Anda di halaman 1dari 15

Tugas Mata Kuliah IOT

“ANALISI LEVEL INTEROPERABILITAS”

Disusun oleh :
Bagas Anardi Surya Wijaya (2118004)
Syalsia Fatiha Yunkanabilla (2118018)
Cornelia Luba Tara Boro (2118060)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA S-1


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2023
i

DAFTAR ISI
A. Interoperabilitas
Interoperabilitas Jaringan adalah kemampuan berkelanjutan untuk mengirim
dan menerima data di antara jaringan yang saling terhubung, dan memberikan
tingkat kualitas yang diharapkan oleh pengguna akhir tanpa dampak negatif pada
jaringan pengirim maupun penerima. Secara khusus, interoperabilitas jaringan
mengacu pada kerja sama fungsional layanan telekomunikasi lintas multi-vendor,
multi-carrier interkoneksi yang bekerja sesuai standar yang berlaku dan
spesifikasi yang diperlukan.
Interoperabilitas jaringan menjadi sangat diperlukan untuk mencapai
konektivitas end-to-end karena semakin beragam jaringan yang ada maka
semakin besar pula kebutuhan untuk memastikan agar dapat saling beroperasi
untuk memungkinkan komunikasi end-to-end. Interoperabilitas jaringan sebagai
kemampuan dua jaringan untuk berkomunikasi dapat dicapai dengan dua cara:
baik dengan memiliki dua jaringan yang mengkonfirmasi standar protokol umum
atau dengan menentukan antarmuka standar yang harus dipatuhi oleh semua
jaringan, atau dengan menyediakan gateway yang menerjemahkan antara kedua
protokol.
B. Interoperabilitas Level Hardware
1. Studi Kasus 1
a. Judul :
“Kinerja Arsitektur Interoperabilitas Menggunakan Government Service
Bus (GSB) dan Peer to Peer (P2P)”
b. Permasalahan yang Dihadapi
Interoperabilitas data aplikasi di lingkungan Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN) sangat dibutuhkan untuk mendorong
efesiensi serta penghematan biaya pengembangan aplikasi. LAPAN
memiliki aplikasi dengan berbagai bahasa pemrograman dan framework
aplikasi yang berbeda-beda dan hampir setiap aplikasi dikembangkan
menggunakan DBMS (Database Management System). Pembangunan
aplikasi terus dilakukan tanpa interkoneksi data mengakibatkan terjadi
2

redudansi data dan perbedaan data sehingga keakuratan data menjadi


rendah. Hal ini mengakibatkan ketersediaan data tidak optimal. Oleh
karena itu perlu dibangun sistem yang mampu membuat interkoneksi
sebagai media pertukaran data dan informasi antar sistem.
c. Cara Penyelesaian Masalah
Cara penyelesaian masalah tersebut adalah dilakukan pengujian untuk
mengevaluasi kinerja dari interoperabilitas data aplikasi menggunakan
GSB dan P2P. Pada arsitektur interoperabilitas data aplikasi
menggunakan GSB dan P2P, integrasi data aplikasi dapat terjadi melalui
interkoneksi antara halaman website sebagai REST API client dengan
sumber data sebagai enpoint REST API. Pada arsitektur GSB REST API
client melakukan permintaan data ke endpoint melalui GSB, dimana
GSB berperan sebagai proxy untuk endpoint, sedangkan pada P2P
REST API Client melakukan permintaan data langsung ke endpoint
tanpa melalui GSB. Pengujian pada arsitektur GSB, dilakukan dengan
mensimulasikan pengguna sebagai Rest API client yang mengakses
endpoint melalui GSB, sedangkan pada arsitektur P2P mensimulasikan
pengguna sebagai Rest API client mengakses langsung ke endpoint.
d. Hasil Penyelesaian Masalah
Berdasarkan hasil pengujian load testing dan stress testing, pada kondisi
umum dengan beban tertentu, arsitektur GSB memiliki performansi
yang lebih unggul, hal ini terlihat dari waktu akses dan error request.
Sedangkan pada kondisi ekstrem arsitektur GSB mengalami penurunan
performansi, hal ini terlihat dari tingkat error request yang lebih besar
ketika menangani request dalam jumlah sangat besar
3

2. Studi Kasus 2
a. Judul :
“Simulasi Interoperabilitas Sistem Pengalamatan IPv4 dan IPv6 Pada
Perangkat -Perangkat Jaringan Komputer”
b. Permasalahan yang Dihadapi
IPv6 merupakan sistem pengalamatan next generation internet. Sistem
pengalamatan ini didesain untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki
oleh IPv4, hal ini disebabkan oleh banyaknya perangkat baru yang
tersambung ke internet dimana jumlahnya terus naik secara drastis diatas
keberadaan IPv4 address yang ada. Karena IPv4 dan IPv6 tidak
dirancang untuk saling interoperasi maka dengan adanya mekanisme
translasi, IPv4 hingga saat ini masih dapat digunakan dan masih
kompatibel untuk perangkat-perangkat jaringan komputer. Namun
demikian ketersediaan sistem pengalamatan IPv6 pada perangkat-
perangkat jaringan saat ini menuntut pengguna internet global untuk
memahami dan kemudian dapat memanfaatkannya sejalan dengan
perkembangan teknologi jaringan komputer. Interoperabilitas IPv4 dan
IPv6 yang dimaksud adalah terkait dengan karakteristik kinerja dan
implementasinya pada perangkat-perangkat jaringan komputer. Dimana
masing-masing perangkat dalam jaringan komputer memiliki
fungsionalitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi juga oleh, salah
satunya, karakteristik dari sistem pengalamatan yang digunakan.

c. Cara Penyelesaian Masalah

d. Hasil Penyelesaian Masalah


Dihasilkan simulasi berbasis multimedia terkait bahasan
interoperabilitas IPv4-IPv6. b. Berdasarkan hasil eksperimen
pengukuran tingkat pemahaman, penggunaan simulasi ini telah
meningkatkan pemahaman sebesar 54% dengan menggunakan
4

parameter capaian penilaian quiz. Hal ini dapat diartikan bahwa


penggunaan simulasi berbasis multimedia atau animasi memiliki peran
yang berarti dalam upaya meningkatkan pemahaman mahasiswa terkait
pernyataan-pernyataan teori dalam pembelajaran mata kuliah.
3. Studi Kasus 3
a. Judul :
“IMPLEMENTASI MQTTPROTOCOL PADA SMART HOME
SECURITY BERBASIS WEB”
b. Permasalahan yang Dihadapi

c. Cara Penyelesaian Masalah

d. Hasil Penyelesaian Masalah


C. Interoperabilitas Level Network
1. Studi Kasus 1
a. Judul :
“ANALISIS LOAD BALANCE FAT LABEL LAG PADA JARINGAN
METRO ETHERNET DENGAN SERVICE L2VPN (Studi Kasus
Interoperability Test Fat-Label RFC6391 Metro Alcatel-Nokia dan Tera
Router Cisco di DDS PT.TELKOM Divisi Broadband Core Network).”
b. Permasalahan yang Dihadapi
Saat ini jaringan komunikasi digital telah menjadi prioritas di berbagai
internet service provider, tidak terlepas dari hal tersebut komunikasi
voice yang pada awalnya berbasis sirkit beralih menjadi teknologi
berbasis paket dikarenakan masalah efisiensi. Perbedaan lokasi geografis
juga menjadi salah satu faktor mengapa jaringan komunikasi berbasis
paket yaitu internet menjadi solusi di masa depan.
c. Cara Penyelesaian Masalah
Dengan adanya Metro Ethernet Network yang telah menggunakan media
akses optik, maka jaringan backbone internet service provider yang
5

berbeda letak goegrafisnya dapat saling terhubung satu sama lain


menggunakan Metro Ethernet. Efisiensi link dan bandwidth menjadi
suatu faktor penting pada jaringan Metro Ethernet, untuk menyediakan
hal tersebut maka Metro Ethernet dapat menggunakan link bundling atau
LAG untuk meningkatkan bandwidth serta redudansi dan flow label
untuk meningkatkan efisiensi trafik pada link bundling atau LAG. Flow
label tersebut kemudian akan masuk kedalam struktur labeling pada
MPLS ip transport yang akan mengontrol jumlah trafik berdasarkan flow
dari egress node origin ke ingress destination. Sleian itu, besar traffic
pada flow dapat berpengaruh ketika melewati Link Aggregation Group
yang menggunakan FAT label pada Metro Ethernet karena banyaknya
flow dapat mempengaruhi keseimbangan saat menggunakan FAT label
pada Link Aggregation Group dengan service L2VPN.
d. Hasil Penyelesaian Masalah
Hasil pada setiap skenario dari skenario LAG dengan 1 service VLL
hingga skenario LAG dengan 2 service VLL dan 2 service VPLS,
dengan hasil peningkatan load balance pada skenario LAG dengan 1
service VLL sebesar 15,62%, skenario LAG dengan 2 service VLL
21,72%, skenario LAG dengan 1 service VPLS 40,64%, skenario LAG
dengan 2 service VPLS 45,29%, skenario LAG dengan 1 service VLL
dan 1 service VPLS 3,76%, dan skenario LAG dengan 2 service VLL
dan 2 service VPLS 17,25%. Jenis dari service L2VPN dapat
mempengruhi hasil akhir dari keseimbangan link pada Link Aggregation
Group Metro Ethernet, dapat dilihat pada perbandingan antara skenario
LAG dengan 1 service VLL juga LAG dengan 2 service VLL dengan
skenario LAG dengan 1 service VPLS juga LAG dengan 2 service
VPLS. Nilai peningkatan keseimbangan rata-rata lebih besar pad da
service VPLS dengan kisaran 40%-45%, sedangkan pada service VLL
hanya berada pada kisaran 15%-20%. Selain itu, service VPLS dapat
6

memberikan tingkat keseimbangan lebih baik dibandingkan dengan


service VLL pada penggunaan FAT label.
2. Studi Kasus 2
a. Judul :
“Pengujian Interoperabilitas pada IoT Middleware dalam Mengatasi
Permasalahan Interoperabilitas”
b. Permasalahan yang Dihadapi
Saat ini, Internet of Things (IoT) telah menjadi suatu peran penting
dalam suatu perkembangan internet. Seiring dengan banyaknya jumlah
dan jenis perangkat yang terhubung, munculah sebuah permasalahan
yang disebut interoperabilitas. Permasalahan interoperabilitas pada IoT
dibagi menjadi tiga yakni network interoperability, semantic
interoperability, dan syntactical interoperability. Network
interoperability mengacu pada protokol jaringan yang digunakan oleh
“things” untuk terhubung dengan perangkat lain. Syntactical
interoperabliity mengacu pada mengacu pada protokol komunikasi yang
digunakan untuk berkomunikasi atau mengirimkan pesan. Semantic
interoperability mengacu terhadap konten atau konteks data yang
digunakan. Dalam mengatasi permasalahan itu maka telah
dikembangkan sebuah IoT middleware untuk mengatasi permasalahan
interoperabilitas secara mendalam dan keseluruhan.
c. Cara Penyelesaian Masalah
Melakukan suatu pengujian dimana pengujian tersebut dilakukan untuk
mengetahui apakah IoT middleware dapat bekerja secara maksimal
dalam mengatasi masalah syntactical, semantic, dan network secara
bersamaan. Dengan menggunakan komponen protocols, interpretation,
dan information utilization pada pengujian pertama yang dihasilkan
adalah suatu keberhasilan pengiriman data dari interface yang digunakan
yakni wlan0, lowpan0, dan bluetooth. Masing - masing data dikirim
dalam waktu yang bersamaan dengan data yang dikirim sebanyak 120
7

data selama tiga kali percobaan. Kemudian pengiriman data yang melalui
wlan0 dan lowpan0 menggunakan protokol komunikasi MQTT dan
CoAP menunjukkan hasil tingkat kesuksesan data yang dikirimkan dari
masing-masing node sensor secara bersamaan dengan hasil pengujian
menunjukkan pengiriman data rata-rata melalui wlan0 sebesar 99,17%,
lowpan0 sebesar 97,50%, dan bluetooth sebesar 100%. Pada pengiriman
data yang dilakukan, seluruh data yang ditampilkan dalam IoT
application memiliki nilai serupa berdasarkan data yang dikirimkan oleh
node sensor. Namun, data yang berbentuk Gambar dan video tidak dapat
dibaca dengan baik sebab keterbatasan kemampuan yang dimilikan
modul GSM dalam mengirimkan data. Berdasarkan hasil tersebut
pengujian interoperabilitas yang dilakukan membuktikan bahwa IoT
middleware mampu mengatasi permasalahan network, syntactical, dan
semantic interoperability secara bersamaan.
d. Hasil Penyelesaian Masalah
Dapat diketahui bahwa IoT middleware yang dibangun peneliti
sebelumnya telah dapat mengatasi permasalahan network, semantic, serta
syntactical interoperability secara bersamaan. Kemudian dari pengujian
pengiriman data pada masing-masing protokol jaringan yang dilakukan
secara bersamaan nilai rata-rata pada Wi-Fi sebesar 96,67%, 6LoWPAN
sebesar 96,11%, dan BLE sebesar 100%. Namun penggunaan network
protocol 6LoWPAN belum dapat mengirimkan data menuju ke
middleware. Pada pengujian parameter kedua dan ketiga yakni
interpretion dan information utilization dihasilkan data yang dikirim dari
middleware menuju IoT application melalui IGD tidak semua dapat
ditampilkan di aplikasi. Hal ini terjadi karena keterbatasan kemampuan
dari perangkat yang digunakan sebagai IGD dan aplikasi itu sendiri.
Sistem IoT yang dijalankan secara bersama-sama berdasarkan kinerja
pada proses pengiriman data. Maka perlu dilakukan penanganan handle
error terhadap data collision sehingga tidak adalagi data yang tidak
8

terkirim menuju middleware. Selain itu Perlu dilakukan penambahan


untuk dapat menerima data raw dari pengiriman advertise oleh BLE.
Serta Perlu dilakukan enkripsi data pada data yang dikirimkan oleh node
sensor ke middleware. Hal ini dibutuhkan sebab data yang dikirimkan
masih dapat terlihat menggunakan program wireshark.
3. Studi Kasus 3
a. Judul :
“Pengujian Interoperabilitas pada IoT Middleware dalam Mengatasi
Permasalahan Interoperabilitas”
b. Permasalahan yang Dihadapi
Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan sebuah middleware
dengan pendekatan event-driven yang mampu mendukung
interoperabilitas berbagai macam perangkat sensor pada lingkungan IoT.
Namun, skema komunikasi pada middleware tersebut masih terdapat
celah keamanan dimana fitur keamanan belum diterapkan pada transmisi
data dan menimbulkan ancaman berupa eavasdropping. Solusi dari
permasalahan ini adalah menerapakan mekanis006De end-to-end
security. Dalam penelitian ini dilakukan penerapan algoritme kriptografi
AES-CBC 128 pada komunikasi node sensor ke middleware dan
mekanisme TLS pada komunikasi middleware dengan aplikasi berbasis
IoT.
c. Cara Penyelesaian Masalah
Melakukan implementasi Enkripsi payload dengan algoritme AES-CBC
128 dilakukan pada saat data akan dikirim oleh sensor node ke
middleware selanjutnya menerapkan Deskripsi payload. Kemudian
melakukan pengujian untuk mengetahui apakah mekanisme yang
diterapkan, yaitu TLS/SSL dan AES-CBC-128 berhasil mengamankan
pengiriman data antara node sensor ke middleware, middleware dengan
subscriber. Pengujian pertama untuk mengetahui bagaimana kerahasian
data yang sedang dikirim antara node sensor dengan middleware.
9

Pengujian dilakukan dengan metode sniffing untuk melihat data yang


dikirim dengan menkanisme enkripsi dan tanpa mekanisme eknripsi.
Sniffing dilakukan dengan perangkat lunak Wireshark yang terpasang
antara node sensor dan middleware. Pengujian berikutnya adalah untuk
mengetahui dampak penerapan enkripsi payload dalam pengiriman data.
Parameter yang digunakan adalah delay. Pengujian dilakukan dengan
membandingkan delay pengiriman data dengan enkripsi payload dan
tanpa enkripsi payload.
d. Hasil Penyelesaian Masalah
Dari penelitian ini dapat disimpulkan baik mekanisme enkripsi payload
dengan AES-CBC dan TLS/SSL dapat memberikan jaminan kerahasiaan
pada mekanisme publish/subscribe. Untuk end-toend security berbasis
kriptografi hanya bisa menjaga kerahasiaan data sensor, tidak
keseluruhan data yang dikirim. akan tetapi topik masih terlihat,
sedangkan TLS/SSL menjamin kerahasiaan seluruh data yang dikirim.
Penggunaan mekanisme ini tidak berdampak signifikan pada delay
pengiriman data, yaitu masih dibawah 1 detik.
D. Interoperabilitas Level Software
1. Studi Kasus 1
a. Judul :
“IMPLEMENTASI WEB SERVICE UNTUK MENDUKUNG
INTEROPERABILITAS PADA APLIKASI E-COMMERCE”
b. Permasalahan yang Dihadapi
E-commerce merupakan suatu metode yang memanfaatkan media
internet untuk berjalannya aplikasi transaksi secara online, banyak sekali
kelebihan yang didapat dari menggunakan metode ini diantaranya user
dan produsen tidak langsung bertemu untuk melakukan transaksi
tersebut dimana transaksi ini bisa berlangsung selama 24 Jam dan bisa
terjadi kapan dan dimana saja. Namun, permasalahan yang terjadi, pada
masa sekarang ini perangkat keras, sistem operasi, aplikasi, hingga
10

bahasa pemrograman semakin beraneka ragam jenisnya. Keadaan


tersebut dapat menimbulkan masalah dalam proses pertukaran data antar
perangkat yang menggunakan aplikasi dan platform yang berbeda.
c. Cara Penyelesaian Masalah
Permasalahan tersebut bisa diatasi dengan menggunakan Web Service .
Dengan menggunakan Web Service maka akan memungkinkan
perangkat-perangkat sistem operasi dan aplikasi yang berbeda satu sama
lain dapat saling bertukar data dan informasi dengan mudah.
d. Hasil Penyelesaian Masalah
Dengan adanya Web Services yang mampu mengelola aplikasi e-
commerce ini, diharapkan distributor atau agen bisa lebih mudah dalam
melakukan pekerjaanya. Karena para pelaku pembelian dari aplikasi e-
commerce tersebut cukup menyediakan device dan sebuah aplikasi
client yang dapat mengolah transaksi yang dikirimkan oleh web services
tersebut. Melalui implementasi web service maka interoperabilitas
sistem e-commerce menjadi meningkat sehingga memungkinkan akses
dari beragam peralatan, baik web maupun mobile
2. Studi Kasus 2
a. Judul :
“IMPLEMENTASI FRAMEWORK INTEROPERABILITAS DALAM
INTEGRASI DATA REKAM MEDIS”
b. Permasalahan yang Dihadapi
Rekam medis merupakan data yang bersifat pribadi dan menjadi salah
satu informasi penting yang wajib menyertai seseorang kemanapun dia
pergi yang sering disebut sebagai pencatatan data riwayat pasien.
Masalah yang sering muncul adalah tidak adanya keterkaitan antara
masing-masing rumah sakit dalam ketersediaan informasi rekam medis.
Jika tidak ada keterkaitan antara masing-masing rumah sakit,
pemeriksaan akan terjadi berulang-ulang, padahal rekam medis
sebelumnya sangat berguna pada pemeriksaan kesehatan selanjutnya.
11

c. Cara Penyelesaian Masalah


Cara menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan dikembangkannya
sebuah perangkat lunak yang menggunakan layanan web services yang
dapat diakses melalui aplikasi mobile. Dengan mengunakan emulator
WAP digunakan untuk menguji data rekam medis.
d. Hasil Penyelesaian Masalah
Hasil penyelesaian masalah adalah dikembangkan sebuah perangkat
lunak yang dibangun dalam lingkungan client/server dengan model
visual/desktop applicatioin, serta pengujian berupa pengaksesan web
services sebagai salah satu implementasi dari framework
interoperabilitas. Sistem yang dikembangkan meniru dari sistem
pencatatan rekam medis yang ada di rumah sakit/klinik pengobatan.
Selanjutnya hasil sistem pencatatan rekam medis dapat diakses dengan
menggunakan aplikasi web atau mobile/hp untuk memperoleh informasi
rekam medis dari seorang pasien. Pencatatan rekam medis pasien ini
hanya dibatasi pada proses pencatatan rekam medis rawat jalan.
Tersedianya model integrasi data menggunakan web services mampu
memberikan kemudahan untuk memperoleh data rekam medis pasien
rumah sakit. Kemudahan yang diperoleh berupa keleluasaan
mendapatkan informasi rekam medis tanpa harus datang langsung ke
rumah sakit yang menyimpan data rekam medis tersebut.
3. Studi Kasus 3
a. Judul :
“MODEL INTEROPERABILITAS ANTAR APLIKASI E-
GOVERNMENT”
b. Permasalahan yang Dihadapi
Interoperabilitas antar aplikasi sistem informasi menjadi tuntutan
mendesak dalam pengembangan e-Gov di Indonesia saat ini. Hal ini
disebabkan oleh adanya kebutuhan data multisektoral yang semakin
meningkat dalam rangka pengambilan kebijakan untuk mengatasi
12

problem yang melibatkan data dari antar sektor terkait. Sementara


kondisi aplikasi di lingkungan pemerintah saat ini, umumnya masih
bersifat sektoral, terpisah-pisah, tidak dapat saling berkomunikasi, dan
heterogen. Interoperabilitas antar aplikasi e-Gov menjadi hal penting
yang perlu segera dicari solusinya agar problem pengembangan e-Gov
di Indonesia tidak berlarut-larut.
c. Cara Penyelesaian Masalah
Model interoperabilitas antar aplikasi e-Gov ditunjukkan
dengan memanfaatkan model web services yang meliputi: model
pemetaan proses pengambilan data antar aplikasi e-Gov; proses
akses data menggunakan fungsi remote untuk pengambilan data
antaraplikasi e-Gov; model infrastruktur interoperabilitas antar
aplikasi e-Gov, serta implementasi pada model
interoperabilitas antar aplikasi e-Gov.
d. Hasil Penyelesaian Masalah
Pemodelan interoperabilitas antar aplikasi e-Gov yang berbeda
dapat dikembangkan melalui cara pemanfaatan teknologi web
services. Pemanfaatan teknologi web services dalam pertukaran data
antar dua aplikasi e-Gov mampu menunjukkan prinsip
interoperabilitas.
13

DAFTAR PUSTAKA
Lukman Musfirah, Rieuwpassa. 2018. SISTEM LAMPU OTOMATIS
DENGAN SENSOR GERAK, SENSOR SUHU DAN SENSOR SUARABERBASIS
MIKROKONTROLER. Jurnal Resistor. 1(2):100-101.
Desmira, , Nugroho Widhi dan Sutarti. 2020. PENERAPAN SENSOR
PASSIVE INFRARED (PIR) PADA PINTU OTOMATIS DI PT LG ELECTRONIC
INDONESIA. Jurnal Prosisko. 7(1) : 4-5.
Desmira, Aribowo Didik, Priyogi Gigih, Islam Saeful. 2022. APLIKASI
SENSOR LDR (LIGHT DEPENDENT RESISTOR) UNTUK EFISIENSI ENERGI
PADA LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM. Jurnal Prosisko. 9(1) : 23.

Anda mungkin juga menyukai