Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN HIDROSEFALUS


DI RUANG MELATI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Di susun oleh :
Gema Ellvina Dwi Ahmadi
(14.401.19.025)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PRODI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2021
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya cairan serebro spinal (Muttaqin, 2014).
hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progesif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan-
jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya peleburan ruang-ruang tempat
mengalirnya liquor (Ngastiyah, 2014).
2. Etilogi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarackhnoid, akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan
CSS diatasnya.
a. Kelainan kongenital
1) Stenosis akuaduktus sylvi
2) Anomali pembuluh darah
3) Spino bifda dan kranium bifdi
4) Sindrom dandy-walker
b. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga
terjadi obliterasi ruang subarakhnoid, misalnya meningitis. Infeksi lain yang
menyebabkan hidrosefalus yaitu : TORCH, kista-kista parasit, leus kongenital.
c. Trauma
Seperti pada pembedahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis epto meningen pada daerah basal otak, disamping
organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang
mengganggu aliran CSSS.
d. Neoplasma
Terjadinya hidrosefaus disini oleh karena obstruksi mekanis yang
dapat terjadi di aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain : tumor ventrikel
III, tumor fossa posterior, pailloma pleksus khoroideus, leukimia, limfoma.
e. Degeneratif
Histositosis X, inkontinentia pigmentasi dan penyakit krabbe.
f. Gangguan vaskuler
1) Dilatasi sinus dural
2) Trombosis sinus venosus
3) Malformasi V. Galeni
4) Ekstaksi A. Basilaris
5) Rterio venosus malformasi

Sedangkan hidrosefalus pada dewasa dapat disebabkan oleh karena perdarahan


subarakhnoid (selaput yang paling dalam), trauma kepala, infeksi
(toxoplasmosis, citomegalovirus, staphylococcus aureus, stapphylococcus
epidermidis), tumor, pembedahan bagian belakang dari tengkorak atau otak
kecil, idiopatik (tak diketahui sebabnya,) dan kongenital. Sumbatan gangguan
penumpukan cairan otak yang disebabkan oleh riwayat perdarahan dibawah
selaput otak (subarakhnoid). Setelah perdarahan, terjadi perlengketan di
selaput otak. Hal itu yang menyebabkan gangguan penyerapan cairan otak.
Selain itu penyebab tersering lainnya adalah tumor otak dan infeksi (Kyle,
2015).

3. Tanda dan Gejala


a. Tengkorak kepala mengalami pembesaran
b. Muntah dan nyeri kepala
c. Kepala terlihat lebih besar dari tubuh
d. Ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang
dan menonjol
e. Dahi lebar, kulit kepala tipis, tegang dan mengkilat
f. Pelebaran vena kulit kepala
g. Saluran tengkorak belum menutup dan teraba lebar
h. Terdapat cracked post sign bunyi seperti pot kembang retak saat dilakukan
perkusi kepala
i. Adanya sunset sign dimana sklera berada diatas iris sehingga iris seakan-akan
menyerupai matahari terbenam
j. Pergerakan bola mata tidak teratur
k. Kerusakan saraf yang dapat memberikan gejala kelainan neurologis, berupa :
1) Gangguan kesadaran
2) Kejang(Muttaqin, 2014).
4. Patofisiologi
Jika terdapat obstruksi pada sistem ventrikuler atau pada ruangan
subarakhnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan
mengalami atrofi dan teredukasi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat
pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami
pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat
merupakan proses yaqng tiba-tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada
kedudukan penyumbatan.
Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura
kranialnya melipat dan melebar untuk mengkomodasi peningkatan massa cranial.
Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembanag dan terasa
tegang pada perabaan. Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup
sehingga membatasi ekspansi masa otak, sehingga akibatnya menunjukkan
gejala : kenaikan ICP sebelum ventrikel cerebral menjadi sangat membesar.
Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosefalus tidak komplit. CSF
melebihi kapasitas normal sitem ventrikel tiap 6-8 jam dan ketiadaan absorbsi
total akan meyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikuler menyebabkan robeknya garis ependyma normal
yang ada pada dinding rongga memungkinkan kenaikan absorbsi. Jika route
kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikuler lebih lanjut maka akan terjadi
keadaan kompensasi (Muttaqin, 2014).
PATHWAY

Congenital disebabkan Infeksi, neoplasma,


gangguan perkembangan perdarahan

Akumulasi CSS di
dalam ventrikel

Dilatasi ventrikel dan menekan Peningkatan ukuran


organ yang terdapat dalam otak kepala

Peningkatan Ketidakmampuan
TIK bayi menggerakkan
kepala

Perfusi jaringan Gangguan


Mual muntah,
serebral tidak integritas kulit
nausea
efektif

Keterbatasan
makanan yang
masuk

Defisit Nutrisi
5. Manifestasi Klinis
a. Pembesaran kepala
b. Tekanan intrakranial meningkat dengan gejala : muntah, nyeri kepala, oedema
papil
c. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang supraorbital
d. Gangguan kesadaran, kejang
e. Gangguan sensorik
f. Penurunan dan hilangnya kemampuan aktivitas
g. Perubahan pupil dilatasi
h. Gangguan penglihatan (diplobia, kabur, visus menurun)
i. Perubahan tanda-tanda vital (nafas dalam, nadi lambat, hipertermi/hipotermi
j. Penurunan kemampuan berpikir (Muslihatun, 2015).
6. Klasifikasi
a. Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat rongga subarakhnoid, sehingga terdapat
aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini
tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetai villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebkan karena dipenuhinya
villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarakhnoid
(klien mepertimbangkan tanda dan gejala-gejala peningkatan ICP). Jenis ini
tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi Css terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasaya disebabkan
karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien mempertimbangkan tanda dan gejal-gejala
peningkatan ICP)
b. Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada
hidrofalus kongenital adalah sistem vertikal sehingga terjadi bentuk
hidrosefalus non komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem
ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering
dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan malformasi congenital
pada sistem saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion)
ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari
obstruksi lesi pada sistem ventrikuler atau bentukan jaringan adhesi atau bekas
luka didalam system di dalam system ventrikuler. Pada klien dengan garis
sutura yang berfungsi atau pada anak-anak dibawah 12-18 bulan dengan
intrakranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda-tanda dan gejal-gejala kenaikan
ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung
terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala (Muttaqin,
2014).
7. Komplikasi
Komplikasi hidrosefalus menurut
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :
a. Perdarahan intraserebral atau intraventrikular
b. Infeksi
c. Malfungsi pintasan
d. Hematom subdural (sebagai akibat drainase LCS yang berlebihan)(Muttaqin,
2014).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hidrosefalus menurut
a. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan
genetic, penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar
keluarga dekat. Poses persalinan/kelahiran diusahakan dala batas-batas
fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan
caesar suatu saat lebih dipilih dari pada menganggung resiko cidera kepala
bayi sewaktu lahir.
b. Terapi medikamentosa
Hidrosefalus dengan progesivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya
tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis
25-50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan
kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan.
Pemberian diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan
“pada kasus didapat” dapat disembuhkan spontan 40-50% kasus.
c. Pembedahan
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aqudustus. Dengan pembedahan juga
dapat mengeluarkan LCS kedaam rongga cranial yang disebut :
1) Ventrikulo peritorial shunt
2) Ventrikulo adrial shunt
d. Terapi
Pada dasarnya ada 3v prinsip dalam pengobatan hidrosefalus yaitu :
a. Mengurangi produksi CSS
b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi
c. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial (Kyle, 2015).
9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut
a. Anamnesa riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan
neurologik yang rinci
b. CT scan kepala tanpa kontras
c. MRI kepala diindikasikan jika dicurigai stenosis akueduktus atau arnold-chiari
d. Pemeriksaan LCS radioisitop diindikasikan jika dicurigai adanya hidrosefalus
komunikan, dapat memperlihatkan sirkulasi LCS yang abnormal
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai petunjuk
penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang amat sangat
terdapat pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi susunan saraf
pusat, atau perdarahan susunan saraf pusat atau perdarahan saraf sentral.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku agama, tanggal, dan jam MRS,
nomor register, diagnosa medis (Ngastiyah, 2014).

b. Status Kesehatan Saat Ini


1) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi
2) WOC Hidrosefalus (Harsono 2015) Kongenital Infek Hepatitis GG vaskuler si
Trauma Neoplasma Degeneratif HIDROSEFALUS Pembesaran kepala, TIK
meningkat, perubahan tanda” vital(nafas dalam,nadi lambat,hiperterimi)
muntah, nyeri kepala, oedema pupil. Ganguan kesadaran, kejang,ganguan
sensorik, penurunan dan hilangnya kemampuan aktifitas, perubahan pupil
dilatasi. ganguan pengllihatan( duplobia kabur) Di lakukan tindakan operasi
shunting Belum tau penyakit pengalaman pertama di rawat Mual muntah,
kurang nafsu makan nafsu makan tidak ada. Berat badan menurun Perfusi
jaringan selebral tidak efektif Resiko kerusakan integritas kulit Ganguan
mobilitas Resiko infeksi Kurang pengetahuan ganguan nu Riwayat Penyakit
Sekarang
seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain(Muttaqin,
2014).

c. Riwayat Kesehatan Terdahulu


1) Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan
kegemukan.
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keuarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus (Muttaqin, 2014).

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran GCS : E4, V5, B6 (composmentis)
b) Tanda – tanda vital :
TD (normal 90-120 mmHg)
Nadi (normal 60-100 x/menit)
RR (normal 16-20x/menit)
Suhu (normal 36,5-37,5℃)

2) Pemeriksaan Fisik Head Toe To


a) Kepala
Tujuan : mengetahui bentuk, fungsi kepala dan adanya kelainan di
kepala.
Inspeksi : bentuk, kesimetrisan kepala, ada atau tidaknya lesi,
kebersihan rambut dan warna rambut
Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
b) Mata
Tujuan : untuk mengetahui bentuk, fungsi mata, dan adanya kelainan
pada mata.
Inspeksi : bentuk, kesimetrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata,
bola mata, warna konjungtiva dan sklera (anemis/ikterik), penggunaan
kacamata/lensa kontak dan respon terhadap cahaya.
c) Hidung
Tujuan : untuk mengetahui bentuk, fungsi hidung, menentukan
kesimetrisan, struktur dan adanya inflamasi atau infeksi.
Inspeksi : betuk, ukuran, warna, dan kesimetrisan, adanya kemerahan,
lesi dan tanda infeksi pada hidung internal.
Palpasi dan perkusi : frontalis dan maksilaris (bengkak, nyeri dan
septumdeviasi)
d) Telinga
Tujuan : mengetahui keadaan telinga luar, canalis bersih atau tidak,
gendang telinga, adanya pembesaran pada daun telinga atau tidak.
Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, posisi telinga,
warna liang telinga, adanya pembesaran pada daun telinga atau tidak.
Palpasi : adanya nyeri tekan aurikuler, mastoid dan ragus.
e) Mulut dan Gigi
Tujuan : mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan kebersihan
mulut.
Inspeksi : warna mukosa mulut, adanya lesi atau stomatis, penggunaan
gigin palsu, perdarahan / radang gusi
f) Leher
Tujuan : untuk menentukan struktur integritas leher, untuk mengetahui
bentuk leher dan ada atau tidak pembesaran kelenjar tiroid
Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid ; adanya pembesaran, batas,
konsistensi, nyeri.
g) Thorax dan paru
1) Thorax
Palpasi : simetris, pergerakan dada, masa, lesi dan nyeri tractile
fremituse.
2) Paru
Perkusi : eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi
dengan sisi lain pada tinggi yang sama dengan berjenjang sisi ke
sisi)
Auskultasi : suara nafas
h) Abdomen
Tujuan : mengetahui bentuk dan gerakan perut, mendengarkan gerakan
peristaltik usus, dan mengetahui ada / tidak nyeri tekan dan benjolan
dalam perut.
Inspeksi : warna kulit, lesi, distensi, tonjolan, kelainan umbilicus, dan
gerakan dinding perut
i) Genetalia
Tujuan : mengetahui organ dalam kondisi normal dalam genetalia
Inspeksi : mukosa kulit genetalia, adanya edema
Palpasi : letak, ukuran, konsistensi dan masa
j) Muskuloskeletal
Sistem saraf, kekuatan otot, refleks, keseimbangan, dan kondisi
kejiwaan adalah tes yang termasuk dalam pemeriksaan neurologis.
k) Integumen
Turgor kulitmenurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembapan dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan ganggren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

l) Pemeriksaan penunjang
1) CT scan kepala tanpa kontras
2) MRI kepala diindikasikan jika dicurigai stenosis akueduktus atau
arnold-chiari
3) Pemeriksaan LCS radiosotop diindikasikan jika dicurigai adanya
hidrosefalus komunikan, dapat memperlihatkan sirkulasi LCS yang
abnormal
4) Pemeriksaan laboratorium(Muttaqin, 2014).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi jaringan serebral(PPNI, 2018).
Definisi :
Mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.

Faktor Resiko :
1. Keabnormalan masa protrombin dan atau tromboplastin parsial
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri
3. Arteroklerosis
4. Diseksi arteri
5. Tumor otak
6. Stenosis karotis
7. Dilatasi kardiomiopati
8. Cedera kepala
9. Neoplasma otak
10. Penyalahgunaan zat

Kondisi Klinis Terkait

1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Embolisme
4. Dilatasi kardiomiopati
5. Hipertensi
6. Fibrilasi atrium

b. Defisit nutrisi(PPNI, 2018)


Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

Penyebab :
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4. peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologi (mis. stress, keengganan untuk makan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. (tidak tersedia)

Objektif

1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah ideal

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Cepat kenyang setelah makan


2. Kram / nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun

Objektif

1. Bising usus hiperaktif


2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok turun
8. Diare

Kondisin Klinis Terkait

1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Luka bakar
7. Kerusakan Neuromuscular
8. Kanker
9. Infeksi
10. Aids

c. Gangguan integritas kulit(PPNI, 2018)


Definisi :
Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan / ligamen).

Penyebab :
1. Perubahan sirkulasi perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
2. kekurangan/kelebihan volume cairan
3. Penurunan mobilitas
4. Bahan kimia iritatif
5. Suhu lingkungan yang ekstrem
6. Proses penuaan
7. Neuropati perifer
8. perubahan pigmentasi
9. Perubahan hormonal

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. (tidak tersedia)

Objektif

1. Kerusakan jaringan / lapisan kulit

Subjektif

1. (tidak tersedia)

Objektif

1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

Kondisi Klinis Terkait

1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes mellitus
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS)

3. Intervensi Keperawatan
a. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d peningkatan TIK(PPNI, Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1, 2018)
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka peningkatan TIK
menurun Kriteria Hasil :
1) TIK tidak ada deviasi dari kisaran normal
2) Muntah tidak ada
3) Penurunan tingkat kesadaran tidak ada

Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial

Observasi

1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK


2. Monitor adanya tanda dan gejala peningkatan TIK
3. Monitor gelombang ICP
4. Monitor status pernapasan
5. Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang


2. Berikan posisi semi fowler
3. Cegah terjadinya kejang
4. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Kolaborasi

1. kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulan, jika perlu


2. Kolaborasi pemberian diuretik
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

b. Defisit nutrisi b.d kesulitan menelan(PPNI, Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia, Edisi 1, 2018)
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil :
1. kekuatan mengunyah meningkat
2. Porsi makanan yang dihabiskan
3. Kekuatan menelan meningkat

Manajemen Nutrisi

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor berat badan

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3. Berikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik)
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan.
c. Gangguan integritas kulit b.d kulit kepala tertekan(PPNI, Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia, Edisi 1, 2018)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, maka gangguan pada kulit
membaik

Kriteria Hasil :
1. Kerusakan lapisan kulit menurun
2. Perfusi jaringan meningkat

Perawatan Integritas Kulit

Observasi

1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi,


perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)

Terapeutik

1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak

Edukasi

1. Anjurkan menggunakan pelembab


2. Anjurkan minum air putih yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan tindakan keperawatan
berdasarkan asuhan keperawatan yang telah disusun. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu mengamati keadaan
bio-psiko-sosio-spiritual pasien, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan,
mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan atau tindakan,
menerapkan etika keperawatan serta mengutamakan kenyamanan dan keselamatan
pasien. Kegiatan yang dilakukan meliputi, melihat data dasar, mempelajari
rencana, menyesuaikan rencana, menentukan kebutuhan bantuan, melaksanakan
tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah disusun, analisa umpan balik,
mengkomunikasikan hasil asuhan keperawatan

5. Evaluasi
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap standart atau kriteria yang
ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap evaluasi proses
keperawatan yaitu terdapat jam melakukan tindakan, data perkembangan pasien
yang mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercapai atau tidak, serta ada
tanda atau paraf. Kegiatan yang dilakukan meliputi menggunakan standart
keperawatan yang tepat, mengumpulkan dan mengorganisasi data,
membandingkandengan kriteria dan menyimpulkan hasil yang kemudian ditulis
dalam daftar masalah
DAFTAR PUSTAKA

Kyle. (2015). Buku Ajaran Keperawatan Pediatri, Ed 2, Vol. 2. Jakarta: EGC.

Muslihatun. (2015). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.

Muttaqin. (2014). Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta:
Salemba Medika.

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit, Ed. 2. Jakarta: EGC.

PPNI. (2018). Standar Diagnosa keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1. jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai