Anda di halaman 1dari 17

Nama : Sri Agustina Lisa

Nim : 203020303073

Kelas : C

Jurusan : Akuntansi

Mata Kuliah : Akuntansi dan Valuasi Lingkungan

1. Untuk mengelola kedua jenis sumber daya alam, yaitu sumber daya yang dapat
diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui, diperlukan kebijakan yang
berbeda. Berikut adalah contoh kebijakan yang dapat dilakukan untuk kedua
jenis sumber daya alam di Indonesia:
a. Sumber Daya Alam Dapat Diperbaharui (Renewable Resources):
1) Pertanian berkelanjutan: Mendorong praktik pertanian
berkelanjutan dengan mempromosikan penggunaan pupuk
organik, irigasi yang efisien, dan penanaman kembali tanaman.
Hal ini akan membantu menjaga keberlanjutan produksi
pertanian dan mengurangi kerusakan lingkungan.
2) Konservasi hutan: Menerapkan kebijakan yang mendukung
perlindungan hutan dan ekosistem terkait, seperti hutan tropis
dan hutan mangrove. Pemerintah dapat mengimplementasikan
program penghijauan, melibatkan komunitas lokal dalam
pengelolaan hutan, dan memperkuat penegakan hukum
terhadap kegiatan pembalakan ilegal.

b. Sumber Daya Alam Tidak Dapat Diperbaharui (Non-renewable


Resources):
1) Pengelolaan yang berkelanjutan: Mengadopsi kebijakan
pengelolaan yang berkelanjutan untuk sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui, seperti batu bara, minyak bumi, dan
gas alam. Hal ini mencakup pengawasan ketat terhadap
aktivitas penambangan, penerapan teknologi yang ramah
lingkungan, dan diversifikasi perekonomian untuk mengurangi
ketergantungan pada sumber daya alam tersebut.
2) Pendapatan yang adil: Memastikan bahwa pendapatan dari
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui digunakan
secara bijaksana untuk kepentingan jangka panjang.
Menerapkan kebijakan transparansi dan akuntabilitas dalam
penerimaan pendapatan, serta mengalokasikan sebagian dari
pendapatan tersebut untuk pembangunan infrastruktur,
investasi dalam pendidikan dan pelatihan, serta diversifikasi
ekonomi.
Contoh konkret di Indonesia adalah:
c. Untuk sumber daya alam dapat diperbaharui: Pemerintah Indonesia
telah menerapkan program konservasi hutan di berbagai daerah, seperti
Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera dan Taman Nasional
Komodo di Nusa Tenggara Timur. Program ini melibatkan partisipasi
masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan dan perlindungan satwa liar.
d. Untuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui: Pemerintah
Indonesia telah melaksanakan kebijakan pengelolaan yang lebih ketat
terhadap sektor pertambangan, termasuk dalam penambangan batu
bara. Langkah-langkah ini termasuk penerapan peraturan lingkungan
yang lebih ketat, penegakan hukum terhadap penambangan ilegal, dan
upaya untuk mengalokasikan pendapatan dari sektor ini untuk
pembangunan infrastruktur dan diversifikasi ekonomi di daerah terkait.

Nama : Sri Agustina Lisa

Nim : 203020303073

Sumber : https://chat.openai.com/c/db8598c1-da89-491d-9fc2-503e35aee5d5
Nama : Sri Agustina Lisa

Nim : 203020303073

Kelas : C

Jurusan : Akuntansi

Mata Kuliah : Akuntansi dan Valuasi Lingkungan

2. Kasus pengembangan lahan gambut 1 juta hektar di Kalimantan Tengah pada


tahun 1995-1997 merupakan contoh yang relevan untuk membahas dampak
externalitas negatif terhadap ekonomi dan ekologi suatu ekosistem.
Pengembangan lahan gambut tersebut menghadirkan beberapa externalitas
yang signifikan, antara lain:
a. Penurunan fungsi ekologi: Lahan gambut memiliki fungsi ekologi yang
penting, termasuk sebagai habitat berbagai spesies tumbuhan dan
satwa liar serta menyimpan karbon dalam jumlah besar. Penggundulan
dan drainase gambut untuk pengembangan lahan pertanian dan
kehutanan menyebabkan kerusakan habitat, kehilangan
keanekaragaman hayati, dan pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer.
b. Perubahan hidrologi: Pengeringan gambut melalui pembuangan air
secara massal dapat mengubah pola aliran air di wilayah tersebut. Hal
ini dapat menyebabkan penurunan ketersediaan air, kekeringan, banjir,
dan penurunan kualitas air. Perubahan ini dapat berdampak negatif
pada kehidupan manusia dan ekosistem terkait.
c. Emisi gas rumah kaca: Gambut yang terdegradasi dan terbakar akan
melepaskan gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana ke
atmosfer. Emisi ini berkontribusi terhadap perubahan iklim global dan
dapat meningkatkan risiko perubahan iklim yang merugikan.
Untuk memperbaiki situasi ini dan mengembalikan fungsi ekonomi dan ekologi
gambut, langkah-langkah berikut dapat diambil:
a. Restorasi gambut: Melakukan program restorasi gambut yang meliputi
pemulihan vegetasi gambut, pengendalian kebakaran, pengelolaan air, dan
konservasi keanekaragaman hayati. Program ini harus melibatkan
pemangku kepentingan yang relevan, termasuk masyarakat lokal,
pemerintah, dan organisasi non-pemerintah.
b. Pengaturan kegiatan ekonomi: Mengatur kegiatan ekonomi yang
berhubungan dengan lahan gambut, seperti pertanian, kehutanan, dan
pertambangan, untuk memastikan bahwa aktivitas tersebut dilakukan
dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan dan menjaga integritas
ekosistem gambut.
c. Edukasi dan kesadaran masyarakat: Meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya kelestarian ekosistem gambut, termasuk
dampak negatif dari penggundulan dan pembakaran gambut. Pendidikan
dan kampanye kesadaran dapat membantu mendorong perubahan perilaku
yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan gambut.
d. Penerapan kebijakan lingkungan yang ketat: Menetapkan dan menguatkan
kebijakan lingkungan yang melindungi lahan gambut, membatasi kerusakan
dan penggunaan yang tidak berkelanjutan, serta memberikan insentif untuk
praktik pengelolaan yang ramah lingkungan.
e. Kolaborasi internasional: Mendorong kerjasama internasional dalam
mengelola lahan gambut secara berkelanjutan.

Nama : Sri Agustina Lisa

Nim : 203020303073

Sumber : https://chat.openai.com/c/db8598c1-da89-491d-9fc2-503e35aee5d5
Nama : Sri Agustina Lisa

Nim : 203020303073

Kelas : C

Jurusan: Akuntansi

Mata Kuliah: Akuntansi dan Valuasi Lingkungan

3. Judul: Akuntansi Lingkungan: Pendekatan Ilmiah dalam Mengukur Dampak


Ekonomi Lingkungan

Abstrak:
Akuntansi lingkungan merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk
mengukur dan melaporkan dampak ekonomi yang dihasilkan oleh aktivitas
manusia terhadap lingkungan. Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan
pendekatan ilmiah dalam praktik akuntansi lingkungan serta mengidentifikasi
manfaat dan tantangan yang terkait dengan penggunaannya. Tulisan ini
mengacu pada studi literatur yang relevan dan penelitian terkait yang telah
dilakukan dalam bidang akuntansi lingkungan. Penelitian ini memberikan dasar
yang kuat untuk memahami konsep dan prinsip akuntansi lingkungan.

Kata kunci: akuntansi lingkungan, dampak ekonomi lingkungan, praktik


akuntansi, pendekatan ilmiah
a. Pendahuluan
Akuntansi lingkungan merupakan disiplin yang berkembang untuk
mengatasi kebutuhan pengukuran dan pelaporan dampak ekonomi
terhadap lingkungan. Dalam era peningkatan kesadaran terhadap isu-isu
lingkungan dan keberlanjutan, akuntansi lingkungan memainkan peran
penting dalam menyediakan informasi yang relevan bagi pengambilan
keputusan di berbagai sektor.

b. Metode Pendekatan Ilmiah dalam Akuntansi Lingkungan


Pendekatan ilmiah dalam akuntansi lingkungan mencakup langkah-langkah
sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi data
lingkungan yang terkait dengan aspek ekonomi. Metode yang digunakan
meliputi pengumpulan data primer dan sekunder, pengukuran dampak,
penggunaan model ekonomi dan teknik estimasi, serta penilaian dan
pelaporan dampak.

c. Manfaat Akuntansi Lingkungan


Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: Akuntansi lingkungan
menyediakan informasi yang relevan dan terukur tentang dampak ekonomi
lingkungan suatu organisasi. Hal ini memungkinkan pengambilan
keputusan yang lebih baik dalam mengelola aset lingkungan,
mengidentifikasi peluang bisnis yang berkelanjutan, dan mengelola risiko
lingkungan.

d. Pelaporan Keuangan yang Lebih Komprehensif: Dengan mengintegrasikan


informasi lingkungan ke dalam laporan keuangan, akuntansi lingkungan
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas organisasi terkait dengan
dampak ekonomi lingkungan.
e. Evaluasi Kinerja Lingkungan: Akuntansi lingkungan memungkinkan
evaluasi kinerja organisasi dalam mencapai tujuan lingkungan, termasuk
pengurangan emisi gas rumah kaca, efisiensi energi, dan penggunaan
sumber daya yang berkelanjutan.

f. Tantangan dalam Akuntansi Lingkungan


Mengukur dampak ekonomi lingkungan secara akurat merupakan
tantangan utama dalam akuntansi lingkungan. Memperoleh data yang
konsisten dan relevan, serta mengembangkan metode pengukuran yang
efektif.

g. Peran Akuntansi Lingkungan dalam Meningkatkan Kinerja Lingkungan


Green accounting umumnya diterapkan oleh perusahaan yang memiliki
perhatian dan minat terhadap Kelestarian lingkungan, kebersinambungan
(sustainability), efektivitas lingkungan (ecoeffectiveness), efisiensi
lingkungan (ecoefficiency), dan menerapkannya secara langsung dengan
banyak sarana pemasaran dalam manajemen strategik (Cohen dan
Robbins, 2011:190). Aktivitas dalam green accounting dijelaskan oleh
Cohen dan Robbins (2011:190) sebagai berikut:
“Environmental accounting collects, analyzes, assesses, and prepares
reports of both environmental and Financial data with a view toward
reducing environmental effect and costs. This form of accounting is central
to Many aspects of governmental policy as well. Consequently,
environmental accounting has become a key aspect Of green business and
responsible economic development”. Artinya adalah bahwa green
accounting mengumpulkan, menganalisis, memperkirakan, dan
menyiapkan laporan baik data lingkungan maupun finansial dengan tujuan
untuk mengurangi dampak lingkungan dan biaya. Bentuk akuntansi ini
memusat pada beberapa aspek kebijakan pemerintah sebaik mungkin.
Konsekuensinya, akuntansi lingkungan menjadi aspek penting dalam green
business concept dan pengembangan perekonomian yang bertanggung
jawab. Melalui penerapan green accounting maka diharapkan lingkungan
akan terjaga kelestariannya, karena dalam menerapkan green accounting
maka perusahaan akan secara sukarela mematuhi kebijakan pemerintah di
mana perusahaan tersebut menjalankan bisnisnya. Selain itu, penelitian
yang dilakukan oleh de Beer dan Friend (2005) membuktikan bahwa
pengungkapan semua biaya lingkungan, baik internal maupun eksternal,
dan mengalokasikan biaya-biaya ini berdasarkan tipe biaya dan pemicu
biaya dalam sebuah akuntansi lingkungan yang terstruktur akan
memberikan kontribusi baik pada kinerja lingkungan.

h. Simpulan dan saran:


Berdasarkan uraian pembahasan di atas maka dapat dijelaskan bahwa
seiring dengan meningkatnya kerusakan lingkungan dan meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan maka perusahaan
sebagai bagian dari lingkungan juga dituntut untuk memperhatikan
kelestarian lingkungan. Perusahaan itu sendiri merupakan badan hukum
yang harus mempertanggungjawabkan pengelolaan perusahaannya
kepada stakeholder s dan stakeholders, maka manajemen harus mampu
menunjukkan kinerja yang baik kepada pihak-pihak yang berkepentingan
terkait dengan kinerja finansial dan kinerja lingkungannya.
Oleh karena itu dalam penulisan ini disarankan bagi perusahaan untuk
mengimplementasikan green accounting, di mana dalam implementasinya
hendaknya perusahaan mengungkapkan secara jelas biaya lingkungan
internal (misalnya penggunaan bahan kimia dalam biaya produksi,
keselamatan tenaga kerja) dan eksternal (aktivitas penanaman pohon).

Daftar Pustaka :

Anthony, R.N., dan V. Govindarajan, 2007, Management Control Systems, Chicago,


Mc-Graw-Hill IRWIN.
Aronson, T., dan K.G. Lofgren, 2010, Handbook of Environmental Accounting,
Northhampton, Massachusetts: Edward
Elgar Publishing, Inc.
Cohen, N., dan P. Robbins, 2011, Green Business: An A-to-Z Guide, Thousand Oaks,
California: SAGE Publications
Inc.
de Beer, P., dan F. Friend, 2005, Environmental Accounting: A Management Tool for
Enhancing Corporate
Environmental and Economic Performance, Ecological Economics 58 (2006) 548–
560.
Diprediksi, Tahun 2040 Kerusakan Alam Makin Parah, Suara Pembaharuan, Kamis,
28 April 2011, diunduh melalui
http://www.suarapembaruan.com/home/diprediksi-tahun-2040-kerusakan-alam-
makin-parah/6135, pada
November 2011.
Environmental Performance Index (EPI), Universitas Yale, diunduh melalui
http://epi.yale.edu, pada Desember 2011.
Indofood Bagikan Pohon Penghijauan”, Pontianak Post, 2 Agustus 2010, diunduh
melalui
http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=37026, pada
Desember 2011.
Kerusakan Lingkungan Kota di Indonesia Makin Parah, Bisnis Indonesia,com, Rabu,
21 September 2011, diunduh
melalui http://www.bisnis.com/articles/ kerusakan-lingkungan-kota-di-indonesia-
makin-parah, pada November
2011.

Nama : Sri Agustina Lisa

Nim : 203020303073
Nama : Sri Agustina Lisa

Nim : 203020303073

Kelas : C

Jurusan : Akuntansi

Mata Kuliah : Akuntansi dan Valuasi Lingkungan

Jawaban

4. Judul: Valuasi Lingkungan menggunakan Metode Contingent Valuation untuk


Area Konservasi dan Wisata Alam

Abstrak:
Tulisan ini membahas tentang valuasi lingkungan menggunakan metode
Contingent Valuation (CV) untuk mengukur nilai ekonomi dari area konservasi
dan wisata alam. Metode CV adalah pendekatan yang digunakan untuk
mengevaluasi nilai yang ditempatkan pada sumber daya alam yang tidak
diperdagangkan di pasar. Tulisan ini menguraikan langkah-langkah yang
terlibat dalam metode CV dan menjelaskan pentingnya penggunaan metode ini
dalam menginformasikan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait
konservasi dan pengelolaan wisata alam.

Kata kunci: valuasi lingkungan, metode Contingent Valuation, area konservasi,


wisata alam.

a. Pendahuluan
Area konservasi dan wisata alam memiliki nilai ekonomi dan ekologis yang
signifikan. Namun, penilaian secara akurat terhadap nilai lingkungan yang
terkandung di dalamnya seringkali sulit dilakukan karena sifatnya yang tidak
diperdagangkan di pasar. Metode Contingent Valuation (CV) adalah salah
satu pendekatan yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomi dari
sumber daya alam yang tidak memiliki harga pasar. Tulisan ini membahas
penerapan metode CV dalam valuasi lingkungan untuk area konservasi dan
wisata alam.
Pengaruh perubahan iklim global terhadap sektor pertanian di Indonesia
sudah menjadi kenyataan. Perubahan iklim menimbulkan pola curah hujan
dan kejadian iklim ekstrem, peningkatan suhu udara dan peningkatan tinggi
muka air laut yang dapat mempengaruhi produksi pertanian, dan kondisi
sosial-ekonomi petani. Perubahan ini diindikasikan antara lain oleh adanya
bencana banjir, kekeringan (musim kemarau yang panjang) dan
bergesernya musim hujan. Dalam beberapa tahun terakhir ini pergeseran
musim hujan menyebabkan bergesernya musim tanam dan panen komoditi
pangan (padi, palawija dan sayuran). Sedangkan banjir dan kekeringan
menyebabkan gagal tanam, gagal panen, dan bahkan menyebabkan puso.
Konsep dasar valuasi merujuk pada kontribusi suatu komoditas untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ekologi, sebuah gen bernilai tinggi
apabila mampu berkontribusi terhadap tingkat survival dari individu yang
memiliki gen tersebut. Dalam pandangan ecological economics, nilai (value)
tidak hanya untuk maksimalisasi kesejahteraan individu tetapi juga terkait
dengan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza dan Folke,
1997; Bishop, 1997; Constanza. 2001). Valuasi ekonomi merupakan upaya
untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
oleh sumber daya alam dan lingkungan, baik atas dasar nilai pasar (market
value) maupun nilai non-pasar (non market value). Valuasi ekonomi sumber
daya merupakan suatu alat ekonomi (economic tool) yang menggunakan
teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa
yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Pemahaman
tentang konsep valuasi ekonomi memungkinkan para pengambil kebijakan
dapat menentukan penggunaan sumber daya alam dan lingkungan yang
efektif dan efisien. Hal ini disebabkan aplikasi valuasi akonomi
menunjukkan hubungan antara konservasi SDA dengan pembangunan
ekonomi. Menurut panduan valuasi ekonomi sumber daya alam dan
lingkungan (KNLH, 2007) adalah pengenaan nilai moneter terhadap
sebagian atau seluruh potensi sumber daya alam sesuai dengan tujuan
pemanfaatannya. Valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang
dimaksud adalah nilai ekonomi total (total net value), nilai pemulihan
kerusakan/pencemaran serta pencegahan pencemaran/kerusakan.
Informasi yang telah ada dan baru memainkan peranan penting dalam
proses valuasi. Begitu pula halnya dengan pengenalan (familiarity) individu
terhadap konteks atau komoditas lingkungan dan persepsi yang
ditimbulkannya, jika pendapat para pakar diperlukan. Persepsi, informasi
dan kepercayaan ke semuanya menjadi input untuk motivasi dalam konteks
kerusakan lingkungan yang ada. Motif dapat digambarkan sebagai
spektrum perasaan yang berkembang dari tingkat tanggung jawab individu
ke tingkat masyarakat yang lebih luas terhadap lingkungan, yang tidak
berkaitan dengan use value (nilai penggunaan). Randal, (1987), 1,20)
menyatakan bahwa semua nilai non use value (nilai bukan penggunaan)
memiliki motif altruisme – antar perorangan, antar generasi dan Q altruism
yang didasarkan pada pengetahuan bahwa beberapa aset Q
menguntungkan karena tidak diganggu. Jadi disini asumsi psikologis orang
berperilaku ekonomis secara rasional seperti pada analisis ekonomi
konvensional patut dipertanyakan atau tidaklah sepenuhnya benar. Motif
pribadi itu sendiri hanyalah satu daripada banyak motif manusia, yang tidak
merupakan motif yang dominan.

b. Metode Contingent Valuation (CV)


Metode CV melibatkan survei kepada responden yang bertujuan untuk
mengukur nilai ekonomi dari suatu sumber daya alam atau manfaat
lingkungan dengan cara meminta responden untuk mengekspresikan
keinginan mereka untuk membayar (Willingness to Pay, WTP) atau
menerima kompensasi (Willingness to Accept, WTA) dalam skenario yang
ditawarkan. Tulisan ini menjelaskan langkah-langkah dalam metode CV,
termasuk desain survei, pengumpulan data, dan analisis hasil.
CVM merupakan metode penilaian lingkungan di mana tidak terdapat nilai
pasarnya. Penilaian ini umumnya mengukur WTP atau WTA (Willingness to
Accept) pengunjung yang berkeinginan membayar atau menerima
kompensasi atas kerusakan lingkungan. Menurut FAO (2000), penilaian
berdasarkan preferensi (contingent valuation) adalah sebuah metode yang
digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai suatu barang
berdasarkan estimasi seseorang.
Contingent Valuation Method (CVM) adalah metode valuasi berdasarkan
survei yang digunakan untuk memberikan penilaian moneter pada barang
atau komoditas lingkungan. Ide yang mendasari metode ini adalah bahwa
sesungguhnya orang-orang memiliki preferensi, yang tersembunyi, untuk
semua komoditas lingkungan. Di sini diasumsikan bahwa orang-orang
memiliki kemampuan untuk mentransformasikan preferensi-preferensi ini
ke dalam satuan moneter (d’Arge, 1985) 1, 7). Berdasarkan asumsi ini,
CVM menilai barang lingkungan dengan menanyakan pada responden
salah satu dari pertanyaan berikut :
 Berapa jumlah maksimum uang yang akan dibelanjakan oleh anda
atau rumah tangga Anda (Willingness to Pay, WTP) setiap bulan atau
tahun untuk mendapatkan atau memperoleh perbaikan kualitas
lingkungan (environment improvement)
 Berapa jumlah uang minimum yang anda/ rumah tangga anda dapat
terima (Willingness to Accept, WTA) setiap bulan / tahun untuk
menerima kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan
(environment deterioration)
Kedua pertanyaaan diatas penting dalam membentuk pasar hipotetis
perubahan lingkungan, yaitu pasar yang terbentuk dimana responden mau
membeli (WTP) dan menerima (WTA) barang-barang lingkungan pada
kondisi kualitas yang lebih baik atau lebih buruk.
CVM telah mendapatkan perhatian luas dalam ekonomi dan kebijakan
lingkungan 1). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
1) CVM merupakan satu-satunya cara praktis dalam memperkirakan
berbagai benefit lingkungan, misalnya jika pembuat kebijakan ingin
memperkirakan nilai eksistensi habitat alam yang unik atau daerah
hutan konservasi pada masyarakat, maka CVM merupakan prosedur
estimasi benefit yang tersedia.
2) Perkiraan benefit lingkungan yang diperoleh dari survei contingent
valuation, yang dilakukan dan didesain dengan baik, sama baiknya
dibandingkan dengan hasil perkiraan diperoleh dengan metode
lainnya
3) Kemampuan mendesain dan melakukan survei skala besar dan
analisis rinci dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh
telah meningkat dengan adanya kemajuan-kemajuan dalam teori
sampling, teori ekonomi estimasi benefit, manajemen data yang
terkomputerisasi dan Poll opini publik.

c. Penggunaan Metode CV dalam Valuasi Lingkungan Area Konservasi


Penerapan metode CV dalam valuasi lingkungan area konservasi dan
wisata alam dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai
ekonomi dari berbagai aspek lingkungan. Tulisan ini menggambarkan
beberapa contoh penggunaan metode CV dalam penilaian nilai lingkungan,
seperti penilaian keindahan alam, nilai rekreasi, nilai konservasi flora dan
fauna, dan manfaat ekosistem. Metode valuasi (valuation) adalah teknik
yang dikembangkan sebagai bagian dari ekonomi lingkungan, yang
mencakup pendekatan terhadap pasar yang disimulasikan dan digantikan
(surrogate), atau pasar yang disesuaikan. Oleh karena itu, teknik dan
metode valuasi moneter didesain untuk memberikan harga pada spektrum
barang dan jasa lingkungan yang bukan merupakan komoditas pasar (non-
marketed commodities). Nilai semua aset lingkungan dapat diukur oleh
preferensi individu untuk konservasi dan pemanfaatan komoditi ini. Dengan
demikian, preferensi dan selera individual akan memberikan nilai pada
objek berupa nilai tertentu (assigned value).
Nilai aset lingkungan dapat diukur oleh preferensi individu untuk konservasi
dan penggunaan komoditas ini. Berdasarkan preferensi dan selera yang
ada, maka individu-individu akan menilai objek ke dalam berbagai assigned
value. Untuk mendapatkan nilai ekonomis total, maka para pakar ekonomi
dalam penilaiannya membedakan user value dan non user value dari objek
yang dinilainya.
Pendekatan ini juga berguna dalam permodelan produksi kesehatan. Pada
umumnya setiap individu dapat mempengaruhi kesehatannya atau
kesejahteraannya dengan cara melakukan investasi pada jasa-jasa
kesehatan seperti perawatan medik, obat-obatan. Pada sejumlah kasus,
kesehatan dipengaruhi oleh parameter lingkungan seperti kualitas udara
dan air. Sehingga pendekatan fungsi produksi kesehatan mendapatkan
perhatian besar ketika mengevaluasi nilai-nilai perubahan lingkungan, yang
dapat mempengaruhi kesehatan orang-orang.

d. Implikasi kebijakan dan Pengambilan Keputusan

Hasil dari metode CV dapat memberikan masukan penting bagi


pengambilan keputusan terkait pengelolaan dan konservasi area
konservasi dan wisata alam. Informasi tentang nilai ekonomi yang
dihasilkan dari valuasi lingkungan dapat digunakan untuk mempengaruhi
kebijakan, menginformasikan alokasi sumber daya, mengarahkan upaya
konservasi, serta mendukung argumentasi ekonomi dalam perlindungan
lingkungan.

Metode valuasi lingkungan ini merupakan metode penelitian terhadap


komoditas lingkungan yang akan memberikan masukan-masukan kepada
pembuat kebijakan dalam mengelola lingkungan berdasarkan partisipasi
masyarakat, berupa pajak yang mereka bayar, karena eksternalitas negatif
yang mereka lakukan. Walaupun demikian ternyata metode ini dapat
menimbulkan berbagai bias, dalam penelitiannya. Bias ini dapat timbul dari
desain kuesioner, elisitasi yang dilakukan, proses penyampaian kuesioner,
agregasi respon kuesioner, dan sebagainya. Artikel ini merupakan
pengantar yang menjelaskan dasar-dasar dan berbagai kesalahan yang
dapat timbul dalam metode valuasi lingkungan ini. Hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi bias yang timbul dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan eksperimental desain terhadap sampel populasi yang akan
diambil responnya.

e. Kesimpulan

Metode Contingent Valuation (CV) merupakan alat yang berguna dalam


valuasi lingkungan. CVM merupakan metode penilaian lingkungan di mana
tidak terdapat nilai pasarnya. Penilaian ini umumnya mengukur WTP atau
WTA (Willingness to Accept) pengunjung yang berkeinginan membayar
atau menerima kompensasi atas kerusakan lingkungan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut


:

1) Contingent Valuation Method merupakan salah satu metode valuasi


komoditas lingkungan yang berkembang dengan pesat. Walaupun
tidak terluput dari kekurangan-kekurangannya.
2) Metode valuasi lingkungan berupa penilaian moneter komoditas
lingkungan harus dilakukan dalam upaya untuk menghindari adanya
eksternalitas negatip dan internalisasi biaya lingkungan, agar tidak
terjadi pemborosan dalam penggunaan sumberdaya alam dan
perusakan lingkungan
3) Hasil penelitian dengan contingent valuation method terhadap
sebuah komoditas lingkungan dapat memberikan masukan kepada
pembuat kebijakan dalam mengelola lingkungan.

Daftar Pustaka:

Adams, C., et.al. 2008. The use of contingent valuation for evaluating protected areas
in the developing world: Economic valuation of Morro do Diabo State Park, Atlantic
Rainforest, Sao Paulo State (Brazil). Ecological Economics 66, pp. 359-370.

Ardiwidjaja, R. 2004. Pembangunan Berkelanjutan : “ Konservasi dan Pariwisata


Berkelanjutan di Kabupaten Kapuas Hulu”. Jurnal Kebudayaan dan Pariwisata.
Jakarta, Vol. 2 (1), hlm 25-32

Alpizar, F. 2005. The Pricing of Protected Areas in Nature-based tourism: A Local


Perspective. Ecological Economics, Vol. 56 (1), pp. 294-307.

Bambang, N.W. 2007. Pengembangan Wisata Berbasis Lingkungan dalam Rangka


Pengentasan Kemiskinan, Makalah Seminar “Pengembangan Industri Wisata
Berbasis Lingkungan dan Budaya dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta, 1 Mei 2007.

Nama : Sri Agustina Lisa

Nim : 203020303073

Anda mungkin juga menyukai