PERTEMUAN 6
MANAJEMEN I/ C,D,E,F
NOVEMBER 2023
BAB V
TEORI PERILAKU KONSUMEN
menganalisis masalah ekonomi, lepas dari pertimbangan moralitas dan agama. Gejala-
gejala yang diamati dijelaskan dengan logika. Misalnya mengapa di negara-negara
maju dan atau kaya, setiap keluarga umumnya memiliki sedikit anak? Sedangkan di
negara-negara yang belum maju, jumlah anak per keluarga umumnya banyak?
Mengapa orang-orang yang berpendidikan tinggi menghabiskan banyak uang untuk
membeli informasi (buku, surat kabar, dan internet) dibanding orang-orang yang
berpendidikan rendah? Mengapa perusahaan-perusahaan yang mempunyai daya
monopoli lebih suka menjual produk dalam jumlah lebih sedikit dengan harga yang
lebih tinggi? Masih banyak pertanyaan yang lainnya.
a) Barang (commodities)
Barang adalah benda dan jasa yang dikonsumsi untuk memperoleh manfaat
atau kegunaan. Bila seseorang mengonsumsi lebih dari satu barang dan jasa,
seluruhnya digabungkan dalam bundel barang (commodities bundle). Barang yang
dikonsumsi mempunyai sifat makin banyak dikonsumsi makin besar manfaat yang
diperoleh (good). Contohnya pakaian, makin banyak dimiliki makin memberi manfaat.
Sesuatu yang bila konsumsinya ditambah justru mengurangi kenikmatan hidup (bad),
tidak dimasukkan dalam analisis. Misalnya, penyakit, makin banyak makin
menyusahkan.
b) Utilitas (Utility)
Misalnya Achmad ingin membeli baju, yang harga per helainya Rp25.000,00.
Berapa buah baju yang akan dikonsumsi? Untuk menjawabnya, kita harus tahu dahulu
nilai baju itu bagi Achmad yang diasumsikan setara dengan rupiah. Seandainya pola
konsumsi Achmad seperti ditunjukkan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Utilitas Total dan Utilitas Marjinal dari Mengonsumsi Baju
Lambahan
Harga baju per Jumlah baju Uang yang harus Kegunaan Total/
kehunaan /MU
helai (Rp) yang dikonsumsi dikeluarkan (Rp) TU (util)
(util)
25.000 1 25.000 50.000 50.000
25.000 2 50.000 125.000 75.000
25.000 3 75.000 185.000 80.000
25.000 4 100.000 225.000 40.000
25.000 5 125.000 250.000 25.000
25.000 6 150.000 250.000 0
25.000 7 175.000 225.000 -25.000
25.000 8 200.000 100.000 -125.000
Bagi Achmad, baju pertama nilai kegunaannya jauh lebih besar dibanding uang
yang harus dikeluarkan. Hanya dengan Rp25.000,00 diperoleh kegunaan 50.000 util.
Karenanya dia mau menambah konsumsi bajunya. Baju yang kedua memberi
tambahan kegunaan (MU) lebih besar daripada yang pertama, yaitu 75.000 util, berarti
kegunaan total (TU) menjadi 125.000 util. Dia pun menambah konsumsi baju menjadi
tiga, yang memberi TU 185.000 util dan MU 60.000 util. Walaupun telah terjadi
penurunan MU (hukum pertambahan manfaat yang makin menurun telah terjadi),
tetap lebih menguntungkan. Seandainya Achmad terus menambah konsumsi bajunya,
maka setelah baju kelima penambahan konsumsi tidak menambah TU, bahkan dapat
menurunkan TU karena MU sudah < 0 (negatif). Pergerakan angka-angka dalam tabel
dapat diterjemahkan dalam bentuk grafik berikut ini (Diagram 5.1). Terlihat kurva TU
pada awalnya menaik tajam, seiring naiknya nilai MU. Di titik A MU mencapai
maksimum, untuk selanjut-nya menurun yang menyebabkan slope kurva TU makin
mendatar.
Diagram 5.1
Kurva - kurva Utilitas Total dan Utilitas Marjinal
MU = P
Prinsip ini berlaku untuk semua barang, sehingga konsumen akan mencapai
kepuasan maksimum pada saat :
MUx = Px
Dimana :
Px = Harga X
U=X.Y
Dimana :
U = tingkat kepuasan
X = makan bakso (mangkok per bulan)
Y = makan sate (porsi per bulan)
Untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu, beberapa kombinasi yang mungkin
dicantumkan dalam Tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Makan Bakso dan Makan Sate
Yang Memberi Tingkat Kepuasan Sama Bagi Sutarno
makan bakso makan sate
(mangkok per bulan) (porsi per bulan)
25 kali 4 porsi
20 kali 8 porsi
10 kali 10 porsi
5 kali 20 porsi
4 kali 25 porsi
Jika kombinasi itu disajikan dalam kurva, maka akan diperoleh kurva indeferensi
(IC) seperti ditunjukkan pada diagram 5.2 berikut ini.
Diagram 5.2
Kurva Indiferensi (Indiference Curve)
Asumsi-asumsi Kurva Indiferensi
1) Semakin jauh kurva indiferensi dari titik origin, semakin tinggi tingkat kepuasannya.
Diagram 5.3
Himpunan Kurva Indiferensi (Peta Indiferensi)
2) Kurva indiferensi menurun dari kiri atas ke kanan bawah (downward sloping), dan
cembung ke titik origin (convex to origin).
Asumsi ini menggambarkan adanya kelangkaan. Bila suatu barang makin langka,
harganya makin mahal. Hal ini dijelaskan dalam konsep Marginal Rate of Substitution
(MRSyx), yaitu berapa banyak barang Y harus dikorbankan untuk menambah 1 unit
barang X demi menjaga tingkat kepuasan yang sama. Berdasarkan hukum LDMU,
jumlah Y yang ingin dikorbankan makin kecil pada saat jumlahnya makin sedikit
(langka).
Diagram 5.4
Tingkat Substitusi Marjinal (MRS)
Dalam Diagram 5.4 pada awalnya jumlah Y yang ingin dikorbankan untuk
memperoleh tambahan satu unit X adalah OY1,-OY2. Sehingga besarnya MRSyx adalah
- (OY1-OY2 / OX1-OX2). Pada saat ingin menambah 1 unit X lagi (dari OX2 ke OX3),
jumlah Y yang ingin dikorbankan menjadi lebih kecil (OY2-OY3), sehingga nilai MRSyx
berubah. Jumlah Y yang ingin dikorbankan menurun, karena jumlah Y yang dimiliki
makin sedikit (langka).
Pada Diagram 5.5.a IC1, dan IC2, berpotongan di titik B, berarti IC₁ = IC₂ Di titik C, IC₂>
IC₁, padahal di titik A, IC1 > IC2. Keadaan itu tidak sesuai dengan asumsi transitivitas
yang mengatakan: Bila A > B dan B > C, maka A> C. Asumsi transitivitas hanya
terpenuhi bila IC1 dan IC₂ tidak saling berpotongan (Diagram 5.5.b).
BL = Px.Qx+ Py.Qy
Kemiringan (slope) kurva BL adalah negatif, yang merupakan rasio P dan Py.
Pada Diagram 5.6 kita melihat bahwa OY sama dengan besarnya pendapatan (M)
dibagi harga Y, sedangkan OX sama dengan besarnya pendapatan (M) dibagi harga X.
Sehingga slope kurva garis anggaran adalah:
Diagram 5.6
Kurva Garis Anggaran (Budget Line Curve)
Perubahan harga dan pendapatan akan memengaruhi daya beli, diukur dari
besarnya luas bidang segi tiga yang dibatasi kurva garis anggaran. Bila luas bidang
segitiga makin luas, daya beli meningkat. Begitu juga sebaliknya. Diagram 5.7.a
menunjukkan jika harga X turun, dengan jumlah pendapatan nominal yang sama,
jumlah X yang dapat dibeli makin banyak (pendapatan nyata meningkat), sehingga
kurva garis anggaran yang sekarang adalah BL2 Jika harga X naik, garis anggaran yang
baru adalah BL3, di mana pendapatan nyata menurun.
d. Keseimbangan Konsumen
Diagram 5.8
Maksimalisasi Kepuasan dan Minimalisasi Biaya
Diagram 5.9
Kurva Harga-Konsumsi (Price-Consumption Curve)
Pada Diagram 5.9 ditunjukkan bahwa keseimbangan awal terjadi di titik A. Bila
harga barang X turun, maka kemampuan untuk membeli barang x meningkat dari
jumlah anggaran yang tetap, ditunjukkan oleh garis anggaran bergeser ke BL 2 dan BL3.
Keseimbangan pun berubah dari titik A ke titik B dan titik C. Demikian halnya dengan
kombinasi konsumsi. Jika titik-titik keseimbangan tersebut dihubungkan maka
terbentuk sebuah garis, yaitu kurva PCC.
Dari Diagram 4.9 disimpulkan bahwa pada saat harga barang X makin murah
(P3<P2<P1), ceteris paribus, permintaan terhadap X makin bertambah (OX3>OX2> OX1).
Hal ini sesuai dengan hukum permintaan. Karena itu dari kurva PCC dapat diturunkan
kurva permintaan individu ( individual demand curve).
Diagram 5.10
Menurunkan Kurva Permintaan
Diagram 5.11
Permintaan Pasar
Pada harga Po permintaan A adalah Ao dan permintaan B adalah Bo sehingga
permintaan total adalah Ao+Bo sama dengan To. Ketika harga menjadi P 1, permintaan
A adalah A1, permintaan B adalah B₁, permintaan total T₁. Pada harga P2 permintaan A
sama dengan nol, permintaan B adalah B 2, permintaan total T2. Pada harga P3
permintaan A dan B masing-masing sama dengan nol, sehingga permintaan total sama
dengan nol.
Namun klarifikasi lebih jelas untuk mengetahui apakah suatu barang merupakan
barang kebutuhan pokok atau barang mewah dilakukan dengan menggunakan kurva
Engel (Engel Curve). Kurva ini diberi nama sesuai dengan nama penemunya, Christian
Lorenz Ernst Engel (statistian Jerman abad 19), yang mencoba melihat hubungan
antara tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi. Bila kurva permintaan individu
diturunkan dari Price- Consumption Curve (PCC), kurva Engel diturunkan dari Income-
Consumption Curve (ICC)
Diagram 5.13
Kurva Engel
Diagram 5.13.a adalah kurva Engel untuk barang yang merupakan kebutuhan
pokok, seperti bahan makanan pokok. Perubahan pendapatan nominal tidak
berpengaruh banyak terhadap perubahan permintaan. Bahkan jika pendapatan terus
meningkat, permintaan terhadap barang tersebut perubahannya makin kecil dibanding
perubahan pendapatan. Jika dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas
pendapatan dari barang kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat pendapatan nominal
makin tinggi.
Diagram 5.13.b adalah kurva Engel untuk barang yang termasuk barang mewah.
Kenaikan permintaan terhadap barang tersebut lebih besar dibandingkan dengan
kenaikan tingkat pendapatan. Atau dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap
barang mewah mempunyai derajad elastisitas yang besar.
Untuk barang inferior/Giffen, kurva Engel memiliki korelasi yang negatif, yakni
menurun dari kiri atas ke kanan bawah (coba pikirkan mengapa demikian).
Ketika kita mengatakan bahwa jika harga barang turun maka permintaan
terhadapnya bertambah atau sebaliknya, yang terlihat sebenarnya adalah total
interaksi antara kekuatan pengaruh perubahan pendapatan dan perubahan harga,
terhadap keseimbangan konsumen. Dengan perkataan lain, jika harga suatu barang
turun, maka ada dua komponen yang dipengaruhi:
1. Harga relatif barang menjadi murah, sehingga bila konsumen bergerak pada
tingkat kepuasan yang sama (kurva indiferensi awal) dan pendapatan nyata
dianggap tetap, maka konsumen akan menambah jumlah konsumsi barang
yang harganya menjadi relatif lebih murah dan mengurangi jumlah konsumsi
barang yang harganya menjadi relatif lebih mahal. Inilah yang disebut sebagai
efek substitusi (substitution effect)
2. Pendapatan nyata berubah menyebabkan jumlah permintaan berubah. Jika
perubahan ini dilihat dari sisi harga barang lain dan pendapatan nominal
dianggap tetap, kita akan melihat efek pendapatan (income effect).
Diagram 4.14
Efek Substitusi dan Efek Pendapatan
Kasus Harga Turun
Efek Total:
Turunnya harga barang X telah menyebabkan keseimbangan konsumen
bergeser dari titik A ke C. Karena kemampuan meningkat dari BL 1 ke BL3, jumlah X yang
diminta bertambah dari OX1, ke OX3. Pertambahan jumlah yang diminta sebesar X1,X3
unit, merupakan efek total (penjumlahan efek substitusi dan efek pendapatan).
Efek Substitusi:
Turunnya harga X membuat harga X relatif lebih murah daripada harga Y ( slope
BL3 lebih datar daripada BL₁). Jika konsumen diminta melakukan penyesuaian
keseimbangan pada tingkat kepuasan yang sama (IC 1) dengan pendapatan nyata tidak
berubah, maka titik keseimbangan tercapai di titik B, yaitu persinggungan antara IC₁
dengan BL2 (garis terputus-putus dan sejajar dengan BL3). BL2 merupakan garis
anggaran yang sama nilainya dengan BL₁, namun kemiringannya berbeda sesuai
dengan rasio harga pada BL 1 Jumlah X yang diminta menjadi OX2 (karena harga X
sekarang relatif lebih murah). Pertambahan permintaan terhadap X sebesar X₁X2
merupakan efek substitusi.
Efek Pendapatan:
X1X3=X1X2+X2X3
Bagaimana jika harga naik? Prinsip analisisnya sama. Kita perhatikan Diagram
5.15 berikut ini.
Diagram 4.15
Efek Substitusi dan Efek Pendapatan:
Kasus Harga Naik
Efek total dari kenaikan harga X adalah penurunan permintaan sebesar OX 1-0X3.
Jika konsumen harus melakukan penyesuaian keseimbangan dengan asumsi tingkat
pendapatan dan tingkat kepuasan adalah sama seperti kondisi awal (IC₁), maka
keseimbangan konsumen tercapai di titik B yang merupakan persinggungan BL 2 (garis
terputus-putus) dengan IC₁. Perubahan rasio harga (harga relatif) telah mengurangi
jumlah X yang diminta sebanyak X₁X2. Ini merupakan efek substitusi. Sedangkan
penurunan pendapatan nominal (yang disebabkan kenaikan harga X) telah
menurunkan jumlah X yang diminta sebesar X2X3. Ini merupakan efek pendapatan.