Anda di halaman 1dari 22

EVALUASI KAWASAN PERUMAHAN VILLA MUTIARA CIKARANG 2 DENGAN

PENDEKATAN TEORI ABRAHAM MASLOW

(Studi Kasus: Kawasan Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 Desa Sukasejati, Kecamatan
Cikarang Selatan Kabupaten Bekasi)

Disusun Oleh :

Nama : Aryo Legowo


NIM : 31202000014
Mata Kuliah : Perumahan dan Permukiman
Pengampu : Ir. Tjoek Suroso Hadi, MT

FAKULTAS TEKNIK
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 2
1.2 Rumusan Evaluasi ................................................................................................................ 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Laporan ............................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan .......................................................................................................................... 3
1.3.2 Manfaat ........................................................................................................................ 3
1.4 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................................................. 6
2.1 Pembangunan Perumahan .................................................................................................... 6
2.2 Perencanaan Perumahan ....................................................................................................... 6
2.3 Elemen Permukiman ............................................................................................................ 7
2.4 Lokasi dan Pola Perkembangan Perumahan ........................................................................ 7
2.5 Persyaratan kesehatan Perumahan dan lingkungan Pemukiman Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1 999 ....................................... 8
2.6 GSB (Garis Sempedan Bangunan) ....................................................................................... 8
BAB III METODOLOGI ........................................................................................................... 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 11
4.1 Analisis Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 ................................................................... 13
4.1.1 Analisis Fixity Of Location ....................................................................................... 13
4.1.2 Analisis Effect Of Surrounding ................................................................................. 14
4.1.3 Analisis Large Unit ................................................................................................... 15
4.1.4 Analisis Useful Life ................................................................................................... 17
4.1.5 Analisis Regulation Of Use ....................................................................................... 17
4.1.6 Analisis Lock Of Uniformity .................................................................................... 17
BAB V KESIMPULAN .............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 21

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan membaiknya situasi ekonomi masyarakat dan jumlah penduduk yang terus
bertambah, maka kebutuhan akan tempat tinggal juga meningkat. Mengingat kondisi makro
ekonomi Indonesia yang semakin membaik, maka sektor perumahan khususnya pengembang
akan semakin bersemangat untuk berinvestasi di wilayahnya, sehingga banyak bermunculan
rumah-rumah dengan berbagai bentuk dan tipe, dari kelas bawah hingga kelas atas. Kenaikan
harga tanah di Kabupaten Bekasi dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bekasi berdampak
positif terhadap perumahan di Kabupaten Bekasi, khususnya di Kecamatan Cikarang selatan
desa Sukasejati. Oleh karena itu, kualitas perumahan dan kepuasan konsumen mutlak
dilakukan oleh investor.
Perumahan adalah sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai lingkungan dimana rumah
atau tempat tinggal dilengkapi dengan prasarana lingkungan, yaitu ada sarana fisik lingkungan
dasar. Contohnya seperti penyediaan air minum, pembuangan sampah, ketersediaan listrik,
telepon, jalan, memungkinkan perumahan berfungsi sebagaimana mestinya.
Menurut UU Nomor 4 Tahun 1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian dari lingkungan di
luar kawasan lindung, baik perkotaan maupun pedesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan
pemukiman dan sebagai tempat kegiatan yang menunjang mata pencaharian dan penghidupan.
Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan permukiman dengan berbagai bentuk dan
ukuran dengan tata ruang dan lahan terstruktur, prasarana, dan sarana lingkungan. (pasal 1 ayat
3).
Pasal 4 UU Nomor 4 Tahun 1992 menyebutkan bahwa pembangunan perumahan dan
permukiman harus didasarkan pada asas kepentingan, pemerataan dan kesetaraan, koherensi
dan relevansi, kepercayaan, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan. Fasilitas adalah suatu
area atau area yang ditempati oleh satu orang atau sekelompok orang. Permukiman memiliki
hubungan yang erat dengan kondisi alam dan sosial masyarakat sekitar.
Perumahan dan permukiman merupakan unit fungsional, karena pembangunan perumahan
perlu didasarkan pada model permukiman yang komprehensif, termasuk tidak hanya
membangun fisik perumahan tetapi juga melengkapi infrastruktur lingkungan, utilitas publik
dan utilitas sosial, terutama di perkotaan, memiliki banyak masalah multi dimensi.
2
1.2 Rumusan Evaluasi
Berdasarkan latar belakang evaluasi permasalahan diatas maka yang menjadi evaluasi
adalah:
a. Fixity of Location
b. Effect Of Surounding
c. Large Unit
d. Useful Life
e. Regulation Of Use
f. Lack Of Uniformity.
1.3 Tujuan dan Manfaat Laporan
1.3.1 Tujuan
Berdasarkan rumusan evaluasi diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis
adalah untuk mengetahui hasil dari evaluasi dari perumahan Villa Mutiara Cikarang yang
terletak pada desa Sukasejati kecamatan Cikarang Selatan kabuptan Bekasi.
1.3.2 Manfaat
1. Sebagai masukan bagi developer perumahan terkait dalam mengambangkan pembangunan
perumahan dan permukiman bagi masyarakat
2. Sebagai ilmu tambahan bagi penulis terhadap perkembangan perumahan dan permukiman
pada studi lokasi kabupaten Bekasi kecamatan Cikarang Selatan desa Sukasejati

1.4 Ruang Lingkup


Desa Sukasejati merupakan desa yang terletak di kecamatan Cikarang Selatan, kabupaten
Bekasi. Desa Sukasejati memiliki luas daerah mencapai 4,6 Ha dengan koordinat Bujur
110.08052 dan koordinat Lintang -6.35446 yang secara administrasi berbatasan dengan
wilayah:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Cikarang Barat
b. Sebelah Timur : Desa Ciantra
c. Sebelah Selatan : Desa Jaya Sampurna
d. Sebelah Barat : Kecamatan Setu
Berikut akan disajikan visualisasi peta administrasi Kecamatan Cikarang Selatan dan peta
Deliniasi Kawasan Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2:

3
Peta 1.1 Peta Administrasi Desa Sukasejatti

4
Peta 1.2 Peta Deliniasi Kawasan Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2

5
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pembangunan Perumahan


Menurut UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Perumahan
adalah salah satu permukiman, baik di perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana, serta pelayanan publik melalui upaya mewujudkan rumah yang layak
huni. Penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 meliputi:
a. perencanaan perumahan;
b. pembangunan perumahan;
c. pemanfaatan perumahan; dan
d. pengendalian perumahan.
Perumahan bisa menjadi bagian dari sebuah permukiman. Perbedaan nyata antara
perumahan dan permukiman ada pada fungsinya. Pada wilayah permukiman, lingkungan
memiliki fungsi ganda, baik sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat bekerja bagi
sebagian penduduk. Adapun fungsi perumahan hanyalah sebagai tempat tinggal, bukan tempat
mencari nafkah
2.2 Perencanaan Perumahan
Perencanaan sebuah perumahan dibagi menjadi 2 lingkup yaitu Topografi dan Geografi.
Berdasarkan SNI 03-1733-2004 mengenai tata cara perencanaan lingkungan Perumahan di
perkotaan, ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktor-faktor berikut
ini :
1. Ketinggian lahan harus berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa/
penyelesaian teknis.
2. Kemiringan lahannya tidak melebihi 15% dengan ketentuan:
a) tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar- landai
dengan kemiringan 0- 8%; dan
b) diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%.
Sedangkan dari segi geografi lokasi atau letak geografis, yaitu posisi dari kawasan
perumahan terhadap kawasan lainnya, untuk menjangkau sarana yang ada disekitar area atau
radius/ruang lingkup layanan sarana

6
2.3 Elemen Permukiman
Permukiman terbentuk atas satu kesatuan antara manusia dan lingkungannya. Permukiman
merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat beberapa elemen yaitu (Suparno Sastra M.
dan Endi Marlina, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, 2006:39) .
a. Alam. Manusia.
Dalam suatu kawasan permukiman, manusia merupakan pelaku utama kehidupan,
disamping makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan, dan lain-lain. Sebagai organisme yang
paling sempurna, dalam kehidupan manusia, manusia membutuhkan berbagai hal yang
dapat menunjang keberadaannya, baik itu kebutuhan biologis (ruang, udara, suhu, dll),
perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional, dan kebutuhan akan nilai-nilai moral.
b. Masyarakat
merupakan kesatuan kelompok orang (keluarga) dalam suatu permukiman yang
membentuk suatu komunitas tertentu. Isu-isu yang terkait dengan isu-isu yang muncul
dalam masyarakat yang tinggal di kawasan pemukiman adalah: kepadatan dan komposisi
penduduk, kelompok sosial, adat dan budaya, pembangunan ekonomi, pendidikan,
kesehatan, hukum dan administrasi.
c. Bangunan atau rumah
Sebuah bangunan atau rumah adalah tempat di mana orang tinggal. Pada prinsipnya,
bangunan yang dapat digunakan selama aktivitas manusia dapat diklasifikasikan menurut
fungsinya masing-masing, yaitu: Rumah layanan masyarakat (sekolah, rumah sakit, dll),
Fasilitas taman hiburan, pusat komersial, pusat industri, pusat lalu lintas.
d. Networks
Jaringan adalah sistem buatan manusia dan alami yang menyediakan sarana untuk
berfungsinya area perumahan. Untuk sistem buatan manusia, tingkat pencapaiannya relatif,
dimana wilayah pemukiman tidak sama. Sistem buatan yang diperlukan untuk bertahan
hidup di suatu daerah meliputi sistem jaringan air bersih, sistem jaringan listrik, sistem
transportasi, sistem komunikasi, sistem drainase dan air kotor, tata letak fisik.
2.4 Lokasi dan Pola Perkembangan Perumahan
Penempatan perumahan harus mempertimbangkan jarak dari tempat kerja, pusat kota,
perbelanjaan, pendidikan, kesehatan, keselamatan, dan layanan kota. Kondisi fisik tempat
tinggal harus diperhitungkan: persyaratan fisik tanah; topografi; sumber daya alam.

7
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perkembangan perumahan adalah pewilayahan
(zoning); utilitas (utilities); faktor-faktor teknis (technical factors); lokasi (locations); estetika
(aesthetics); Pusat pertokoan, Penduduk berpenghasilan tinggi, Kawasan yang sesuai untuk
lokasi, Kegiatan pertanian, Penduduk berpenghasilan rendah, komunitas (community);
pelayanan kota (city services); dan biaya (Costs).
Kawasan pinggiran kota (urban fringe area) sebagai kawasan kegiatan pembangunan
perkotaan telah menarik minat banyak ahli di berbagai bidang keilmuan seperti geografi,
masyarakat, dan perkotaan sejak tahun 1930-an, saat istilah urban fringe pertama kali
diperkenalkan. dalam sastra. Tingkat perhatian ini terutama berfokus pada berbagai masalah
yang disebabkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran kota yang menyebabkan
perubahan material seperti perubahan penggunaan lahan, demografi, keseimbangan ekologi
dan lingkungan, kondisi sosial ekonomi.

2.5 Persyaratan kesehatan Perumahan dan lingkungan Pemukiman Menurut Keputusan


Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1 999
a. Tidak terletak pada daerah yang rawan terhadap bencana alam seperti pinggir sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
b. Tidak terletak pada daerah yang bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas
tambang;
c. Tidak terletak pada daerah yang rawan terhadap kecelakaan dan daerah kebakaran seperti
jalur pendaratan penerbangan

2.6 GSB (Garis Sempedan Bangunan)


Di dalam penjelasan Pasal 13 Undangundang No. 28 Tahun 2002, GSB memiliki
pengertian yaitu sebuah garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu
massa bangunan terhadap batas lahan yang dikuasai. Pengertian tersebut dapat disingkat bahwa
GSB adalah pembatas bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun.
Batasan atau patokan untuk mengukur besar GSB adalah as jalan, pinggir sungai, pinggir
pantai, jalur kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi. Sehingga jika rumah berada di
pinggir jalan, maka garis sempadan diukur dari as jalan sampai bangunan terluar di lahan tanah
yang dikuasai.
Faktor penentu besar GSB adalah letak lokasi bangunan itu berdiri. Rumah yang terletak
di pinggir jalan, GSB-nya ditentukan berdasarkan fungsi dan kelas jalan. “Untuk pemukiman

8
perumahan standarnya sekitar 3 - 5 m”, jelas Ir. Imam S. Ernawi, MCM., MSc. (Direktur
Direktorat Bina Teknik, Ditjen Perumahan dan Pemukiman).

9
BAB III
METODOLOGI
Dalam tulisan perumahan dan permukiman yang dibahas ini, tulisan ini digunakan
metode deskriptif dan komporatif dengan beberapa tahapan yaitu:
a. Tahap pengenalan permasalahan
Tahapan ini merupakan tahap pembahasan berupa masalah yang ada di perumahan dan
permukiman menengah kebawah dan fasilitas pendukung melakui studi pembahasan.
b. Tahap penyelesaian masalah
Pada tahapan kali ini penyelesaian masalah yang pertama adalah menentukan lokasi
sebuah perumahan dan permukiman yang di dalamnya terdapat wilayah pengembangan
pembangunan kabupaten Bekasi.
c. Tahap menganalisis eksisting
Menganalisis sebuah dampak terhadap lingkungan, pola perumahan dan permukiman dan
menentukan orientasi bangunan melalui perbandingan perumahan dan permukiman
disekitar.
d. Kesimpulan
Tahapan ini adalah hasil akhir dari evaluasi yang dilakukan

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupatenn Bekasi merupakan kota yang sedang berkembang, hal ini tidak terlepas dari
masalah penyediaan sarana hunian yakni berupa perumahan bagi permukiman. Kondisi ini
memungkinkan masyarakat untuk mencari tempat yang layak untuk hunian, kabupaten Bekasi
merupakan potensi yang sangat cocok untuk memenuhi prasarana hunian tersebut. Banyak
pembangunan perumahan yang tersebar di kabupaten Bekasi dalam beberapa tahun ini khususnya
di kecamatan Cikarang Selatan namun hanya sedikit yang dapat di katakan layak sebagai
perumahan yang ideal di kabupaten Bekasi.
Perumahan kini tidak terhindar pula dari masalah penyediaan fasilitas. Banyak lingkungan
permukiman sedang dibangun di daerah ini. Sebagian besar lingkungan permukiman menyediakan
hunian (rumah) sederhana. Pasar yang dituju para pengembang daerah ini adalah dari berbagai
kalangan seperti : Pegawai Negeri Sipil (PNS), masyarakat menengah, dan lain lain. sehingga
harga jual unit per rumah, disesuaikan dengan standart. Namun, sangat disayangkan bahwa rata-
rata lingkungan permukiman dibangun tanpa sesuai dengan persyaratan perumahan (hunian ), dan
tidak diperhatikan untuk peruntukan lahan yang akan menjadi kavling rumah, tanpa menghiraukan
kebutuhan yang menjadi standar suatu lingkungan hunian yang layak. Beberapa contoh masalah
perumahan menengah kebawah di kabupaten Bekasi, sebagai berikut :
a. Kurangnya fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau posyandu (pos pelayanan terpadu)
padahal lokasi perumahan sangat jauh dari fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit.
b. Tidak adanya fasilitas umum lainnya seperti lapangan bermain anak-anak (playground),
dimana fasilitas ini selain untuk anak-anak, juga sebagai sarana sosialisasi antar penduduk
setempat.
c. Tidak adanya fasilitas rekreasi bagi penghuni kawasan permukiman, seluruh lahan dijadikan
kavling rumah.
d. Tidak adanya tempat buang sampah yang memadai di kawasan Permukiman, sehingga
sampah-sampah berserakan dimana-mana dan seringkali memanfaatkan lahan-lahan kosong
milik orang lain sebagai tempat buang sampah.
Sebagian besar lahan hunian atau kawasan permukiman di kota lebih mengutamakan unsur
bisnis dibandingkan unsur kenyaman sebagai hunian perumahan bagi permukiman, hanya sekedar
sebagai tempat tinggal saja, bukan sebagai tempat melakukan proses kehidupan yang layak sebagai

11
manusia, dimana sosialisasi antar manusia diperlukan di suatu kawasan permukiman. Sebagai
pengembang dan arsitek harusnya memberikan sikap atau andil yang besar terhadap suatu
keberlanjutan kehidupan masyarakat.
Dari permasalahan yang timbul di atas penulis mengambil beberapa contoh Studi kasus,
dari permasalahan di perumahan Villa Mutiara Cikarang. Objek penelitian ini berada di komplek
perumahan Villa Mutiara Cikaran. Latar belakang pemilihan objek penelitian adalah dikarenakan
didalam perumahan tersebut tidak terdapat lahan bermain atau tempat bersosialisasi bagi para
penghuni perumahan tersebut, semuah lahan dijadikan kavling rumah.
Analisis Permasalahan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman kabupaten Bekasi,
Pada pelaksanaannya, beberapa masalah biasanya timbul pada proses pengembangan perumahan
dan pemukiman. Permasalahan dalam pengembangan perumahan dan pemukiman adalah sebagai
berikut:
a. Pemanfaatan lahan perumahan dan pemukiman belum sepenuhnya mengacu pada RTRW, dan
masih berorientasi pada pengembangan yang bersifat horizontal sehingga cenderung
menciptakan urban sprawling (pembangunan yang tidak terpola dengan baik) dan inefisiensi
pelayanan prasarana dan sarana.
b. Izin lokasi pemanfaatan lahan perumahan dan pemukiman melebihi kebutuhan nyata sehingga
meningkatkan luas area lahan tidur (vacant land).
c. Pemanfaatan lahan perumahan dan pemukiman belum memberikan rasa keadilan kepada
penduduk berpenghasilan rendah sehingga selalu tersingkir ke luar kota dan jauh dari tempat
kerja.
d. Pemanfaatan ruang untuk perumahan dan pemukiman belum serasi dengan pengembangan
kawasan fungsional lainnya atau dengan program sektor/fasilitas pendukung lainnya.
e. Ketidakseimbangan pembangunan desa – kota serta meningkatnya urbanisasi yang
mengakibatkan pemukiman kumuh dan berkembangnya masalah sosial di kawasan perkotaan.
f. Konflik penggunaan lahan, khususnya antara penggunaan pemukiman dengan penggunaan
kawasan lindung.
g. Kebutuhan lahan untuk pemukiman semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya
jumlah penduduk. Data menunjukkan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia menunjukkan
perkembangan yang cukup pesat dari 32,8 juta / 22,3% dari total penduduk nasional (1980),
menjadi 74 juta / 37% (1998) dan diperkirakan akan menjadi 150 juta / 60% dari total penduduk

12
nasional pada tahun 2015, dengan laju pertumbuhan penduduk kota rata-rata 4,49% (1990 –
1995).
h. Tingginya laju pertumbuhan penduduk ini akan menimbulkan kebutuhan lahan perumahan dan
pemukiman yang sangat besar, sementara kemampuan Pemerintah sangat terbatas. Menurut
catatan, hanya 15% kebutuhan perumahan yang mampu disediakan oleh pemerintah, sisanya
sebesar 85% disediakan oleh masyarakat atau swasta. Apabila pembangunan perumahan yang
dilakukan oleh masyarakat atau swasta tidak dikendalikan pengembangannya, maka akan
menimbulkan masalah besar yang mengancam kawasan lindung.
i. Tantangan terbesar dalam penataan ruang serta pembangunan perumahan dan pemukiman
adalah bagaimana memberdayakan peran masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan
perumahannya sendiri yang sehat, aman,serasi, dan produktif tanpa merusak lingkungan hidup
dan merugikan masyarakat luas.
Selain itu, permasalahan pengembangan perumahan dan pemukiman juga terkait dengan
masalah yang dihadapi prasarana dan sarananya. Diantaranya adalah :
a. Keterbatasan ketersediaan infrastruktur kota yang berkualitas,seperti listrik, air bersih, gas,
jalan, sarana transportasi, drainase,ruang public dan lain-lain.
b. Konsentrasi prasarana/sarana kota yang mengakibatkan mobilitas sosial ekonomi yang
terkonsentrasi
c. Fungsi-fungsi kawasan yang masih belum tertata sepenuhnya ke bawah.

4.1 Analisis Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2


4.1.1 Analisis Fixity Of Location
Analisis ini untuk menjelaskan bahwa lokasi lahan seharusnya mampunyai batas yang
jelas dan juga melihat kondisi sumber daya alam serta kesesuain dengan regulasi kebijakan
tata ruang.

4.1.1.1 Kejelasan Lokasi Lahan


Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 terletak pada Jalan Villa Mutiara Cikarang 2 dan
Jalan Gagak Minang Raya Desa Sukasejati Kecamtan Cikarang Selatang Kabupaten Bekasi.
Lokasi Perumahan ini terletak di dataran rendah serta kemiringan lereng yang datar sehingga
membuat kawasan perumahan ini jarang terjadi bencana yang besar seperti gempa, longsor dan

13
banjir serta jauh dari laut. Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 juga diatas oleh tembok
pembatas antara kawasan perumahan dan penduduk luar perumahan.
4.1.1.2 Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kawasan perumahan ini terletak di Desa Suka Sejati Kecamatan Cikarang Selatan
Kabupaten Bekasi yang menurut Perda Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031 Pasal 10 ayat 3
mengenai Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan Kecamatan Cikarang Selatan masuk ke
dalam sistem pelayanan PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi). Kemudian dilanjut pada ayat
7 dimana Kecamata Cikarang Selatan masuk ke dalam Wilayah Pengembangan I (WP I) yang
diarahkan sebagai fungsi utama pengembangan industri, perdagangan dan jasa, perumahan dan
permukiman, pariwisata dan penduduk kegiatan industri.
4.1.1.3 Memiliki Batas-Batas Yang Jelas
Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 memiliki batas fisik berupa adanya tembok
pembatas antara kawasan perumahan dan permukiman serta jalan yang mengelilingi sebagai
tambahan batas perumahan ini. Adapun batas-batas Kawasan Perumahan Villa Mutiara
Cikarang 2 sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kawasan Industri MM2100
Sebalah Timur : Desa Ciantra
Sebalah Selatan : Kecamatan Serang Baru
Sebelah Barat : Kecamatan Cikarang Barat

4.1.2 Analisis Effect Of Surrounding


Pengaruh adanya perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 adalah:
a) Minat warga dan masyarakat sekitar untuk menyewa ruko sebagai penunjang
perekonomian
b) Terdapat fasilitas pendidikan seperti TK dan SD serta adanya pusat perpustakaan
terbesar di Kabupaten Bekasi.
c) Sebagai hunian bagi warga yang bekerja di sektor industri karena terdapat 2 kawasan
industri besar yaitu kawasan industri Hyundai dan kawasan industri MM2100.

14
4.1.3 Analisis Large Unit
Membahas perihal luasan total dari perumahan ini, tidak jauh dari menjelaskan perihal
jenis penggunaan lahan yang ada di kawasan perumahan Villa Mutiara Cikarang 2. Luas
lahan perumahan ini adalah sekitar 28,23 Ha yang terdiri dari berbagai jenis penggunaan
lahan yang terdiri dari blok perumahan dan blok ruko. Berikut tabel perseberan jenis
penggunaan lahannya dan peta penggunaan lahan yang dibuat berdasarkan survey lokasi,
penitikan toponim eksisting melalui Google My Maps dan interpretasi citra resolusi tinggi
(CSRT):

Tabel 4.1 Tabel Jenis Penggunaan Lahan dan Luasan Pada Perumahan
Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) %
Bangunan Permukiman 16.42 58.2%
Taman RW 0.45 1.6%
Jalur Hijau 0.37 1.3%
Bangunan Peribadatan 0.41 1.4%
Perumahan Perdagangan dan Jasa 1.79 6.4%
Perdagangan dan Jasa 0.91 3.2%
Bangunan Pendidikan 0.16 0.6%
Pertanian 0.12 0.4%
Bangunan Industri 0.19 0.7%
Pekarangan 2.12 7.5%
Bangunan Olahraga 0.10 0.3%
Badan Jalan 5.19 18.4%
Total 28.23 100%
Sumber : Analisis Penulis, 2023

15
Peta 4. 1 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2

16
4.1.4 Analisis Useful Life
Analisis ini menjelaskan bahwa perumahan yang dihuni harus memberikan rasa aman
dan nyaman kepada penghuni yang tingga di perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 seperti
taman, ruang terbuka hijau dan fasilitas lengkap. Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2
memberikan fasilitas yang lengkap dengan adanya GOR, fasilitas pendidikan dan masjid.
Sistem keamanan di perumahan ini adalah 24 jam nonstop serta pada jam 12.00 malam
terdapat patrol dikawasan ini.

4.1.5 Analisis Regulation Of Use


Dalam regulasinya perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 memberikan hak atas tanah
dan peruntukannya dalam dimensi ruang. Hak yang diberikan kepada penghuni perumahan
Villa Mutiara Cikarang 2 berupa HGB (Hak Guna Bangun) dan HM (Hak Milik).

4.1.6 Analisis Lock Of Uniformity


Analisis ini membahas perihal sarana dan prasarana dari perumahan sebagai penunjang
kegiatan dan aktivitas penghuni perumahan. Tingkat kenyamanan pada kawasan perumahan
Villla Mutiara Cikarang 2 yang diberikan adalah berupa sarana seperti sarana pendidikan,
sarana peribadatan, ruang terbuka hijau hingga prasarana seperti jaringan energi listrik dan
jaringan drainase. Berikut sarana dan prasarana yang ada di kawasan perumahan ini sebagai
berikut:
4.1.6.1 Fasilitas Sarana
Sarana yang ada pada kawasan perumahan Villa Mutiara Cikarang 2 yaitu sarana pendidikan
seperti sekolah dan tempat les, sarana peribadatan seperti masjid, dan ruang terbuka hijau
seperti taman skala RT dan taman skala RW dan Banguna Olahraga Seperti GOR.
Tabel 4.2 Tabel Sample Gambar Sarana Pada Kawasan Perumahan

Sarana Pendidikan Sekolah Dasar Sarana Kesehatan Rumah Sakit

17
4.1.6.2 Fasilitas Prasarana
Adapun jenis fasilitas prasarana yang ada di kawasan Perumahan Villa Mutiara Cikarang 2
seperti jaringan energy listrik, jaringan drainase, jaringan persampahan, jaringan air bersih
dan jaringan telepon. Untuk listrik pada kawasan perumahan ini. Pada jaringan energy listrik
bersumber dari PLN, untuk jaringan air bersih bersumber dari PDAM, Jaringan drainase pada
kawasan perumahan ini adalah drainase tertutup, untuk jaringan persampahan terdapat tong
sampah disetiap rumah dan pada waktu tertentu diangkut oleh yang bersangkutan untuk
diserahkan ke TPS atau TPA dan untuk jaringan telepon melalui bawah tanah.
Tabel 4.3 Tabel Sample Gambar Prasarana Pada Kawasan Perumahan

Prasarana Jaringan Energi Listrik Prasarana Jaringan Drainase Tertutup

18
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil laporan diatas, maka kesimpulan yang diperoleh adalah, bagi para pengembang
atau pihak developer lebih memperhatikan aspek-aspek atau kriteria sebelum membangun atau
mendirikan suatu perumahan permukiman agar terciptanya fasilitas yang mewadahi bagi pengguna
atau pemakai perumahan, agar teciptanya suatu perumahan permukiman yang ideal dari segi
arsitektur dan juga aspek kesehatan. Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan
lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen
perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Kriteria keamanan,
dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan merupakan kawasan
lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik,
daerah bebas bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi;
b. Kriteria kesehatan,
dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai
pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam;
c. Kriteria kenyamanan,
dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi
(internal/eksternal, langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan
sarana lingkungan tersedia);
d. Kriteria keindahan/ keserasian/ keteraturan (kompatibilitas),
dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang
ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh rawa atau danau/ setu/ sungai/ kali
dan sebagainya;
e. Kriteria fleksibilitas,
dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan fisik/ pemekaran
lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan
prasarana; Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak
pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap
penempatan sarana dan prasarana-utilitas lingkungan; dan

19
f. Kriteria lingkungan berjati diri,
dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat
setempat, terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/ lokal setempat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1999)

Branch, C, Meilville, 1996, Perencanaan Kota Komprehensif, Yogyakarta, Indonesia;

BSNI (Badan Standart Nasional Indonesia), 03- 6967-2003/ Tentang Pedoman umum
penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (psu) Kawasan Perumahan

BSNI (Badan Standart Nasional Indonesia), 03- 6981-2004/Tata cara perencanaan lingkungan
perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan

BSNI 03-6981-2004/Persyaratan umum system jaringan dan geometrik jalan perumahan

Data Arsitek, Neufert, Ernst, Jilid I-II

Gramedia, PT, 1992, Pedoman Umum Merancang Bangunan,Jakarta, Indonesia;

Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1999)

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 34 /PERMEN/M/2006)

RTRW Kabupaten Bekasi 2011-2031

21

Anda mungkin juga menyukai