Anda di halaman 1dari 9

Subtema : Strategi

pengelolaan lingkungan
yang terjangkau dan
berkelanjutan

Judul Essay

Upaya Pengelolaan Agroekosistem Dataran Tinggi Dieng dengan Metode


Pemberdayaan Masyarakat Serta Pengembangan Sistem Pertanian Organik yang
Berkelanjutan

Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi


SEMAR ESSAY COMPETITION
FESTIVAL ILMIAH MAHASISWA 2017
STUDI ILMIAH MAHASISWA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Diusulkan Oleh :
Aldino Galih Perkasa Putra (Teknologi Hasil Pertanian/2015)

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


SURAKARTA
2017
Dataran Tinggi Dieng merupakan bagian dari kawasan lindung yang
seharusnya dilindungi dari kegiatan produksi dan kegiatan manusia yang dapat
merusak fungsi lindungnya. Namun, pada kenyataannya banyak terjadi
eksploatasi secara besar-besaran untuk ditanami tanaman semusim seperti
kentang. Tidak hanya itu, penggunaan pestisida dan pupuk secara berlebih yang
akan menyebabkan tanah menjadi rusak.
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup. Kurang sadarnya petani di Dataran Tinggi Dieng akan
pentingnya pengelolaan lingkungan yang baik berdampak pada berbagai sektor
terutama sektor pertanian. Berdasarkan data dari lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) ARUPA yang peduli terhadap Dieng, saat ini ada 4.758 ha tanaman
kentang di Dieng yang masuk wilayah Banjarnegara, dan 3.000 ha lebih yang ada
di wonosobo. Jadi, sekitar 7.758 ha lebih lahan Dieng sudah menjadi lahan krisis.
Lahan krisis di Dataran Tinggi Dieng tidak akan berubah karena tanaman kentang
selalu dipacu dengan penggunaan pupuk kandang maupun kimia dalam dosis
besar yang dilakukan petani.
Berdasarkan Standar yang ditetapkan Departemen Pertanian (2007), pupuk
yang digunakan untuk lahan pertanian kentang seharusnya adalah 20-30 ton/ha
pupuk kotoran ayam, 200-300 kg/ha pupuk urea, dan 200-250 kg/ha pupuk TSP,
tetapi petani masih menggunakan pupuk melebihi ukuran normal yang
menyebabkan pencemaran tanah. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya tingkat
kesuburan tanah di Dataran Tinggi Dieng sudah sangat rendah dan kondisi yang
ditunjukan dengan rendahnya tingkat kesuburan tanah ini mengindikasikan
besarnya kerusakan lingkungan di kawasan Dataran Tinggi Dieng.
Untuk itu di sini penulis mempunyai gagasan dalam mengatasi masalah
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap Pengelolaan Agroekosistem Dataran
Tinggi Dieng dengan Pemberdayaan Masyarakat Serta Pengembangan Sistem
Pertanian Organik yang Berkelanjutan. Sistem pertanian organik sudah lama
dikenal oleh masyarakat luas yaitu semenjak ilmu bercocok tanam dikenal oleh
manusia. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan ledakan
populasi manusia, maka kebutuhan akan pangan juga meningkat yang sejalan
dengan peningkatan penggunaan pupuk kimia sintesis serta penggunaan pestisida
yang tinggi yang berujung kerusakan pada lingkungan.

Pemberdayaan Masyarakat Tani

Startegi dengan melakukan pemberdayaan masyarakat tani di kawasan


Dataran Tinggi Dieng merupakan hal yang penting untuk dilakukan di tengah
permasalahan lingkungan yang ada. Proses pemberdayaan petani merupakan
proses yang melibatkan peran petani untuk saling berkerja sama dalam kelompok
formal maupun non formal untuk mengkaji masalah, merencanakan,
melaksanakan, dan melakukan evaluasi pada program yang direncanakan bersama
petani.
Dalam melakukan pemberdayaan masyarkat ada dua pendekatan yang
dilakukan yaitu dengan pendekantan partisipatif dan pendekatan kolaboratif.
Pendekatan partisipatif perlu dilakukan dalam upaya untuk memecahkan masalah
yang dihadapi warga terutama warga di Dataran Tinggi Dieng. Participatory
Rural Appraisal (PRA) merupakan salah satu metode pendekatan partisipatif.
Menurut Robert Chamber dalam Djohani (2003), PRA didefinisikan sebagai :
“Sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat (pedesaan)
untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai
hidup dan kondisi mereka sendiri agar dapat membuat rencana dan tindakan.”.
Dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
sejumlah asumsi mendasari metode PRA untuk dipelajari (Djohani, 2003), yaitu:

a. Pengetahuan, nilai-nilai, serta cara-cara tradisional sangat cocok bagi


masyarakat karena sesuai dengan lingkungan dan kondisi tertentu.
b. Masyarakat tradisional, pedesaan, komuniti, umumnya tidak homogen.
Perbedaan tersebut tidak jarang disertai dengan perbedaan kepentingan di
antara mereka.
c. Heterogenitas di dalam masyarakat juga berarti heterogenitas kelas
(miskin, menengah, dan kaya) sehingga dibutuhkan pemahaman tentang
pola-pola hubungan kekuatan yang terjadi diantara kelas dalam
masyarakat agar tidak terjadi ketegangan dan konflik baru.
d. Belajar dari masyarakat, namun perlu juga analisis dari peneliti dengan
keahlian dibidang tertentu.
e. Keterlibatan semua pihak di dalam kelompok masyarakat merupakan suatu
hal penting didalam proses PRA dengan asumsi bahwa melalui
keterlibatan masing-masing kelompok dapat menyalurkan kepentingan dan
permasalahannya.

Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) bukan tanpa kelemahan. Pada


dasarnya semua metode pasti memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Kelemahan yang ada pada metode ini yaitu tidak semua fasilitator program
memiliki kemampuan yang baik dalam memfasilitasi masyarakat, Pendekatan
PRA identik dengan rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, dan musyawarah-
musyawarah yang sifatnya umum.
Pendekatan kolaboratif yaitu pendekatan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk menyelesaikan suatu masalah yang
dihadapi. Dalam pendekatan ini peran masyarakat dan pemerintah sangat
diperlukan terutama pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan lingkungan
di kawasan Dataran Tinggi Dieng dan dengan pendekatan ini diharapkan
masyarakat akan sadar tentang pentingnya pengelolaan agroekosistem yang
berkelelanjutan agar tidak berdampak buruk untuk kedepan.
Dalam menghadapi permasalahan tersebut dapat dibuat perencanan
pengelolaan agroekosistem yang terjangkau dan berkelanjutan secara partisipatif
dan terintegrasi serta saling berkolaborasi. Perencanaan partisipatif adalah
kegiatan merencanakan pengelolaan lingkungan dilakukan oleh masyarakat dan
difasilitasi oleh pemerintah berdasarkan hasil pengkajian secara partisipatif (PRA)
atau perencanaan konservasi secara partisipatif (PCP). Pengkajian Partisipatif
adalah metode kajian terhadap kondisi masyarakat melalui proses pembelajaran
bersama, guna memberdayakan masyarakat yang bersangkutan, agar memahami
kondisi lingkungan dan kehidupannya, sehingga dapat berperan langsung dalam
pembuatan rencana secara partisipatif.
Mengembangkan Pertanian Organik

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan


bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama
pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan
pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan (Maryrowani, 2010). Memberikan pemahaman tentang
pentingnya pertanian organik dikalangan petani saat ini bukanlah hal yang mudah.
Perlu adanya perencanaan dan implementasi yang baik secara bersama agar petani
bisa beralih kepertanian organik. Dengan pertanian ramah lingkungan yang salah
satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik, merupakan upaya untuk
memfungsikan sumber daya secara berkelanjutan. Beberapa perinsip dasar yang
perlu diperhatikan dalam menjaga keberlanjutan produk yang ramah lingkungan
menurut sihotang (2009) meliputi :

a. Pemanfaatan sumber daya alam untuk pengembangan agribisnis (terutama


lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung
alam.
b. Proses produksi atau kegiatan usaha tani yang dilakukan secara akrab
lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas
pada masyarakat.
c. Penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran serta
pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah lingkungan (limbah dan
sampah).
d. Produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi
preferensi konsumen dan aman dikonsumsi.

Namun, pertanian organik di kawasan Dataran Tinggi Dieng belum


banyak berkembang, masih banyak warga yang tetap memakai pupuk dan
pestisida berbahan kimia sistetsis. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk
mengubah kebiasaan tersebut, salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah dengan
membentuk usaha tani organik. Dengan membentuk usaha tani organik
diharapkan bisa mengubah perilaku petani dari petani yang tradisional menjadi
petani modern yang berwawasan agribisnis dan lingkungan. Dalam
mengembangkan usaha tani organik diperlukan unsur pokok meliputi lahan,
tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang saling mempengaruhi.

Pertani anorganik :

a. Kesuburan tanah menurun Petani beralih menjadi petani


b. Pencemaran lingkungan organik
c. Biaya mahal

Faktor-faktor yang mempengaruhi a. Produksi meningkat


petani orgnik : b. Tanah menjadi subur
c. Tidak ada residu bahan
a. Pemasaran kimia
b. Minat konsumen
c. Biaya produksi

Upaya meningkatkan pertanian


organik

Terciptalah lingkungan yang ideal

Gambar 1. Kerangka pemikiran upaya meningkatkan kelestarian lingkungan


melalui pertanian organik

Keberhasilan pertanian organik akan terwujud ketika ada dukungan dari


pemerintah baik dalam bentuk pelatihan, modal, serta regulasi dari masing-masing
pemerintah daerah terutama pemerintah daerah Wonosobo dan Banjarnegara.
Dengan keberhasilan meningkatkan kesejakteraan petani juga akan diiringi oleh
kecintaan akan lingkungan hidup, karena akan tercipta lingkungan yang sehat,
asri, dan alami.
Daftar Pustaka

Anonim, 1997. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997


tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretariat Kabinet R1

Departemen Pertanian . 2007. http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77249/


potongan/S2-2015-321743-chapter1.pdf

Djohani, Rianingsih. 2003. Partisipasi, Pemberdayaan, dan Demokratisasi


Komunitas. Reposisi Participatory Rural Appraisal. Studio Driya Media.

Mayrowani, H., Supriyati, T. Sugino. 2010. Analisis Usahatani Padi Organik


Metode SRI (system of rice intensification); Studi Kasus Desa Cipeuyeum,
Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Skripsi.
IPB

Sihotang, B. 2009. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Pertanian


Organik. Sub menu/informasi/berita/detailberita/100/1664. 14 Juli 2009
Lampiran

Dokumentasi

Gambar 2. Kerusakan Lingkungan Dataran Tinggi Dieng

Gambar 3. Tanam Kentang Anorganik


Gambar 4. Lahan Krisis di Dieng

Biodata Penulis

Penulis bernama lengkap Aldino Galih Perkasa Putra lahir tanggal 12 juni
1997 di Wonosobo, Jawa Tengah. Sekarang penulis masih duduk di bangku
kuliah semester 4 dengan mengambil jurusan D3 Teknologi Hasil Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Penulis mempunyai ketertarikan dan minat dibidang
pertanian dan kelak penulis ingin menjadi seorang ilmuwan pertanian yang handal
dan bisa membangun pertanian di Indonesia lebih baik.
Penulis mempunyai beberapa kesibukan selain kuliah yaitu sibuk di
beberapa organisasi. Beberapa organisasi yang pernah penulis ikuti yaitu sebagai
Staf di Kementrian Pengembangan Organisasi (PO) BEM UNS periode 2016-
2017, Staf Public Relation Himpunan Mahasiswa Diploma Tiga (HIMADIPTA)
periode 2016-2017, Staf Media Informasi Dikelompok Studi Ilmiah (KSI) periode
2016-2017, dan masih aktif di KSI sampai sekarang. Lebih lanjut bisa melalui
alamat email : aldinogalihperkaputra@gmail.com atau 089508135994

Anda mungkin juga menyukai