Anda di halaman 1dari 7

UJME 5 (1) (2016)

Unnes Journal of Mathematics Education


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII


DENGAN PEMBELAJARAN MODEL 4K DITINJAU DARI GAYA
KOGNITIF SISWA

L. Rifqiyana , Masrukan, B. E. Susilo

Jurusan Matematika FMIPA UNNES


Gedung D7 Lt.1 Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi kemampuan berpikir kritis
Diterima : Desember 2015 siswa kelas VIII dengan pembelajaran model 4K ditinjau dari gaya kognitif field
Disetujui : Desember 2015 dependent (FD) dan field independent (FI). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas
Dipublikasikan : Maret VIII SMP Negeri 3 Kudus. Teknik pengumpulan data menggunakan Group
2016 Embedded Figures Test (GEFT), tes kemampuan berpikir kritis dan wawancara.
Analisis tes kemampuan berpikir kritis mengacu pada indikator kemampuan
berpikir kritis menurut Ennis (2011) yang ditentukan oleh peneliti. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) jumlah siswa bergaya kognitif FD lebih
Kata Kunci:
banyak daripada jumlah siswa bergaya kognitif FI, (2) subjek FD lemah (FDL)
Kemampuan Berpikir
mampu menguasai kemampuan 1, kurang mampu menguasai kemampuan 2, 3
Kritis;
dan 6 serta tidak mampu menguasai kemampuan 4 dan 5; (3) subjek FD kuat
Model 4K;
(FDK) mampu menguasai kemampuan 1 dan 2, kurang mampu menguasai
Gaya Kognitif;
kemampuan 3, 4, 5 dan 6; (4) subjek FI lemah (FIL) mampu menguasai
GEFT.
kemampuan 1, kurang mampu menguasai kemampuan 2, 3 dan 6 serta tidak
mampu menguasai kemampuan 4 dan 5; (5) subjek FI kuat (FIK) mampu
menguasai kemampuan 1, 2 dan 3, namun kurang menguasai kemampuan 4, 5
dan 6, (6) siswa dari kelompok kuat lebih baik daripada siswa dari kelompok
lemah pada gaya kognitif FD dan FI.

Abstract
The objective of the research is to describe the critical thinking abilities of students in
Junior High School grade 8th using 4K learning model based on the field dependent (FD)
and field independent (FI) cognitive style. The subject of this research is students of SMP N
3 Kudus grade 8th. The techniques to collecting data of this research are Group Embedded
Figures Test (GEFT), critical thinking abilities test and interviews. The analysis of critical
thinking abilities test based on the indicators of critical thinking abilities according to
Ennis (2011) that is determined by the reseacher. The result of this research indicates that:
(1) the number of FD students bigger than the number of FI students; (2) subject weak FD
(FDL) capable on ability 1, less able on ability 2, 3, and 6 as well as unable on ability 4
and 5; (3) subject strong FD (FDK) capable on ability 1 less able on ability 3, 4, 5 and 6;
(4) subject weak FI (FIL) capable on ability 1, less able on ability 2, 3, and 6 as well as
unable on ability 4 and 5; (5) subjek strong FI (FIK) capable on ability 1, 2 and 3, less able
on ability 4, 5 and 6; (6) the student from the strong group is better than the students from
the weak group for FI and FD cognitive style.

 Alamat Korespondensi © 2016 Universitas Negeri Semarang


Email : lilyanrifqiyana@yahoo.com
p-ISSN 2252-6927
e-ISSN 2460-5840
L. Rifqiyana et al /UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) 2016

PENDAHULUAN khususnya pendidikan matematika adalah gaya


Menurut Badan Nasional Standar kognitif. Feldhusen & Goh, sebagaimana
Pendidikan (BSNP) (2006) menyebutkan bahwa dikutip oleh Emir (2013) menyatakan bahwa
matematika merupakan ilmu universal yang “critical thinking is integrated part of the concept of
mendasari perkembangan teknologi modern, the creativity and the programmes that are directed to
mempunyai peran penting dalam berbagai develop the critical thinking must absolutely focus on
disiplin ilmu dan memajukan daya pikir cognitive style among other factors”. Dari pendapat
manusia. Namun daya pikir manusia tidak tersebut maka gaya kognitif memiliki peran
hanya sebatas pada kemampuan menghafal penting dibandingkan dengan faktor yang lain
saja, akan tetapi kemampuan memahami dan dalam mengembangkan kemampuan berpikir
menghubungkan fakta juga diperlukan. kritis siswa. Sehingga guru perlu
Kemampuan dalam memahami fakta, mempertimbangkan gaya kognitif siswa dalam
menghubungkan fakta satu dengan fakta yang melaksanakan pembelajaran matematika di
lain, mengkategorikan, memanipulasi, kelas.
menggunakannya bersama dalam situasi yang Untuk memperoleh siswa dengan
baru dan menerapkannya dalam mencari kemampuan berpikir kritis yang baik,
penyelesaian baru terhadap masalah baru dibutuhkan sebuah model pembelajaran yang
merupakan berpikir tingkat tinggi (Kurniasih, dapat mengeksplorasi kemampuan berpikir
2013). kritis siswa. Sebuah model pembelajaran yang
Krulik dan Rudnik sebagaimana dikutip dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
oleh Reta (2012) menyebutkan bahwa berpikir siswa ialah model yang mampu
tingkat tinggi terdiri dari berpikir kritis dan mengembangkan dan mengeksplorasi indikator
berpikir kreatif. Namun untuk menjadi terampil kemampuan berpikir kritis. Model pembelajaran
berpikir kreatif diperlukan keterampilan yang tepat ialah model pembelajaran 4K.
berpikir kritis (Rochmad, 2013). Sehingga untuk Masrukan et al. (2014) menjelaskan bahwa
dapat mencapai kemampuan berpikir kreatif, model 4K merupakan model pembelajaran yang
siswa harus memiliki dasar kemampuan bermuatan pendidikan karakter dan ekonomi
berpikir kritis. kreatif dengan pemanfaatan barang bekas dan
Pada kenyataannya, siswa di Indonesia menggunakan asesmen kinerja.
hanya mempunyai kemampuan mengetahui Tujuan dari penelitian ini adalah: (1)
(knowing) sedangkan siswa di Taiwan sudah untuk mengetahui deskripsi gaya kognitif field
mempunyai kemampuan bernalar tingkat tinggi dependent dan field independent siswa SMP Kelas
(Kurniasih, 2013). Pernyataan tersebut VIII, (2) untuk mengetahui kemampuan
dibuktikan dengan analisis hasil TIMSS tahun berpikir kritis siswa kelas VIII dengan model
2007 di bidang matematika menunjukkan lebih pembelajaran 4K ditinjau dari gaya kognitif
dari 80% siswa Indonesia hanya mampu siswa.
mencapai level rendah, sementara di Taiwan Ennis (2011) menyatakan definisi
hampir 50% siswanya mampu mencapai advance berpikir kritis adalah “ critical thinking is
(Mullis et al., 2008). Siswa yang mencapai level reasonable, reflective thinking that is focused on
rendah hanya memiliki kemampuan deciding what to believe or do”. Dari definisi
mengetahui (knowing), sedangkan siswa dengan tersebut, Rochmad (2013) menjelaskan bahwa
kemampuan advance memiliki kemampuan berpikir kritis menekankan pada berpikir yang
dalam penalaran dengan informasi yang tidak masuk akal dan reflektif. Berpikir yang masuk
lengkap yang merupakan kemampuan bernalar akal dan reflektif ini digunakan untuk
tingkat tinggi (PPPPTK, 2011). Berdasarkan mengambil keputusan untuk mempercayai atau
hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan lakukan. Setyawati (2011) menyatakan bahwa
berpikir kritis siswa di jenjang pendidikan SMP seseorang berpikir kritis memiliki ciri-ciri: (1)
terutama dalam bidang matematika masih menyelesaikan suatu masalah dengan tujuan
rendah. tertentu, (2) menganalisis, menggeneralisasikan,
Di dalam mengembangkan kemampuan mengorganisasikan ide berdasarkan fakta/
berpikir kritis, setiap guru dihadapkan pada informasi yang ada, dan (3) menarik
siswa yang memiliki karakteristik yang berbeda- kesimpulan dalam menyelesaikan masalah
beda antara individu satu dengan yang lainnya. tersebut secara sistematik dengan argumen yang
Salah satu dimensi karakteristik siswa yang benar. Dari beberapa pendapat tersebut, maka
secara khusus perlu dipertimbangkan, yang dimaksud kemampuan berpikir kritis
41
L. Rifqiyana et al /UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)
adalah kemampuan untuk mengambil Model 4K memiliki sintaks (langkah-
keputusan dalam rangka untuk menyelesaikan langkah) meliputi 6 fase yakni: (1) ilustrasi
masalah tertentu dengan pemikiran yang masuk pengembangan karakter yaitu memberikan
akal dan reflektif dan memberikan argumen ilustrasi, cerita, film, fenomena yang dapat
yang benar berdasarkan fakta/informasi yang mengembangkan karakter siswa sesuai dengan
ada. pokok materi yang akan dipelajari; (2)
Ennis (2011) menyebutkan bahwa investigasi yaitu melibatkan siswa dalam
terdapat 12 indikator kemampuan berpikir kritis kegiatan penyelidikan terhadap karakteristik
yang dirangkum dalam 5 tahapan yaitu: (1) matematika dengan menggunakan alat peraga
tahapan klarifikasi dasar (basic clarification) terbuat dari barang bekas yang berkaitan dengan
meliputi merumuskan pertanyaan, menganalisis konsep atau prinsip matematika tertentu; (3)
argumen, serta menanyakan dan menjawab eksplorasi kolaboratif yaitu memberikan
pertanyaan, (2) tahapan memberikan alasan kesempatan siswa untuk melakukan eksplorasi
untuk suatu keputusan (the bases for the decision) secara kolaboratif guna menemukan kembali
meliputi menilai kredibilitas sumber informasi konsep dan prinsip matematika dengan
serta melakukan observasi dan menilai laporan menggunakan bantuan alat peraga sederhana;
hasil observasi, (3) tahapan menyimpulkan (4) kinerja kreatif yaitu memberikan
(inference) meliputi membuat deduksi dan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menilai deduksi, membuat induksi dan menilai menghasilkan produk matematis yang dikemas
induksi, serta mengevaluasi (4) tahapan dan disajikan secara kreatif; (5) komunikasi
klarifikasi lebih lanjut (advanced clarification) yaitu memberikan kesempatan siswa untuk
meliputi, mendefinisikan dan menilai definisi, melakukan expose (paparan/pameran) produk
serta mengidentifikasi asumsi, (5) tahapan matematis; dan (6) penghargaan yaitu memilih
dugaan dan keterpaduan (supposition and kelompok terbaik berdasar kriteria: kebenaran,
integration) meliputi menduga, serta kreativitas, dan penampilan.
memadukan. Dari keenam fase tersebut, diharapkan
Dalam penelitian ini, indikator kemampuan berpikir kritis siswa melalui
kemampuan berpikir kritis terbatas hanya pada pembelajaran model 4K dapat berkembang.
indikator: (1) merumuskan pertanyaan dengan Kemampuan melakukan observasi diharapkan
sub indikator merumuskan masalah, (2) dapat berkembang melalui fase ilustrasi
menanyakan dan menjawab pertanyaan dengan pengembangan karakter. Kemampuan
sub indikator menentukan fakta yang ada, (3) merumuskan pertanyaan serta kemampuan
melakukan observasi dan menilai hasil laporan menanyakan dan menjawab pertanyaan
observasi dengan sub indikator menggunakan diharapkan dapat berkembang melalui fase
bukti-bukti yang kuat, (3) membuat induksi dan investigasi. Kemampuan menilai laporan hasil
menilai induksi dengan sub indikator menarik observasi serta kemampuan mendefinisikan dan
kesimpulan sesuai fakta, (4) mendefinisikan dan menilai definisi diharapkan dapat berkembang
menilai definisi dengan sub indikator bertindak melalui fase eksplorasi kolaboratif. Kemampuan
dengan memberikan penjelasan lanjut, (5) memadukan diharapkan dapat berkembang
memadukan dengan sub indikator memadukan melalui fase kinerja kreatif. Sedangkan
kecenderungan dan kemampuan dalam kemampuan membuat induksi dan menilai
membuat keputusan. Indikator-indikator yang induksi diharapkan dapat berkembang melalui
digunakan sudah mewakili setiap tahapan yang fase komunikasi.
dikemukakan oleh Ennis (2011). Salah satu faktor yang perlu
Untuk dapat mengekplorasi indikator dipertimbangkan dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kritis di dalam suatu kemampuan berpikir kritis siswa yaitu gaya
pembelajaran, maka diperlukan model yang kognitif. Gaya kognitif disebut sebagai gaya,
tepat yaitu model pembelajaran 4K. Masrukan bukan sebagai kemampuan karena merujuk
et al. (2014) mengemukakan bahwa model 4K pada cara seseorang memproses informasi dan
merupakan model pembelajaran di SMP yang memecahkan masalah, bukan merujuk pada
bermuatan pendidikan karakter, ekonomi bagaimana proses penyelesaian yang terbaik.
kreatif, dan dengan pemanfaatan alat peraga Menurut Saracho (1997), gaya kognitif adalah
barang bekas menggunakan asesmen kinerja. proses psikologis individu untuk memahami
Istilah 4K merupakan singkatan dari Karakter, dan bereaksi dengan lingkungannya. Hal ini
Kreatif, Konservasi, dan Kinerja. berkaitan dengan cara berpikir seseorang,

42
L. Rifqiyana et al /UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) 2016
memecahkan masalah, dan belajar. Witkin et al. skor GEFT kurang dari sama dengan nilai
(1979) membagi gaya kognitif menjadi dua tengah FD dan kelompok kuat jika skor GEFT
yaitu gaya kognitif field dependent (FD) dan gaya lebih dari nilai tengah FD, (4) menentukan nilai
kognitif field independent (FI) dengan alat ukur tengah dari kelompok FI dengan cara membagi
berupa Group Embedded Figures Test (GEFT). kelompok FI menjadi 2 bagian yaitu kelompok
Gaya kognitif menurut Witkin et al. (1979) lemah jika skor GEFT kurang dari sama dengan
adalah cara mengidentifikasi individu yang nilai tengah FI dan kelompok kuat jika skor
cenderung analitik ataupun cenderung global. GEFT lebih dari nilai tengah FI, (5)
GEFT merupakan tes yang meminta individu menentukan nilai tengah dari kelompok FD
untuk menemukan gambar geometri yang lemah, nilai tengah dari kelompok FD kuat,
mudah, namun tersembunyi dalam suatu nilai tengah dari kelompok FI lemah dan nilai
gambar yang kompleks. Dari hasil GEFT akan tengah dari kelompok FI kuat dengan
akan terklasifikasi siwa bergaya kognitif FD dan mempertimbangkan jarak skor dengan gaya
bergaya kognitif FI. Individu FI akan mudah kognitif lainnya. Selanjutnya subjek FD dari
menemukan gambar geometri sederhana dan kelompok lemah disebut FD Lemah (FDL),
dapat melakukan lebih cepat daripada individu sedangkan subjek FD dari kelompok kuat
FD. Dari segi kepribadian, individu FD disebut FD Kuat (FDK). Subjek FI dari
menyukai bersosialisasi, sedangkan individu FI kelompok lemah disebut FI Lemah (FIL) dan
cenderung bekerja secara bebas. subjek FI dari kelompok kuat disebut FI Kuat
(FIK).
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian Teknik pengumpulan data dalam
kualitatif. Penelitian ini berusaha untuk penelitian ini adalah GEFT, tes kemampuan
mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis berpikir kritis dan wawancara. Hasil tes
siswa dengan model 4K ditinjau dari gaya kemampuan berpikir kritis dan data hasil
kognitif siswa. Pendeskripsian ini akan wawancara selanjutnya dianalisis. Analisis tes
memaparkan kemampuan berpikir kritis siswa kemampuan berpikir kritis mengacu pada
dilihat dari indikator kemampuan berpikir kritis pedoman penskoran kemampuan berpikir kritis
siswa menurut Ennis (2011) yang telah yang dibuat peneliti berdasarkan indikator
ditentukan oleh peneliti. kemampuan berpikir kritis yang sudah
ditentukan.
Subjek penelitian ini adalah empat
siswa kelas VIII I SMP Negeri 3 Kudus. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan subjek penelitian ini ditentukan Penentuan gaya kognitif siswa kelas
berdasarkan tes gaya kognitif yang VIII I SMP Negeri 3 Kudus melalui pengisian
dikembangkan oleh Witkin (1971) dan instrumen GEFT yang dilakukan oleh siswa
diterjemahkan oleh Ulya (2014) dan telah teruji sehingga diperoleh data sebagai berikut.
validitas dan reliabilitasnya yaitu GEFT (Group Tabel 1. Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII I SMP Negeri 3
Embedded Figures Test). Adapun kriteria Kudus
penentuan gaya kognitif yaitu jika skor GEFT
berada pada rentang 0-11 maka siswa tersebut
memiliki gaya kognitif field dependent (FD).
Sedangkan jika skor GEFT berada pada rentang
12-18 maka siswa tersebut memiliki gaya Berdasarkan Tabel 1, jumlah siswa
kognitif field independent (FI). bergaya kognitif field dependent berjumlah 23
siswa (77%), dan jumlah siswa bergaya kognitif
Jumlah subjek penelitian dipilih adalah field independent berjumlah 7 siswa (23%).
empat orang, adapun langkah penentuan Kemudian dari siswa bergaya kognitif field
subjek, (1) hasil skor GEFT siswa yang dependent dibagi menjadi dua kelompok yaitu
melakukan tes, diurutkan dari skor yang terkecil keleompok lemah dan kelompok kuat. Sehingga
hingga skor yang terbesar, (2) siswa diperoleh kelompok lemah sebanyak 12 siswa
diklasifikasikan ke dalam siswa FD dengan dan kelompok kuat sebanyak 11 siswa. Begitu
rentang skor antara 0-11 dan siswa FI dengan pula dengan siswa bergaya kognitif field
rentang skor 12-18 sehingga diperoleh 2 independent dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok siswa yaitu kelompok FD dan kelompok lemah dan kelompok kuat. Sehingga
kelompok FI, (3) menentukan nilai tengah dari diperoleh kelompok lemah sebanyak 4 siswa
kelompok FD dengan cara membagi kelompok dan kelompok kuat sebanyak 3 siswa.
FD menjadi 2 bagian yaitu kelompok lemah jika
43
L. Rifqiyana et al /UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)

Kemudian dari setiap kelompok untuk setiap


gaya kognitif diambil satu subjek yang dijadikan
sebagai subjek penelitian. Sehingga terpilih 4
siswa yaitu subjek FDL, FDK, FIL dan FIK
sebagai subjek penelitian.
Tabel 2. Subjek Penelitian

Gambar 1. Pekerjaan Subjek FDK pada Soal Nomor 2


Dari hasil jawaban subjek FDK
tersebut, kemudian ditentukan indikator
Setelah mendapatkan subjek terpilih kemampuan berpikir kritis yang dicapai oleh
seperti yang ditampilkan pada tabel 2, subjek FDK. Berikut analisis jawaban subjek
selanjutnya dilakukan pembelajaran dengan FDK pada soal nomor 2.
model 4K. Pembelajaran model 4K disesuaikan Tabel 3. Analisis Jawaban Subjek FDK pada Soal Nomor 2
dengan sintaks-sintaks yang telah dikemukakan
oleh Masrukan et al. (2014). Pembelajaran
dilakukan pada materi bangun ruang sisi datar
yang difokuskan pada materi prisma. Pada fase
ilustrasi pengembangan karakter, siswa
diberikan beberapa contoh gambar kemasan
produk makanan maupun minuman yang
menggunakan model prisma sehingga siswa
termotivasi untuk kreatif dalam
mengembangkan produk yang unik dan bernilai
ekonomis. Pada fase investigasi, siswa
Dari hasil jawaban tersebut kemudian
menyelidiki berbagai model prisma yang
ditriangulasikan dengan hasil wawancara
diberikan serta alat peraga volum prisma
dengan subjek FDK. Berikut hasil analisis data
dengan pendekatan balok menggunakan alat
terhadap subjek FDK pada soal nomor 2.
peraga barang bekas. Pada fase eksplorasi
kolaboratif, siswa diajak untuk berdiskusi
Tabel 4. Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis Subjek
dengan teman sekelompok mengenai hasil FDK pada Soal Nomor 2
investigasi yang diperoleh sebelumnya. Pada
fase kinerja kreatif, siswa membuat produk
berupa laporan hasil diskusi dari permasalahan
yang diberikan oleh guru. Pada fase
komunikasi, siswa mempresentasikan laporan
hasil diskusi yang telah dibuat pada fase kinerja
kreatif dan pada fase penghargaan, guru
memberikan penghargaan pada kelompok
terbaik menurut kriteria yang ditentukan.
Setelah pembelajaran yang dirancang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terlaksana, maka dilakukan tes kemampuan kemampuan berpikir kritis antara subjek FDL
berpikir kritis yang sudah valid melalui uji coba dan FDK memiliki beberapa persamaan dan
tes dan divalidasi oleh pakar dalam bidang perbedaan. Persamaan diantara kedua subjek
matematika. Setelah tes, kemudian dilakukan yaitu mampu merumuskan masalah dengan
wawancara dengan subjek terpilih. Kemudian benar dan lengkap, kurang mampu
dilakukan analisis data kemampuan berpikir menggunakan bukti-bukti yang benar, dan
kritis, data wawancara dan hasil triangulasi data kurang mampu memadukan kecenderungan
masing-masing subjek. dan kemampuan dalam membuat keputusan.
Perbedaan antara kedua subjek ditunjukkan
Kemampuan Berpikir Kritis Subjek Field pada sub indikator menentukan fakta yang ada,
Dependent (FD) menarik kesimpulan sesuai fakta dan bertindak
Berikut contoh analisis data yang dengan memberikan penjelasan lanjut. Subjek
dilakukan pada subjek FDK pada soal nomor 2 FDL kurang mampu menentukan fakta yang
pada tabel 3. ada, tidak mampu menarik kesimpulan sesuai
44
L. Rifqiyana et al /UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) 2016

fakta dan tidak mampu bertindak dengan Dari hasil jawaban tersebut kemudian
memberikan penjelasan lanjut. Sedangkan ditriangulasikan dengan hasil wawancara
subjek FDK mampu menentukan fakta yang dengan subjek FIK. Berikut hasil analisis data
ada, kurang mampu menarik kesimpulan sesuai terhadap subjek FIK pada soal nomor 2 pada
fakta dan kurang mampu bertindak dengan tabel 6.
memberikan penjelasan lanjut. Dari uraian Hasil penelitian menunjukkan
tersebut, maka kemampuan berpikir kritis kemampuan berpikir kritis subjek FIL dan
subjek FDK lebih baik daripada kemampuan subjek FIK juga memiliki persamaan dan
berpikir kritis subjek FDL. perbedaan. Persamaan antara kedua subjek
Kemampuan Berpikir Kritis Subjek Field yaitu mampu merumuskan masalah dengan
benar dan lengkap, serta kurang mampu
Independent (FI)
memadukan kecenderungan dan kemampuan
Berikut contoh analisis data yang
dalam membuat keputusan. Perbedaan antara
dilakukan pada subjek FIK pada soal nomor 2
keduanya yaitu subjek FIL kurang mampu
pada tabel 5.
menentukan fakta yang ada pada
permasalahan, kurang mampu menggunakan
bukti-bukti yang benar, tidak mampu menarik
kesimpulan sesuai fakta, serta tidak mampu
bertindak dengan memberikan penjelasan
lanjut. Sedangkan subjek FIK mampu
menentukan fakta yang ada pada
permasalahan, mampu menggunakan bukti-
bukti yang benar, kurang mampu menarik
Gambar 2. Pekerjaan Subjek FIK pada Soal Nomor 2 kesimpulan sesuai fakta serta mampu bertindak
dengan memberikan penjelasan lanjut. Dari
uraian tersebut, maka kemampuan berpikir
Dari hasil jawaban subjek FIK tersebut, kritis subjek FIK lebih baik dari pada
kemudian ditentukan indikator kemampuan kemampuan berpikir kritis subjek FIL.
berpikir kritis yang dicapai oleh subjek FIK.
Berikut analisis jawaban subjek FIK pada soal Berdasarkan deskripsi kemampuan
nomor 2. berpikir kritis ditinjau dari gaya kognitif FD
dan FI, maka temuan dalam penelitian ini
Tabel 5. Analisis Jawaban Subjek FIK pada Soal Nomor 2
adalah bahwa kemampuan berpikir kritis subjek
dari kelompok kuat lebih baik daripada subjek
dari kelompok lemah untuk gaya kognitif field
dependent dan field independent. Selain itu, siswa
dengan gaya kognitif yang sama tidak selalu
memiliki kemampuan berpikir kritis yang sama.
Hal ini sesuai dengan penelitian Khoiriyah et al.
(2013) yang menyebutkan bahwa kategori
subjek dengan gaya kognitif yang sama tidak
selalu memiliki tingkat berpikir yang sama pula.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Purnomo (2015) juga menunjukkan bahwa
Tabel 6. Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis Subjek
tingkat berpikir kreatif siswa dengan gaya
FIK pada Soal Nomor 2 kognitif yang sama yaitu gaya kognitif impulsif
diperoleh siswa yang kurang kreatif dan siswa
yang sangat kreatif.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan mengenai kemampuan berpikir
kritis siswa kelas VIII dengan model
pembelajaran 4K maka diperoleh simpulan
sebagai berikut: (1) jumlah siswa dengan gaya

45
L. Rifqiyana et al /UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)
kognitif field dependent lebih banyak daripada Masrukan, Rochmad, B.E. Susilo, & Suhito. 2014.
jumlah siswa dengan gaya kognitif field Pengembangan Pembelajaran Matematika
Bermuatan Pendidikan Karakter dan Ekonomi
independent; (2) siswa jenis FD lemah (FDL)
Kreatif Berbantuan Alat Peraga Barang Bekas
mampu menguasai kemampuan 1, kurang dengan Asesmen Kinerja. Laporan Kemajuan
mampu menguasai kemampuan 2, 3 dan 6 serta Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi.
tidak mampu menguasai kemampuan 4 dan 5; Semarang: Universitas Negeri Semarang.
(3) siswa jenis FD kuat (FDK) mampu Mullis. I, M., M.O. Foy, P. 2008. TIMSS 2007
menguasai kemampuan 1 dan 2, kurang mampu International Mathematics Report. Chesnut
menguasai kemampuan 3, 4, 5 dan 6; (4) siswa Hills : Boston College.
jenis FI lemah (FIL) mampu menguasai PPPPTK. 2009. Instrumen Penilaian Hasil Belajar
Matematika SMP : Belajar dari PISA dan
kemampuan 1, kurang mampu menguasai
TIMSS. Yogyakarta : Kementerian
kemampuan 2, 3 dan 6 serta tidak mampu Pendidikan Nasional.
menguasai kemampuan 4 dan 5; (5) siswa jenis Purnomo, D. J. et al. 2015. Tingkat Berpikir Kreatif
FI kuat (FIK) mampu menguasai kemampuan pada Geometri Siswa Kelas VII Ditinjau dari
1, 2 dan 3, namun kurang menguasai Gaya Kognitif dalam Setting Problem Based
kemampuan 4, 5 dan 6. Dari penelitian ini juga Learning. Unnes Journal of Mathematic
ditemukan bahwa siswa field dependent Education. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
mengalami kesulitan dalam menentukan fakta
Reta, I K. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis
yang ada pada permasalahan yang diberikan
Masalah Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis
sehingga disarankan guru memberikan petunjuk Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Artikel.
agar siswa mampu menyaring informasi yang Denpasar: Universitas Pendidikan Ganesha.
diberikan serta siswa field dependent dan field Rochmad. 2013. Keterampilan Berpikir Kritis dan
independent memiliki kesulitan dalam menarik Kreatif dalam Pembelajaran Matematika.
kesimpulan sesuai fakta, sehingga guru supaya Prosiding Seminar Nasional Matematika 2013.
membiasakan siswa untuk menyimpulkan setiap Semarang: Universitas Negeri Semarang.
permasalahan yang diberikan. Saracho. O.N. 1997. Cognitive Style in Early Childhood
Education. London: Bergin and Garvey.
DAFTAR PUSTAKA Setyawati, R. D. 2013. Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Matematika Model Problem
BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Based Learning Berorientasi Enterpreneurship
dan Menengah, Standar Kompetensi dan dan Berbantuan CD Interaktif. Prosiding
Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta Seminar Nasional Matematika 2013. Semarang:
Emir, S. 2013. Contribusing of Teacher’s Thinking Universitas Negeri Semarang.
Styles to Critical Thinking Dispositions Ulya, H. 2014. Analisis Kemampuan Pemecahan
(Istanbul-Fatih Sample). Educational Sciences: Masalah Matematika SMP Ditinjau dari Gaya
Theory & Practice. 13(1): 337-347. Kognitif Siswa. Tesis. Universitas Negeri
Ennis, R. H. 2011. The Nature of Critical Thinking: Sn Semarang.
Outline of Critical Thinking Dispositions and Witkin, et al. 1971. A Manual For The Embedded Figure
Abilities. Online. Tersedia di Test. California: Consulting Psychologist
http://faculty.education.illinois.edu/rhennis Press.
/documents/TheNatureofCriticalThinking_
51711_000.pdf. Diakses 9-03-2015
Khoiriyah, N. et al. 2013. Analisis Tingkat Berpikir
Siswa Berdasarkan Teori Van Hiele pada
Materi Dimensi Tiga Ditinjau dari Gaya
Kognitif Field Dependent dan Field
Independent. Jurnal Pendidikan Matematika
Solusi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Kurniasih, A. W. 2013. Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis dalam Mengembangkan
Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon
Guru. Prosiding Seminar Nasional Matematika
2013. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Masrukan & Rochmad. 2014. Teaching and Learning
Mathematics Using Four­K Model at Junior High
School. Artikel. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.

46

Anda mungkin juga menyukai