Anda di halaman 1dari 2

Dari faktor sosiodemografi, didapatkan proporsi terbanyak dari tingkat Pendidikan

adalah tamat SMA, yaitu 62% untuk stroke iskemik dan 60,8% untuk stroke hemoragik.
Tingkat pendidikan seseorang menentukan sikap orang tersebut terhadap perilaku sehat.
karena itu, seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mampu
memahami informasi kesehatan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pada penelitian ini, didapatkan penderita stroke iskemik dan hemoragik yang berusia
kurang dari 45 tahun adalah sebanyak 2,8% dan 2,5%. Hal ini berlawanan dengan teori
sebelumnya dimana seiring dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan pada pembuluh
darah yaitu berkurangnya jumlah elastin dan perubahan komposisi protein dalam matriks
ekstraseluler yang akan menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan dimulainya proses
atherosklerosis. Kemungkinan ini terjadi akibat pengaruh dari faktor-faktor risiko stroke yang
lainnya juga meningkat seperti kurangnya aktivitas fisik, buruknya pola makan yang secara
tidak langsung juga dapat meningkatkan resiko terjadinya darah tinggi, obesitas,
hiperkolesterolemia dan kencing manis pada usia muda.
Faktor risiko hipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90
mmHg, merupakan faktor risiko terbanyak pada penelitian ini dengan jumlah 79,5% untuk
stroke iskemik dan 76,8% untuk stroke hemoragik. Didukung hasil penelitian meta analisis
oleh Arif Setyo Upoyo tahun 2021, menyebutkan 80,73% penderita stroke memiliki tekanan
darah yang tidak terkontrol, dan 75,11% disebabkan karena tidak rutin minum obat.7

Pada faktor risiko diabetes melitus, ditemukan hanya 32,2% penderita stroke
iskemik dan 24,9% penderita stroke hemoargik yang menderita diabetes melitus.
Peningkatan risiko stroke iskemik ini telah terbukti sejak lama dan dipercaya terjadi
melalui mekanisme atherosklerotik.

Jumlah penderita stroke iskemik dan hemoragik yang mengalami dislipdemia pada
penelitian ini adalah sebesar 33,2% dan 24,9%. Meskipun hubungan antara profil lipid
dan penyakit jantung koroner telah terbukti.secara jelas, hubungan antara profil lipid dan
stroke masih kurang konklusif.50

Kemudian, onset stroke terbanyak pada seluruh sampel adalah akut (12 jam-14 hari)
dengan jumlah sampel sebanyak 1216 data (57,8%), dimana mayoritas derajat stroke
terbanyak pada pasien adalah sedang dengan jumlah 1304 data (62,1%). Penelitian
tersebut membagi sampel dalam 2 kelompok, onset siang pukul 06.00 – 18.00 dan onset
malam 18.00-06.00. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa penderita stroke dengan
onset malam ditemukan memiliki keparahan klinis yang lebih besar, dan kemungkinan
lebih tinggi mengalami perburukan neurologis dini selama 72 jam pertama setelah
timbulnya gejala.

Tatalaksana stroke terbanyak yang ditemukan pada penelitian ini adalah secara
konservatif sebanyak 1644 sampel (78,2%). Dengan rincian, pada stroke iskemik
didapatkan 79,2% konservatif, 18,2% operasi dan 2,4% trombolisis intravena. Tidak
ditemukan kasus stroke iskemik mendapatkan terapi trombektomi mekanik.

Adapun jumlah penderita stroke yang meninggal pada penelitian ini adalah 25,5%
pada penderita stroke iskemik dan 33,7% pada penderita stroke hemoragik. Tingkat
mortalitas stroke di RSMH yang cukup tinggi masih selaras dengan penelitian tentang
epidemiologi stroke di Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara oleh
Venketasubramanian dkk pada tahun 2017 yang menemukan bahwa dari ketiga wilayah
ini, Indonesia (193,3/100.000 orang-tahun) memiliki tingkat mortalitas kedua tertinggi
setelah Mongolia (222,6/100.000 orang-tahun).13

Pada penelitian ini ditemukan 31 orang penderita stroke iskemik dan 24 orang
penderita stroke hemoragik pada pasien COVID 19. Penyebab stroke iskemik akut pada
COVID-19 belum diketahui secara menyeluruh, tetapi COVID-19 dapat menyebabkan
kejadian hiperkoagulasi ditandai dengan peningkatan kadar d-dimer serta menyebabkan
badai sitokin.15

Anda mungkin juga menyukai