selain itu dia juga merupakan seorang pemusik yang handal. Lagu yang dihasilkan
meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan
untuk bermain musik, beliau juga telah mencipta satu jenis alat musik yang dikenal sebagai
gambus.
Bukan hanya itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dalam
bidang perobatan, sains,matematika, dan sejarah. Namun, ketrampilannya sebagai seorang
ilmuan yang terulung lebih dalam bidang falsafah. Bahkan kehebatannya dalam bidang ini
mengatasi ahli falasafah islam yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.
Meskipun pemikiran falsafahnya banyak dipengaruhi oleh falsafah Yunani tetapi beliau
menentang pendapat yang menganjurkan konsep pemisahan dalam kehidupan manusia.

15Hasyimsyah Nasution,Filsafat Islam,Jakarta, Gaya Media Pratama,1999,hal. 26

7
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari Raja
Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah – sekolah dan perekrutan guru dari Italia,
Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama, yakni
pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua,
diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal art) yang dibagi menjadi dua :
a) Gramatika, retorikadan dialektika (trivium)
b) Aritmatiak,geometri,astronomi dan musik (quadrivium).
Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku – buku suci.
Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan barat dengan ciri khas
ajaran Masehi (filsafat Skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan peradaban kristen.
Peradaban kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan
abad pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, banguna bercorak gothik sebagai
bentuk pemujaan terhadap gereja.
Filsafat Yunani telah mencapai kejayaannya sehingga melahirkan peradaban Yunani dan
menjadikan titik tolak peradaban manusia di dunia. Filsafat Yunani telah menyebar dan
mempengaruhi di berbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Romawi, karena Romawi
merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada waktu itu. Bangsa Romawi yang semula
beragama kristen dan kemudian kemasukan filsafat merupakan suatu formulasi baru yaitu
agama berintegrasi dengan filsafat, sehingga muncullah filsafat Eropa yang tak lain
penjelmaan dari filsafat Yunani.
Filsafat Barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena
pihak gereja membatasi para filosof dalam berpikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat
dan tidak bisa berkembang karena semuanya diatur oleh doktrin–doktrin gereja yang
berdasarkan keyakinan. Apabila terdapat pemikiran–pemikiran yang bertentangan dari
keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat
sampai pada hukuman mati.16

16Ibid, hlm. 26-27.

8
BAB V

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MASA ABAD TENGAH (AUGUSTINUS)

Dampak nilai positif dari pemikiran Augustinus ialah mengedepankan spiritualitas agama
dan kitab suci yang lebih unggul dibanding akal, rasionalitas dan ilmu pengetahuan, semakin
mengukuhkan bahwa adanya dimensi transcendensi kepercayaan terhadap Tuhan (Allah)
serta memberikan tempat bagi para agamawan. Sehingga ajaran Atheis lambat laun semakin
berkurang. Namun di sisi kekurangannya ialah pemaksaan terhadap ajaran dogma agama
yang berlebihan sehingga ilmu yang diperoleh dari rasionalitas tak begitu dipandang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi.A. Filsafat Skolastik. Jakarta: Alhusna. 1983.

Herawati, Augustinus: Potret Sejarawan Masa Pertengahan dan


Kontribusi bagi kajian Sejarah Islam, Jurnal Thaqafiyyat, Vol.
13, No. 1, UIN Yogyakarta, Juni 2012.

Heuken, Adolf, SJ, Ensiklopedi Gereja, Jilid I. Jakarta: Yayasan Cipta


Loka Caraka., 1991.

Maksum, Ali. Pengantar filsafat,Jogjakarta : Ar Ruzz Media,2010.

Mustansyir,Rizal.Filsafat Umum, Yogyakarta:Pustaka Belajar, Cet.9,2009.

Nasution,Hasyimsyah.Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999.

Rapar, J.H. Filsafat Politik: Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli,


_____, t.th.

Suhelmi,Ahmad.Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama, 2001.

Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara, cet I.,
2005.

Tjahjadi, Simon Petrus L., Petualangan Intelektual, Yogyakarta: Kanisius,


2004.

Zar, Sirajudin. Filsafat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2007.

10

Anda mungkin juga menyukai