Anda di halaman 1dari 14

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by eJournal of Sunan Gunung Djati State Islamic University (UIN)

Michel Foucault:
Kuasa/Pengetahuan, (Rezim) Kebenaran, Parrhesia

Oleh
Alfathri Adlin
Dosen Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Email: alfathri.adlin@gmail.com

Abstrak
Berbeda dengan para filosof sejarah yang lazimnya membahas watak
perkembangan sejarah, teori sejarah, arah dan kecenderungannya, kubu-kubu
kekuatan di balik peristiwa sejarah dan sebagainya, Foucault sama sekali berbeda.
Foucault tidak menulis “tentang sejarah” tetapi menulis banyak hal “dalam sejarah”.
Setiap persoalan selalu dilihatnya dalam hubungan yang rumit dengan pelbagai
unsur sosial lain—politik, kekuasaan, kepentingan, gender, pemikiran, ideologi dan
sebagainya—segagai sistem keseluruhan berpikir masyarakat yang disebut
“episteme”. Apa yang kita pandang sebagai kebenaran dalam pelbagai diskursus
(penalaran melalui bahasa), baik itu diskursus ilmiah, rapat-rapat, pidato politik,
diskusi, dst. tidaklah lepas dari pengaruh episteme ini. Tulisan ini memperlihatkan
bagaimana berbagai diskursus dalam setiap masyarakat melahirkan pengetahuan,
kuasa, dan kebenaran dalam suatu hubungan sirkular, sebuah rezim
kebenaran/kekuasaan tertentu yang berkembang dalam suatu periode dan berubah
atau berganti secara total dalam tahapan periode lainnya.
Kata kunci:
Episteme; diskursus; kuasa/pengetahuan; kebenaran; perubahan

Abstract
In contrast to the philosophers of history that typically discuss the nature of the
history, theory of history, its directions and trends, strongholds force behind
historical events and so on, Foucault was totally different. Foucault did not write
“about the history" but wrote a lot of things "in the history". He always saw each
issue in a complicated relationship with various other social elements—political,
power, interests, gender, thought, ideology and so on—being an overall thinking
system of a society called episteme. What we see as the truth in various discourses
(reasoning through language), wether it is of scientific discourse, meetings, political
speeches, discussions, and so on do not escape the influence of this episteme. This
paper shows how the various discourses in every society give birth to knowledge,
power, and truth in a circular relationship, a certain regime of truth / power that
developed in a period and change or change in total in the stages of other periods.
Keywords:
Episteme; discourse; power/knowledge; truth; change

Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam


13
A. PENDAHULUAN dibahas di luar penelaahan atas
produksi historis ‘kebenaran’, yang
“Ada tiga hal yang tidak bisa justru agak sering dikesampingkan oleh
lama disembunyikan, yaitu matahari, sebagian pengkajinya. Saat ini dapat
bulan, dan kebenaran”, begitu cetus dilihat bagaimana sains beserta metode
Siddharta Buddha Gautama. Akan ilmiahnya mendapat kedudukan
tetapi, “Apakah kebenaran itu?” tanya sedemikian penting dalam menentukan
Pilatus kepada Yesus. “Jika seseorang ‘kebenaran’, dan ini jugalah yang
ingin menjadi filsuf namun tidak menjadi pertanyaan Foucault. Bukan
menanyakan kepada dirinya sendiri status kebenaran dari sains itu sendiri
yang dipertanyakannya, tapi kondisi
pertanyaan ‘Apa itu pengetahuan’ atau
semacam apakah yang diperlukan untuk
‘Apa itu kebenaran’ maka dalam arti
menghasilkan kebenaran tersebut.
apakah orang bisa menyebutnyasebagai
Namun, bukan sains seperti matematika
filsuf? Dan karena itu semualah saya
atau fisika yang memiliki keketatan
mungkin lebih suka untuk mengatakan
epistemologis tertentu yang menarik
bahwa saya bukanlah seorang filsuf,
perhatian Foucault, akan tetapi sistem
meskipun demikian jika perhatian saya
pengetahuan yang menunjukkan
masih terkait dengan kebenaran, maka
hubungan sangat dekat dan kuat dengan
saya masih bisa disebut sebagai
berbagai relasi sosial seperti ekonomi,
filsuf,’21 demikian tandas Michel
kedokteran dan ‘ilmu-ilmu kemanusiaan’.
Foucault.
Walaupun tidak seperti
Kegemaran Foucault pada matematika dan fisika, namun sistem
sejarah yang menarik perhatiannya pengetahuan ini bisa berfungsi juga sebagai
semenjak kecil di kemudian hari ‘sains’ dalam kondisi tertentu.
dikembangkannya ke wilayah filsafat
Dalam berbagai bukunya, Foucault
hingga akhirnya dia pun menduduki
banyak mencoba menelusuri dan
jabatan Profesor Sejarah Sistem
membedah perubahan epistemologis di
Pemikiran dan kemudian lebih dikenal
berbagai bidang keilmuan.Dan dari
dengan penelusuran historis
pengkajiannya yang telaten tersebut dia
filosofisnya atas relasi kuasa dan
pengetahuan. Dalam konsepsinya mengajukan konsep-konsep seperti
tentang diskursus, Foucault kuasa/pengetahuan, episteme, genealogi
mengaitkannya dengan kuasa dalam dan arkeologi, dan lain sebagainya, serta
menghasilkan pengetahuan, namun pandangan bahwa kebenaran itu adalah
rezim. Meskipun penelusuran Foucault
pemikirannya tentang kuasa tidak bisa
atas sejarah sistem pengetahuan telah
21
dirintisnya sejak awal, namun konsepsi
Michel Foucault, “Questions on Geography,” kuasa baru dirumuskannya di kemudian
dalam Power/Knowledge: Selected Interviews&
Other Writings 1972-1977, ed. Colin Gordon, hari,
Sussex: Harvester Press, 1981, hlm. 66.
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
14
terutama setelah dia mendalami karya- adalah ibarat sebuah kotak peralatan
karya Nietzsche. Dalam sebuah kecil. Jika orang mau membukanya,
wawancara dia menyatakan: menggunakan kalimatnya, idenya,
“Bila kurenungkan lagi, maka analisisnya sebagaimana sebuah obeng
apa yang dibicarakan di dalam untuk mengkorsletingkan,
Madness and Civilization atau membatalkan, memutuskansistem
The Birth of Clinic tidak lain daya—mereka ini yang sebenarnya
adalah kekuasaan? Sekarang aku memberi binar pada buku saya, dan ini
benar-benar sadar bahwa aku 23
makin bertambah baik.” Barulah di
hampir tidak pernah
karya-karya berikutnya, Foucault mulai
menggunakan kata itu dan aku
tidak pernah memiliki bidang melandaskan kajian arkeologi
analisis seperti itu pada kajianku. pengetahuannya ini pada kuasa yang
Aku bisa berkata bahwa ini didefinisikannya sebagai berikut:
adalah hal di luar kemampuanku
“Kekuasaan saya rasa harus
yang niscaya berhubungan
dipahami pertama sebagai
dengan situasi politik di mana
bermacam hubungan kekuatan,
kita berada. Sukar untuk melihat
yang imanen di bidang hubungan
di mana persoalan kekuasaan itu
kekuatan itu berlaku, dan yang
diajukan, baik dalam perspektif
22 merupakan unsur-unsur
golongan kanan atau kiri...” pembentuk dan organisasinya;
kedua, permainan yang dengan
jalan perjuangan dan pertarungan
B. HASIL DAN tanpa henti mengubah,
PEMBAHASAN memperkokoh,
memutarbaliknya; ketiga,
1. Kuasa/Pengetahuan berbagai hubungan kekuatan
yang saling mendukung,
Seperti telah dikemukakan
sehingga membentuk rangkaian
sebelumnya, pada masa karya awalnya, atau sistem, atau sebaliknya,
Foucault belum mendasarkan kesenjangan, dan kontradiksi
pemikirannya pada konsepsi kuasa. Dia yang saling mengucilkan;
hanya baru mencoba membedah terakhir, strategi tempat
arkeologi sistem pengetahuan, dan bisa hubungan-hubungan kekuatan itu
dikatakan belum melirik kepada berdampak, dan rancangan
umumnya atau kristalisasinya
pemikiran Nietzsche. Foucault sendiri
dalam lembaga terwujud dalam
menyatakan bahwa “Seluruh buku saya,
perangkat negara, perumusan
dari History of Madness sampai 24
hukum dan hegemoni sosial.”
Discipline and Punish, jika Anda suka,

22 23
Michel Foucault, “Truth and Power,” dalam Michel Foucault, Power, Truth, Strategy,
Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Australia: Feral Publication, 1979, hlm. 57.
24
Writings, 1972-1977, ed. Colin Gordon, Sussex: Michel Foucault, Seks & Kekuasaan: Sejarah
Harvester Press, 1981, hlm. 115. Seksualitas,(Jakarta: Gramedia, 1997), 113-114.
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
15
Dalam salah satu karya periode kebijakan tentang kematian kepada si
awal, kita bisa melihat bagaimana gila. Kemudian muncul Stultivera Navis
Foucault mendedahkan tentang atau Perahu Orang Dungu, yang
kegilaan. Di dalamnya, Foucault berlayar menyusuri sungai dan singgah
mencoba membedah arkeologi dari satu kota ke kota lainnya, untuk
penalaran “ilmiah” tentang kegilaan. kemudian diusir oleh para penduduk
Arkeologi adalah “uraian yang kota yang disinggahinya, lalu berlayar
menganalisis objeknya sebagai terus menerus, hilir mudik tanpa tujuan.
himpunan sejumlah unsur yang
Pada masa Renaisans, bisa
berkaitan dengan mengikuti aturan atau
dikatakan kegilaan baru muncul dan
pertentangan tertentu. Metode ini
tidak lagi dikaitkan dengan kematian.
dipertentangkan dengan uraian historis,
Kegilaan menjadi satir moral,
yang meneliti asal-usul, perkembangan, “kebenaran” pengetahuan, bagaimana
dan perubahan objeknya.”25Kita bisa
Pengetahuan si Gila dengan hikmah
melihat hal ini dalam History of
konyolnya senantiasa memahami
Madness,26bagaimana Foucault
“kebenaran” tersebut. Lalu pada masa
memaparkan setidaknya empat patahan
klasik (1650-1800), kegilaan dibungkam
(rupture) epistemologis wacana
oleh nalar, moral dan hukum; kegilaan
kegilaan, menelusuri sejarah bagaimana adalah ketidakberakalan, negativitas nalar
kegilaan tiba-tiba dipisahkan dari akal yang hampa, dan pemasungan merupakan
budi, bagaimana munculnya konsep salah satu cara untuk menanganinya.
sakit jiwa (mental illness) dan menjadi Tempat-tempat pengasingan yang
landasan tumbuhnya psikiatri. Foucault dulunya dipakai oleh para penderita kusta
memulai pendedahannya dari Abad kini beralih menjadi diisi oleh orang gila,
Pertengahan, ketika Eropa dicengkeram orang miskin, pengangguran dan orang
kuat oleh dominasi Gereja, bagaimana jahat. Kegilaan menjadi aib sehingga
wacana dan pandangan tentang sanak keluarga yang gila pun
kegilaan tenggelam dikarenakan disembunyikan. Pemasungan diperlukan
dominasi tema-tema kejatuhan untuk mendisiplinkan dan mengasingkan
manusia, kehendak Tuhan, sifat si Gila, karena orang gila
kebinatangan manusia dan kiamat. adalah manusia yang menjadi
Momento mori atau hidup untuk mati ‘binatang’ yang tahan terhadap sakit,
adalah prinsip yang lebih penting dalam lapar dan penderitaan. Di akhir abad 18,
kehidupan manusia Abad Pertengahan, pemasungan semacam itu dipandang
sehingga untuk menangani kegilaan, tidak tepat, lalu si Gila pun dibebaskan
yang harus dilakukan adalah serta diberi pendidikan moral dan
mengembalikan kuliah psikiatri. Katakanlah, semacam
perawatan “rasional” dan pengobatan.

25
Michel Foucault, Seks & Kekuasaan:
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
Sejarah Seksualitas,201.
26
16
Michel Foucault, History of
Madness,(Oxon: Routledge), 2006.
Awalnya dari tubuh yang didisiplinkan, dengan kepastian-kepastian yang
kini pikiran si Gilalah yang dikuasai di bawa oleh filsafat Pencerahan
dan didisiplinkan.Memasuki abad 20, ini mendapat kritik tajam dari
kegilaan yang tadinya dibungkam, melalui Foucault, yakni terhadap filsafat
sejarah yang terlalu percaya pada
Freud, menjadi bisa ‘bersuara’
sistem dan terhadap metode
namun dengan memosisikan para ahli pembahasannya. Di balik
medis menjadi serba berkuasa dan kekacauan kejadian-kejadian
nyaris seperti Tuhan, yang bisa sejarah, terungkap peran para
menentukan apa penyebab kegilaan di filsuf sejarah yang terlalu
masa lalu si Gila dan menentukan berorientasi pada sistem.
Persoalan sejarah bukan untuk
penanganannya. Dengan demikian,
menjadikan koheren apa yang
Foucault melihat bahwa seni dan tidak koheren. Sejarah bukan
filsafat bisa memberi peluang bagi kegilaan untuk mempertahankan
untuk “berbicara” tanpa harus rasionalitas yang bertentangan
didikte oleh nalar. Singkatnya, Foucault dengan realitas konflik dan
mencoba membuat kajian arkeologis ideologi. Kritik ini jelas
diarahkan pada konsepsi Hegel
kegilaan bukan untuk
tentang sejarah sebagai
mendefinisikannya, tapi untuk dialektika. Kehebatan dialektika
memperlihatkan bagaimana kegilaan terletak dalam kemampuannya
dialami dan dipandang dalam penggal mengubah dari kekurangan
periode waktu tertentu, bagaimana menjadi kekuatan, yang jahat
patahan epistemologis di tiap periode menjadi saran kebaikan,
tersebut. Dengan demikian Foucault perbedaan pendapat menjadi
momen di mana kesadaran
ingin memperlihatkan bahwa sejarah
menjadi lebih jelas. Menurut
tidaklah berjalan secara linier dan Foucault, sintesis yang dianggap
dialektis sebagaimana yang sebagai jalan keluar dialektika itu
dibayangkan oleh Hegel. tidak lain hanyalah imajinasi
pemecahan antisipatif terhadap
Dari paparan arkeologis di atas, kontradiksi-kontradiksi atau
Foucault ingin memperlihatkan konflik-konflik. Kebenaran
keterputusan, diskontinuitas serta semacam itu diberlakukan
kontradiksi dalam sejarah. Dan sebagai jalan keluar bagi
sebagaimana dikemukakan oleh perbedaan kepentingan dan
Haryatmoko: hubungan-hubungan pertarungan
kekuatan. Bukankah kontradiksi
“Pemikiran Foucault tentang atau konflik tidak selalu harus
27
kekuasaan mau memeriksa salah ada jalan keluarnya?”
satu segi proses peradaban Barat,
yaitu agresi rasio dengan
27
kepastian-kepastian filsafat Haryatmoko, “Kekuasaan Melahirkan Anti-
‘Pencerahan’. Agresi rasio Kekuasaan”, dalam Majalah Basis,(Nomor 01-02,
Tahun ke-51, Januari-Februari, 2002), 10.
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
17
Dalam konsepsinya tentang namun menghasilkan pengetahuan,
kuasa, Foucault menghindari bahkan keduanya saling terkait satu
pemaknaan yang negatif atas kuasa. sama lain. Seperti halnya Nietzsche,
Maka, yang paling dikenal dari Foucault memandang bahwa kuasa dan
pemaparan Foucault tentang kuasa pengetahuan itu seperti dua sisi dari
adalah bahwa kuasa itu menyebar, tidak satu uang logam, seperti dua muka dari
terpusat pada seseorang atau institusi. selembar, tak terpisahkan satu sama
Kuasa itu menyebar dalam hubungan- lain. Tak ada hubungan kekuasaan yang
hubungan masyarakat, merupakan tidak terkait dengan pembentukan suatu
tatanan disiplin dan dihubungkan bidang pengetahuan, serta tak ada
dengan jaringan, memberi struktur pengetahuan yang tidak mengandaikan
kegiatan-kegiatan, tidak represif tapi dan sekaligus membentuk hubungan
produktif, serta melekat pada kehendak kekuasaan. Selain itu, Foucault pun
untuk mengetahui. Haryatmoko mengusung konsep genealogi yang
kembali menjelaskan bahwa: mencoba menelusuri asal-usul tak
sedap dari suatu pengetahuan, yang
“Orang melakukan atau
menderita kekuasaan melalui menunjukkan pengaruh lainnya dari
gugusan-gugusan kekuasaan Nietzsche terhadap Foucault. Nietzsche
lokal yang tersebar (micro- memang menawarkan tesis tentang
pouvoirs [micro-power]) seperti perspektivisme, yaitu bahwasanya
keluarga, sekolah, barak militer, seluruh doktrin dan opini itu hanyalah
pabrik, penjara, dan melalui
parsial dan terbatas pada titik pandang
teknik-teknik disipliner.
Kekuasaan memberi struktur tertentu. Perspektivisme menegaskan
kegiatan-kegiatan manusia dalam bahwa seseorang selalu mengetahui
masyarakat dan selalu rentan atau mencerap atau berpikir tentang
terhadap perubahan. Inilah yang sesuatu dari suatu “perspektif”
disebut institusionalisasi partikular—tentu saja, bukan hanya
kekuasaan: keseluruhan struktur semata sudut pandang spasial, namun
hukum dan politik serta aturan-
dari konteks partikular yang melingkupi
aturan sosial yang
melanggengkan suatu dominasi segenap impresi, pengaruh, dan ide,
dan menjamin reproduksi yang dipahami melalui bahasanya serta
kepatuhan. Ciri negatif pendidikan sosial yang, pada akhirnya,
kekuasaan (kekerasan, represi, akan menentukan hampir segala hal
atau manipulasi ideologi) tidak yang terkait dengan orang tersebut. Tak
lagi mengemuka.”28
ada sudut pandang yang bebas
Bagi Foucault, kekuasaan itu tak perspektif dan global, tak ada sudut
ubahnya sesuatu yang melingkupi pandang mata Tuhan, karena yang ada
hanyalah perspektif partikular atas ini
28
Haryatmoko, “Kekuasaan Melahirkan dan itu. Oleh karena itu, tak ada
Anti-Kekuasaan”, dalam MajalahBasis,12 korespondensi atau perbandingan
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
18
eksternal yang bisa dibuat antara apa hak istimewa bagi mereka yang berhasil
yang kita percayai dengan kebenaran dalam membebaskan dirinya sendiri.
“dalam dirinya sendiri” selain hanya Kebenaran adalah sesuatu yang ada di
perbandingan, persaingan, dan dunia ini: kebenaran diproduksi
perbedaan dalam kualitas di dalam dan berdasarkan beraneka ragam bentuk
di antara berbagai perspektif itu sendiri. terbatas. Dan kebenaran pun mencakup
Perspektivisme yang dikemukakan oleh efek-efek yang tetap dari kuasa. Setiap
Nietzsche adalah semacam masyarakat memiliki rezim
pembelaannya terhadap metode ad kebenarannya sendiri, ‘politik umum’
hominem yang sering digunakannya kebenarannya sendiri: yaitu, tipe-tipe
dan belakangan, di tangan para pemikir diskursus yang memungkinkan
berikutnya, melahirkan hermeneutika siapapun untuk memilah pernyataan
kecurigaan yang melontarkan yang benar dan salah, cara yang
pertanyaan: “siapa yang berkata itu dan dengannya masing-masing rezim
atas kepentingan apa dia berkata hal kebenaran dikukuhkan; berbagai teknik
itu.”29 dan prosedur menyelaraskan nilai
dalam mengakuisisi kebenaran; status
2. (Rezim) Kebenaran dari mereka yang berkewajiban untuk
“Rezim kebenaran” (régime de mengatakan apa yang dianggap sebagai
vérité ) adalah sebuah konsep yang benar.”30
Foucault perkenalkan dalam sebuah Itulah kriteria dari ‘rezim
wawancara bertajuk “Truth and Power” kebenaran’ menurut Foucault,
pada Juni 1976, namun kemudian dia yaitu pengukuhan, teknik dan
tinggalkan walaupun masih dipakai prosedur, serta oknum yang
oleh sebagian pengkaji pemikirannya. mengenali sesuatu sebagai benar
atau salah. Selain mengajukan
Foucault menuturkan bahwa
kriteria tersebut, Foucault pun
“kebenaran tidaklah berada di luar
memperkenalkan ‘rezim
kuasa, atau kurang akan kuasa:
kebenaran’ sebagai suatu konsep
bertentangan dengan mitos yang sejarah
transhistoris. Lebih jauh lagi,
dan fungsinya akan menuntut kajian Foucault menjelaskan bahwa
lebih jauh, kebenaran bukanlah “‘Kebenaran’ itu saling terkait
ganjaran dari jiwa yang bebas, anak dalam relasi sirkular dengan
yang larut dalam kesepian, dan bukan sistem kuasa yang menghasilkan
dan menopangnya, serta
mempengaruhi kuasa yang
29
Lihat Robert C. Solomon, “Nietzsche ad memunculkan dan
hominem: Perspectivism, personality and memperluasnya—sebuah ‘rezim’
ressentiment”, dalam Cambridge Companion
Online(© Cambridge University Press, 2006),
180-222. Bahan rujukan matakuliah “Gaya 30
Michel Foucault, “Truth and Power,” dalam
Filsafat Nietzsche” yang diampu oleh A. Setyo Power/Knowledge: Selected Interviews and
Wibowo di pasca sarjana STF Driyarkara. Other Writings, 1972-1977, 131.
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
19
31
kebenaran.” Foucault pun sistem pengetahuan tertentu. Taruhlah,
menguraikan lima ciri penting misalnya, dalam wacana sains: ada
‘ekonomi politik’ kebenaran, yaitu
aturan-aturan tertentu yang harus
bahwasanya “Kebenaran itu
dipenuhi, tentang bagaimana penelitian
berpusat pada bentuk diskursus
ilmiah dan institusi yang mesti dilakukan, syarat-syarat yang
memproduksikannya; kebenaran harus dipenuhi agar orang dianggap
itu tunduk pada hasutan berkualifikasi dan sah melakukan
ekonomis maupun politik terus penelitian itu, lalu bagaimana hasilnya
menerus (permintaan akan mesti dipresentasikan, jenis pernyataan
kebenaran itu sama banyak apa yang boleh dilakukan dan yang
dengan permintaan akan produksi
tidak boleh dilakukan. Kalau semua itu
ekonomis dari kuasa politik);
kebenaran itu menjadi objek, dipenuhi, maka sebuah hasil penelitian
dalam pelbagai bentuk, dari sains bisa diterima sebagai kebenaran.
penyebaran dan konsumsi yang Foucault memaparkan bahwa:
besar sekali (bersirkulasi melalui
“Ini adalah persoalan tentang apa
berbagai aparat pendidikan dan
yang mengatur berbagai
informasi yang jangkauannya
pernyataan, dan cara bagaimana
relatif luas dalam kelompok
berbagai pernyataan itu saling
sosial, serta terlepas dari adanya
mengatur satu sama lain untuk
pembatasan tertentu yang ketat);
membentuk seperangkat proposisi
kebenaran diproduksi dan
yang bisa diterima secara ilmiah,
disebarluaskan di bawah kendali,
dan oleh karena itu bisa
yang dominan dan kadang
eksklusif, dari segelintir aparat diverifikasi atau difalsifikasi oleh
politik dan ekonomi terkemuka prosedur ilmiah. Singkatnya, ada
(universitas, militer, media, permasalahan rezim, permasalahan
33
tulisan); dan terakhir, kebenaran pernyataan politik dan ilmiah.”
menjadi persoalan dalam Sebagaimana telah dikemukakan
perdebatan politis dan sebelumnya, Foucault memang
konfrontasi sosial (‘pergulatan’ menghubungkan antara kuasa dengan
32
ideologis).” pengetahuan, namun, “kebenaran”pun
Bagi Foucault,kebenaran dalam penting dalam memahami hubungan
arti sebagai sesuatu yang memang antara pengetahuan dengan kekuasaan
absolut diyakininya benar tidaklah ada. tersebut. Jika kita diatur dan dikuasai
Kebenaran adalah bagian dari lewat pengetahuan, maka bagaimana
pengetahuan, atau semacam efek dari hal itu bisa terjadi? Apalagi, menurut
Foucault, hal itu terjadi justru tanpa kita
31
Michel Foucault, “Truth and Power,” dalam merasa sedang dikuasai. Bagaimana
Power/Knowledge: Selected Interviews and
OtherWritings, 1972-1977,133
32 33
Michel Foucault, “Truth and Power,” dalam Michel Foucault, “Truth and Power,” dalam
Power/Knowledge: Selected Interviews and Power/Knowledge: Selected Interviews and
Other Writings, 1972-1977,131-132. Other Writings, 1972-1977,112.
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
20
bisa? Kenapa kita tidak menyadari diskursus, maka kuasa selalu
bahwa kita menyesuaikan perilaku dan berubah dan tak henti-hentinya
konsep diri dengan pengetahuan mentransformasikan dirinya.
Transformasi diskursus dan kuasa
tertentu? Jawabannya adalah karena
dengan sendirinya mengandaikan
kita mempersepsinya bukan sekadar transformasi kebenaran. Jelas di
sebagai pengetahuan, tapi sebagai sini bahwa kebenaranitu bukannya
kebenaran. Dari sini lahirlah istilah sesuatu yang stabil atau yang
‘rezim kebenaran’. Jikalau sesuatu sudah ada, melainkan berada
diperkenalkan kepada kita sebagai nilai, dalam sejarah yang senantiasa
norma, aturan, dsb, maka kita bisa berubah. Kebenaran juga ditunjuk
dalam setiap diskursus ilmiah di
menolaknya. Tetapi kalau
mana kuasa strategi dipraktikkan.
diperkenalkan sebagai fakta atau Kebenaran ada dalam kuasa dan
kebenaran, mana bisa itu ditolak?Kita tak pernah berada di luarnya.
mempersepsi apa yang kita yakini Sebagaimana kuasa ada di mana-
34
bukan sebagai keyakinan, tapi sebagai mana demikian pula kebenaran.”
kenyataan. Katrin Bandel juga memberikan
Konrad Kebung menjelaskan contoh bahwa pengetahuan tidak
bahwa: diproduksi secara bebas, ada batas-batas
mengenai apa yang diterima dan
“Pelaksanaan kuasa ini tidak
tidak, siapa yang berbicara dan dalam
mungkin tanpa adanya rezim
diskursus yang bersifat esensial konteks apa ‘kebenaran’ dapat
dalam setiap kebudayaan dan diungkapkan. Misalnya dalam diskursus
masyarakat. Rezim diskursus dapat keagamaan, kebenaran itu didasarkan
dilihat dalam berbagai peristiwa pada teks-teks yang dianggap memiliki
historis dan justru dalam diskursus otoritas, misalnya Al-Quran dan hadits.
itu terlihat adanya permainan- Siapa pun yang ingin ikut dalam
permainan kebenaran (truth-
diskursus tersebut harus mengikuti
games). Setiap masyarakat
memiliki sejarah dan cara peraturan tersebut apabila kontribusi
hidupnya sendiri. Cara hidup pemikirannya ingin dianggap sah.
seperti ini dan segala mekanisme Apabila argumennya tidak dibangun
relasi yang berpadu di dalamnya berdasarkan teks-teks tersebut, maka
telah membentuk diskursus. Dari pernyataannya tidak akan bisa diterima.
diskursus dan pelaksanaan kuasa Begitu juga sebaliknya, siapa pun yang
muncullah kebenaran yang
ingin masuk ke dalam diskursus sains
merupakan kombinasi dari dua
praktik, yaitu formasi diskursif dan atau diskursus feminis sekuler, apabila
formasi non-diskursif. berargumen dengan menggunakan teks-
Sebagaimana sejarah manusia
senantiasa berubah, demikian pula 34
diskursus. Dan karena kuasa dapat Konrad Kebung, “Kembalinya Moral Melalui
Seks”, dalam Majalah Basis,(Nomor 01-02,
dilaksanakan dalam lingkup Tahun ke-51, Januari-Februari, 2002),35.
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
21
teks kitab suci, malah bisa dianggap Foucault menunjukkan bahwa
konyol. Siapa pun yang tidak dalam banyak literatur Yunani kuno,
menguasai atau tidak mematuhi kata parhessia memiliki arti positif,
peraturan tersebut tidak dianggap yaitu ‘berbicara atau mengatakan
berhak berkontribusi dalam diskursus kebenaran’.Mengatakan kebenaran
35
tersebut. berarti mengatakan apa yang benar
karena si subjek tahu bahwa apa yang ia
3. Parrhesia katakan adalah benar.37 Foucault lebih
Di masa akhir hidupnya, jauh menjelaskan bahwa:
Foucault mulai beralih ke tema
“Pemilikan kebenaran seperti ini
parrhesia yang artinya berbicara secara dijamin oleh pemilikan kualitas-
benar atau menceritakan yang benar, kualitas moral tertentu...
walau pun topik ini belum pernah Permainan parrhesiastik
dituliskannya menjadi sebuah buku (parrhesiastic game)
utuh tersendiri, namun kini diterbitkan mengandaikan bahwa
dalam beberapa buku yang berisi sangparhesiast adalah orang-orang
yang memiliki kualitas-kualitas
transkrip kuliahnya. Kata parhessia
moral yang dibutuhkan yakni,
muncul pertama kali dalam karya pertama, mengetahui kebenaran,
Euripides dan masih bisa ditemukan dan kedua, meneruskan kebenaran
hingga beberapa abad berikutnya. 38
ini kepada orang lain.”
Secara etimologis, kata
“parrhesiazesthai” berarti “mengatakan Lebih jauh lagi, dalam kaitan antara
semuanya” yang dibentuk dari kata parrhesia dengan kebenaran, Foucault
“pan” [πάυ] yang artinya adalah menjelaskannya sebagai berikut:
“semua” serta kata “rhema” [δήµα] atau
“Parrhesia adalah semacam
“rhesis” yang artinya “ekspresi” dan “apa
yang dikatakan” juga “pidato atau
aktivitas verbal di mana pembicara
perkataan”. Ini berarti bahwa orang
yang menggunakan parrhesia, sang edited by Joseph Pearson,(Los Angeles:
parrhesiastes, adalah seseorang yang Semiotext(e), 2001), 11-13; juga Konrad
Kebung Beöang, Michel Foucault: Parhessia dan
mengatakan semua yang ada di Permasalahan Etika,(Jakarta: Penerbit Obor,
pikirannya. Kata “parrhesiazesthai” 1997), 10-11, dan Michel Foucault, Discourse
juga berarti keterampilan berbicara, and Truth: The Problematization of Parrhesia,
(enam kuliah yang diberikan oleh Foucault di
kehalusan, keterbukaan, Berkeley, Okt-Nov. 1983, tanpa tahun, naskah
keterusterangan dan kebebasan dalam transkrip yang bisa didownload dari internet.
36 37
berbicara. Konrad Kebung Beöang, Michel Foucault:
38
Parhessia dan Permasalahan Etika,11 Michel
Foucault, Discourse and Truth: The
35 Problematization of Parrhesia,3;Konrad Kebung
Katrin Bandel, “Foucault”, hand out yang
tidak diterbitkan. Beöang, Michel Foucault: Parhessia dan
36 Permasalahan Etika,11
Lihat Michel Foucault, Fearless Speech,
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
22
memiliki relasi khusus dengan dibayar untuk pengajarannya—seperti
kebenaran melalui kejujuran dan di berbagai institusi pendidikan
kepolosan, suatu relasi tertentu modern. Mereka mengadakan kursus
dengan hidupnya sendiri lewat berbayar bagi orang-orang yang
risiko dan bahaya, suatu relasi sanggup membayarnya. Di tangan para
dengan diri sendiri atau dengan Sofis inilah filsafat menjadi sumber
orang lain melalui kritik (kritik pendapatan, bukan semata pengisi
terhadap diri atau terhadap orang waktu senggang di luar mata
lain), dan suatu relasi khusus pencaharian utama. Itulah salah satu
dengan hukum moral melalui kekhawatiran yang berulang kali
kemerdekaan dan kebajikan. Lebih diungkapkan oleh Sokrates,
tepat, parrhesia merupakan suatu bahwasanya apabila seseorang itu
aktivitas verbal di mana pembicara dibayar untuk pengajarannya, maka
mengungkapkan relasi personalnya sang pengajar harus menyesuaikan
dengan kebenaran dan siap materi yang akan diajarkannya seperti
menanggung risiko karena ia sadar yang dikehendaki dan didiktekan oleh
bahwa menceritakan kebenaran orang yang membayarnya, dan kaum
merupakan suatu tugas untuk Sofis, dalam hal ini, menjadi spin
mengembangkan dan menolong doctor. Sokrates sama sekali berbeda
orang lain (atau dirinya sendiri). dengan kaum Sofis; dia tidak menarik
Dalam parrhesia pembicara bayaran apa pun. Dan selain itu juga,
menggunakan kebebasannya dan tidak seperti kaum Sofis, Sokrates
lebih memilih kejujuran daripada selalu berbicara mengungkapkan
persuasi, kebenaran daripada pikirannya sendiri, dan sama sekali
kebohongan dan kebajikan moral tidak peduli dengan apa yang akan
daripada kepentingan diri dan orang-orang pikirkan tentang dirinya,
39
apathy moral.” dan bahkan dia pun berani dan siap
menghadapi kematian karena
Dalam pemikiran Platon, pemikirannya tersebut ketimbang
parrhesia diperlawankan dengan mengikuti pemikiran dan kehendak
retorika yang banyak digunakan oleh kebanyakan orang.
kaum “Sofis”, yang artinya adalah
Dalam kaitannya dengan filsafat,
‘profesional dalam kepintaran’ dan
Foucault melihat bahwa parrhesiaharus
profesionalisme mereka inilah yang
dipahami sebagai seni hidup (techne tou
menjadi cirinya. Mereka bisa dibilang
biou). Sokrates, menurut Foucault,
pelopor pengajar profesional yang
adalah seorang parrhesiast sejati dan
39 filsuf yang menyatakan “Saya tidak
Michel Foucault, Discourse and Truth: The
Problematization of Parrhesia,5;Konrad Kebung pernah berhenti mempraktikkan filsafat
Beöang, Michel Foucault: Parhessia dan serta mengajak Anda sekalian, juga
Permasalahan Etika,13.
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
23
menjelaskan makna kebenaran kepada semuanya dalam sejarah filsafat—
40
siapa saja yang saya jumpai.” Namun, dan lebih luas lagi dalam sejarah
sebagaimana banyak telah diketahui, pemikiran Barat—menyatakan
Sokrates mendasarkan seluruh kepada kita bahwa Gnōthi Se
ajarannya pada adagium “Gnōthi Se Autonniscaya merupakan
Auton Meden Agan” yang artinya ungkapan pokok dari pesoalan
“Kenalilah Dirimu Sendiri dan relasi antara subjek dan
Janganlah Berlebih-lebihan”—yang kebenaran...”
merupakan perkataan dari Apollon—
dan karena itu dalam kuliah- Namun, arah berbeda tersebut
kuliahnya,parrhesiadikaitkan dengan diambilnya karena sejalan dengan
epimeleia heautou yang artinya pandangan Foucault tentang aesthetics of
“perhatian terhadap diri.”Di titik existence, bahwa hidup adalah ‘karya
inilah pemaparan Foucault tentang seni’milik kita sendiri, kitalah yang
parrhesia mengambil arah yang mencipta dan menggubahnya.
berbeda dari Sokrates; bahwa: C. SIMPULAN
“Agak paradoks dan artifisial Dalam konteks pemikiran
untuk memilih gagasan tentang Foucault, kebenaran tidak dimaksudkan
epimeleia heautou ini [1] ketika sebagai berkaitan dengan ganjaran yang
historiografi filsafat sama sekali dihasilkan jiwa yang bebas atau hak
tidak memiliki ikatan dengannya. istimewa bagi mereka yang berhasil
[2] Ketikasemua orang tahu, dalam membebaskan dirinya sendiri.
berkata, dan mengulang-ulang, dan Bagi Foucault, “kebenaran” selalu
telah digeluti selama sekian lama, terkait dengan pengetahuan yang
bahwa pertanyaan tentang subjek dihasilkan oleh suatu kuasa dalam
(pertanyaan ihwal pengetahuan diskursus.
tentang sang subjek, tentang Kekuasaan dan pengetahuan
pengetahuan sang subjek akan saling terkait satu sama lain; keduanya
dirinya sendiri) pada awalnya ibarat dua sisi dari satu uang logam, tak
dikemukakan dalam ungkapan terpisahkan satu sama lain. Tak ada
yang sangat berbeda dan pedoman hubungan kekuasaan yang tidak terkait
yang sangat berbeda: resep dari dengan pembentukan suatu bidang
kuil Delphi yang sangat terkenal pengetahuan, serta tak ada pengetahuan
ihwal Gnōthi Se Auton (‘kenali yang tidak mengandaikan dan sekaligus
dirimu sendiri’). Jadi, [3] ketika membentuk hubungan kekuasaan.
Dalam hubungan kekuasaan dan
40 pengetahuan inilah tepatnya,
Platon, Apology, 29d, diterjemahkan ke “kebenaran” terlibat. Seseorang secara
dalam bahasa Inggris oleh Harold North Fowler,
London: Heinemann Ltd, 1914. tanpa sadar rela dikuasai dan diatur—
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
24
prilaku, kosepsi dirinya—lewat suatu menopangnya, serta mempengaruhi
pengetahuan, karena ia tidak dipersepsi kuasa yang memunculkan dan
sebagai semata-mata pengetahuan, memperluasnya, yakni rezim
tetapi sebagai kebenaran. Namun, kebenaran. Kebenaran berada dalam
pengetahuan [“yang benar”] tidaklah suatu kuasa (rezim) yang
diproduksi secara bebas begitu saja. pelaksanaannya tidak mungkin tanpa
Kebenaran sebuah pengetahuan adanya rezim diskursus yang lahir dari
berkaitan dengan konteks dan batas- sejarah dan cara hidup sebuah
batas bisa-diterima atau tidaknya masyarakat beserta segala mekanisme
pengetahuan tersebut. relasi yang berpadu di dalamnya. Setiap
Kebenaran pengetahuan dalam masyarakat memiliki tipe-tipe diskursus
diskusus ilmiah, misalnya, berbeda yang memungkinkan siapa pun untuk
dengan kebenaran dalam diskursus memilah pernyataan yang benar dan
keagamaan. Masing-masing salah, yakni cara yang dengannya
menjalankan suatu kuasa masing- masing-masing rezim kebenaran
masing. Dalam diskursus keagamaan, dikukuhkan.
kebenaran didasarkan pada teks-teks Kekuasaan dijalankan atau
yang dianggap memiliki otoritas, dirasakan melalui gugusan-gugusan
misalnya Alquran dan Hadits. Apabila kekuasaan lokal yang tersebar seperti
seseorang ingin ikut serta dalam keluarga, sekolah, barak militer, pabrik,
diskursus tersebut, dan ingin kontribusi penjara, dan melalui teknik-teknik
pemikirannya dianggap benar, maka disipliner. Kekuasaan memberi struktur
harus mengikuti peraturan tersebut. kegiatan-kegiatan manusia dalam
Argumen yang tidak dibangun masyarakat. Inilah yang disebut
berdasarkan teks-teks tersebut, tentu institusionalisasi kekuasaan:
tidak akan bisa diterima. Sebaliknya, keseluruhan struktur hukum dan politik
apabila ia berargumen dengan serta aturan-aturan sosial yang
menggunakan teks-teks kitab dalam melanggengkan suatu dominasi dan
diskursus sains atau diskursus feminis menjamin reproduksi kepatuhan.
sekuler, maka tentu pernyataan- Sebagaimana kuasa ada di mana-
pernyataannya akan dianggap tidak mana demikian pula kebenaran. Lebih
sesuai konteks. jauh lagi, sebagaimana sejarah manusia
Pengukuhan, teknik dan prosedur senantiasa berubah, demikian pula
kebenaran, serta oknum yang diskursus. Karena pelaksanaan kuasa
mengenali sesuatu sebagai benar atau terjadi dalam lingkup diskursus, maka
salah merupakan bagian-bagian dari kuasa selalu berubah dan tak henti-
rezim kebenaran—kekuasaan. Dengan hentinya bertransformasi. Transformasi
kata lain, kebenaran saling terkait diskursus dan kuasa dengan sendirinya
dalam relasi sirkular dengan sistem mengandaikan transformasi kebenaran
kuasa yang menghasilkan dan [pengetahuan].
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
25
Transformasi inilah tepatnya fisika—yang memiliki keketatan
yang menjadi fokus kajian pemikiran epistemologis tertentu—yang menarik
Foucault. Ketika ia berbicara tentang perhatian Foucault, melainkan sistem
kebenaran saintifik, maka bukan status pengetahuan yang menunjukkan
kebenaran dari sains itu sendiri yang hubungan yang sangat dekat dan kuat
dipertanyakannya, melainkan kondisi dengan berbagai relasi sosial seperti
apakah yang menghasilkan kebenaran ekonomi, kedokteran dan ‘ilmu-ilmu
tersebut. bukan Sains matematika atau kemanusiaan’.

DAFTAR PUSTAKA
Bandel, Katrin. “Foucault”, hand out yang tidak diterbitkan.
Beöang, Konrad Kebung.Michel Foucault: Parhessia dan Permasalahan Etika.
Jakarta: Penerbit Obor, 1997.
Foucault, Michel. “Questions on Geography”. dalam Power/Knowledge: Selected
Interviews & Other Writings 1972-1977, ed. Colin Gordon, Sussex: Harvester
Press, 1981.
_____________. “Truth and Power”. dalam Power/Knowledge: Selected
Interviews and Other Writings, 1972-1977. ed. Colin Gordon, Sussex:
Harvester Press, 1981.
_____________.Power, Truth, Strategy. Australia: Feral Publication, 1979.
_____________.Seks & Kekuasaan: Sejarah Seksualitas. Jakarta: Gramedia, 1997.
_____________.History of Madness. Oxon: Routledge. 2006.
_____________.Fearless Speech, edited by Joseph Pearson, Los Angeles:
Semiotext(e), 2001
_____________.Discourse and Truth: The Problematization of Parrhesia, enam
kuliah yang diberikan oleh Foucault di Berkeley, Okt-Nov. 1983, tanpa tahun,
naskah transkrip yang bisa didownload dari internet.
_____________.The Hermeneutics of the Subject: Lectures at the Collège de
France1981-1982, diterjemahkan oleh Graham Burchell, diedit oleh Frédéric
Gros. New York: Picador, 2006.
Haryatmoko. “Kekuasaan Melahirkan Anti-Kekuasaan”. dalam Majalah Basis,
Nomor 01-02, Tahun ke-51, Januari-Februari, 2002.
Kebung,Konrad, “Kembalinya Moral Melalui Seks”, dalam Majalah Basis, Nomor
01-02, Tahun ke-51, Januari-Februari, 2002.
Platon, Apology, 29d, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harold North
Fowler, London: Heinemann Ltd, 1914.
Solomon, Robert C. “Nietzsche ad hominem: Perspectivism, personality and
ressentiment”. dalam Cambridge Companion Online © Cambridge University
Press, 2006.

Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam


26

Anda mungkin juga menyukai