Anda di halaman 1dari 5

(1).

Untuk memastikan kontribusi yang berkelanjutan dari kedua jenis sumber daya alam (SDA), yaitu
sumber daya yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui, perlu diterapkan kebijakan yang
berbeda. Berikut adalah beberapa contoh kebijakan yang dapat dilakukan untuk masing-masing jenis
sumber daya alam di Indonesia:
 Sumber Daya Alam Dapat Diperbaharui (Renewable):

a. Hutan dan Sumber Daya Hutan: Melakukan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, seperti
menetapkan kawasan konservasi, pengaturan penebangan kayu yang bijaksana, serta
mempromosikan praktik agroforestri untuk mengurangi deforestasi
.
b. Energi Terbarukan: Mendorong pengembangan energi terbarukan, seperti tenaga surya, tenaga
angin, dan bioenergi melalui insentif, penghapusan hambatan regulasi, dan investasi dalam
infrastruktur yang mendukung.

c. Pertanian Berkelanjutan: Menggalakkan praktik pertanian berkelanjutan, seperti penggunaan


pupuk organik, pengendalian hama yang ramah lingkungan, dan diversifikasi tanaman, untuk
menjaga kesuburan tanah dan produktivitas jangka panjang.

 Sumber Daya Alam Tidak Dapat Diperbaharui (Non-renewable):

a. Pertambangan: Menerapkan peraturan yang ketat dalam pengelolaan pertambangan, termasuk


pengawasan yang ketat terhadap praktik penambangan ilegal, perlindungan lingkungan, dan
pemulihan lahan pasca-tambang.

b. Sumber Daya Mineral: Mengoptimalkan nilai tambah melalui pemrosesan di dalam negeri,
untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian nasional dan
menciptakan lapangan kerja.

c. Energi Fosil: Menjaga keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya energi fosil dengan
mendorong efisiensi energi, penggunaan teknologi yang lebih bersih, serta diversifikasi sumber
energi.

Selain itu, penting juga untuk melibatkan masyarakat dan pihak terkait dalam proses pengambilan
keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam. Partisipasi aktif dari masyarakat, pemangku
kepentingan, dan lembaga terkait akan membantu dalam pengawasan, pengendalian, dan
implementasi kebijakan yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Penerapan kebijakan yang berkelanjutan untuk kedua jenis sumber daya alam ini akan membantu
memastikan pemanfaatan yang bertanggung jawab, menjaga keberlanjutan lingkungan, dan
memberikan kontribusi yang berkelanjutan bagi pengembangan perekonomian Indonesia.
(2).Pengembangan lahan gambut dalam skala besar di Kalimantan Tengah antara tahun 1995-1997
memiliki dampak ekonomi dan ekologi yang signifikan, serta menimbulkan externalitas negatif dalam
ekonomi lingkungan. Beberapa externalitas yang mungkin terjadi akibat pengembangan lahan gambut
tersebut adalah:

a.Pencemaran Udara: Proses pembakaran lahan gambut untuk membuka lahan pertanian atau
perkebunan akan menghasilkan emisi gas rumah kaca dan partikel-partikel berbahaya seperti asap.
Hal ini dapat mencemari udara dan berkontribusi terhadap perubahan iklim serta kesehatan
masyarakat.

b.Penurunan Kualitas Air: Pengembangan lahan gambut dapat menyebabkan perubahan aliran air
dan mengganggu siklus air alami. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas air, peningkatan
erosi, dan kerusakan ekosistem air. Selain itu, pembangunan infrastruktur seperti jalan dan saluran
irigasi juga dapat meningkatkan risiko sedimentasi dan pencemaran limbah.

c.Kerusakan Ekosistem Gambut: Gambut adalah ekosistem yang penting untuk penyimpanan
karbon dan keanekaragaman hayati. Pengeringan, pemadaman api, atau konversi lahan gambut
dapat merusak ekosistem ini, menghilangkan spesies endemik, dan mengurangi kapasitas
ekosistem dalam menyediakan layanan ekosistem yang berharga.

Untuk memperbaiki kerusakan dan memulihkan fungsi ekonomi dan ekologi lahan gambut,
beberapa langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1.Konservasi dan Restorasi: Langkah-langkah konservasi dan restorasi harus diambil untuk
memulihkan ekosistem gambut yang rusak. Hal ini dapat mencakup penghentian pembakaran
lahan gambut, penghijauan kembali lahan, penanaman spesies gambut yang asli, dan memulihkan
hidrologi alami.

2.Pengelolaan Lahan yang Berkelanjutan: Pengembangan lahan gambut harus dilakukan dengan
pendekatan yang berkelanjutan. Ini melibatkan penerapan praktik pertanian dan perkebunan yang
ramah lingkungan, seperti sistem pertanian berkelanjutan, irigasi yang efisien, dan menghindari
penggunaan api dalam pengelolaan lahan.

3.Perlindungan Hukum: Penting untuk menerapkan kebijakan dan undang-undang yang


melindungi lahan gambut dan mengatur penggunaannya. Hal ini termasuk penegakan hukum
terhadap pembakaran hutan yang ilegal, penegakan regulasi terkait penambangan, dan
perlindungan terhadap kawasan konservas dan habitat yang penting.

4.Kolaborasi dan Kesadaran: Melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah,


masyarakat lokal, perusahaan, dan organisasi non-pemerintah, sangat penting dalam upaya
pemulihan ekosistem gambut. Mengadakan dialog dan membangun kesadaran akan pentingnya
kelestarian lahan gambut dapat menghasilkan
(3). JUDUL

PENDAHULUAN

Pengungkapan mengenai kinerja lingkungan tidak terlepas dari peran akuntansi manajemen agar tujuan
dari program MGDs khususnya mengenai lingkungan dapat tercapai. Dimana akuntansi manajemen
memiliki peran dalam pengungkapan dan pelaporan aktivitas biaya-biaya yang berkaitan dengan akuntansi
manajemen lingkungan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pengungkapan aktifitas
akuntansi lingkungan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan
Setiawan (2016 dimana aktifitas akuntansi lingkungan meliputi pengungkapan biaya kualitas, penilaian,
kegagalan internal dan kegagalan ekternal.

PEMBAHASAN

Menurut Setiawan akuntansi lingkungan adalah kegiatan pengukuran, pengidentifikasian dan


menginformasikan biaya kegiatan perusahaan yang terkait dengan kegiatan. Berdasarkan jenis
penggunaannya akuntansi lingkungan dibedakan menjadi akuntansi keuangan lingkungan (environmental
financial accounting) dan akuntansi manajemen lingkungan (environmental management accounting)
dalam Stechemesser dan Guenther (2012). Akuntansi keuangan lingkungan berkaitan dengan
pengungkapan biaya yang telah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku. Akan tetapi akuntansi keuangan
lingkungan ini masih belum adanya standar atau peraturan yang mengatur sehingga masih bersifat
sukarela. Sedangkan akuntansi manajemen lingkungan berkaitan dengan pengembangan mengenai sistem
manajemen lingkungan perusahaan.
Menurut Hansen dan Mowen (2015) dengan mengungkapkan biaya lingkungan dapat memberikan
informasi terkait pendistribusian biaya lingkungan yang bermanfaat untuk perbaikan dan pengendalian
kinerja lingkungan. Pengungkapan biaya lingkungan dikatakan baik jika memberikan informasi biaya
berdasarkan jenis kegiatannya. Jika pelaporan biaya lingkungan dipisahkan berdasarkan jenis kegiatannya,
perusahaan akan mudah mengidentifikasi biaya yang telah dikeluarkan dari setiap aktifitas. Biaya
lingkungan yaitu biaya yang timbul akibat dari kualitas lingkungan yang terjadi. Adapun aktifitasnya
meliputi :
1. Biaya Pencegahan Lingkungan (environmental prevention costs) yaitu biaya-biaya terkait dengan
pencegahan untuk limbah atau sampah.
2. Biaya deteksi lingkungan (environmental detection costs) yaitu biaya-biaya terkait aktivitas yang
dilakukan untuk menentukan bahwa produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah sesuai dengan
standar lingkungan yang ditetapkan.
3. Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental internal failure costs). Biaya ini adalah biaya-biaya
untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke
lingkungan luar.
4. Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure costs). Biaya ini adalah biaya-
biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan.
Dalam penelitian yang dilakukan Beer dan Friend (2005) menemukan bahwa dengan
mengungkapkan biaya lingkungan, pengalokasian biaya berdasarkan aktifitasnya pada akuntansi
lingkungan yang sistemastis dapat memberikan kontribusi baik pada kinerja lingkungan. Pengungkapan
lingkungan yang dilakukan perusahaan akan memberikan sinyal positif bagi investor dimana perusahaan
telah melakukan kinerja lingkungan secara baik dan perusahaan mengharapkan akan berdampak positif
bagi nilai perusahaan (Iqbal,et.al, 2013)

KESIMPULAN

Akuntansi lingkungan berpengaruh dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Keterbatasan dalam
penelitian ini adalah : (1) Peneliti menggunakan content analysis untukvariabel akuntansi lingkungan
dimana peneliti melakukan pengamatan pada annual report atau sustainability report untuk memperoleh
informasi yang diperlukan sehingga memungkinka untuk mempengaruhi keputusan dalam pemberian nilai
terhadap pengungkapan akuntansi lingkungan. (2) Periode penelitian yang dilakukan yaitu tahun 2013-
2015 relatif pendek (3) Sampel penelitian masih terlalu sedikit yaitu perusahaan yang terdaftar pada LQ
45.

Daftar Pustaka

Adams, C. A. 2002. Internal Organisational Factors Influencing Corporate Social and Ethical Reporting:
Beyond Current Theorising. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 15 (2), 223-250.
Burhany, Dian Imania. 2014. Pengaruh implementasi Akuntansi Lingkungan Terhadap Kinerja Ingkungan
Dan Pengungkapan Informasi Lingkungan Studi Pada Perusahaan Pertambangan Umum Yang Mengikuti
PROPER periode 2008-2009. Proceedings SNEB
Butler, J. B. et al. 2011. Sustainability and The Balance Scorecard: Integrating Green Measures Into
Business Reporting. Journal Management Accounting Quarterly, 12 (2).
De Beer, P., dan F. Friend, 2005, Environmental Accounting: A Management Tool for Enhancing
Corporate Environmental and Economic Performance, Ecological Economics 58 (2006) 548– 560.
Deegan, Craig. 2004. Financial Accounting Theory. New South Wales : Mc Graww-Hill Australia.
Gray, R., R. Kouhy, dan S. Lavers. 1995. Corporate social and environmental reporting: a review of the
literature and a longitudinal study of UK disclosure. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol.
8, No. 2, pp. 47-77.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Penerbit
Universitas Diponegoro.
Gunawan, J.2015. Corporate Social Disclosure in Indonesia: Stakeholder's Influence and Motivation.
Social Responsibility Journal,11(3),535-552.
Guthtrie, J. dan L.D. Parker.1990. Corporate social disclosure practice: a comparative international
analysis. Accounting, Auditing and Accountability Journal, pp. 77-108.
Hadi,Nor.2014. Corporate Social Responsibity.Jogjakarta.Graha Ilmu
Hansen, D. R. & Mowen, M. M. 2015. Cornerstones of Cost Management. Canada: Cengage
Learning.
Iqbal, Mohammad., Sutrisno T., Asih, Prihat., dan Rosidi. 2013. “Effect of Environmental Accounting
Implementation and Environmental Performance and Environmental Information Disclosure as Mediation
on Company Value”. International Journal of Business and Management Invention ISSN (Online): 2319 –
8028, ISSN (Print): 2319 – 801X, Vol 2 No. 10, Pg.55-67.
Kasali, Rhenald.2005.Manajemen Public Relation.Jakarta.Ghalia Indonesia
Ling, Qianhua. 2007. Competitive Strategy, Voluntary Environmental Disclosure Strategy, and
Voluntary Environmental Disclosure Quality. Dissertation Oklahoma State University.
Radyati, M. R. N. 2014. Sustainable Business dan Corporate Social Responsibility (CSR). Jakarta: CECT
Trisakti University.
Scott, W.R.2003, Financial Accounting Theory, 13 thed., Toronto, Ontario : Prentice-Hall International
Inc.
Setiawan, Temy. 2016. Penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan Pada Dua Puluh Lima Perusahaan
Yang Terdaftar di Indeks SRI SRIKEHATI 2013. Jurnal Akuntansi : Riset dan Artikel Akuntannsi. April
(2):110-129
Stechemesser, K. dan Guenther, E.2012. Carbon Accounting: A Systematic Literature Review. Journal Of
Cleaner Production, 36, 17-38.

(4). Untuk menilai nilai ekonomi dari area konservasi dan wisata alam. Valuasi lingkungan adalah alat
penting dalam mengukur dan menghargai manfaat ekonomi yang diberikan oleh lingkungan. Metode
CVM, yang melibatkan penilaian preferensi dan kecenderungan masyarakat melalui survei, digunakan
untuk menentukan nilai yang bersifat tidak langsung atau tidak terukur secara pasar.
Kata kunci: valuasi lingkungan, penilaian kontingensi, Contingent Valuation Method (CVM), area
konservasi, wisata alam
1. Pendahuluan
2. Valuasi lingkungan adalah proses untuk menentukan nilai ekonomi dari manfaat yang dihasilkan
oleh lingkungan. Area konservasi dan wisata alam memiliki nilai ekonomi yang signifikan, baik
dalam hal manfaat langsung maupun tidak langsung yang diberikan kepada masyarakat. Dalam
tulisan ini, kami akan membahas penggunaan metode penilaian kontingensi, khususnya CVM,
untuk menilai nilai ekonomi dari area konservasi dan wisata alam.
3. Metode Penilaian Kontingensi
4. CVM adalah metode yang paling umum digunakan dalam valuasi lingkungan untuk menilai
preferensi dan kecenderungan masyarakat terhadap suatu kondisi lingkungan. Metode ini
melibatkan survei kepada responden yang mempertimbangkan situasi kontingensi, seperti
membayar untuk akses ke area konservasi atau wisata alam. Survei ini mencakup pertanyaan
tentang keinginan membayar (willingness to pay) atau keinginan menerima kompensasi
(willingness to accept) untuk manfaat lingkungan.
5. Implementasi CVM untuk Area Konservasi dan Wisata Alam
6. Implementasi CVM dalam penilaian nilai ekonomi area konservasi dan wisata alam melibatkan
beberapa tahapan, termasuk desain survei, pemilihan sampel responden, pengumpulan data,
analisis data, dan penentuan nilai ekonomi. Desain survei harus mempertimbangkan karakteristik
unik dari area yang dievaluasi, seperti atribut lingkungan yang bernilai ekonomi dan faktor-faktor
sosio-ekonomi yang relevan.
7. Keuntungan dan Tantangan dalam Valuasi Lingkungan menggunakan CVM
8. Penggunaan CVM dalam valuasi lingkungan untuk area konservasi dan wisata alam memiliki
beberapa keuntungan. Pertama, CVM memungkinkan penilaian nilai ekonomi yang komprehensif,
termasuk manfaat non-pasar yang sulit diukur secara langsung. Kedua, metode ini memungkinkan
pengambilan keputusan yang lebih informasi dan berbasis bukti. Namun, ada tantangan dalam
implementasi CVM, termasuk validitas data, pengaruh preferensi responden, dan

Anda mungkin juga menyukai