Anda di halaman 1dari 115

TESIS

PENGARUH DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA ALOKASI


UMUM TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI PROVINSI PAPUA BARAT

EFFECT OF SPECIAL AUTONOMY FUNDS AND GENERAL


ALLOCATION GRANT TO HUMAN DEVELOPMENT INDEKS
IN WEST PAPUA PROVINCE

ROBBY LAHUMETEN

PROGRAM MAGISTER KEUANGAN DAERAH


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
TESIS

PENGARUH DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA


ALOKASI UMUM TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA DI PROVINSI PAPUA BARAT

EFFECT OF SPECIAL AUTONOMY FUNDS AND GENERAL


ALLOCATION GRANT TO HUMAN DEVELOPMENT INDEKS
IN WEST PAPUA PROVINCE

Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister

disusun dan diajukan oleh

ROBBY LAHUMETEN
P2600214012

Kepada

PROGRAM MAGISTER KEUANGAN DAERAH


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : ROBBY LAHUMETEN

NIM : P2600214012

Jurusan/Program Studi : Magister Keuangan Daerah

menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang berjudul

PENGARUH DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA ALOKASI UMUM


TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI PROPINSI PAPUA BARAT

Adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang sepengetahuan saya didalam
naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan/
ditulis/diterbitkan sebelumnya, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah
ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ternyata didalam naskah tesis ini dapat dibuktikan
terdapat unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU
No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Makassar, 6 Oktober 2017

Yang membuat pernyataan

ROBBY LAHUMETEN
PRAKATA

Segala puji dan hormat bagi kebesaran dan kemuliaan namaMu yang tak

terhingga peneliti panjatkan kehadiratMu Yesus Kristus Juruslamatku. Sehingga

peneliti dapat menyelesaikan penyususnan tugas akhir tesis ini, Tesis ini

merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Magister Sains pada Program

Pendidikan Magister Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Peneliti mengucapkan terimah kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada Bapak Dr. Abdul Hamid Paddu, SE., MA dan Bapak

Dr. Sanusi Fattah, SE., M.Si selaku pembimbing atas waktu yang telah

diluangkan untuk membimbing, memotivasi dan diskusi-diskusi untuk kelancaran

penyusunan tesis ini. Penyelesaian tesis ini mendapat dukungan dari berbagai

pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan

rendah hati peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, SE., MS selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana, dan Prof. Dr. H. Abdul Rahman Kadir, SE., M.Si., CIPM

selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin beserta

jajaran yang tiada hentinya berusaha menciptakan lulusan-lulusan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis yang semakin baik dan berkualitas.

2. Ibu Dr. R. A. Damayanti, SE., M.Soc.Sc., Ak, selaku Ketua Program Studi

Magister Keuangan Daerah Universitas Hasanuddin yang telah memberikan

bantuan dan dukungan yang bermanfaat dalam proses perkuliahan hingga

penyelesaian studi.
3. Bapak Drs. Harryanto, M.Com., Ph.D, MA., Ibu Dr. Indraswati Tri

Abdireviane, SE., MA dan Bapak Dr. Sabir, SE., M.Si., selaku penguji tesis

yang telah memberikan masukan-masukan untuk perbaikan tesis ini.

4. Bapak dan Ibu dosen pada Program Magister Keuangan Daerah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin makassar yang telah membagikan

ilmunya.

5. Pimpinan SKPD Kabupaten Teluk Wondama yang telah mengizinkan

penelitian dilakukan pada instansinya dan semua PNS yang telah bersedia

menjadi responden dalam penelitian ini.

6. Teman-teman mahasiswa MKD angkatan XIX, Pak Munir, Razak, Pak Iwan,

Ibu Widya, Ibu Zainab, Kakak Gina, Fansa, Pak Ardin, Pak Randy, Ibu Amel,

Pak Sultan dan Pak Fauzi, atas kebersamaan selama menempuh

pendidikan.

7. Bapak Mantan Bupati Teluk Wondama, Dr. Drs. Albarth H. Torey, MM yang

telah mengizinkan peneliti untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana dan

membebas tugaskan dari tugas kedinasan selaku PNS Pemerintah

Kabupaten Teluk Wondama selama menempuh pendidikan.

8. Kedua orang tua, Bapak Lucky Lahumeten (Almarhum) dan Mama Maria

Nahuway yang telah membesarkan dan mendidik peneliti secara ikhlas serta

memberikan motivasi dan doa yang tiada henti-hentinya. Begitu pula kepada

kedua mertua, Bapak M. Meraudje dan Mama Roos Torey serta saudara-

saudariku atas doa dan dukungannya kepada peneliti.

9. Teristimewa untuk istriku tercinta Amelia E. Meraudje atas cinta, keikhlasan,

kesabaran dan kebersamaannya selama ini.


Tesis ini masih jauh dari sempurna walaupun telah menerima bantuan

dari berbagai pihak. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam tesis ini,

sepenuhnya menjadi tanggungjawab peneliti dan bukan para pemberi bantuan.

Kritik dan saran yang sifatnya membangun akan lebih menyempurnakan tesis ini.

Akhirnya peneliti memohon kehadirat Tuhan Yang Maha Esa agar

senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.

Makassar, Oktober 2017


Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i


HALAMAN JUDUL................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv
HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN ...................................................... v
PRAKATA............................................................................................ vi
ABSTRAK............................................................................................ vii
ABSTRAK............................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 9
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 9
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................ 9
1.5. Sistimatika Penulisan ........................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 12
2.1. Desentralisasi Fiskal ......................................................... 12
2.1.1. Dana Transfer ......................................................... 13
2.1.1.1. Dana Alokasi Umum ................................. 16
2.1.2 Dana Otonomi Khusus ........................................... 24
2.2. Indeks Pembangunan Manusia ......................................... 26
2.3. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................ 30
2.4. Penelitian Terdahulu ......................................................... 37

ix
BAB III KERANGKA KONSEPSUAL DAN HIPOTESIS .......................... 40
3.1. Hubungan Dana Otonomi Khusus, Dana Alokasi Umum,
Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan
Manusia ............................................................................ 40
3.2. Pengembangan Hipotesis ................................................. 43
3.2.1. Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi
Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi ................. 43
3.2.3. Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi
Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia
melalui Pertumbuhan Ekonomi .............................. 45
BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 46
4.1. Rancangan Penelitian ....................................................... 46
4.2. Jenis dan Sumer Data ....................................................... 46
4.3. Metode Pengumpulan Data ............................................... 47
4.4. Variabel Penelitian ............................................................ 47
4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................. 48
4.6. Teknik Analisa Data ........................................................... 49
4.6.1. Model Persamaan Struktural .................................. 49
BAB V PENYAJIAN DATA DAN HASIL PENELITIAN ............................. 55
5.1. Gambaran Umum Data Penelitian ..................................... 55
5.2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ............................... 55
5.2.1. Dana Otonomi Khusus (DOK) ................................... 56
5.2.2. Dana Alokasi Umum (DAU) ................................... 59
5.2.3. Pertumbuhan Ekonomi (PE) .................................. 61
5.2.4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) .................... 63
5.3. Hasil Analisis Inferensial .................................................... 65
5.3.1. Pengujian Uji Asumsi Model TSLS ......................... 66
5.3.2. Pengujian Hipotesis dalam Model Persamaan
Struktural (TSLS) ................................................... 71
5.4. Pembahasan ...................................................................... 80
5.4.1. Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana
Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi ....... 80

x
5.4.2. Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana
Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan
Manusia melalui Pertumbuhan Ekonomi ................ 82
BAB VI KESIMPULAN ............................................................................. 85
6.1. Kesimpulan ....................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 87


LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

1.1. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Kabupaten/Kota,


2006-2015 .......................................................................................... 5
1.2. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Kabupaten/Kota,
2010-2015 .......................................................................................... 6
5.1. Deskripsi Variabel Penelitian (Khusus Berskala Interval/ Rasio) ........ 56
5.2. Penerimaan DOK 8 Kabupaten/Kota di Propinsi Papua Barat
Tahun 2006 – 2015 (dalam jutaan rupiah) ......................................... 57
5.3. Penerimaan DAU Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat
(dalam jutaan rupiah) ......................................................................... 59
5.6. Hasil Analisis Deskriptif Indikator Pertumbuhan Ekonomi (PE)
Tiap Tahun ........................................................................................ 61
5.8. Hasil Analisis Deskriptif Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Tiap Tahun ........................................................................................ 64
5.11. Uji Asumsi Non Multikolineritas ........................................................... 67
5.12. Uji Asumsi Non Autokorelasi ............................................................... 68
5.13. Uji Asumsi Homoskedastisitas ............................................................ 69
5.14. Uji Asumsi Normalitas Kolmogorov-Smirnov ..................................... 70
5.15. Hasil First Model Persamaan Struktural (Tsls) ................................... 72
5.16. Hasil Second Model Persamaan Struktural (TSLS) ............................ 73
5.17. Uji Sobel Pengaruh Tidak Langsung.................................................. 78

xii
DAFTAR GAMBAR

1.1. Perbandingan OTSUS, DAU dan IPM Propinsi Papua Barat


Tahun 2011-2015 ............................................................................... 8
3.1. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 43
5.2. Grafik rata-rata DOK Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat............. 57
5.2. Grafik Rata - rata DOK Tahun 2006 - 2015........................................ 58
5.3. Grafik rata – rata penerimaan DAU 8 Kabupaten /Kota
di Provinsi Papua Barat ..................................................................... 60
5.4. Grafik Rata-rata DAU Tahun 2006 -2015 ............................................ 60
5.5. Grafik Rata-rata PE Kab/Kota di Provinsi Papua Barat......................... 62
5.6. Grafik Rata-rata PE Tahun 2006 - 2015 ............................................. 63
5.7. Grafik Rata-rata IPM Kab/kota di Provinsi Papua Barat........................ 64
5.8. Grafik Rata-rata IPM Tahun 2006 - 2015 ............................................ 65
5.9. Grafis Pengujian Pengaruh Hubungan Antar Variabel ......................... 75

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskriptif Statistik ................................................................................ 90


2. First Model Persaman Struktural TSLS ................................................ 92
3. Second Model Persamaan Struktural TSLS ......................................... 94
A. Model Persamaan 1: Estimasi/Predicted Y1 terhadap Y2 ............. 94
B. Pengujian Asumsi ......................................................................... 95
4. Perhitungan Sobel Test........................................................................ 97

xiv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dana Transfer ke Daerah adalah dana yang dialokasikan untuk

mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah, mengurangi kesenjangan pendanaan urusan

pemerintahan antar daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik antar

daerah, mendanai pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan daerah.

Dana Transfer ke daerah menurut Undang – undang Nomor 33 Tahun

2004 meliputi, dana perimbangan, dana otonomi khusus dan dana

penyesuaian

Dana Perimbangan menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004

adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan ke

daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

Desentralisasi. Dana Perimbangan itu meliputi Dana Bagi Hasil, Dana

Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dalam pelaksanaannya, kebijakan otonomi daerah didukung pula

oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, sebagaimana diatur

dalam UU No.25 Tahun 1999 kemudian diganti dengan UU No. 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah.

Dalam UU tersebut yang dimaksud dengan perimbangan keuangan pusat

dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka

Negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional,

demokrartis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi


2

dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian

kewenangan serta tata acara penyelenggaraan kewenangan tersebut,

termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya (Saragih, 2003).

Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana

perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan

kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka

pelaksanaan Desentralisasi. DAU berperan sebagai pemerata fiskal antar

daerah (fiscal equalization) di Indonesia. Dana Alokasi Umum dialokasikan

dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas

daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan

masyarakat di daerah (Widjaja, 2002).

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk

membiayai kebutuhan pengeluarannya di dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah

pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan

kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan

demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari

pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara

leluasa dapat menggunakan dana ini untuk memberi pelayanan yang

lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.

Pada tahun 2001, Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 21

tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Lahirnya otonomi

khusus bagi Papua ini di latar belakangi oleh faktor belum berhasilnya

Pemerintah dalam memberikan kesejahteraan, kemakmuran, dan

pengakuan terhadap hak-hak dasar rakyat Papua.


3

Kondisi masyarakat Papua dalam bidang pendidikan, kesehatan,

ekonomi, kebudayaan dan sosial politik masih memprihatinkan. Malahan,

sebagian di antara mereka masih hidup seperti dalam kondisi relatif

tradisional. Selain itu, persoalan-persoalan mendasar seperti pelanggaran

hak-hak asasi manusia dan pengingkaran terhadap kesejahteraan

masyarakat. Papua masih belum dapat di selesaikan secara adil dan

bermartabat. Pasal 1 angka 1 UU No. 21 tahun 2001 tentang otonomi

khusus bagi Provinsi Papua menyatakan bahwa otonomi khusus adalah

kewenangan khusus yang di akui dan di berikan kepada Provinsi Papua

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.

Mengapa kepada provinsi Papua, harus di berikan status otonomi khusus,

berdasarkan undang–undang No. 21 Tahun 2001. Undang–undang ini

tidak lahir begitu saja dalam kevakuman. Ia lahir melewati suatu proses

sejarah yang panjang dalam konteks dinamika sosial politik dan keamanan

dari negara kebangsaan (Nation state) Indonesia. Undang–undang tentang

otonomi khusus juga sekaligus membuka ruang bagi perbaikan untuk

masa depan yang lebih baik, serta membuka ruang untuk perbaikan

dalam rangka memperjuangkan perbaikan kesejahteraan, keadilan,

perdamaian, persamaan hak, dan untuk membuka mengembangkan jati

diri, harga diri, serta harkat dan martabat sebagai manusia.

Mencermati fenomena di atas terlihat bahwa kebijakan otonomi khusus

memberikan dampak pada kesejahteraan masyarakat asli Papua akan tetapi

dampak yang di hasilkan belum terjadi sebagaimana yang di harapkan oleh

semua komponen karenanya di perlukan suatu kajian ilmiah yang dapat

mengungkapkan dan menjawab permasalahan ini maka untuk terarahnya

penelitian ini peneliti membatasi kajian penelitian ini dengan judul


4

"Pengaruh Dana alokasi Umum dan Otonomi Khusus terhadap Indeks

Pembangunan Manusia di Propinsi Papua Barat"

Indeks Pembangunan Manusia merupakan suatu masalah dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah maka membutuhkan

pembangunan melalui pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pada

dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan perubahan pada indikator

sosial maupun ekonomi masyarakat menuju ke arah yang lebih baik dan

berkesinambungan. Salah satu tolak ukur dalam keberhasilan

pembangunan adalah tersedianya sumberdaya manusia (SDM) yang

berkualitas. Sumberdaya manusia yang berkualitas dapat dilihat dari angka

pendidikan dan kesehatan, serta juga perekonomian suatu daerah yang

semakin membaik. Oleh karena itu, sebagian daerah yang menggunakan

Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) sebagai indikator untuk menilai kualitas sumberdaya manusia.

Pembangunan manusia menurut UNDP (United Nations

Development Programme) adalah proses memperluas pilihan-pilihan

penduduk. Dari sekian banyak pilihan, ada tiga pilihan yang dianggap

paling penting, yaitu: panjang umur dan sehat, berpendidikan, dan akses ke

sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup yang layak. Pilihan lain

yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik,

hak asasi manusia, dan penghormatan hak pribadi.

IPM kabupaten kota yang terdapat di Provinsi Papua Barat belum dapat

dikatakan baik menurut data dari BPS Papua Barat, angka ini harus

ditingkatkan sebab masih berada pada kriteria menengah kebawah,

sehingga harus lebih diperhatikan untuk pembangunan manusianya melalui

pertumbuhan ekonomi.
5

Table 1.1 dapat dilihat IPM Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Papua

Barat.

Tabel.1.1 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA


BARAT KABUPATEN/KOTA, 2006-2015

[Metode Baru] Indeks Pembangunan Manusia


Kabupaten/Kota
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Fakfak 68.31 69.58 70.24 70.80 60.95 61.94 62.56 64.29 64.73 64.92
Kaimana 67.11 68.80 69.27 69.80 57.25 57.87 58.99 60.36 61.07 61.33
Teluk Wondama 62.48 63.40 64.79 65.27 52.97 53.74 54.69 55.65 56.27 56.64
Teluk Bintuni 62.93 63.40 65.29 65.65 56.99 57.87 58.84 59.73 60.40 61.09

Manokwari 63.04 64.17 65.46 66.20 66.29 67.28 67.86 68.81 69.35 69.91
Sorong Selatan 63.88 65.38 65.77 66.09 54.24 56.01 56.87 57.73 58.24 58.60
Sorong 66.20 67.21 67.82 68.16 57.56 58.56 59.18 60.86 61.23 61.86
Raja Ampat 62.27 62.47 63.57 64.08 57.36 58.37 59.06 60.36 60.86 61.23

IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian

pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan

pembangunan yang dilakukan daerah tersebut. Perkembangan angka

IPM, memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja

pembangunan manusia pada suatu daerah. Seperti yang telah diketahui

bahwa komponen pembentuk IPM terdiri dari angka harapan hidup yang

menggambarkan kemampuan hidup rata-rata penduduk di suatu daerah,

rata-rata melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran riil yang

disesuaikan dengan daerah tertentu.

Seperti pada tabel 1.2 pada tahun 2011-2015 nilainya presentasinya tidak

berimbang.
6

Tabel.1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Papua Barat


Tahun 2010-2015
Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
IPM 59,72 66,8 67,54 56,27 56,64
Angka Harapan Hidup 65,23 68,01 68,06 58,36 58,66
Angka Melek Huruf 85,02 85,12 85,79 * 98,74
Rata-rata Lama Sekolah 6,43 6,61 6,69 6,5 6,52
Peringkat IPM 9 9 8 9 9
Sumber : BPS Papua Barat 2015

Menurut Lanjouw, dkk. (2001) dalam Ginting, et al (2008) dan Mirza (2012)

menyatakan bahwa pembangunan manusia di Indonesia adalah identik

dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan

kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan

penduduk tidak miskin, karena aset utama penduduk miskin adalah

tenaga kasar mereka. Tersedianya fasilitas pendidikan dan kesehatan

murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas, dan

pada gilirannya meningkatkan pendapatan.

Pembangunan manusia dapat tercapai apabila ada kerjasama antara

pemerintah dan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah mempunyai peran

yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Peran serta

pemerintah sangat diperlukan sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas

hidup penduduk sebagai sumber daya baik dari aspek fisik (kesehatan),

aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi

(pendapatan) serta aspek moralitas (iman dan ketaqwaan)(Azahari, 2000:).

Pembangunan manusia menjadi penting karena apabila suatu daerah tidak

memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial maka dapat

menggunakan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk membangun dan

memajukan daerahnya. Jadi, sumber daya manusia sangat berperan

penting dalam pembangunan suatu daerah.


7

Seiring dengan capaian IPM Propinsi Papua Barat yang masih relatif rendah

maka diperlukan perhatian dan perbaikan dalam bidang pendidikan,

kesehatan dan ekonomi serta juga pertumbuhan ekonomi yang

mempengaruhi kualitas IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi efek yang

cukup serius bagi pembangunan manusia karena masalah pertumbuhan

ekonomi merupakan sebuah masalah yang kompleks yang sebenarnya

bermula dari kemampuan daya beli masyarakat yang tidak mampu

mencukupi kebutuhan pokok sehingga kebutuhan yang lain seperti

pendidikan dan kesehatan pun terabaikan. Hal tersebut menjadikan gap

antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia pun menjadi

besar dan pada akhirnya target capaian IPM yang ditentukan oleh

pemerintah menjadi tidak terealisasi dengan baik.

Pembangunan manusia di Propinsi Papua Barat perlu mendapat perhatian

serius sebab masih rendahnya capaian nilai IPM oleh rendahnya kualitas

sumber daya manusia dan masalah pertumbuhan ekonomi. Rendahnya

nilai IPM yang disebabkan oleh masalah pertumbuhan ekonomi

menyebabkan masyarakat tidak dapat menikmati pendidikan, kesehatan

serta juga standar hidup yang layak. Untuk meningkatkan kualitas nilai IPM

maka dimulai dari perbaikan dan perhatian pada masalah pertumbuhan

ekonomi, sektor pendidikan dan kesehatan (sumber daya manusia), serta

diikuti dengan sektor-sektor yang lain. Sumber daya manusia perlu

diperhatikan karena merupakan modal bagi suatu daerah agar dapat

bersaing dengan daerah lain. Dengan demikian, pembangunan di daerah

tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar.


8

Gambar 1.1 Perbandingan OTSUS, DAU dan IPM Propinsi Papua Barat
Tahun 2011-2015

DAU, OTSUS dan IPM


400.000 80
350.000 70
300.000 60 DAU
250.000 50 OTSUS
200.000 40
IPM
150.000 30
100.000 20
50.000 10
0 0

2011 2012 2013 2014 2015


Sumb er : BAPPEDA Provinsi Papua Barat 2015

Menurut Gambar 1 data BPS Propinsi Papua Barat tentang IPM lima tahun

terakhir tidak mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan tidak

meningkatnya indeks pembangunan manusia maka perlu peningkatan

kualitas hidup yang lebih baik. Sedangkan dari data BAPPEDA Propinsi

Papua Barat tentang Dana Otonomi Khusus (OTSUS) dan Dana Alokasi

Umum (DAU) lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Dengan meningkatnya Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi

Umum maka harus perlu ditingkatkan kualitas melalui pembelanjaan

pelayanan berupa pendidikan, kesehatan dan infrastrutur serta

meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna mempercepat peningkatan

IPM melalui pertumbuhan ekonomi.


9

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi

Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi?

2. Seberapa besar pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi

Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui pertumbuhan

ekonomi?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan menganalisis:

1. Besarnya pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Umum

berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi?

2. Besarnya pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Umum

terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui pertumbuhan ekonomi?

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Secara teoritis, sebagai bahan informasi ilmiah untuk memperkaya teori-

teori mengenai pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi

Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pertumbuhan

Ekonomi di Propinsi Papua Barat dan sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya dalam bidang penelitian sejenis dimasa yang

akan datang.
10

2. Secara praktis, memberikan informasi dan sumbangsi pemikiran kepada

Pemerintah Propinsi Papua Barat dalam upaya meningkatkan

Kesejahteraan Masyarakat.

3. Secara akademis, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi

pada Program Pasca Sarjana Magister Keuangan Daerah Universtitas

Hasanuddin Makassar.

1.5. Sistimatika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) bab

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN.

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan landasan teori yang berkaitan dengan

penelitian

BAB III : KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

Bab ini menguraikan tentang kerangka pemikiran enelitian dan

menghimpun hipotesis

BAB IV : METODE PENELITIAN.

Bab ini menguraikan tentang populasi dan sampel penelitian,

jenis dan sumber data, metoda pengumpulan data, definisi

operasional variable hipotesis, model penelitian,dan teknik

analisis data

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil analisis data dan pembahasannya.


11

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir yaitu bab V merupakan kesimpulan umum yang

bisa diambil dari penelitian, keterbatasan penelitian serta

rekomendasi.
12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Desentralisasi Fsikal

Desentralisasi fiscal merupakan suatu proses distribusi anggaran dari

tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih

rendah, untuk mendukung fungsi atau pelayanan public yang sesuai

dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan

(Bird dan Valliancourt; 2000). Menurut Rochjadi (2006), desentralisasi fiscal

merupakan salah satu instrument yang digunakan oleh pemerintah dalam

mengelola pembangunan guna mendorong perekonomian daerah maupun

nasional melalui mekanisme hubungan keuangan yang lebih baik agar

tercipta kemudahan – kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan di

daerah, sehingga berimbas kepada kondisi perekonomian yang lebih baik

yaitu tercapianya kesejahteraan masyarakat.

Menurut Litvack and Seddon (1998) di dalam Mauludin (2008) ada tiga

pendekatan yang merupakan dasar di dalam pelaksanaan desentralisasi

fiscal yaitu; (i) pendekatan penerimaan (ii) pendekatan pengeluaran, (iii)

pendekatan komprehensif.

Bahl (1999) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan desentralisasi

fiskal, prinsip (rules) money should follow function merupakan salah satu

prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. Artinya setiap

pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada

anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut.

Desentralisasi fiskal merupakan salah satu bentuk dan komponen utama


13

dalam desentralisasi. Kebijakan desentralisasi fiskal banyak dipergunakan

negara-negara sedang berkembang untuk menghindari ketidakefektifan

dan ketidakefisienan pemerintahan, ketidakstabilan ekonomi makro, dan

ketidakcukupan pertumbuhan ekonomi (Bahl dan Linn, 1992). Apabila

pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan diberikan

kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor

publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang

memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), maupun

dana transfer dari pemerintah pusat sehingga tujuan utama dari

desentralisasi fiscal yaitu meningkatkan kualitas pelayanan public serta

kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

2.1.1. Dana Transfer

Mekanisme kebijakan transfer ke daerah diamanatkan di dalam UU

Nomor 33 Tahun 2004, diwujudkan dalam bentuk dana

perimbangan, dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Secara

nominal jenis transfer ke daerah dalam bentuk dana perimbangan

merupakan komponen yang terbesar (Mardiasmo; 2009), lebih

lanjut Mardiasmo menjelaskan bahwa beranjak dari konsep dasar

dan implementasinya dalam desentralisasi fiscal di Indonesia,

besarnya nilai transfer ke daerah seharusnya dapat memiliki

korelasi yang positif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Ada beberapa tujuan pemberian dana transfer menurut (Sidik et al;

2002) yaitu:
14

1. Pemerataan vertical ( vertical equalization) hal ini disebabkan

karena sebelum adanya desentralisasi sebagian besar sumber –

sumber penerimaan negara dikuasai oleh pemerintah pusat

sedangkan pemerintah daerah hanya berwenang untuk

memungut pajak – pajak local, kondisi ini menimbulkan

ketimpangan vertical antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah karena pemerintah pusat lebih mendominasi penerimaan

pajak dan sumber daya alam daerah, maka kondisi tersebut

diharapkan dapat diatasi dengan dana perimbangan khususnya

dana bagi hasil karena daerah penghasil akan mendapat porsi

anggaran yang lebih besar.

2. Pemerataan horizontal ( Horizontal equalization). Kemampuan

daerah untuk menghasilkan pendapatan sangat bervariasi

tergantung kondisi daerah tersebut. Hal ini berimplikasi pada

kapasitas fiscal (fiscal capacity) suatu daerah. Setiap daerah

juga memiliki kebutuhan belanja yang berbeda – beda

tergantung dari berapa banyak jumlah penduduk, proporsi

penduduk dan kondisi geografis daerah. Hal ini berimplikasi

kepada kebutuhan fiscal (fiscal need) di masing – masing

daerah. Selisih antara kebutuhan fiscal dan kemampuan fiscal

disebut dengan celah fiscal (fiscal gap). Celah fiscal di daerah

dapat ditutup dengan dana transfer dari pemerintah berupa Dana

Alokasi Umum (DAU).

3. Menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap

daerah. Kemampuan setiap daerah dalam menyediakan

pelayanan public kepada masyarakatnya berbeda–beda disetiap


15

daerah, hal ini terutama karena perbedaan sumber daya yang

dimiliki oleh setiap daerah. Oleh karena itu pemerintah pusat

harus memberikan jaminan standar pelayanan umum disetiap

daerah dengan memberikan subsidi.

4. Mengatasi persoalan yang timbul dari melimpahnya efek

pelayanan public. Setiap pelayanan publik yang diberikan oleh

pemerintah daerah tertentu tidak hanya dinikmati oleh

masyarakat di daerah yang bersangkutan seperti pendidikan

tinggi, jalan raya antar daerah dan rumah sakit daerah, sehingga

manfaatnya tidak bisa dibatasi untuk masyarakat di suatu daerah

saja, oleh karena itu pemerintah pusat perlu memberikan insentif

dalam bentuk pendapatan bagi daerah agar pelayanan–

pelayanan publik tersebut tetap dapat dinikmati oleh semua

orang di daerah tersebut.

5. Stabilisasi. Dana transfer diharapkan dapat menjadi stabilizer

bagi daerah baik pada saat aktivitas ekonomi di daerah lesu

maupun meningkat. Pada saat aktivitas ekonomi di daerah lesu

pemberian transfer dapat ditingkatkan begitu juga sebaliknya

pada saat ekonomi di daerah meningkat maka pemberian dana

transfer dapat dikurangi, namun dalam perhitungan untuk

peningkatan atau penurunannya diperlukan kecermatan agar

tidak bertentangan dengan tujuan stabilisasi.

Transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

dapat dibedakan menjadi dana bagi hasil (revenue sharing) dan

bantuan (grants). Grants dapat dikelompokkan menjadi block grant

yang besarannya ditentukan berdasarkan formula dan special grant


16

besarannya ditentukan berdasarkan pendekatan yang sifatnya

insidental dan mempunyai fungsi khusus.

2.1.1.1. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang

bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun 2004). DAU diberikan

pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari

pemerintah daerah dalam memanfaatkan pendapatan asli

daerah (PAD) nya. DAU bersifat block grant yang berarti

dana yang diberikan dari pemerintah pusat kepada

kabupaten dan kota untuk mengisi kesenjangan antara

kapasitas fiscal dan kebutuhan fiscal di daerahnya dan

disalurkan dengan formula berdasarkan prinsip – prinsip

tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah

miskin dan terbelakang atau berkemampuan fiscal rendah

harus menerima lebih banyak dari pada daerah yang kaya

atau kemampuan fiskalnya tinggi. Maksudnya ialah bahwa

tujuan utama dari alokasi DAU adalah dalam kerangka

pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan public antar

pemerintah daerah di Indonesia. DAU digunakan untuk

menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah

melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada

(Rahmawati 2010).
17

Secara definisi, DAU dapat diartikan sebagai berikut

(Sidik; 2003): (i) DAU merupakan salah satu komponen dari

Dana Perimbangan pada APBN yang pengalokasiannya

didasarkan pada konsep kesenjangan fiscal (fiscal gap, yaitu

selisih antara kebutuhan fiscal dengan kapasitas fiscal. (ii)

DAU merupakan instrument untuk mengatasi horizontal

imbalance yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan

kemampuan keuangan antar daerah dimana

penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah. (iii)

Equalization grant berfungsi menetralisasi ketimpangan

kemampuan keuangan dengan adanya PAD, bagi hasil pajak

dan bagi hasil sumber daya alam yang diperoleh daerah.

Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 27 ayat

(1) bahwa besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya

26% dari penerimaan negara netto yang ditetapkan dalam

APBN. Formulasi DAU adalah sebagai berikut:

a. DAU suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiscal

(CF) dan alokasi dasar (AD).

b. Celah Fiskal (CF) adalah kebutuhan fiscal dikurangi

dengan kapasitas fiscal daerah, dimana kebutuhan

fiscal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah

untuk melaksanakan fungsi pelayanan dasar umum,

sementara itu kapasitas fiscal daerah merupakan

sumber pandanaan yang berasal dari PAD dan Dana

bagi hasil (DBH), formulasi perhitungan celah fiscal

adalah sebagi berikut :


18

CF = KbF – KpF

Dimana CF = celah fiscal ; KbF = kebutuhan fiscal ; dan

KpF = kapasitas fiscal ( Kemenkeu RI, 2013).

c. Alokasi Dasar dihitung berdasarkan jumlah pegawai

negeri sipil daerah

d. DAU atas dasar celah fiscal untuk daerah provinsi

dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi

yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh

provinsi.

e. Daerah yang memiliki celah fiscal sama dengan nol,

menerima DAU sebesar alokasi daerah. Daerah yang

memiliki celah fiscal negative dan nilai negative tersebut

lebih kecil dari alokasi dasar, maka daerah tersebut

menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi

celah fiscal.

f. Daerah yang memiliki nilai celah fiscal negative dan

lebih besar dari aloaksi dasar maka daerah tersebut

tidak menerima DAU.

Proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih

yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah

yang lain, termasuk PAD (Pendapatan Asli Daerah)

Kenaikan PAD dapat berpengaruh terhadap jumlah DAU

yang ditransfer dari pemerintah pusat. Sejak

diterapkannya desentralisasi fiskal, pemerintah pusat

mengharapkan daerah dapat mengelola sumber daya yang

dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU.


19

Dibeberapa daerah peran DAU sangat signifikan karena

karena kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh

jumlah DAU dari pada PAD.

Dalam masa peralihan dengan berlakunya PP No.

104 tahun 2000, pelaksanaan alokasi Dana Alokasi Umum

disesuaikan dengan proses penataan organisasi

pemerintahan daerah dan proses pengalihan pegawai ke

daerah. Dana Alokasi Umum ini dialokasikan kepada

daerah dengan memperhatikan jumlah pegawai yang telah

sepenuhnya menjadi beban daerah, baik pegawai yang

telah berstatus sebagai pegawai pemerintah pusat yang

dialihkan menjadi pegawai daerah. Dalam hal pegawai

pemerintah pusat yang telah ditetapkan untuk dialihkan

kepada daerah belum sepenuhnya menjadi beban daerah,

pembayaran gaji pegawai tersebut diperhitungkan dengan

Dana Alokasi Umum bagi daerah yang bersangkutan.

Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya

besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh

alokasi DAU yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang

memiliki potensi fiskalnya kecil kebutuhan fiskalnya besar

akan memperoleh alokasi DAU relatif besar, dengan

maksud melihat kemampuan APBD dalam membiayai

kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan

daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD

dikurangi dengan belanja pegawai (Halim 2009).


20

Menurut Halim (2009) ketimpangan ekonomi antara

satu Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari

dengan adanya desentralisasi fiskal, disebabkan oleh

minimnya sumber pajak dan sumber daya alam yang

kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah

Pusat berinisiatif memberikan subsidi berupa DAU kepada

daerah untuk menanggulangi ketimpangan tersebut. Bagi

daerah yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan

diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya

dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi

ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan

penugasaan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi

dengan adanya kebijakan bagi hasil dan DAU minimal

sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. DAU akan

memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh

sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan

pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-

masing daerah. Menurut UU No.32/2004 disebutkan bahwa

untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah daerah,

Pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan

yang terdiri dari DAU, DAK, dan DBH yang terdiri dari

pajak dan Sumber Daya Alam. Selain itu, Pemerintah

Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa PAD,

pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Kebijakan

penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada

Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat


21

diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh

Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya

kepada masyarakat.

Prinsip Dasar Alokasi Umum (DAU) menurut Ririn

(2011) menyatakan bahwa prinsip dasar untuk alokasi DAU

adalah sebagai berikut:

1. Prinsip mendasar yang pertama adalah prinsip

kecukupan. Sebagai suatu bentuk penerimaan, sistem

DAU harus memberikan sejumlah dana yang cukup

kepada daerah. Hal ini berarti, perkataan cukup harus

diartikan dalam kaitannya dengan beban fungsi

sebagaimana diketahui, beban finansial dalam

menjalankan fungsi tidaklah statis, melainkan

cenderung meningkat karena satu atau berbagai faktor.

Oleh karena itulah maka penerimaan pun seharusnya

naik sehingga pemerintah daerah mampu membiayai

beban anggarannya. Bila alokasi DAU mampu

merespon terhadap kenaikan beban anggaran yang

relevan.

2. Desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien.

Netral artinya suatu sistem alokasi harus diupayakan

sedemikian rupa sehingga efeknya justru memperbaiki

(bukannya menimbulkan) distorsi dalam harga relatif

dalam perekonomian daerah. Efisien artinya sistem

alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam

struktur harga input, maka sistem alokasi harus


22

memanfaatkan jenis instrumen finansial alternatif relevan

yang tersedia.

3. Sesuai dengan namanya yaitu Dana Alokasi Umum,

maka penggunaan terhadap dana fiskal ini sebaiknya

dilepaskan ke daerah, karena peran daerah akan sangat

dominan dalam penentuan arah alokasi, maka peran

lembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah

bersangkutan amatlah penting dalam proses penentuan

prioritas anggaran yang perlu dibiayai DAU. Format yang

seperti ini, format akuntabilitas yang relevan adalah

akuntabilitas kepada elektoral (accountability to

electorates) dan bukan akuntabilitas finansial kepada

pusat (financial acco untability to the centre).

4. Sistem alokasi DAU sejauh mungkin harus mengacu

pada tujuan pemberian alokasi sebagaimana

dimaksudkan dalam UU. Alokasi DAU ditujukan untuk

membiayai sebagian dari beban fungsi yang dijalankan,

hal-hal yang merupakan prioritas dan target-target

nasional yang harus dicapai. Perlu diingat bahwa kedua

UU telah mencantumkan secara eksplisit beberapa hal

yang menjadi tujuan yang ingin dicapai lewat program

desentralisasi.

5. Prinsip dasar keadilan alokasi DAU bertujuan untuk

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan

desentralisasi.
23

6. Sebuah sistem alokasi DAU yang baik harus

didasarkan pada upaya untuk meminimumkan

kemungkinan manipulasi, maka sistem alokasi DAU

harus dibuat sejelas mungkin dan formulanya pun

dibuat se-transparan mungkin. Prinsip transparansi akan

dapat dipenuhi bila formula tersebut bisa dipahami oleh

khalayak umum. Oleh karena itu maka indikator yang

digunakan sedapat mungkin adalah indikator yang

sifatnya obyektif sehingga tidak menimbulkan interpretasi

yang ambivalen.

7. Kesederhanaan Rumusan alokasi DAU harus

sederhana (tidak kompleks). Rumusan tidak boleh

terlampau kompleks sehingga sulit dimengerti orang,

namun tidak boleh pula terlalu sederhana sehingga

menimbulkan perdebatan dan kemungkinan ketidak-

adilan. Rumusan sebaiknya tidak memanfaatkan

sejumlah besar variabel dimana jumlah variabel yang

dipakai menjadi relatif terlalu besar ketimbang jumlah

dana yang ingin dialokasikan.

Dengan ketentuan tersebut maka, bergantung pada

kondisi APBN alokasi DAU dapat lebih besar dari 26

persen dari total pendapatan dalam negeri netto (Sirait

2009). DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan

alokasi dasar. Celah fiskal merupakan kebutuhan daerah

yang dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, kebutuhan

daerah dihitung berdasarkan variabel-variabel yang


24

ditetapkan undang-undang sedangkan perhitungan kapasitas

fiskal didasarkan atas Penerimaan Asli Daerah (PAD) dan

Dana Bagi Hasil yang diterima daerah. Sementara Alokasi

Dasar dihitung berdasarkan gaji PNS daerah (Sirait 2009).

Sirait (2009) mengatakan bahwa kebutuhan fiskal

dapat diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk

membiayai semua pengeluaran daerah dalam rangka

menjalankan fungsi/kewenangan daerah dalam penyediaan

pelayanan publik.

2.1.2. Dana Otonomi Khusus

Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk

membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah,

sebagaimana ditetapkan dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun

2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi papua. Undang –

Undang Nomor 21 Tahun 2001 mengamanatkan pemberian dana

otonomi khusus oleh pemerintah pusat kepada tiga daerah yaitu

Provinsi Papua, Papua Barat dan Daerah Istimewa Aceh.

Pemberian kepada tiga daerah ini dimaksudkan agar daerah

tersebut dapat mensejahterakan daerahnya yang dilakukan secara

mandiri tanpa campur tangan pemerintah pusat. Besaran Dana

Otonomi Khusus yang diterima adalah sebesar 2 % dari plafon

Dana Alokasi Umum Nasional.

Kebijakan Otonomi khusus bagi Papua awalnya diberikan

karena dalam pelaksanaan desentralisasi fiscal di Indonesia

dianggap tidak simetris terhadap Papua jika dibandingkan dengan


25

daerah – daerah lain yang ada di Indonesia sehingga kebijakan

untuk memberikan dana otonomi khusus bagi Papua diharapkan

agar daerah tersebut dapat mengelola sumber daya alamnya

dengan mengedepankan kepentingan masyarakat adat. Kebijakan

tersebut diambil untuk menampung perbedaan yang mencolok

kedua daerah tersebut dibandingkan daerah lainnya di Indonesia,

sehingga kebijakan ini ditujukan untuk mengurangi gejolak politik

yang timbul terhadap penentangan pemerintah pusat (Kausar,

2006).

Hakekat pemberian otonomi khusus kepada daerah Papua

dan Papua Barat mencakup beberapa hal yaitu : (i) pembagian

otoritas dan urusan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

provinsi Papua serta pelaksanaan otoritas dengan kekhususan

dalam bingkai NKRI. (ii) pengakuan dan penghormatan hak-hak

dasar masyarakat adat Papua serta pengembangan kemampuan

secara strategis dan mendasar. (iii) menciptakan pemerintaha

yang baik. (iv) pemberian otonomi khusus adalah memberikan

tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang jelas dan tegas

antara badan legislatif, eksekutif, yudikatif serta Majelis Rakyat

Papua (MRP) sebagai perwujudan kultural masyarakat apua yang

diberikan kewenangan tertentu. Menurut Kirana, Syafrian, Loeis,

Pramono, Reza (2011) secara Khusus dana otonomi Khusus

diperuntukan bagi pengembangan pendidikan dan kesehatan.

Implementasi dana otonomi khusus telah berjalan selama

lebih dari satu dasawarsa di Provinsi Papua dan delapan tahun di

Provinsi Papua Barat. Dana otonomi kusus yang diterima oleh


26

kedua provinsi tersebut tergolong sangat besar sejak Tahun 2002 -

2016 Provinsi Papua menerima 47, 9 triliun dan Papua Barat sejak

Tahun 2009 – 2016 sebesar 11,3 triliun. Perhatian pemerintah

pusat yang besar kepada daerah Papua dan Papua Barat, tidak

terlepas dari amanat Undang – undang Nomor 21 Tahun 2001

tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang telah diubah

dengan UU Nomor 35 Tahun 2008 dengan memberikan landasan

hukum atas pelaksanaan otonomi khusus bagi Pemerintah Provinsi

Papua Barat.

Pembagian dana otonomi Khusus untuk masing-masing

pemerintah kabupaten/kota perlu diatur secara adil dan berimbang

sesuai kesepakatan musyawarah stakeholders tanah papua

(DPRD, Bupati/Walikota, LSM, PT, Yayasan dsb). Pembagian

dana ini diatur dalam bentuk Surat Keputusan Gubernur Provinsi

Papua dan Papua Barat. Anggaran pendapatan dan belanja daerah

(APBD) melibatkan dua sektor utama yaitu eksekutif dan legislatif.

Eksekutif sebagai pelasana operasionalisasi daerah berkewajiban

membuat draf/rancangan APBD, yang hanya bias di

implementasikan kalau sudah disahkan oleh DPRD dalam proses

ratifikasi anggaran.

2.2. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mulai digunakan oleh United

Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990 untuk

mengukur upaya pencapaian pembangunan manusia suatu negara.

Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan,


27

namun mampu mengukur dimensi pokok pambangunan manusia yang

dinilai mencerminkan status kemampuan dasar penduduk.

IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil

pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan,

dan sebagainya. Menurut Badan Pusat Statistik Nasional (BPS; 2016)

dengaan menggunakan metode baru IPM diukur berdasarkan tiga dimensi

dasar yaitu: (i) umur panjang dan hidup sehat, (ii) pengetahuan, (iii) standar

hidup layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka

harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi

pengetahuan digunakan gabungan indikator harapan lama sekolah (HLS)

dan rata-rata lama sekolah (RLS). Adapun untuk mengukur dimensi hidup

layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap

sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya produk

nasinal bruto (PNB) per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang

mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.

Menurut BPS (2016) IPM mempunyai manfaat sebagai berikut yaitu;

(i) IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam

upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). (ii)

IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu

wilayah/negara. (iii) Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena

selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai

salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).

Pada dasarnya Pembangunan manusia merupakan tujuan dari

pembangunan itu sendiri, dimana pembangunan manusia memainkan

peranan penting dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam

menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitasnya agar


28

tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Todaro dan Stephen C. Smith:

2006)

Menurut BPS Provinsi Papua Barat (2017) yang dikutip dari isi Human

Development Report (HDR) pertama tahun 1990, pembangunan manusia

adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh

manusia. Diantara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah

untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk

mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat

hidup secara layak

Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang

menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari

seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas

sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan

derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan peningkatan

pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat

berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). Menurut United

Nations Development Program (UNDP) dalam BPS (2006), pembangunan

manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi

manusia (a process of enlarging people’s choices).

Sebagaimana dikutip dari laporan UNDP atau United Nations Development

Programme (1995), ada beberapa konsep penting mengenai

pembangunan manusia yaitu sebagai berikut:

a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian.

b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi

penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh


29

karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada

penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi

semata.

c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya

meningkatkan kemampuan atau kapasitas manusia, tetapi juga pada

upaya- upaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut

secara optimal.

d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu produktivitas,

pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan.

e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan

pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk

mencapainya.

Menurut UNDP dalam Human Development Report (HDR) 1995 yang

menekankan bahwa untuk memperluas pilihan-pilihan manusia, konsep

pembangunan manusia harus dibangun dari empat dimensi yang tidak

terpisahkan.

Berdasarkan konsep di atas maka untuk menjamin tercapainya tujuan

pembangunan manusia, ada empat unsur pokok yang perlu diperhatikan

(UNDP 1995) yaitu:

a. Produktivitas (Productivity)

Masyarakat harus mampu untuk meningkatkan produktifitas mereka dan

berpartisipasi penuh dalam proses mencari penghasilan dan lapangan

pekerjaan. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi merupakan bagian

dari model pembangunan manusia.


30

b. Pemerataan (equity)

Masyarakat harus mempunyai akses untuk memperoleh kesempatan

yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus

dihapuskan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan

memperoleh manfaat dari peluang-peluang yang ada.

c. Kesinambungan (Sustainability)

Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan bahwa tidak

hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan

datang. Semua jenis pemodalan baik itu fisik, manusia, dan lingkungan

hidup harus dilengkapi.

d. Pemberdayaan (Empowerment)

Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, dan bukan hanya untuk

mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil

keputusan dan proses-proses yang memengaruhi kehidupan mereka.

2.3. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi

perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat

diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu

perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan

nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan

pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets (dalam Irawan,

2009) adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara

untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada


31

penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan

teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologi yang diperlukannya.

Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan

ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus

persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam

pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan

dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga,

penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya

penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang

dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan

secara tepat. Dengan bahasa lain, Boediono (1999) dalam Al- Shodiq

(2010) menyebutkan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output

dalam jangka panjang.

Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses, output

perkapita, dan jangka panjang. Boediono (1999) menyebutkan secara lebih

lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan

”output perkapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori

mengenai pertumbuhan Gross Domestik Product dan teori mengenai

pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut

dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan.

Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam

perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup

panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang

meningkat.

Jhighan (2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai

kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk


32

menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada

penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan

teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.

Menurut Boediono (1994), pertumbuhan ekonomi adalah suatu

proses pertumbuhan output perkapita jangka panjang yang terjadi apabila

ada kecenderungan (output perkapita untuk naik) yang bersumber dari

proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam

perekonomian itu sendiri), bukan berasal dari luar dan bersifat sementara.

Atau dengan kata lain bersifat self generating, yang berarti bahwa proses

pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau momentum bagi

kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya.

Sadono Sukirno (1985) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi

merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke

tahun. Sehingga untuk mengetahuinya harus diadakan perbandingan

pendapatan naional dari tahun ke tahun, yang dikenal dengan laju

pertumbuhan ekonomi

Dalam perkembangannya ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi

yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:

a. Teori Pertumbuhan Klasik

Ahli ekonomi klasik Adam Smith mengatakan bahwa pertumbuhan

ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk

dengan kemajuan teknologi. Kemudian David Ricardo mengatakan

bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses tarik menarik antara

dua kekuatan yaitu ”the law of deminishing retun” dan kemajuan teknologi.

Sedangkan menurut John Stuart Mill mengatakan bahwa pembangunan

ekonomi tergantung pada dua jenis perbaikan, yaitu perbaikan dengan


33

tingkat pengetahuan masyarakat dan perbaikan yang berupa usaha-

usaha untuk menghapus penghambat pembangunan, seperti adat

istiadat, kepercayaan dan berpikir tradisional.

b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Pertengahan tahun 1950-an berkembang teori pertumbuhan neo-klasik

yang merupakan suatu analisis pertumbuhan ekonomi yang didasarkan

pada pandangan-pandangan ahli ekonomi klasik. Perintisnya adalah

Robert Sollow, kemudian diikuti dan dikembangkan oleh Edmund

Philips, Harry Johson, dan J.E Meade. Pendapat-pendapat dari para ahli

tersebut yaitu (Suryana, 2005):

 Adanya akumulasi kapita yang merupakan factor penting dalam

pembangunan ekonomi

 Perkembangan merupakan proses yang gradual.

 Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif.

 Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan.

 Aspek internasional yang merupakan faktor bagi perkembangan.

Selanjutnya dalam (Sadono,2000), menurut Sollow yang menjadi

faktor terpenting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi bukan

hanya pertambahan modal dan tenaga kerja. Faktor terpenting adalah

kemajuan teknologi dan pertambahan kemahiran dan kepakaran tenaga

kerja.

c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

(Teori Pertumbuhan Walt Whitman Rostow)

Rostow mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang

menyebabkan perubahan dalam masyarakat, yaitu perubahan politik,

struktur sosial, nilai sosial dan kegiatan ekonominya. Dalam bukunya ”The
34

Stages of Economics” (1960), Rostow mengemukakan tahap-tahap

dalam proses pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh setiap negara

pada umumnya kedalam lima tahap, yaitu (Lincolin,2004):

1. The traditional society (Masyarakat Tradisional)

2. Precondition for take-off (Persyaratan Tinggal Landas)

3. Take off (Tinggal Landas)

4. The Derive to Manurity (Dorongan Menuju Kedewasaan)

5. The Age of High Mess Consumption (Tingkat Konsumsi Masyarakat

Tinggi)

d. Teori Pertumbuhan menurut Kuznet

Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai jangka panjang

untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus

meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh berdasarkan

kemajuan teknologi, institutional, dan ideologis yang diperlukan. Dalam

analisisnya, Kuznet mengemukakan enam ciri pertumbuhan ekonomi

modern yang dimanifestasikan dalam proses pertumbuhan oleh semua

negara maju (Suryana, 2005), yaitu:

 Dua variabel ekonomi yang bersamaan (aggregate)

- Tingginya tingkat produk per kapita dan pertumbuhan penduduk.

- Tingginya peningkatan produktivitas terutama tenaga kerja.

 Dua variabel transformasi struktural

- Tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi

- Tingginya tingkat struktur sosial dan ideologi.

 Dua variabel penyebaran internasional

- Kecenderungan negara-negara yang ekonominya sudah maju

untuk pergi ke seluruh pelosok dunia untuk mendapatkan pasaran


35

dan bahan baku.

- Arus barang, modal, dan orang antar bangsa yang meningkat.

e. Teori Pertumbuhan Endogen

Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan

yang bersifat endogen, Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari

dalam sistem ekonomi. Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan

ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar

sistem. Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan

merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk

berinvestasi dalam pengetahuan. Peran modal lebih besar dari sekedar

bagian dari pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal

fisik saja tapi menyangkut modal manusia (Romer, 1994) Akumulasi

modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi.

Definisi modal/kapital diperluas dengan memesukkan model ilmu

pengetahuan dan modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi

bukan sesuatu yang berasal dari luar model atau eksogen tapi

teknologi merupakan bagian dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam

teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan

modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka

panjang. Tabungan dan investasi dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi yang berkesinambungan (Mankiw, 2000).

Harrod Domar sependapat bahwa pertambahan produksi dan

pendapatan masyarakat bukan ditentukan oleh kapasitas memproduksi

masyarakat tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Dengan

demikian walaupun kapasitas dalam memproduksi bertambah,

pendapatan nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi


36

akan tercipta apabila pengeluaran masyarakat meningkat dibandingkan

masa lalu. Berangkat dari hal itu bahwa analisa Harrod-Domar

menunjukkan syarat yang diperlukan agar dalam jangka panjang

kemampuan memproduksi bertambah dari masa ke masa yang

diakibatkan oleh pembentukan modal pada masa sebelumnya akan

selalu sepenuhnya digunakan.

Model awal dari endogenous growth oleh Romer (1983,1986)

menyatakan bahwa long-run growth pada umumnya ditentukan oleh

akumulasi pengetahuan. Walaupun ada penambahan ilmu pengetahuan

baru menunjukan diminishing returns pada suatu perusahaan, namun

penciptaan ilmu pengetahuan pada suatu perusahaan diasumsikan

mempunyai dampak positif secara ekternal pada tekonologi produksi

perusahaan lain.

Model endogenous growth lainya dikembangkan oleh Lucas (1988).

Dia melakukan two-sector model yaitu – learning-by-doing and

schooling model_ yang memasukkan faktor human capital as sebagai

faktor penggerak economic growth. Pada model pertama, pertumbuhan

human capital bergantung pada bagaimana worker antara current

production dan human capital accumulation, sedangkan model ke-dua,

pertumbuhan human capital adalah merupakan fungsi yang positif untuk

produksi barang baru. Seperti pada model Romer, model Lucas

mempunyai effect internal produktivitas pekerja dan efek eksternal pada

sources of scale economies dan meningkatkan produktivitas selain

faktor produksi.

Namun demikian, akumulasi human capital akan mengorbankan

utility konsumsi pada saat sekarang. Pada model pertama,


37

pengorbanan berasal dari penurunan konsumsi saat ini, sedangkan

pada model kedua, berasal dari kombinasi current consumption goods

dengan human capital. Lucas berpendapat bahwa pentingnya kebijakan

mendasar untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dengan

memberikan subsidy pada sekolah.

2.4. Penelitian Terdahulu

1. Imam Sumardjoko (2014)

Pengaruh Penerimaan Dana Otonomi Khusus terhadap IPM

Papua dan Papua Barat dengan Belanja Modal sebagai Variabel

Intervening . Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh

Penerimaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat terhadap

Belanja Modal dan Terhadap IPM melalui Belanja Modal. Hasil

Penelitian ini menunjukkan bahwa

Pertama : Penerimaan Dana Otonomi Khusus berpengaruh signifikan

dan positif terhadap IPM Papua dan Papua Barat,

Kedua : Penerimaan Dana Otonomi Khusus dan Belanja Modal

berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM provinsi

Papua dan Papua Barat.

2. Murni Elida (2008)

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum

(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Pertumbuhan

Ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan

membuktikan secara empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli

Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

(DAK) terhadap Pertumbuhan Ekonomi daerah Kabupaten/Kota di


38

Sumatera Barat. Data yang digunakan dalah data PDRB atas harga

konstan, realisasi PAD, DAU dan DAK kabupaten/kota di Sumatera

Barat Tahun 2004 sampai Tahun 2006, yang terdiri dari 12 Kabupaten

dan 7 kota. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis

regresi berganda. Hasil analisis dari penelitian ini membuktikan bahwa

PAD berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. DAU

berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan DAK

tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Yulian Rinawati Taaha, Nursini dan Agussalim (2011)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis

pengaruh dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, DAK terhadap

investasi swasta, pengaruh dana perimbangan yang terdiri dari DBH,

DAU dan DAK terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengaruh DBH,

DAU dan DAK terhadap pertumbuhan ekonomi melalui investasi

swasta di Provinsi Sulawesi Tengah. Data yang digunakan adalah data

sekunder runtun waktu selama 9 tahun (2001-2009). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa DBH,DAU,DAK berpengaruh positif dan signifikan

terhadap investasi swasta. DBH, DAU, DAK berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. DBH, DAU dan DAK

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

4. Maria Yunitasari (2007)

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor –faktor yang

mempengaruhi pembangunan manusia Provinsi Jawa Timur dan

melihat seberapa besar faktor tersebut mempengaruhi pembangunan

manusia di Jawa Timur. Analisis hubungan antara pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan manusia di Provinsi Jawa Timur diestimasi


39

dengan menggunakan 6 variabel penjelas yaitu variabel PDRB

perkapita, kemiskinan, peran perempuan, pengeluaran pemerintah

untuk sektor kesehatan. Untuk menunjukkan adanya kebijakan

desentralsisasi politik, administratif dan fiskal dimasukkan dummy

otonomi daerah ke dalam model.

PDRB perkapita mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

pembangunan manusia. Kemiskinan mempunyai pengaruh negatif dan

signifikan terhadap pembangunan manusia. Pengeluaran pemerintah

untuk sektor pendidikan mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap pembangunan manusia. Pengeluaran pemerintah untuk

sektor kesehatan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap

pembangunan manusia. Kebijakan ekonomi daerah mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia.

Sedangkan peran perempuan yang diwakili oleh indeks pemberdayaan

jender (IDJ) mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap

pembangunan manusia.
40

BAB III

KERANGKA KONSEPSUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Hubungan Dana Otonomi Khusus, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan

Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia

Dalam memaksimumkan tingkat kesejahteraan masyarakat,

pemerintah provinsi akan membiayai pengeluaran publik seperti

pendidikan, kesehatan, dan pelayanan lainnya melalui penerimaan

daerahnya, sehingga pengeluaran publik suatu daerah pada era

desentralisasi fiskal bergantung kepada penerimaan daerah yang berasal

dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan penerimaan lain-lain.

Dalam pelaksanaan desentralisasi Pendapatan Asli Daerah hanya mampu

membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%, sehingga

dana perimbangan berkontribusi besar terhadap belanja daerah dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat (kuncoro:2004). Transfer fiskal

merupakan inti suatu hubungan antar pemerintahan yang memiliki

peranan penting dan menentukan alokasi belanja publik dalam upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat karena dua per tiga pengeluaran

pemerintah daerah merupakan dana transfer dari pemerintah pusat

(Simanjuntak, 2001)

Setiap daerah mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mendanai

kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antar daerah

satu dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi

ketimpangan fiskal ini, pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber

dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan


41

desentralisasi salah satu dana perimbangan dari pemerintah adalah Dana

Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan aspek

pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan

pemerintah (UU No. 32/2004).

Dengan Ditetapkannya UU no 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi

papua,dengan harapan dapat menjawab berbagai aspirasi dan tuntutan agar

pemerintah lebih memperhatikan pembangunan Papua sehingga

masyarakat papua menjadi lebih sejahterah. Untuk menyukseskan tujuan

otonomi khusus, pemerintah daerah mendapatkan penerimaan tambahan

dari pemerintah pusat, yakni dana otonomi khusus kepada provinsi di

Papua yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana

Alokasi Umum Nasional.

Pemerintah daerah dituntut untuk memperiotaskan dana tersebut untuk

belanja lansung dibidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi

kerakyatan dan infrastruktur. Empat program prioritas ini dilaksankan untuk

memacu perkembangan dan pembangunan manusia di Papua sehingga

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua

(Purwandanu)

Menurut teori pertumbuhan Solow-Swan dalam Mankiw (2008),

pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-

faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan

tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan pada analisis

klasik, bahwa perekonomian akan tetap mengalami tingkat pekerjaan

penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap

sepenuhnya digunakan. Pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada

perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya diukur menggunakan


42

data produk domestik bruto (PDB) untuk skala nasional dan Produk

Domestik Regional Bruto Untuk daerah (PDRB) pada nilai akhir pasar

dari barang-barang akhir dan jasa-jasa yang dihasilkan dari suatu

perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Pembangunan manusia adalah sebuah proses pembangunan yang

bertujuan agar mampu memiliki lebih banyak pilihan, khususnya dalam

pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Pembangunan manusia sebagai

ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui

pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur

panjang dan sehat; pengetahuan; serta kehidupan yang layak kemudian

masing-masing dimensi direpresentasikan dengan indikator. Dimensi umur

panjang dan sehat direpresentasikan dengan indikator angka harapan

hidup; dimensi pengetahuan direpresentasikan dengan indikator angka

melek huruf dan rata-rata lama sekolah; serta dimensi kehidupan yang

layak direpresentasikan oleh indikator kemampuan daya beli. Semua

indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi pembangunan manusia

ini terangkum dalam satu nilai tunggal, yaitu angka Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). (BPS, 2010)

Berdasarkan tinjauan teoritis dan beberapa studi empiris menunjukkan

bahwa dana transfer pemerintah pusat ke daerah di era desentralisasi

fiskal berpengaruh positif dan signifikan dalam meningkatkan Indeks

Pembangunan Manusia, maka kerangka konseptual pada penelitian ini,

sebagai berikut:
43

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran

DANA OTONOMI
KHUSUS (DOT)

H1 PERTUMBUHAN H2 INDEKS PEMBANGUNAN


EKONOMI MANUSIA (IPM)

DANA ALOKASI
UMUM (DAU)

3.2. Pengembangan Hipotesis

3.2.1. Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Umum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pemerintah memberikan dana perimbangan untuk membantu

memperkecil jarak antara daerah yang kaya dan miskin. DAU

merupakan salah satu dari jenis dana perimbangan untuk memberi

manfaat bagi daerah sebagai modal pelaksanaan pembangunan.

DAU bersifat hibah umum (Block grant); oleh karena itu pemerintah

daerah memiliki kebebasan dalam memanfaatkannya tanpa campur

tangan dari pemerintah pusat. DAU dialokasikan kepada setiap

daerah dalam rangka menjalankan kewenangan pemerintah daerah

dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

Dana otonomi dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan

otonomi khusus suatu daerah, seperti yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus

bagi Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006

tentang Pemerintahan Aceh, dan penyesuaian untuk beberapa

daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun

anggaran sebelumnya, serta untuk membantu daerah dalam


44

melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat.

Alokasi Dana Otonomi Khusus dihitung atas dasar

persentase yang besarnya setara dengan 2% dari plafon DAU

Nasional yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) tiap tahunnya. Dana Otonomi Khusus diharapkan

dapat menjadi jembatan untuk mengatasi kesenjangan

pembangunan di bidang infrastruktur, pendidikan dan kesehatan di

Provinsi Papua dan Papua Barat sehingga kesejahteraan

masyarakat dapat tercapai dan pertumbuhan ekonomi semakin

baik. Dengan tersedinya infrastruktur yang baik diharapkan dapat

menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor, sehingga

produktivitas masyarakat semakin tinggi dan pada akhirnya akan

terjadi pertumbuhan ekonomi.

Hasil Peneitian Elida (2009) bahwa DAU berpengaruh

signifikan dan Positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut

teori Tiebout dalam (Sumarsono dan Hadi Utomo, 2009)

menyatakan bahwa dengan adanya pelimpahan wewenang akan

meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan

barang publik sehingga akan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Dari teori Tiebout tersebut dapat dimaknai bahwa

lahirnya desentralisasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

suatu daerah sehinggga berujung pada meningkatnya pertumbuhan

ekonomi.

Maka dikemukakan hipotesis yang pertama sebagai berikut

Hipotesis 1 (H₁ ) : diduga terdapat pengaruh yang positif Dana


Otonomi Khusus dan Dana Alokasi umum
dan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
45

3.2.2. Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Umum

terhadap IPM melalui Pertumbuhan Ekonomi

Anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana

keuangan yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk periode

dimasa yang akan datang (Setiartiti, 2002). Ada dua penerimaan

daerah yaitu: pendapatan asli daerah dan penerimaan dana

perimbangan dari pusat ke daerah. Terlihat dana transfer

membantu pemerintah daerah dalam perencanaan program

kesejahteraan daerahnya dengan pelayanan publik berupa

pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan dari angka

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah jumlah

nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi dari seluruh kegiatan

perekonomian di seluruh daerah dalam tahun tertentu atau periode

tertentu dan biasanya satu tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi

suatu daerah diproksikan dengan PDRB atas Dasar Harga

Konstan 2000. Oleh karena itu dengan dimilikinya sumber dana

yang cukup untuk memenuhi anggaran pembelanjaan daerah maka

tujuan dari pemerintah daerah pun tercapai. Jika dana teralokasi

sesuai kebijakan dan belanja direalisasikan sesuai pada porsinya

maka tujuan dari pemberian Dana Alokasi Umum maupun Dana

Otonomi Khusus akan tercapai.

Hipotesis 2 (H₂ )) : diduga terdapat pengaruh yang positif


Dana Alokasi Umum dan Dana Otonomi
Khusus terhadap IPM melalui Pertumbuhan
Ekonomi
46

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini mencoba menganalisia tentang Dana Otonomi Khusus

(DOT), Dana Alokasi Umum (DAU), Pertumbuhan Ekonomi serta Indeks

Pembangunan Manusia di Provinsi Papua Barat, dengan mengambil data

selama 10 tahun dimulai dari tahun 2006 hingga 2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk

menjelaskan suatu fenomena empiris yang disertai data statistik,

karakteristik dan pola hubungan antar variabel.

Data penelitian berupa data panel tentang Dana Alokasi Umum dan Dana

Otonomi Khusus bersumber dari Ringkasan Laporan Realisasi APBD

tahun 2006-2015. Sedangkan data IPM dan laju pertumbuhan ekonomi

diperoleh data Badan Pusat Statistik. Data – data tersebut diperoleh dari

delapan kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Papua Barat.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu

data yang diperoleh, dikumpulkan, dan diolah terlebih dahulu. Jenis dan

sumber data penelitian ini adalah:

1. Data Laporan Realisasi APBD tahun 2006-2015, yang diperoleh dari

situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui

internet dimana dari dokumen ini diperoleh data mengenai jumlah

realisasi Anggaran Dana Alokasi Umum dan Dana Otonomi Khusus.


47

2. Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperoleh dari Badan

Pusat Statistik.

3. Data Pertumbuhan Ekonomi di peroleh dari Badan Pusat Statistik

4.3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan sehingga dapat dianalisis, maka

diperlukan pengumpulan data dengan metode dokumentasi dimana data

yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode

dokumentasi dengan mempelajari dokumen-dokumen atau data yang

dibutuhkan, dilanjutkan dengan pencatatan dan penghitungan dengan cara

menghimpun informasi untuk menyelesaikan masalah berdasarkan data-

data yang relevan.

Sumber dan penggunaannya dengan data statistik yang didapat dari data

eksternal yaitu data yang diperoleh dari bps (badan pusat statistik) dan

dirjen perimbangan keuangan pemerintah daerah. Sifat datanya adalah

data kuantitatif yaitu data yang berupa angka angka, dan bersifat obyektif.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu gejala yang bervariasi. Variabel juga

dapat diartikan sebagai obyek penelitian yang menjadi titik pusat

perhatian dari suatu penelitian (Arikunto: 1998). Variabel dalam penelitian

ini antara lain :

Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Otonomi Khusus (DOK) berlaku

sebagai variable independen. Indeks Pembangunan Manusia berlaku

sebagai variable dependen. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi Untuk

hiotesis yang pertama berlaku sebagai varibel dependen, sedangkan untuk


48

hipotesis yang kedua Pertumbuhan ekonomi berlaku sebagai variabel

intervening. Sehingga Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Otonomi

Khusus (DOK) disebut sebagai variabel eksogen. Sedangkan Pertumbuhan

Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disebut sebagai variael

endogen.

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Dana Otonomi Khusus Papua (X1) adalah dana yang direalsiasikan untuk

belanja pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan dan infrasutruktur

sehingga X1 adalah perbandingan proporsi realisasi DOK terhadap

realisasi belanja pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan,

infrastruktur dan ekonomi Propinsi Papua Barat periode 2006- 2015,

dinyatakan dalam satuan persen.

2. Dana Alokasi Umum (X2) adalah adalah dana yang direalisasikan untuk

belanja langsung pemerintah daerah sehingga X2 adalah perbandingan dari

proporsi realisasi DAU terhadap realiasi belanja langsung Propinsi

Papua Barat periode 2006-2015, dinyatakan dalam satuan persen.

3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah Indeks gabungan yang

digunakan untuk mengukur taraf kualitas hidup manusia yang dilihat dari

pendidikan, kesehatan dan pendapatan perkapita sebagai tolak ukur di

Propinsi Papua Barat periode 2006 -2015, dinyatakan dalam satuan

persen.

4. Pertumbuhan ekonomi adalah perbandingan dari PDRB tahun t dikurangi

PDRB tahun sebelumnya dengan PDRB tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi dinyatakan dalam satuan persen.


49

4.6. Teknik Analisis Data

4.6.1. Model Persamaan Struktural

Dalam penelitian ini peneliti menduga bahwa Pertumbuhan

Ekonomi (Y1) dipengaruhi oleh Dana Otsus (X1) dan Dana Alokasi

Umum (X2), sedangkan IPM (Y2) dipengaruhi oleh Dana Otsus

(X1) dan Dana Alokasi Umum (X2) dan Pertumbuhan Ekonomi

(Y1). Oleh karenanya model untuk hipotesis digunakan model

persamaan struktural dengan Two Stage Least Square (2SLS).

Untuk melakukan analisis dengan metode TSLS, sebelum

memasuki tahap analisis TSLS, setiap persamaan harus memenuhi

persyaratan identifikasi karena apabila model tidak teridentifikasi,

parameter-parameternya tidak bisa diestimasi. Dengan adanya

dugaan interdependensi, Gudjarati (2003:718) menyatakan bahwa

estimasi yang terdiri dari beberapa model yang memiliki

interdependensi antara persamaan yang satu dengan persamaan

yang lain, penggunaan Ordinary Least Squares (OLS) akan

memberikan hasil estimasi yang tidak konsisten sehingga akan

menimbulkan bias penelitian.

Untuk mengamati interdependensi antar keduanya dibuatlah

model persamaan struktural sebagai berikut:

Y1  f ( X 1 , X 2 ) (5.1.1)
Y2  f (Y1 ) (5.1.2)

eY1 X 1 X 2 eu1 (5.2.1)


0 1 2 1

eY2  0e1 1Y1 u2 (5.2.2)


50

Sehingga persamaan struktural dengan transfromasi Ln menjadi

sebagai berikut.

Y1 ln 0 1 ln X 1  2 ln X 2 u1 (5.3.1)


Y2 ln 0 1Y1 u2 (5.3.2)

Pada pembentukan model dengan pendekatan Two Stage Least

Square (TSLS) dilakukan dengan pembentukan reduced form.

Reduced form adalah persamaan model variabel endogen yang

diekspresikan dalam bentuk variabel eksogen dalam persamaan

lainnya. Selanjutnya subtitusi nilai estimasi persamaan Y1 (hasil

first model) pada persamaan Y2 seperti berikut::

Y2 ln  0 1 (ln 0 1 ln X1 2 ln X 2 u1) u2

(ln  0 1 ln 0 ) 11 ln X1  12 ln X 2 (1u1 u2 )

0 1 ln X1  2 ln X 2 v1

Sehingga diperoleh model persamaan reduced form yaitu:

Y2  0 1 ln X1  2 ln X 2 v1 (5.4)

di mana:

0 ln  0 1 ln 0

1 11

 2  12

v1 1u1 u2
51

Persamaan struktural merupakan suatu persamaan dimana

variabel dependen dalam satu persamaan atau lebih juga

merupakan variabel independen dari persamaan lainnya (Gujarati,

2003). Persamaan di atas merupakan persamaan struktural karena

pada persamaan pertama, Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel

dependen merupakan variabel independen untuk persamaan kedua.

Pertumbuhan Ekonomi dan IPM dalam persamaan struktural

disebut dengan variabel endogen sedangkan variabel DAU dan

Dana Otsus adalah variabel eksogen.

Syarat suatu persamaan struktural dapat diidentifikasi sebagai

persamaan struktural adalah sebagai berikut:

Jika K – k = m – 1, maka sistem persamaan disebut tepat ter-

identifikasi (exactly identified)

Jika K – k > m – 1, maka sistem persamaan disebut ter-identifikasi

lebih (over identified)

Jika K – k < m – 1, maka sistem persamaan disebut ter-

identifikasi kurang (under identified)

di mana, M adalah jumlah variabel endogen dalam model, m adalah

jumlah variabel endogen dalam setiap persamaan struktural, K

adalah jumlah variabel eksogen dalam model, dan k adalah jumlah

variabel eksogen dalam setiap persamaan struktural. Jika

persamaan struktural teridentifikasi exactly identified, maka

pendugaan parameter yang digunakan dalam model adalah

Indirect Least Square (ILS). Jika persamaan struktural

terindentifikasi over identified, maka pendugaan parameter yang

digunakan dalam model adalah Two Stage Least Square (TSLS).


52

Sedangkan persamaan struktural teridentifikasi under identified,

maka tidak dapat dilakukan proses pendugaan parameter (Gujarati,

2003). TSLS maupun ILS dapat diperoleh dengan alat bantu

Eviews 7.

Dalam model Persamaan Struktural (TSLS), terdapat beberapa

asumsi yang harus dipenuhi sebagai berikut (Ghozali, 2006):

1. Uji Multikolinearitas.

Bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar varibel bebas (independen). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variable

independen. Jika variable independen saling berkorelasi,

variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah

variabel independen yang nilai korelasi antar sesame variabel

independen sama dengan nol. Multikolinearitas dapat dilihat jika:

Multikolinearitas dapat dilihat dari 1) Nilai tolerance dan

lawannya 2) Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini

menunjukkan setiap variabel independen manakah yang

dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerence mengukur

variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak

dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance yang

rendah sama dengan niali VIF tinggi (VIF = 1/Tolerance). Nilai

cutoff yang umumnya dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,1 atau sama dengan

nilai VIF > 10


53

2. Uji Autokorelasi

Bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi

korelasi, dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2006,

hal 95). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul

karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari suatu

observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah

regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk menguji ada

tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson

(du<d<4-du).

3. Uji Heteroskedastisitas

Bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

homokedasitas dan jika berbeda disebut Heterokedesitas. Model

regresi yang baik adalah yang homokedasitas atau tidak terjadi

Heterokedasitas. Uji Breusch-Pagan-Godfrey dapat dipergunakan

untuk menguji model tidak mengandung Heterokedastisitas,

dengan meregresikan nilai residual kuadrat terhadap variabel

independen. Apabila nilai probabilitas signifikannya di atas tingkat

kepercayaan 5%, dapat disimpulkan model regresi tidak

mengandung adanya heterokedstisitas (Ghozali, 2006:105).


54

4. Uji Normalitas

Bertujuan menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji t dan F

mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi

normal. Kalau asumsi ini dilanggar, uji statistik menjadi tidak

valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2006:110). Cara untuk

mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu

dengan menggunakan uji Jarque- Bera. Jika nilai Sig

Kolmogorov-Smirnov > 0.05, maka asumsi normalitas

terpenuhi.
55

BAB V

PENYAJIAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Data Penelitian

Data penelitian berupa data sekunder tentang Dana Alokasi Umum

dan Dana Otonomi Khusus bersumber dari Ringkasan Laporan Realisasi

APBD tahun 2006-2015. Sedangkan data IPM dan laju pertumbuhan

ekonomi diperoleh data Badan Pusat Statistik Propinsi Papua Barat.

Penelitian ini dilakukan Propinsi Papua Barat di mulai dari bulan Januari–

Maret 2017. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, yaitu data Laporan Realisasi APBD tahun 2006-2015, yang

diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah

melalui internet dimana dari dokumen ini diperoleh data mengenai jumlah

realisasi Anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Otonomi

Khusus (DOK), Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperoleh dari

Badan Pusat Statistik, dan Data Pertumbuhan Ekonomi di peroleh dari

Badan Pusat Statistik.

5.2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Ada empat variabel dalam penelitian ini. Keempat variabel tersebut

adalah Dana Otonomi Khusus (DOK), Dana Alokasi Umum (DAU),

Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia. Deskripsi

variabel (khusus yang berskala interval/rasio) disajikan pada Tabel 5.1

berikut.
56

Tabel 5.1. Deskripsi Variabel Penelitian (Khusus Berskala Interval/

Rasio)

Variabel Nilai terendah Nilai tertinggi Rata-rata


Dana otonomi khusus 8.37 96.71 24.73
Dana alokasi umum 38.31 141.27 87.07
Pertumbuhan ekonomi 1.90 19.75 7.36
Indeks pembangunan 52.97 78.36 65.11

manusia
Dana Otonomi Khusus berkisar antara 8.37 (Kab. Sorong tahun 2010)

hingga 96.71 (Kab. Raja Ampat tahun 2006) dengan rata-rata 24.73. Dana

Alokasi Umum berkisar pada nilai 38.31 (Kab. Teluk Bintuni tahun 2015)

hingga 141.27 (Daerah Kab. Sorong tahun 2010) dengan rata-rata sebesar

87.07. Pertumbuhan Ekonomi berkisar pada nilai 1.90 (Kab. Raja Ampat

tahun 2015), sampai dengan 19.75 (Teluk Wondama tahun 2007), dengan

rata-rata 7.36. Indeks Pembangunan Manusia berkisar antara 52.97 (Kab.

Teluk Wondama tahun 2010) sampai dengan 78.36 (Kab. Fak-Fak tahun

2012) dengan rata-rata 65.11. Hasil pengujian statistik deskriptif setiap

variabel dibahas pada sub bab berikut :

5.2.1. Dana Otonomi Khusus (DOK)

Dana transfer dari pemerintah pusat berupa DOK mendapat perhatian

khusus dalam pelaksanaan otonomi daerah. Hasil analisis deskriptif

Dana Otonomi Khusus (DOK) secara lengkap dapat dijelaskan

bahwa pada tahun 2006-2015 DOK tertinggi diterima oleh Kabuaten

Teluk Bintuni sebesar Rp. 514.688.000.000,- dan DOK terendah

diterima oleh Kota Sorong pada Tahun 2010 sebesar Rp.

23.918.000.000,-. Perkembangan penerimaan DOK di Propinsi

Papua Barat dari Tahun 2006 – 2015 ditunjukkan pada table 5.2
57

Tabel 5.2 Penerimaan DOK 8 Kabupaten/Kota di Propinsi


Papua Barat Tahun 2006 – 2015 (dalam jutaan
rupiah)

Teluk Teluk Raja Sorong Kota


Tahun Kaimana Fak-fak Sorong
Wondama Bintuni Ampat Selatan Sorong
2006 54.731 60.000 60.000 60.000 50.000 56.481 52.656 53.563
2007 57.442 60.000 70.000 85.779 58.530 84.279 55.264 56.217
2008 61.107 60.000 59.824 59.280 58.531 118.867 66.890 94.975
2009 62.459 125.000 63.641 122.215 62.266 132.251 72.542 59.804
2010 53.307 125.000 64.996 70.000 67.222 99.844 23.918 60.000
2011 57.151 97.000 62.328 77.500 82.375 64.192 49.381 65.000
2012 64.085 78.000 56.509 63.077 97.997 70.500 73.150 66.000
2013 68.952 99.125 74.924 75.026 130.220 107.540 97.054 79.039
2014 88.519 349.776 107.101 105.029 163.155 144.210 97.100 209.471
2015 61.229 514.638 116.103 101.250 176.458 157.159 169.592 280.215
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan

Berdasarkan tabel 5.2 dapat disajikan gambar berkaitan dengan

rata-rata Dana Otonomi Khusus selama periode tahun 2006 sampai

dengan 2015.

Gambar 5.1 Grafik rata-rata DOK Kabupaten Kota di Provinsi


Papua Barat

Rata - Rata DOK/Kab/Kota


Sumber : Data Sekunder Diolah, 2017
180,000
160,000
140,000
120,000
100,000
80,000
60,000 rata - rata
40,000 DOK/kab/kota
20,000
-
58

Hasil analisis deskriptif Dana Otonomi Khusus (DOK) secara lengkap

pada setiap daerah dapat dilihat pada gambar 5.1 bahwa pada

daerah Kab. Teluk Bintuni memiliki rata- rata tertinggi kemudian diikuti

oleh Kabupaten Fak –fak dan Kabupaten Sorong sebesar

156.854,103.532,102.428 (dalam jutaan rupiah) sedangkan

Kabupaten Teluk Wondama memiliki rata-rata terendah sebesar

62.898.

Gambar 5.2 Grafik Rata - rata DOK Tahun 2006 - 2015

Rata - Rata DOK/Tahun


250000

200000

150000
rata - rata
100000
DOK/tahun

50000

Sumber : Data Sekunder Diolah, 2017

Berdasarkan gambar 5.2 dapat dilihat rata – rata penerimaan DOK

pada delapan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat selama 10 tahun.

Rata – rata penerimaan tertinggi terjadi pada Tahun 2015 yaitu 197.081

dan terendah pada Tahun 2006 yaitu 55.928.


59

5.2.2. Dana Alokasi Umum (DAU)

Hasil analisis deskriptif Dana Alokasi Umum (DAU) secara lengkap

dapat dijelaskan bahwa penerimaan DAU tertinggi terjadi pada

tahun 2015 yakni sebesar R p . 628.893.000.000,- di Kabupaten

Fak- fak dan penerimaan DAU terendah terjadi pada Tahun 2010

sebesar R p . 157.831.000.000,- d i K abu pat en So r ong Se la tan .

T o ta l penerimaan variabel Dana Alokasi Umum (DAU) pada 8

Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2006 -2015 dapat

dilihat pada Tabel 5.4 berikut :

Tabel 5.3 Penerimaan DAU Kabupaten/Kota Provinsi Papua


Barat (dalam jutaan rupiah)

Teluk Teluk Raja Sorong Kota Kab


Tahun Kaimana Fak-fak
Wondama Bintuni Ampat Selatan Sorong Sorong

2006 179.608 281.900 228360 363532 293520 281900 209.558 258.373


2007 209.232 287.441 264871 383109 336310 333914 240.153 261.519
2008 236.404 344.625 296124 418029 361450 378.324 238.951 272.373
2009 213.954 343.393 314053 267508 353361 361.815 239.515 327.413
2010 236.896 324.026 314196 157831 346855 358.623 238.204 228.170
2011 270.182 391.765 272442 255252 392068 404.104 284.786 360.930
2012 318.113 472.544 454891 312713 444834 479.792 350.960 414.441
2013 351.726 550.845 486042 335483 499598 541.068 392.495 465.670
2014 373.040 576.627 591036 396040 561573 628.893 420.364 473.691
2015 315.284 514.638 604040 404799 579512 641.657 439.065 444.368
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan

Berdasarkan tabel 5.4 dapat disajikan gambar berkaitan dengan rata-

rata Dana Alokasi Umum (DAU) 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Papua

Barat
60

Gambar 5.3 Grafik rata – rata penerimaan DAU 8 Kabupaten


/Kota di Provinsi Papua Barat

Rata - Rata DAU/Kab/Kota


500,000
400,000
300,000
200,000
rata - rata
100,000 DAU/kab/kota
-

Sumber : Data Sekunder Diolah, 2017

Rata – rata penerimaan DAU dapat dilihat pada gambar 5.3 bahwa

rata-rata penerimaan tertinggi terdapat di Kabupaten Fak–fak,

Kaimana dan Teluk Bintuni yaitu sebesar 441.009,416.908 dan

408.780,sedangkan rata–rata penerimaan terendah terdapat di

Kabupaten Teluk Wondama 270.444.

Gambar 5.4 Grafik rata-rata DAU Tahun 2006 -2015

Rata - Rata DAU/Tahun


600000
500000
400000
300000 rata - rata
DAU/tahun
200000
100000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: data diolah 2017
61

Berdasarkan gambar 5.4 dapat dilihat rata – rata penerimaan DAU

pada delapan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat selama 10

tahun. Rata– rata penerimaan tertinggi terjadi pada Tahun 2014 yaitu

502.658 dan terendah pada Tahun 2006 yaitu 262.094.

5.2.3. Pertumbuhan Ekonomi (PE)

Hasil analisis deskriptif Pertumbuhan Ekonomi (PE) secara lengkap

dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi 2014 di

Kota Sorong yaitu sebesar 12,10% sedangkan laju pertumbuhan

ekonomi terendah sepanjang Tahun 2006 -2015 terjadi pada Tahun

2015 pada Kabupaten Raja Ampat. Statistik deskriptif variabel

Pertumbuhan Ekonomi (PE) pada setiap tahun dapat dilihat pada

Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Hasil Analisis Deskriptif Indikator PE Tiap Tahun

Teluk Teluk Raja Sorong Kota Kab


Tahun Kaimana Fak-fak
Wondama Bintuni Ampat Selatan Sorong Sorong
2006 8,97 9,18 2,20 8,71 7,69 6,82 7,77 5,48
2007 9,75 11,28 2,74 8,67 8,38 6,42 6,57 6,73
2008 6,91 11,75 2,23 6,23 7,09 6,29 7,44 7,03
2009 3,67 7,41 2,75 6,45 8,97 6,91 7,78 7,05
2010 4,42 5,90 4,18 6,71 8,65 7,84 8,58 6,75
2011 10,64 6,35 7,03 7,57 7,92 6,98 6,54 4,20
2012 7,52 2,73 8,51 7,11 9,51 7,29 9,65 6,80
2013 7,20 6,12 6,09 6,75 7,14 8,44 11,83 6,87
2014 5,20 2,42 6,68 7,17 5,45 7,53 12,10 6,32
2015 3,68 2,85 1,90 6,37 4,38 7,66 10,19 5,50
Sumber : Data Sumber : BPS Provinsi Papua Barat
62

Berdasarkan tabel 5.6 dapat disajikan gambar berkaitan dengan

rata-rata Pertumbuhan Ekonomi kabupaten /kota di Provinsi Papua

Barat.

Gambar 5.5 Grafik rata-rata PE Kab/Kota di Provinsi Papua Barat

Rata - Rata PE/Kab/Kota


10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00 rata - rata
3.00 PE/Kab/kota
2.00
1.00
0.00

Sumber : BPS Papua Barat, data diolah 2017

Rata – rata Pertumbuhan Ekonomi tertinggi pada delapan

kabupaten/kota di provinsi Papua Barat yaitu kota sorong, kaimana

dan Fak – fak dengan nilai 8,85 % ,7,52 %, dan 7, 22%. Sedangkan

rata – rata pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di kabupaten

Raja Ampat sebesar 4,43 %. Gambar 5.6 akan menunjukkan grafik

rata – rata pertumbuhan ekonomi di kabupaten /kota di Provinsi

Papua Barat selamat Tahun 2006 – 2015.


63

Gambar 5.6 Grafik rata-rata PE Tahun 2006 - 2015

Rata - Rata PE/Tahun


8
7
6
5
4
3 rata - rata
PE/tahun
2
1
0
2006200720082009201020112012201320142015

Sumber : Data Sekunder Diolah, 2017

Gambar 5.6 menunjukkan Rata – rata pertumbuhan ekonomi

tertinggi di Provinsi Papua Barat selama sepuluh tahun dimulai dari

Tahun 2006 -2015 terjadi di Tahun 2007 yaitu sebesar 7,57 % dan

terendah terjadi pada Tahun 2015 sebesar 6,32 %.

5.2.4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Hasil analisis deskriptif Indeks Pembangunan Manusia secara

lengkap dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2012 K a b u p a t e n

F a k – f a k memiliki IPM tertinggi yakni sebesar 78,36.% Tahun

2010 Kabupaten Teluk Wondama memiliki IPM terendah sebesar

52,97% Statistik deskriptif variabel Indeks Pembangunan Manusia

pada setiap tahun dapat dilihat pada Tabel 5.8.


64

Tabel 5.8 Hasil Analisis Deskriptif Indikator IPM Tiap Tahun

Teluk Teluk Raja Sorong Kota


Tahun Kaimana Fak-fak Sorong
Wondama Bintuni Ampat Selatan Sorong

2006 62,48 62,93 62,27 63,88 67,11 68,31 74,89 66,2


2007 63,4 63,4 62,47 65,38 68,8 69,58 75,59 67,21
2008 64,79 65,29 65,46 65,77 76,52 70,24 76,52 67,82
2009 65,27 65,29 66,20 66,09 76,84 70,80 76,84 68,5
2010 52,97 56,99 67,19 66,31 77,18 60,95 71,96 57,56
2011 53,74 57,87 67,67 66,59 77,72 61,94 72,8 58,56
2012 54,69 58,84 68,70 66,83 78,36 62,56 73,89 59,16
2013 55,65 57,73 60,36 57,73 60,36 64,29 74,96 60,36
2014 56,27 58,24 60,86 58,24 61,07 64,73 75,78 60,86
2015 56,24 58,6 61,23 58,6 61,33 64,92 75,91 61,23
Sumber : BPS Provinsi Papua BArat

Berdasarkan tabel 5.8 dapat disajikan gambar berkaitan dengan

rata-rata Indeks Pembangunan Manusia selama periode tahun 2006

sampai dengan 2015.

Gambar 5.7 Grafik rata-rata IPM Kab/kota di Provinsi Papua Barat

Rata - Rata IPM/Kab/Kota


80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00 rata - rata
20.00 IPM/kab/kota
10.00
0.00

Sumber : data diolah 2017


65

Rata – rata IPM tertinggi terjadi di Kota Sorong, Kaimana dan fak –

fak yaitu 74,91%, 70,53% dan 65,83%. Sedangkan rata – rata IPM

terendah terjadi di Kabupaten Teluk Wondama yaitu 58,55%.

Gambar 5.8 Grafik rata-rata IPM Tahun 2006 - 2015

Rata - Rata IPM/Tahun


72
70
68
66
64 rata - rata
IPM/tahun
62
60
58
56
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2017

Hasil analisis deskriptif Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara

lengkap pada setiap daerah dapat dijelaskan bahwa pada Tahun

2009 memiliki rata-rata tertinggi yakni sebesar 69,48%. rata-rata

terendah sebesar 61,43 di Tahun 2013.

5.3. Hasil Analisis Inferensial

Dalam penelitian ini peneliti menduga bahwa Pertumbuhan Ekonomi (Y1)

dipengaruhi oleh Dana Otsus (X1) dan Dana Alokasi Umum (X2),

sedangkan IPM (Y2) dipengaruhi oleh Dana Otsus (X1) dan Dana Alokasi

Umum (X2) dan Pertumbuhan Ekonomi (Y1). Oleh karenanya model untuk
66

hipotesis digunakan model persamaan struktural dengan Two Stage Least

Square (2SLS). Untuk melakukan analisis dengan metode 2SLS, sebelum

memasuki tahap analisis 2SLS, setiap persamaan harus memenuhi

persyaratan identifikasi karena apabila model tidak teridentifikasi,

parameter-parameternya tidak bisa diestimasi.

5.3.1. Pengujian Uji Asumsi Model TSLS

Dalam model Persamaan Struktural (TSLS), terdapat beberapa

asumsi yang harus dipenuhi sebagai berikut (Ghozali, 2006, hal 91):

1. Asumsi Non Multikolinieritas

Pengujian asumsi non multikolinieritas bertujuan untuk menguji

apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar varibel

bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi antar variabel independen. Jika variabel

independen saling berkorelasi, variabel-variabel ini tidak

ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang

nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan

nol. Multikolinearitas dapat dilihat jika: Multikolinearitas dapat

dilihat dari 1) Nilai tolerance dan lawannya 2) Variance Inflation

Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel

independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen

lainnya. Tolerence mengukur variabilitas variabel independen

yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen

lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF

tinggi (VIF = 1/Tolerance). Nilai cut off yang umumnya dipakai

untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance

< 0,1 atau sama dengan nilai VIF > 10. Hasil pengujian asumsi
67

non multikolinieritas dijelaskan pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11 Uji Asumsi Non Multikolineritas

Variabel
Variabel Dependen VIF Kesimpulan
Independen
Dana Otonomi Non
1.000
Pertumbuhan Khusus (X1) Multikolinieritas
Ekonomi
Dana Alokasi Non
(Y1) 1.000
Umum (X2) Multikolinieritas

Dana Otonomi Non


2.095
Khusus (X1) Multikolinieritas
Indeks
Dana Alokasi Non
Pembangunan 1.499
Umum (X2) Multikolinieritas
Manusia
(Y2) Pertumbuhan Non
2.005
Ekonomi (Y1) Multikolinieritas

Dari tabel di atas terlihat nilai VIF < 10, artinya tidak terjadi

multikolinieritas dalam hasil model persamaan struktural (TSLS).

Hal ini mengindikasikan bahwa antar variabel independen pada

penelitian ini, yaitu Dana Otonomi Khusus (X1) dan Dana Alokasi

Umum (X2) saling bebas; serta Dana Otonomi Khusus (X1),

Dana Alokasi Umum (X2), dan Pertumbuhan Ekonomi (Y1)

saling bebas.

2. Asumsi Non Autokorelasi

Pengujian asumsi non autokorelasi bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi,

dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2006, hal 95).

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan


68

sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini

timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari

suatu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik

adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk menguji ada

tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson

(du<d<4-du). Hasil pengujian asumsi non autokorelasi ditunjukkan

pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Uji Asumsi Non Autokorelasi

Durbin-
Variabel Variabel
Watson Du 4-du Kesimpulan
Dependen Independen
(d)

Dana Otonomi
Pertumbuhan Khusus (X1) Non
1.623 1.54 2.46
Ekonomi (Y1) Autokorelasi
Dana Alokasi
Umum (X2)

Indeks
Pertumbuhan Non
Pembangunan
Ekonomi (Y1) 1.412 1.52 2.48 Autokorelasi
Manusia (Y2)

Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa nilai Durbin-Watson

kedua model berada diantara batas du<d<4-du sehingga tidak

terdapat autokorelasi pada hasil model persamaan struktural

(TSLS). Hal ini mengindikasikan residual (kesalahan

pengganggu) bersifat bebas.

3. Asumsi Homoskedastisitas (Non Heteroskedastisitas)

Pengujian asumsi homoskedastisitas bertujuan menguji apakah

dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari

residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang


69

lain tetap, maka disebut homokedasitas dan jika berbeda

disebut Heterokedesitas. Model regresi yang baik adalah yang

homokedasitas atau tidak terjadi Heterokedasitas. Uji Breusch-

Pagan-Godfrey dapat dipergunakan untuk menguji model tidak

mengandung Heterokedastisitas, dengan meregresikan nilai

residual kuadrat terhadap variabel independen. Apabila nilai

probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan 5%, dapat

disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya

heterokedstisitas (Ghozali, 2006:105). Hasil pengujian asumsi

homoskedastisitas ditunjukkan pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13 Uji Asumsi Homoskedastisitas

Variabel
Variabel Dependen Sig. Kesimpulan
Independen
Kuadrat residual dari Dana Otonomi
regrasi dengan variabel Khusus (X1) 0.555 Homoskeadstisitas
independen
Pertumbuhan Ekonomi Dana Alokasi Non
(Y1) Umum (X2) 0.009 Homoskedastisitas

Kuadrat residual dari


regrasi dengan variabel
Pertumbuhan
independen Indeks 0.932 Homoskeadstisitas
Ekonomi (Y1)
Pembangunan Manusia
(Y2)

Berdasarkan Tabel di atas bahwa semua variabel independen

memiliki nilai Sig. (p-value) > 0.05 sehingga asumsi

homoskedastisitas (non heteroskedastisitas) terpenuhi. Hal ini

mengindikasikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

kuadrat residual dengan variabel independen dalam model

persamaan struktural (TSLS).


70

4. Asumsi Normalitas

Pengujian asumsi normalits bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki

distribusi normal. Uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar,

uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil

(Ghozali, 2006:110). Cara untuk mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Sig Kolmogorov-Smirnov > 0.05,

maka asumsi normalitas terpenuhi. Hasil pengujian asumsi

normalitas ditunjukkan pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14 Uji Asumsi Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Variabel Variabel
Sig. Kesimpulan
Dependen Independen

Dana Otonomi
Khusus (X1) Galat
Pertumbuhan Berdistribusi
Dana Alokasi 0.156
Ekonomi (Y1) normal
Umum (X2)
Indeks Galat
Pertumbuhan
Pembangunan Berdistribusi
Ekonomi (Y1) 0.564
Manusia (Y2) normal

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Sig.

semua model > 0.05 sehingga asumsi normalitas terpenuhi. Hal

ini mengindikasikan bahwa galat dari kedua model persamaan

struktural (TSLS) berdistribusi normal.


71

5.3.2. Pengujian Hipotesis Dalam Model Persamaan Struktural (TSLS)

hasil goodness of fit model memperlihatkan model layak, dan semua

asumsi non terpenuhi, sehingga hasil model persamaan struktural

(tsls) dapat digunakan untuk pengujian hipotesis hubungan antar

variabel. hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut. adanya

pengaruh yang signifikan terlihat jika nilai sig < 0.05. data yang

dianalisis dilakukan transformasi ln karena data sebelum

ditransformasi tidak memenuhi asumsi normalitas.

hasil pengujian hipotesis data transformasi dalam model

persamaan struktural ditunjukkan pada tabel.


72

Tabel 5.15 Hasil First Model Persamaan Struktural (Tsls)

Variabel Variabel
Koefisie n T Sig t Ket
Dependen Independen

Ln Konstanta -4.165 - 103.746 0.000

Ln Dana
Otonomi
0.616 142.231 0.000 Signifikan
Khusus (lnX1)
Pertumbuhan
Ekonomi (Y1) Ln Dana
Alokasi Umum
0.938 114.704 0.000 Signifikan
(lnX2)
ttabel = 1.96

R Square = 0.998

Fhitung = 16986.054

Sig F = 0.000

Ftabel = 3.196

Konstanta 2.004 149.960 0.000

Ln Dana
Otonomi
Ln Indeks 0.183 195.869 0.000 Signifikan
Khusus (lnX1)
Pembangunan
Manusia (lnY2) Ln Dana
Alokasi Umum
0.359 128.033 0.000 Signifikan
(lnX2)
ttabel = 1.96

R Square = 0.998

Fhitung = 19858.008

Sig F = 0.000

Ftabel = 3.196
73

Berdasarkan hasil analisis first model diperoleh model persamaan

sebagai berikut.

Y1 4.165 0.616 ln X 1 0.938 ln X 2 u1 (5.3.1)

Tabel 5.16 Hasil Second Model Persamaan Struktural (TSLS)

Variabel Variabel Koefisie


T Sig t Ket
Dependen Independen n

Konstanta 3.508 640.749 0.000 Signifikan


Indeks
Pembangunan Predicted
Manusia (Y2) Pertumbuhan
0.344 96.370 0.000 Signifikan
Ekonomi (Y1)
ttabel = 1.96

R Square = 0.990

Fhitung = 9287.085

Sig F = 0.000

Ftabel = 3.962

Pada pembentukan model dengan pendekatan Two Stage Least

Square (TSLS) dilakukan dengan pembentukan reduced form.

Adapun model persamaan struktural ada dua yaitu:

Y1  f ( X 1 , X 2 ) (5.1.1)
Y2  f (Y1 ) (5.1.2)

eY1 X 1 X 2 eu1 (5.2.1)


0 1 2 1

eY2  0e1 1Y1 u2 (5.2.2)


74

Sehingga persamaan struktural dengan transfromasi Ln menjadi

sebagai berikut.

Y1 ln  0 1 ln X 1 2 ln X 2 u1 (5.3)

Selanjutnya subtitusi nilai estimasi persamaan Y1 (hasil first model)

pada persamaan Y2 seperti berikut::

Y2 ln  0 1 (ln 0 1 ln X1 2 ln X 2 u1 ) u2

(ln  0 1 ln 0 ) 11 ln X1  12 ln X 2 (1u1 u2 )

0 1 ln X1  2 ln X 2 v1

Sehingga diperoleh model persamaan reduced form yaitu:

Y2  0 1 ln X1  2 ln X 2 v1 (5.4)

di mana:

0 ln  0 1 ln 0

1 11

 2  12

v1 1u1 u2

Persamaan regresi model struktural yang diperoleh berdasarkan

hasil analisis sebagai berikut:

Y2  3.508 0.344 (4.165 0.616 ln X1 0.938 ln X 2 u1) u2


 {3.508 (0.344)(4.165)}  {(0.344)(0.616) ln X 1
(0.344)(0.938) ln X 2 (0.344u1 u2 )
  2.075 0.212ln X 1 0.323 ln X 2 v1
75

Sehingga diperoleh model persamaan reduced form yaitu:

Y2 2.075 0.212 ln X 1 0.323 ln X 2 v1 (5.4)

Berdasarkan hasil analisis didapatkan model persamaan

struktural sebagai berikut:

Persamaan 1: Y1 4.165 0.616 ln X 1 0.938 ln X 2 u1

Persamaan 2: Y2 2.075 0.212 ln X 1 0.323 ln X 2 v1

dimana, Y1 = Pertumbuhan Ekonomi

Y2 = Indeks Pembangunan Manusia

X1 = Dana Otonomi Khusus

X2 = Dana Alokasi Umum

Secara grafis pengujian pengaruh hubungan antar variabel digambarkan pada

Gambar 5.9.

Dana
Otonomi
Khusus (X1)

0.212
0.34 Indeks
Pertumbuhan Pembangunan
4
Ekonomi (Y1)
0.32 Manusia (Y2)
3
Dana
Alokasi
Umum (X2)
76

Gambar 5.9 Model Persamaan Struktural (TSLS)

Pertama, pengujian secara simultan atau identik dengan uji overall model fit

didasarkan pada nilai f-hitung. pengujian overall model fit dilakukan dengan

membandingkan nilai fhitung dengan ftabel dimana jika nilai fhitung lebih

besar dari nilai ftabel atau nilai signifikansi lebih kecil dari alpha (0.05) maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan dari variabel

independen terhadap variabel dependen. pertama, hasil analisis pada

pengujian pengaruh dana otonomi khusus dan dana alokasi umum terhadap

pertumbuhan ekonomi memperlihatkan bahwa nilai fhitung sebesar 16986.054 >

ftabel (3.196) dan nilai signifikansi sebesar 0.000 < 0.05, artinya terdapat

pengaruh secara simultan antara dana otonomi khusus (x1) dan dana alokasi

umum (x2) terhadap pertumbuhan ekonomi (y1) artinya, jika ada perubahan

dari nilai dana otonomi khusus (x1) dan dana alokasi umum (x2) akan

berakibat pada perubahan pada pertumbuhan ekonomi (y1). koefisien

determinasi pada persamaan model pertama diperoleh 0.998 menunjukkan

bahwa variabel dana otonomi khusus, dan dana alokasi umum dapat

menjelaskan variabilitas model sebesar 99.8%, sedangkan 0.2% dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.

Pengujian pengaruh dana otonomi khusus dan dana alokasi umum terhadap

pertumbuhan ekonomi. hasil pengujian parsial antara dana otonomi khusus

terhadap pertumbuhan ekonomi diperoleh koefisien sebesar 0.616, dengan nilai

t-stat sebesar 142.231 dan signifikansi 0.000. mengingat nilai mutlak t-stat >

1.96 dan signifikansi < 0.05 sehingga pengaruh dana otonomi khusus terdahap

pertumbuhan ekonomi signifikan. estimasi parameter pada dana otonomi khusus

bernilai positif menunjukkan bahwa jika dana otonomi khusus tinggi maka
77

pertumbuhan ekonomi juga tinggi, sebaliknya jika dana otonomi khusus rendah

maka pertumbuhan ekonomi juga rendah. hasil pengujian parsial antara dana

alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi diperoleh koefisien sebesar

0.938, dengan nilai t-stat sebesar 114.704 dan signifikansi 0.000. mengingat nilai

mutlak t-stat > 1.96 dan signifikansi < 0.05 sehingga pengaruh dana alokasi

umum terhadap pertumbuhan ekonomi signifikan. estimasi parameter pada dana

alokasi umum bernilai positif menunjukkan bahwa jika dana alokasi umum tinggi

maka pertumbuhan ekonomi juga tinggi, sebaliknya jika dana alokasi umum

rendah maka pertumbuhan ekonomi juga rendah. Sehingga hipotesis yang pertama

(H1) diterima

Kedua, hasil analisis pada pengujian pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap

indeks pembangunan manusia memperlihatkan bahwa nilai fhitung sebesar

9287.085 > ftabel (3.962) dan nilai signifikansi sebesar 0.000 < 0.05, artinya

terdapat pengaruh secara simultan antara pertumbuhan ekonomi (y1) terhadap

indeks pembangunan manusia (y2). artinya, jika ada pertumbuhan ekonomi (y1)

akan berakibat pada perubahan pada indeks pembangunan manusia (y2).

koefisien determinasi pada persamaan model pertama diperoleh 0.990

menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi dapat menjelaskan

variabilitas model sebesar 99.0%, sedangkan 1.0% dijelaskan oleh variabel lain

yang tidak dimasukkan dalam model.

Untuk mengetahui lebih detil bentuk hubungan antara masing-masing variabel,

diperlukan pengujian secara parsial pada setiap variabel menggunakan uji t. hasil

pengujian secara parsial disajikan sebagai berikut:

pengujian pengaruh dana otonomi khusus dan dana alokasi umum terhadap

indeks pembangunan manusia. hasil pengujian parsial antara dana otonomi


78

khusus terhadap indeks pembangunan manusia diperoleh koefisien sebesar

0.183, dengan nilai t-stat sebesar 195.869 dan signifikansi 0.000. mengingat

nilai mutlak t-stat > 1.96 dan signifikansi < 0.05 sehingga pengaruh dana

otonomi khusus terdahap indeks pembangunan manusia signifikan. estimasi

parameter pada dana otonomi khusus bernilai positif menunjukkan bahwa jika

dana otonomi khusus tinggi maka indeks pembangunan manusia juga tinggi,

sebaliknya jika dana otonomi khusus rendah maka indeks pembangunan

manusia juga rendah. hasil pengujian parsial antara dana alokasi umum terhadap

indeks pembangunan manusia diperoleh koefisien sebesar 0.359, dengan nilai t-

stat sebesar 128.033 dan signifikansi 0.000. mengingat nilai mutlak t-stat > 1.96

dan signifikansi < 0.05 sehingga pengaruh dana alokasi umum terdahap indeks

pembangunan manusia signifikan. estimasi parameter pada dana alokasi umum

bernilai positif menunjukkan bahwa jika dana alokasi umum tinggi maka indeks

pembangunan manusia juga tinggi, sebaliknya jika dana alokasi umum rendah

maka indeks pembangunan manusia juga rendah. Pengujian pengaruh tidak

langsung dana alokasi umum dan dana otonomi khusus terhadap indeks

pembangunan manusia melalui pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan uji

sobel di tunjukkan tabel berikut.

Tabel 5.17 Uji Sobel Pengaruh Tidak Langsung

Variabel Variabel Variabel


Koefisien p-value
Independen Perantara Dependen
Indeks
Dana Otonomi Pertumbuhan
Pembangunan
Khusus Ekonomi 0.323 0.000
Manusia
Indeks
Dana Alokasi Pertumbuhan
Pembangunan
Umum Ekonomi 0.212 0.000
Manusia
79

Hasil pengujian pengaruh tidak langsung yaitu:

Pertama, variabel Dana Otonomi Khusus (X1) terhadap Indeks Pembangunan

Manusia (Y2) melalui Pertumbuhan Ekonomi (Y1) diperoleh dari hasil kali antara

koefisien pengaruh langsung antara variabel Dana Otonomi Khusus (X1)

terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y1) sebesar 0.616 (signifikan) dengan

koefisien pengaruh langsung antara variabel Pertumbuhan Ekonomi (Y1)

terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Y2) sebesar 0.344 (signifikan).

Sehingga diperoleh pengaruh tidak langsung sebesar 0.212. Karena kedua

pengaruh langsung adalah signifikan, maka pengaruh tidak langsung juga

signifikan. Karena koefisien bertanda positif, dapat disimpulkan hubungan antara

keduanya searah. Artinya, semakin tinggi Pertumbuhan Ekonomi, akan

mengakibatkan semakin tinggi pula pengaruh Dana Otonomi Khusus terhadap

Indeks Pembangunan Manusia.

Hasil pengujian pengaruh tidak langsung variabel Dana Alokasi Umum (X2)

terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Y2) melalui Pertumbuhan Ekonomi

(Y1) diperoleh dari hasil kali antara koefisien pengaruh langsung antara variabel

Dana Alokasi Umum (X2) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y1) sebesar 0.938

(signifikan) dengan koefisien pengaruh langsung antara variabel Pertumbuhan

Ekonomi (Y1) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Y2) sebesar 0.344

(signifikan). Sehingga diperoleh pengaruh tidak langsung sebesar 0.323. Karena

kedua pengaruh langsung adalah signifikan, maka pengaruh tidak langsung juga

signifikan. Karena koefisien bertanda positif, dapat disimpulkan hubungan antara

keduanya searah. Artinya, semakin tinggi Pertumbuhan Ekonomi, akan

mengakibatkan semakin tinggi pula pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap

Indeks Pembangunan Manusia. Sehingga hipotesis yang kedua (H2) diterima.


80

5.4. Pembahasan

5.4.1. Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Umum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Hasil pengujian pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana

Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Terdapat pengaruh

simultan yang signifikan antara Dana Otonomi Khusus dan Dana

Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Nilai F hitung

sebesar 16986,054 > F table 3,196, dengan nilai signifikan sebesar

0,0000 < 0,05 artinya jika proporsi Dana Otonomi Khusus dan

Dana Alokasi Umum naik maka presentase Pertumbuhan Ekonomi

juga meningkat. Dengan demikian hipotesis H1 pada hipotesis 1

diterima.

Hasil pengujian secara parsial pengaruh Dana Otonomi

Khusus terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 0,616

dengan nilai t-stat sebesar 142.231 dan signifikan 0,000. Estimasi

parameter pada dana otonomi khusus bernilai posistif menunjukkan

bahwa jika dana otonomi khusus tinggi maka pertumbuhan ekonomi

juga tinggi begitu juga sebaliknya. Hasil pengujian secara parsial

antara Dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi

diperoleh koefisien sebesar 0,938, dengan nilai t-stat sebesar

114,704 dan signifikan 0,000 karena nilai t-stat > daripada t table

1.96 dan signifikan < 0,05 sehingga pengaruh Dana alokasi umum

terhadap pertumbuhan ekonomi signifikan. Estimasi parameter dana

alokasi umum bernilai positif menunjukkan bahwa jika dana alokasi

umum tinggi maka pertumbuhan ekonomi juga tinggi begitu juga

sebaliknya.
81

Hal ini sejalan dengan harapan pemerintah dimana tujuan

memberikan dana perimbangan untuk membantu memperkecil jarak

antara daerah yang kaya dan miskin. DAU merupakan salah satu

dari jenis dana perimbangan untuk memberi manfaat bagi daerah

sebagai modal pelaksanaan pembangunan. Dengan tersedinya

infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan

efektivitas di berbagai sektor, sehingga produktivitas masyarakat

semakin tinggi dan pada akhirnya akan terjadi pertumbuhan

ekonomi.

Kajian dampak desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi

dapat dijelaskan melalui teori fiscal federalism yang dikemukakan

oleh Musgrave (1959) dan Oates (1972). Teori ini menjelaskan

bagaimana desentralisasi dapat memberikan pengaruh terhadap

perilaku pemerintah daerah, jika pemerintah daerah mampu

membuat peraturan tentang ekonomi local, maka campur. tangan

pemerintah pusat terhadap daerah akan dibatasi. DOK dan DAU

diberikan kepada daerah setelah adanya desentralisasi. Melalui dana

transfer dari pusat tersebut maka daerah diberikan keleluasaan

untuk mengelola dana tersebut sesuai dengan kebutuhan daerah.

Temuan ini juga memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh

Elida (2009), bahwa Dana Perimbangan berpengaruh siginifkan

positif terdahap pertumbuhan ekonomi.


82

5.4.2. Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Umum

terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pertumbuhan

Ekonomi

Pengaruh Dana Otonomi Khusus dan Dana ALokasi Umum

terhadap IPM melalui pertumbuhan Ekonomi diperoleh dari hasil kali

antara koefisien pengaruh langsung antara variabel Dana Otonomi

Khusus (X1) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y1) sebesar 0.616

(signifikan) dengan koefisien pengaruh langsung antara variabel

Pertumbuhan Ekonomi (Y1) terhadap Indeks Pembangunan

Manusia (Y2) sebesar 0.344 (signifikan). Sehingga diperoleh

pengaruh tidak langsung sebesar 0.212. Karena kedua pengaruh

langsung adalah signifikan, maka pengaruh tidak langsung juga

signifikan. Karena koefisien bertanda positif, dapat disimpulkan

hubungan antara keduanya searah. Artinya, semakin tinggi

Pertumbuhan Ekonomi, akan mengakibatkan semakin tinggi pula

pengaruh Dana Otonomi Khusus terhadap Indeks Pembangunan

Manusia.

Hasil pengujian pengaruh tidak langsung variabel Dana

Alokasi Umum (X2) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Y2)

melalui Pertumbuhan Ekonomi (Y1) diperoleh dari hasil kali antara

koefisien pengaruh langsung antara variabel Dana Alokasi Umum

(X2) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y1) sebesar 0.938 (signifikan)

dengan koefisien pengaruh langsung antara variabel Pertumbuhan

Ekonomi (Y1) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Y2)

sebesar 0.344 (signifikan). Sehingga diperoleh pengaruh tidak

langsung sebesar 0.323. Karena kedua pengaruh langsung adalah


83

signifikan, maka pengaruh tidak langsung juga signifikan. Karena

koefisien bertanda positif, dapat disimpulkan hubungan antara

keduanya searah. Artinya, semakin tinggi Pertumbuhan Ekonomi,

akan mengakibatkan semakin tinggi pula pengaruh Dana Alokasi

Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Sehingga hipotesis

2 diterima. Menurut teori desentralisasi yang dikemukakan oleh

Hayek (1945) bahwa proses pengambilan keputusan yang

terdesentralisasi akan dipermudah dengan penggunaan informasi

yang efisien karena pemerintah daerah lebih dekat dengan

masyarakatnya. Dalam konteks keuangan public, pemerintah

daerah mempunyai informasi yang lebih baik dibanding dengan

pemerintah pusat tentang kondisi daerah masing – masing,

sehingga pemerintah daerah akan lebih baik lagi dalam

pengambilan keputusan penyediaan barang dan jasa public. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa DAU dan DOK dapat menjadi

sarana bagi pemerintah daerah dalam pengalokasian anggaran

untuk penyediaan barang dan jasa public sesuai dengan kebutuhan

daerah masing–masing. Maka diharapkan pertumbuhan ekonomi di

daerah akan meningkat karena dengan adanya DAU dan DOK

maka akan terjadi pembangunan di berbagai bidang sehingga

memberikan kesempatan terbukanya pasar barang dan jasa untuk

menunjang pembangunan di daerah. Dengan adanya pembangunan

di daerah maka kesejahteraan masyarakat juga dapat tercapai

dengan meningkatnya IPM>

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Elida (2009)

bahwa Dana Perimbangan berpengaruh signifikan dan positif


84

terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga penelitian Mirza (2012)

bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaurh yang signifikan

dan positif terhadap IPM


85

BAB VI

KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan atas hasil analisis dan pembahasan pada subbab

sebelumnya, kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Terdapat pengaruh secara simultan antara Dana Otonomi Khusus dan

Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Artinya, jika ada

perubahan dari nilai Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Umum

akan berakibat pada perubahan pada Pertumbuhan Ekonomi. Secara

parsial terdapat pengaruh signifkan dan positif antara Dana Otonomi

Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Dengan demikian, semakin tinggi Dana

Otonomi Khusus atau Dana Alokasi Umum akan mengakibatkan

semakin tinggi pula Pertumbuhan Ekonomi.

2. Terdapat pengaruh tidak langsung antara Dana Otonomi Khusus dan

Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia melaui

Pertumbuhan Ekonomi. Artinya, jika ada perubahan dari nilai

Pertumbuhan Ekonomi, akan berakibat pada perubahan pengaruh Dana

Otonomi Khusus dan Alokasi Umum pada Indeks Pembangunan

Manusia. Secara parsial terdapat pengaruh signifkan dan positif antara

Dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Umum terhadap Indeks

Pembangunan Manusia melalui Pertumbuhan Ekonomi. Dengan

demikian, semakin tinggi nilai Pertumbuhan Ekonomi akan


86

mengakibatkan semakin tinggi pula pengaruh Dana Otonomi Khusus

atau Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia.


87

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Halim. 2009. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah.


EdisiTiga. Jakarta. Penerbit Salemba Empat.

Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten
dan Kota se Jawa Bali). Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik
Volume 08, No. 01, February 2007. Page 1450 -1465.

Azahari, A., 2000, “Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Indeks


Pembangunan Manusia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 15,
No. 1, 56-69.

Brata, G A., 2002, “Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional Di


Indonesia”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 7 No.2, 2002.

Baho, Yunus, 2009, Dampak Otonomi Khusus terhadap Indeks Pembangunan


Manusia di Kabupaten Sorong. Tesis Program S2 Magister Ekonomika
dan Pembangunan Universitas Gajah Mada.

Badan Pusat Statistik Teluk Wondama.

Boediono.1994. Ekonomi Moneter. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2.


BPFE : Yogyakarta.

Christy, A., dan Adi. (2009). Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia. Konferensi Nasional
UKWMS, Surabaya.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. http://www.djpk.depkeu.go.id/.

Darwanto, Y. Y. (2007). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli


Daerah, Dan Dana Aloaksi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja
Modal. Simposium Nasional Akuntansi X.

El-Din. Gamal, M, M., 2005, “Humam Development Index Adjusted For


Environmental”, Health Journal, Vol. 11 Nos 5 & 6 September, 2005.

Fauzi, G. (2013). Indeks Pembangunan Manusia Papua Terendah. Republika.

Ghozali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS (Vol. IV).
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grindle, M. S. (2007). Good Enough Governance Revisited. Development Policy


Review (Blackwell Publishing, Oxford OX4 2DQ, UK), 553-574.
88

Irianni, F., dan Ohei. (2003 ). Analisis Keuangan Daerah Provinsi Papua Dengan
Berlakunya Otonomi Khusus. Universitas Diponegoro, Semarang.

Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja


Grafindo Persada.Jakarta.

Jadikan Papua Tanah Damai. 2005. http://www.hampapua.org/skp/skp05/ info02-


2005i.pdf. 3 Agustus 2010.

Kausar. (2006). Perjalanan Desentralisasi Di Indonesia. Lemhanas.

Kementerian Keuangan. (2012). Tinjauan Ekonomi Dan Keuangan Daerah


Provinsi Papua. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

Kementerian Keuangan (2013). Deskripsi Dan Analisis Anggaran Pendapatan


Dan Belanja Daerah 2013. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

Kuncoro, Mudrajat, (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah, Erlangga,


Jakarta

Kurniadi, D., Bayu. (2012). Desentralisasi Asimetris Di Indonesia. Universitas


Gajah Mada.

Lanjouw Petter, dkk. “Poverty Education and Health in Indonesia: Who Benefits
From Public Spending”. World Bank Discussion Paper No. 339,
Washington. 2001.

McGuire. (2002). Fiscal Decentralization in Spain: An Asymmetric Transition to


Democracy. University of Illinois, Chicago.

Miharbi, L. A. (2012). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum


dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Belanja (2012), 12.

Mirza, Denni Sulistio. 2012. Pengaruh kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan


belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia di jawa tengah
tahun 2006-2009. Economics Development Analysis Journal.

Murni, Elida.2009. Pengaruh PAD, DAU dan DAK Terhadap Kinerja Keuangan Di
Kabupaten/KotaProvinsi Sumatera Barat. UniversitasAndalas. Padang

Pambudi, Eko,Wicaksono. 2013. AnalisisPertumbuhanEkonomidanFaktor-Faktor


yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di ProvinsiJawa Tengah)”, tahun
2006-2010:Jurnal

Priyanto, Andri .2009. Analisis Ketimpangan dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten”, tahun 2001-
2008:Jurnal

Saragih, Junawi, Hartasi. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Pertumbuhan Ekonomi (Studi Komperatif: Kabupaten Tapanuli Selatan
danKabupatenLangkat) Tahun 1975-2007:Jurnal
89

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta

Simanjuntak, Payaman, J. 2001. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga


Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : LPEF-UI Bima


Grafika.
Sullivan, L. (2012). Langkah-Langkah Affirmatif Dan Otonomi Khusus.
Papuaweb.

TADF. (2012). Policy Brief 2012

Republik Indonesia. (2001). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang


Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua;

Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang


Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.

Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 Tentang


Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-
Undang.

Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. PT Raja Grafindo
Persada: Jakarta

Winardito. (2005). Evaluasi Terhadap Kebijakan Pemberian Dana Otonomi


Khusus Kepada Propinsi Papua. Universitas Indonesia, Jakarta.
90

Lampiran 1. Deskriptif Statistik


91
92

Lampiran 2. First Model Persaman Struktural TSLS

Persamaan 1: lnX1, lnX2 terhadap lnY1


93

Persamaan 2: lnX1, lnX2 terhadap lnY2


94

Lampiran 3. Second Model Persamaan Struktural TSLS

A. Model Persamaan 1 : Estimasi/Predicted Y1 terhadap Y2


95

B. Pengujian Asumsi

NORMALITAS
96

AUTOKORELASI

MULKOLINIERITAS

HETEROSKEDASTISITAS
97

Lampiran 4. Perhitungan Sobel Test

Berdasarkan Output hasil pengujian dari SPSS kita dapat melakukan

pengujian sobel test dengan diawali perhitungang sebagai berikut.

1. Pengujian Pengaruh Tidak Langsung Dana Otonomi Khusus (X1) Terhadap

Indeks Pembangunan Manusia (Y2) melalui Pertumbuhan Ekonomi (Y1)

Koefisien Standard
Pengujian CR p-value
(Beta) Error
Pengaruh X1 terhadap Y1 0.616 (a) 0.004 (b) (1) (2)
Pengaruh Y1 terhadap Y2 0.344 (c) 0.004 (d) (3) (4)

Untuk kolom yang diberi angka dilakukan perhitungan sendiri pada microsoft

excel yaitu:

di mana:
𝐵𝑒𝑡𝑎
CR= dan p-value=2*(1-NORMSDIST(abs(CR)))
𝑆𝑡𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟

Sehingga perhitungan yang dilakukan di excel menjadi:

a 0.616
(1) CR    154 (Rumus excel: =kolom_a/kolom_b)
b 0.004

(2) p-value=2*(1-NORMSDIST(abs(154)))=0.000

a 0.344
(3) CR    86
b 0.004

(4) p-value=2*(1-NORMSDIST(abs(86)))=0.000

Kemudian, lakukan perhitungan pengujian Sobel test

Koefisien Standard
Pengujian CR p-value
(Beta) Error
Pengaruh X1 terhadap Y2
(5) (6) (7) (8)
melalui Y1

Untuk melakukan perhitungan sobel test adalah:

Koefisien (Beta) = a x c (Rumus excel: =kolom_a*kolom_b)

Standard Error = √(𝑎2 𝑥𝑑2 ) + (𝑐 2 𝑥𝑏2 )


98

(Rumus excel: =SQRT(kolom_a^2*kolom_d^2+kolom_b^2*kolom_c^2)

(5)
CR=
(6)

p-value = 2*(1-NORMSDIST(abs(CR)))

sehingga diperoleh perhitungan

(5) Koefisien (Beta) = a x c = 0.616 x 0.344 = 0.212

(6) Standard Error = √(0.6162 𝑥0.0042 ) + (0.3442 𝑥0.0042 ) = 0.003

0.212
(7) CR   75.085
0.003

(8) p-value=2*(1-NORMSDIST(abs(75.085)))=0.000

2. Pengujian Pengaruh Tidak Langsung Dana Alokasi Umum (X2) Terhadap

Indeks Pembangunan Manusia (Y2) melalui Pertumbuhan Ekonomi (Y1)

Koefisien Standard
Pengujian CR p-value
(Beta) Error
Pengaruh X2 terhadap Y1 0.938 (a) 0.008 (b) (1) (2)
Pengaruh Y1 terhadap Y2 0.344 (c) 0.004 (d) (3) (4)

Untuk kolom yang diberi angka dilakukan perhitungan sendiri pada microsoft

excel yaitu:

di mana:
𝐵𝑒𝑡𝑎
CR=𝑆𝑡𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 dan p-value=2*(1-NORMSDIST(abs(CR)))

Sehingga perhitungan yang dilakukan di excel menjadi:

a 0.938
(1) CR    117.25 (Rumus excel: =kolom_a/kolom_b)
b 0.008

(2) p-value=2*(1-NORMSDIST(abs(117.25)))=0.000

a 0.344
(3) CR    86
b 0.004

(4) p-value=2*(1-NORMSDIST(abs(86)))=0.000
99

Kemudian, lakukan perhitungan pengujian Sobel test

Koefisien Standard
Pengujian CR p-value
(Beta) Error
Pengaruh X2 terhadap Y2
(5) (6) (7) (8)
melalui Y1

Untuk melakukan perhitungan sobel test adalah:

Koefisien (Beta) = a x c (Rumus excel: =kolom_a*kolom_b)

Standard Error = √(𝑎2 𝑥𝑑2 ) + (𝑐 2 𝑥𝑏2 )

(Rumus excel: =SQRT(kolom_a^2*kolom_d^2+kolom_b^2*kolom_c^2)

(5)
CR= (6)

p-value = 2*(1-NORMSDIST(abs(CR)))

sehingga diperoleh perhitungan

(5) Koefisien (Beta) = a x c = 0.938 x 0.344 = 0.323

(6) Standard Error = √(0.9382 𝑥0.0042 ) + (0.3442 𝑥0.0082 ) = 0.005

0.323
(7) CR   69.346
0.005

(8) p-value=2*(1-NORMSDIST(abs(69.346)))=0.000

Anda mungkin juga menyukai