Anda di halaman 1dari 21

MODUL MATA KULIAH PENGANTAR ILMU EKONOMI

PERTEMUAN 6

TEORI PERILAKU KONSUMEN


DOSEN PENGAMPU, IMELDA MEGAWATI, S.PAR., M.M.

MANAJEMEN I/ C,D,E,F
NOVEMBER 2023

BAB V
TEORI PERILAKU KONSUMEN

P ada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa ilmu ekonomi modern

menganalisis masalah ekonomi, lepas dari pertimbangan moralitas dan agama. Gejala-
gejala yang diamati dijelaskan dengan logika. Misalnya mengapa di negara-negara
maju dan atau kaya, setiap keluarga umumnya memiliki sedikit anak? Sedangkan di
negara-negara yang belum maju, jumlah anak per keluarga umumnya banyak?
Mengapa orang-orang yang berpendidikan tinggi menghabiskan banyak uang untuk
membeli informasi (buku, surat kabar, dan internet) dibanding orang-orang yang
berpendidikan rendah? Mengapa perusahaan-perusahaan yang mempunyai daya
monopoli lebih suka menjual produk dalam jumlah lebih sedikit dengan harga yang
lebih tinggi? Masih banyak pertanyaan yang lainnya.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, ekonom mengembangkan


pemahaman-pemahaman dan peralatan analisis ekonomi mikro. Dengan peralatan itu
ilmu ekonomi mengamati perilaku konsumen dan produsen. Perilaku konsumen
penting dibahas agar dapat memahami sisi permintaan barang dan jasa. Perilaku
produsen penting dibahas untuk memahami sisi penawaran barang dan jasa.

1. Pengertian-pengertian dan Asumsi-asumsi Utama

Bab ini akan menguraikan perilaku konsumen dalam menentukan alokasi


sumber daya ekonominya. Tujuan yang ingin dicapai oleh konsumen adalah kepuasan
maksimum. Untuk dapat membahasnya kita harus mengetahui beberapa pengertian
dan asumsi dasar (utama).

a) Barang (commodities)

Barang adalah benda dan jasa yang dikonsumsi untuk memperoleh manfaat
atau kegunaan. Bila seseorang mengonsumsi lebih dari satu barang dan jasa,
seluruhnya digabungkan dalam bundel barang (commodities bundle). Barang yang
dikonsumsi mempunyai sifat makin banyak dikonsumsi makin besar manfaat yang
diperoleh (good). Contohnya pakaian, makin banyak dimiliki makin memberi manfaat.
Sesuatu yang bila konsumsinya ditambah justru mengurangi kenikmatan hidup (bad),
tidak dimasukkan dalam analisis. Misalnya, penyakit, makin banyak makin
menyusahkan.

b) Utilitas (Utility)

Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh karena mengonsumsi barang.


Utilitas merupakan ukuran manfaat suatu barang dibanding dengan alternatif
penggunaannya. Utilitas digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh
konsumen. Utilitas total (total utility/TU) adalah manfaat total yang diperoleh dari
seluruh barang yang dikonsumsi. Utilitas marjinal (marginal utility/MU) adalah
tambahan manfaat yang diperoleh karena menambah konsumsi sebanyak satu unit
barang.

c) Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun (The Law of


Diminishing Marginal Utility)

Pada awalnya penambahan konsumsi suatu barang akan memberi tambahan


utilitas yang besar, tetapi makin lama pertambahan itu bukan saja makin menurun,
bahkan menjadi negatif. Good sudah berubah menjadi bad. Gejala itu disebut sebagai
Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun (The Law of Diminshing Marginal
Utility, untuk selanjutnya disingkat LDMU). Dalam analisis perilaku konsumen, gejala
LDMU dilihat dari makin menurunnya nilai utilitas marjinal. Karena dasar analisisnya
adalah perubahan utilitas marjinal, analisis ini dikenal sebagai analisis marjinal
(marginal analysis).
Analisis marjinal mula-mula dikembangkan untuk menjawab pertanyaan
mengapa berlian lebih mahal daripada air? Ada yang menjawab karena utilitas total
penggunaan berlian lebih tinggi daripada air. Jawaban itu disanggah dengan
mengatakan bahwa ada kondisi di mana air terasa lebih bernilai daripada berlian,
misalnya pada saat manusia sangat haus. Tetapi mengapa secara umum harga berlian
lebih mahal daripada air? Seorang ekonom bernama Herman Heinrich Gossen
menjawab bahwa pertambahan manfaat dari air cepat sekali menurun. Jika seseorang
sangat haus, segelas pertama air akan memberi manfaat yang sangat besar, tetapi
setelah gelas keempat atau kelima, pertambahan manfaat air sudah sangat menurun.
Tidak demikian halnya dengan berlian. Itu sebabnya harga air lebih murah daripada
harga berlian. Untuk menghormati Gossen maka hukum pertambahan manfaat yang
makin menurun disebut sebagai hukum Gossen (Gossen law).

d) Konsistensi Preferensi (Transitivity)

Konsep preferensi berkaitan dengan kemampuan konsumen menyusun


prioritas pilihan agar dapat mengambil keputusan. Minimal ada dua sikap yang
berkaitan dengan preferensi konsumen, yaitu lebih suka (prefer) dan atau sama-sama
disukai (indifference). Misalnya ada dua barang X dan Y, maka konsumen mengatakan X
lebih disukai daripada Y (X> Y) atau X sama-sama disukai seperti Y (X=Y). Tanpa sikap
ini perilaku konsumen sulit dianalisis.

Syarat lain agar perilakunya dapat dianalisis, konsumen harus memiliki


konsistensi preferensi. Bila barang X lebih disukai dari Y (X> Y) dan barang Y lebih
disukai dari Z (Y > Z), maka barang X lebih disukai dari Z (X > Z). Konsep ini disebut
transitivitas (transitivity).

e) Pengetahuan Sempurna (Perfect Knowledge)

Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna


berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka tahu persis kualitas barang,
kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan harga barang di pasar. Mereka
mampu memprediksi jumlah penerimaan untuk suatu periode konsumsi.

2. Teori Kardinal (Cardinal Theory)


Teori Kardinal menyatakan bahwa kegunaan dapat dihitung secara nominal,
sebagaimana kita menghitung berat dengan gram atau kilogram, panjang dengan
centi-meter atau meter. Sedangkan satuan ukuran kegunaan (utility) adalah util.
Keputusan untuk mengonsumsi suatu barang berdasarkan perbandingan antara
manfaat yang diperoleh dengan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai kegunaan yang
diperoleh dari konsumsi disebut utilitas total (TU). Tambahan kegunaan dari
penambahan satu unit barang yang dikonsumsi disebut utilitas marjinal (MU). Total
uang yang harus dikeluar- kan untuk konsumsi adalah jumlah unit barang dikalikan
harga per unit. Untuk setiap unit tambahan konsumsi, tambahan biaya yang harus
dikeluarkan sama dengan harga barang per unit.

Misalnya Achmad ingin membeli baju, yang harga per helainya Rp25.000,00.
Berapa buah baju yang akan dikonsumsi? Untuk menjawabnya, kita harus tahu dahulu
nilai baju itu bagi Achmad yang diasumsikan setara dengan rupiah. Seandainya pola
konsumsi Achmad seperti ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1.
Utilitas Total dan Utilitas Marjinal dari Mengonsumsi Baju
Lambahan
Harga baju per Jumlah baju Uang yang harus Kegunaan Total/
kehunaan /MU
helai (Rp) yang dikonsumsi dikeluarkan (Rp) TU (util)
(util)
25.000 1 25.000 50.000 50.000
25.000 2 50.000 125.000 75.000
25.000 3 75.000 185.000 80.000
25.000 4 100.000 225.000 40.000
25.000 5 125.000 250.000 25.000
25.000 6 150.000 250.000 0
25.000 7 175.000 225.000 -25.000
25.000 8 200.000 100.000 -125.000

Bagi Achmad, baju pertama nilai kegunaannya jauh lebih besar dibanding uang
yang harus dikeluarkan. Hanya dengan Rp25.000,00 diperoleh kegunaan 50.000 util.
Karenanya dia mau menambah konsumsi bajunya. Baju yang kedua memberi
tambahan kegunaan (MU) lebih besar daripada yang pertama, yaitu 75.000 util, berarti
kegunaan total (TU) menjadi 125.000 util. Dia pun menambah konsumsi baju menjadi
tiga, yang memberi TU 185.000 util dan MU 60.000 util. Walaupun telah terjadi
penurunan MU (hukum pertambahan manfaat yang makin menurun telah terjadi),
tetap lebih menguntungkan. Seandainya Achmad terus menambah konsumsi bajunya,
maka setelah baju kelima penambahan konsumsi tidak menambah TU, bahkan dapat
menurunkan TU karena MU sudah < 0 (negatif). Pergerakan angka-angka dalam tabel
dapat diterjemahkan dalam bentuk grafik berikut ini (Diagram 5.1). Terlihat kurva TU
pada awalnya menaik tajam, seiring naiknya nilai MU. Di titik A MU mencapai
maksimum, untuk selanjut-nya menurun yang menyebabkan slope kurva TU makin
mendatar.

Diagram 5.1
Kurva - kurva Utilitas Total dan Utilitas Marjinal

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa Achmad akan berhenti


mengonsumsi pada baju yang kelima. Jika setelah itu dia menambah jumlah baju yang
dikonsumsi, tindakan itu bukan saja tidak menambah TU, bahkan menguranginya.
Achmad berhenti mengonsumsi pada saat harga baju (Rp25.000,00) sama dengan nilai
utilitas marjinal (25.000 util).

MU = P
Prinsip ini berlaku untuk semua barang, sehingga konsumen akan mencapai
kepuasan maksimum pada saat :

MUx = Px

Dimana :

Mux = tambahan kegunaan X

Px = Harga X

3. Teori Ordinal (Ordinal Theory)


a. Kurva Indiferensi (Indifference Curve)

Menurut Teori Ordinal, kegunaan tidak dapat dihitung; Hanya dapat


dibandingkan, sebagaimana kita menilai kecantikan atau kepandaian seseorang. Untuk
menjelaskan pendapatnya, Teori Ordinal menggunakan kurva indiferensi (indifference
curve). Kurva indiferensi adalah kurva menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi dua
macam barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi seorang konsumen.
Suatu kurva indiferensi atau sekumpulan kurva indiferensi (yang disebut peta
indiferensi atau indifference map), dihadapi oleh hanya seorang konsumen Misalkan
Sutarno mengombinasikan konsumsi makan bakso dengan makan sate.

Walaupun telah dinyatakan bahwa menurut teori ordinal kegunaan atau


kepuasan tidak dapat dihitung, namun untuk keperluan studi (agar menjadi lebih jelas),
tidaklah salah bila kita mengasumsikan bahwa informasi dari kurva indiferensi dapat
diterjemahkan dalam persamaan kuantitatif. Misalnya nilai kegunaan (kepuasan)
Sutarno dari mengonsumsi makan bakso dan makan sate per bulan dapat ditulis
sebagai

U=X.Y

Dimana :

U = tingkat kepuasan
X = makan bakso (mangkok per bulan)
Y = makan sate (porsi per bulan)
Untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu, beberapa kombinasi yang mungkin
dicantumkan dalam Tabel 5.2.

Tabel 5.2.
Makan Bakso dan Makan Sate
Yang Memberi Tingkat Kepuasan Sama Bagi Sutarno
makan bakso makan sate
(mangkok per bulan) (porsi per bulan)
25 kali 4 porsi
20 kali 8 porsi
10 kali 10 porsi
5 kali 20 porsi
4 kali 25 porsi

Jika kombinasi itu disajikan dalam kurva, maka akan diperoleh kurva indeferensi
(IC) seperti ditunjukkan pada diagram 5.2 berikut ini.

Diagram 5.2
Kurva Indiferensi (Indiference Curve)
Asumsi-asumsi Kurva Indiferensi

1) Semakin jauh kurva indiferensi dari titik origin, semakin tinggi tingkat kepuasannya.

Asumsi ini penting agar asumsi bahwa konsumen dapat membandingkan


pilihannya terpenuhi. Kumpulan kurva indiferensi (dinamakan peta indiferensi atau
indifference map) hanya mengatakan bahwa makin ke kanan atas, tingkat ke-
puasannya makin tinggi; Tetapi tidak dapat mengatakan berapa kali lipat. Misalnya,
walaupun IC3 jaraknya terhadap titik (0, 0) adalah tiga kali IC1, tidak berarti tingkat
kepuasan yang diberikan IC3 adalah tiga kali lipat IC1. Yang dapat dikata-kan adalah IC3
memberi tingkat kepuasan lebih besar dari IC1.

Diagram 5.3
Himpunan Kurva Indiferensi (Peta Indiferensi)

2) Kurva indiferensi menurun dari kiri atas ke kanan bawah (downward sloping), dan
cembung ke titik origin (convex to origin).

Asumsi ini menggambarkan adanya kelangkaan. Bila suatu barang makin langka,
harganya makin mahal. Hal ini dijelaskan dalam konsep Marginal Rate of Substitution
(MRSyx), yaitu berapa banyak barang Y harus dikorbankan untuk menambah 1 unit
barang X demi menjaga tingkat kepuasan yang sama. Berdasarkan hukum LDMU,
jumlah Y yang ingin dikorbankan makin kecil pada saat jumlahnya makin sedikit
(langka).

Kurva indiferensi yang cembung ke arah titik origin menjelaskan kadar


penggantian marjinal. Tingkat penggantian marjinal menggambarkan besarnya
pengorbanan atas konsumsi suatu barang untuk menambah konsumsi barang lainnya
dengan tetap mempertahankan tingkat kepuasan yang diperoleh.

Diagram 5.4
Tingkat Substitusi Marjinal (MRS)

Dalam Diagram 5.4 pada awalnya jumlah Y yang ingin dikorbankan untuk
memperoleh tambahan satu unit X adalah OY1,-OY2. Sehingga besarnya MRSyx adalah
- (OY1-OY2 / OX1-OX2). Pada saat ingin menambah 1 unit X lagi (dari OX2 ke OX3),
jumlah Y yang ingin dikorbankan menjadi lebih kecil (OY2-OY3), sehingga nilai MRSyx
berubah. Jumlah Y yang ingin dikorbankan menurun, karena jumlah Y yang dimiliki
makin sedikit (langka).

3) Kurva indiferensi tidak saling berpotongan.

Asumsi ini penting agar asumsi transitivitas terpenuhi.


Diagram 5.5
Posisi Kurva-kurva Indiferensi Dikaitkan Dengan Konsistensi Preferensi
(Transitivitas)

Pada Diagram 5.5.a IC1, dan IC2, berpotongan di titik B, berarti IC₁ = IC₂ Di titik C, IC₂>
IC₁, padahal di titik A, IC1 > IC2. Keadaan itu tidak sesuai dengan asumsi transitivitas
yang mengatakan: Bila A > B dan B > C, maka A> C. Asumsi transitivitas hanya
terpenuhi bila IC1 dan IC₂ tidak saling berpotongan (Diagram 5.5.b).

b. Kurva Garis Anggaran (Budget Line Curve)

Garis anggaran (budget line) adalah kurva yang menunjukkan kombinasi


konsumsi dua macam barang yang membutuhkan biaya (anggaran) yang sama besar.
Misalnya garis anggaran dinotasikan sebagai BL, sedangkan harga sebagai P (Px untuk
X dan Py untuk Y) dan jumlah barang yang dikonsumsi adalah Q (Qx untuk X dan Qy
untuk Y), maka

BL = Px.Qx+ Py.Qy

Kemiringan (slope) kurva BL adalah negatif, yang merupakan rasio P dan Py.
Pada Diagram 5.6 kita melihat bahwa OY sama dengan besarnya pendapatan (M)
dibagi harga Y, sedangkan OX sama dengan besarnya pendapatan (M) dibagi harga X.
Sehingga slope kurva garis anggaran adalah:
Diagram 5.6
Kurva Garis Anggaran (Budget Line Curve)

Dari kurva di atas:

Px.X1+ Py.Y1= Px.X2 + Py.Y2 = Px.X3 + Py.Y3

c. Perubahan Harga Barang dan Pendapatan

Perubahan harga dan pendapatan akan memengaruhi daya beli, diukur dari
besarnya luas bidang segi tiga yang dibatasi kurva garis anggaran. Bila luas bidang
segitiga makin luas, daya beli meningkat. Begitu juga sebaliknya. Diagram 5.7.a
menunjukkan jika harga X turun, dengan jumlah pendapatan nominal yang sama,
jumlah X yang dapat dibeli makin banyak (pendapatan nyata meningkat), sehingga
kurva garis anggaran yang sekarang adalah BL2 Jika harga X naik, garis anggaran yang
baru adalah BL3, di mana pendapatan nyata menurun.

Diagram 5.7.b menunjukkan bila pendapatan meningkat berarti daya beli


meningkat, sehingga kurva garis anggaran bergeser sejajar ke kanan. Begitu sebaliknya.
Diagram 5.7
Perubahan Garis Anggaran

d. Keseimbangan Konsumen

Kondisi keseimbangan adalah kondisi di mana konsumen telah mengalokasikan


seluruh pendapatannya untuk konsumsi. Uang yang ada (jumlahnya tertentu) dipakai
untuk mencapai tingkat kepuasan tertinggi (maksimalisasi kegunaan), atau tingkat
kepuasan tertentu dapat dicapai dengan anggaran paling minim (minimalisasi biaya).
Secara grafis kondisi keseimbangan tercapai pada saat kurva garis anggaran
(menggambarkan tingkat kemampuan) bersinggungan dengan kurva indiferensi
(menggambarkan tingkat kepuasan).

Diagram 5.8.a menggambarkan maksimalisasi kepuasan (satisfaction


maximalization). Kemampuan yang dimiliki adalah BL 1. Karena itu tingkat kepuasan
yang tertinggi yang dapat diperoleh adalah di titik E, tempat persinggungan antara BL1
dengan IC2. Pada saat itu kombinasi konsumsi adalah OX, unit barang X dan OY 1, unit
barang Y. Kurva IC1, bukan kurva yang memberikan tingkat kepuasan maksimum,
karena dapat dijangkau dengan anggaran yang lebih rendah daripada BL 1, yaitu BL 2.
Kurva IC3 walaupun lebih tinggi daripada IC2, tidak terjangkau dengan kemampuan
yang ada.
Diagram 5.8.b menggambarkan minimalisasi biaya ( cost minimalization).
Tingkat kepuasan yang ingin dicapai adalah IC 1, yang dapat dicapai dengan anggaran
minimum sebesar BL 2, dengan kombinasi konsumsi OX1, unit barang X dan OY 1, unit
barang Y. BL 1 walaupun lebih rendah daripada BL 2 bukan biaya minimum karena tidak
dapat menjangkau target IC₁. Sementara dengan BL3 konsumen dapat mencapai
tingkat kepuasan yang lebih tinggi daripada IC₁.Keseimbangan konsumen berada pada
titik E.

Diagram 5.8
Maksimalisasi Kepuasan dan Minimalisasi Biaya

e. Reaksi Terhadap Perubahan Harga Barang

Keseimbangan yang dicapai dapat berubah karena pendapatan nyata berubah.


Jika pendapatan nyata meningkat, konsumen dapat menaikkan tingkat kepuasannya.
Sebaliknya bila pendapatan nyata menurun, dengan terpaksa konsumen menurunkan
tingkat kepuasannya, disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang menurun. Salah
satu faktor yang dapat mengubah pendapatan nyata adalah perubahan harga barang.

1) Kurva Harga-Konsumsi (Price-Consumption Curve)

Perubahan harga salah satu barang menyebabkan rasio harga berubah.


Akibatnya barang yang harganya turun atau naik menjadi relatif lebih murah atau
mahal dibanding barang lainnya. Prubahan ini menyebabkan pendapatan nyata
berubah walaupun pendapatan nominal (money income) tidak berubah. Akhirnya
jumlah barang yang dikonsumsi berubah karena tingkat keseimbangan konsumen juga
berubah. Perubahan-perubahan di atas dapat digambarkan dalam kurva yang disebut
Kurva Harga-Konsumsi (Price- Consumption Curve).

Price- Consumption Curve (PCC) dapat didefinisikan sebagai lempat kedudukan


(lokus) titik titik keseimbangan konsumen pada berbagai rasio harga sebagai akibat
perubahan harga suatu barang, dimana pendapatan nominalnya tetap.

Diagram 5.9
Kurva Harga-Konsumsi (Price-Consumption Curve)

Pada Diagram 5.9 ditunjukkan bahwa keseimbangan awal terjadi di titik A. Bila
harga barang X turun, maka kemampuan untuk membeli barang x meningkat dari
jumlah anggaran yang tetap, ditunjukkan oleh garis anggaran bergeser ke BL 2 dan BL3.
Keseimbangan pun berubah dari titik A ke titik B dan titik C. Demikian halnya dengan
kombinasi konsumsi. Jika titik-titik keseimbangan tersebut dihubungkan maka
terbentuk sebuah garis, yaitu kurva PCC.

2) Penurunan Kurva Permintaan (Demand Curve)

Dari Diagram 4.9 disimpulkan bahwa pada saat harga barang X makin murah
(P3<P2<P1), ceteris paribus, permintaan terhadap X makin bertambah (OX3>OX2> OX1).
Hal ini sesuai dengan hukum permintaan. Karena itu dari kurva PCC dapat diturunkan
kurva permintaan individu ( individual demand curve).

Kurva permintaan ini diturunkan dalam batasan tiga asumsi:


a) Konsumen berada pada kondisi keseimbangan
b) Pendapatan nominal tidak berubah c) Harga nominal barang lain tidak berubah
c) Harga nominal barang lain tidak berubah

Diagram 5.10
Menurunkan Kurva Permintaan

Permintaan pasar adalah jimlah permintaan individu individu yang ada di


pasar. Misalkan jumlah konsumen dalam pasar barang X hanya dua, yaitu A dan B yang
dicerminkan oleh kurva permintaan D a dan Db (perhatikan diagram 5.11) permintaan
pasar (D t) diperoleh dengan cara menjumlahkan secara horizontal D a dan Db .

Diagram 5.11
Permintaan Pasar
Pada harga Po permintaan A adalah Ao dan permintaan B adalah Bo sehingga
permintaan total adalah Ao+Bo sama dengan To. Ketika harga menjadi P 1, permintaan
A adalah A1, permintaan B adalah B₁, permintaan total T₁. Pada harga P2 permintaan A
sama dengan nol, permintaan B adalah B 2, permintaan total T2. Pada harga P3
permintaan A dan B masing-masing sama dengan nol, sehingga permintaan total sama
dengan nol.

f. Reaksi Terhadap Perubahan Pendapatan Nominal

Suatu faktor lain yang dapat mengubah keseimbangan konsumen adalah


perubahan pendapatan nominal. Karena rasio harga tidak berubah maka kurva garis
anggaran bergeser sejajar dengan kurva garis anggaran sebelumnya.

1) Kurva Pendapatan-Konsumsi (Income-Consumption Curve)

Jika titik-titik keseimbangan tersebut di atas kita hubungkan maka terbentuk


Kurva Pendapatan-Konsumsi (Income-Consumption Curve), seperti pada Diagram 5.12.
Income-Consumption Curve (ICC) dapat didefinisikan sebagai tempat kedudukan titik-
titik keseimbangan konsumen pada berbagai tingkat pendapatan nominal, di mana
harga nominal barang tidak berubah. Kemiringan ICC adalah positif, karena umumnya
permintaan terhadap suatu barang meningkat bila pendapatan meningkat (barang
normal). Sudut kemiringan ICC dapat memberikan indikasi apakah suatu barang
merupakan barang kebutuhan pokok atau barang mewah.
Diagram 4.12
Kurva Pendapatan-Konsumsi (Income-Consumption Curve)

2) Kurva Engel (Engel Curve)

Namun klarifikasi lebih jelas untuk mengetahui apakah suatu barang merupakan
barang kebutuhan pokok atau barang mewah dilakukan dengan menggunakan kurva
Engel (Engel Curve). Kurva ini diberi nama sesuai dengan nama penemunya, Christian
Lorenz Ernst Engel (statistian Jerman abad 19), yang mencoba melihat hubungan
antara tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi. Bila kurva permintaan individu
diturunkan dari Price- Consumption Curve (PCC), kurva Engel diturunkan dari Income-
Consumption Curve (ICC)
Diagram 5.13
Kurva Engel
Diagram 5.13.a adalah kurva Engel untuk barang yang merupakan kebutuhan
pokok, seperti bahan makanan pokok. Perubahan pendapatan nominal tidak
berpengaruh banyak terhadap perubahan permintaan. Bahkan jika pendapatan terus
meningkat, permintaan terhadap barang tersebut perubahannya makin kecil dibanding
perubahan pendapatan. Jika dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas
pendapatan dari barang kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat pendapatan nominal
makin tinggi.

Diagram 5.13.b adalah kurva Engel untuk barang yang termasuk barang mewah.
Kenaikan permintaan terhadap barang tersebut lebih besar dibandingkan dengan
kenaikan tingkat pendapatan. Atau dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap
barang mewah mempunyai derajad elastisitas yang besar.

Untuk barang inferior/Giffen, kurva Engel memiliki korelasi yang negatif, yakni
menurun dari kiri atas ke kanan bawah (coba pikirkan mengapa demikian).

g. Efek Substitusi (Substitution Effect) dan Efek Pendapatan (Income Effect)

Ketika kita mengatakan bahwa jika harga barang turun maka permintaan
terhadapnya bertambah atau sebaliknya, yang terlihat sebenarnya adalah total
interaksi antara kekuatan pengaruh perubahan pendapatan dan perubahan harga,
terhadap keseimbangan konsumen. Dengan perkataan lain, jika harga suatu barang
turun, maka ada dua komponen yang dipengaruhi:

1. Harga relatif barang menjadi murah, sehingga bila konsumen bergerak pada
tingkat kepuasan yang sama (kurva indiferensi awal) dan pendapatan nyata
dianggap tetap, maka konsumen akan menambah jumlah konsumsi barang
yang harganya menjadi relatif lebih murah dan mengurangi jumlah konsumsi
barang yang harganya menjadi relatif lebih mahal. Inilah yang disebut sebagai
efek substitusi (substitution effect)
2. Pendapatan nyata berubah menyebabkan jumlah permintaan berubah. Jika
perubahan ini dilihat dari sisi harga barang lain dan pendapatan nominal
dianggap tetap, kita akan melihat efek pendapatan (income effect).

Untuk lebih jelasnya kita perhatikan contoh berikut ini.

Diagram 4.14
Efek Substitusi dan Efek Pendapatan
Kasus Harga Turun

Efek Total:
Turunnya harga barang X telah menyebabkan keseimbangan konsumen
bergeser dari titik A ke C. Karena kemampuan meningkat dari BL 1 ke BL3, jumlah X yang
diminta bertambah dari OX1, ke OX3. Pertambahan jumlah yang diminta sebesar X1,X3
unit, merupakan efek total (penjumlahan efek substitusi dan efek pendapatan).

Efek Substitusi:

Turunnya harga X membuat harga X relatif lebih murah daripada harga Y ( slope
BL3 lebih datar daripada BL₁). Jika konsumen diminta melakukan penyesuaian
keseimbangan pada tingkat kepuasan yang sama (IC 1) dengan pendapatan nyata tidak
berubah, maka titik keseimbangan tercapai di titik B, yaitu persinggungan antara IC₁
dengan BL2 (garis terputus-putus dan sejajar dengan BL3). BL2 merupakan garis
anggaran yang sama nilainya dengan BL₁, namun kemiringannya berbeda sesuai
dengan rasio harga pada BL 1 Jumlah X yang diminta menjadi OX2 (karena harga X
sekarang relatif lebih murah). Pertambahan permintaan terhadap X sebesar X₁X2
merupakan efek substitusi.

Efek Pendapatan:

Pertambahan jumlah X yang diminta sebesar X2X3 merupakan efek pendapatan.


Sebab jika pendapatan nominal naik (BL 2 terputus-putus digeser sejajar ke atas, BL3
menyinggung IC2) jumlah X yang diminta bertambah sebanyak X2X3 unit.

Efek Total = Efek Substitusi + Efek Pendapatan

X1X3=X1X2+X2X3

Bagaimana jika harga naik? Prinsip analisisnya sama. Kita perhatikan Diagram
5.15 berikut ini.
Diagram 4.15
Efek Substitusi dan Efek Pendapatan:
Kasus Harga Naik

Efek total dari kenaikan harga X adalah penurunan permintaan sebesar OX 1-0X3.
Jika konsumen harus melakukan penyesuaian keseimbangan dengan asumsi tingkat
pendapatan dan tingkat kepuasan adalah sama seperti kondisi awal (IC₁), maka
keseimbangan konsumen tercapai di titik B yang merupakan persinggungan BL 2 (garis
terputus-putus) dengan IC₁. Perubahan rasio harga (harga relatif) telah mengurangi
jumlah X yang diminta sebanyak X₁X2. Ini merupakan efek substitusi. Sedangkan
penurunan pendapatan nominal (yang disebabkan kenaikan harga X) telah
menurunkan jumlah X yang diminta sebesar X2X3. Ini merupakan efek pendapatan.

Anda mungkin juga menyukai