Anda di halaman 1dari 12

ISSN Cetak: 1858-330X

Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika (JSPF)


ISSN Online: 2548-6373
Jilid 14, Nomor 3. Desemberl 2018 Website:http://ojs.unm.ac.id
Hal: 52-63

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP


KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SMAN 5
SOPPENG

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM-BASED LEARNING TOWARD


STUDENT’S CRITICAL THINKING SKILLS AT SMAN 5 SOPPENG

Nur’ Arizkah, 2) Herman, 3) Pariabti Palloan


1)

Universitas Negeri Makassar


Kampus UNM Parangtambung Jln. Daeng Tata Raya, Makassar, 90224
1)
e-mail : nur.arizkah@gmail.com
2)
e-mail : herman@unm.ac.id
3)
e-mail : pariabty.p@unm.ac.id

Abstrak. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berfikir Kritis


Peserta Didik SMAN 5 Soppeng. Pengaruh perubahan yang cepat dalam masyarakat bagi
pendidikan yakni pendidikan harus mempersiapkan generasi yang memiliki keterampilan-
keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satunya yakni keterampilan
berpikir kritis. Penerapan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran akan membuat peserta
didik terbiasa dalam mengidentifikasi, menganalisis, berpikir logis, dan membuat keputusan yang
tepat dalam menyelesaikan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara
yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik adalah dengan
menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
keterampilan berpikir kritis peserta didik yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan
yang diajar secara konvensional. Serta untuk menganalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis
peserta didik yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan yang diajar secara
konvensional di SMAN 5 Soppeng tahun akademik 2017/2018. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen sesungguhnya dengan desain penelitian posttest-only control group design.
Sample dalam penelitian ini ditentukan menggunakan Teknik pengambilan acak untuk
menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data yang didapatkan kemudian di analisis
menggunakan uji-t. Hasil analisis menunjukkan bahwa: skor rata-rata keterampilan berpikir kritis
peserta didik yang diajar baik menggunakan pembelajaran masalah dan secara konvensional
berada pada kategori sedang; terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang
diajar pembelajaran berbasis masalah dan secara konvensional pada indikator keterampilan
berpikir kritis yakni interpretasi, analisis, dan inferensi.

Kata kunci : keterampilan berpikir kritis, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran secara
konvensial.

Abstract. The Implementation of Pronlem-Based Learning Toward Student’s Critical Thinking


Skills at SMAN 5 Soppeng.The impact of the rapid change in society to education is that
education must prepare generation to have a certain skill needed by the society. One of them is
critical thinking skills. The implementation of critical thinking skills in learning will cause
students to be used to identify, analyze, think logically, and make the right decision in solving
problems found in daily life. One of the ways used to develop student’s critical thinking is by
using problem-based learning. This research aims to describe student’s critical thinking skills
taught by problem-based learning and conventional learning, also to analyze the difference of
student’s critical thinking taught by problem-based learning and conventional learning at SMAN 5
Soppeng academic year 2017/2018. This research was true experimental research with postest-
only control group design. The sample of this research were taken by using simple random
sampling technique to determine experimental class and control class. The data were analized by
using t-test. The result showed that: the average score of student’s critical thinking taught both by
problem-based learning and conventional learning was in medium category; there was a difference
of student’s critical thinking taught by problem-based learning and conventional learning in
indicator of interpretation, analyze and inference.

Keywords : Conventional learning, critical thinking skills, problem-based learning.


Nur Arizkah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah ...53

PENDAHULUAN mereka untuk membuat kontribusi mereka sendiri


Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk masyarakat itu (Dam & Volman, 2004).
dalam meningkatkan kualitas dan potensi yang Pada sisi lain, masalah yang berhubungan
dimiliki oleh setiap individu. Dengan kata lain, dengan pengembangan keterampilan berpikir
peningkatan dan pengembangan sumber daya khususnya keterampilan berpikir kritis dalam
manusia secara berkelanjutan sangatlah penting, pembelajaran terkadang belum diberikan
terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini. perhatian secara khusus. Keterampilan berpikir
Peserta didik tingkat sekolah menengah kritis biasanya hanya muncul sebagai efek
merupakan generasi yang akan menentukan pengiring (nurturan effect) semata. Hal ini dapat
kualitas sumber daya manusia di masa yang akan disebabkan oleh karena belum maksimalnya
datang. Peserta didik dituntut mengembangkan usaha atau perhatian secara khusus tentang
potensi sumber daya manusia yang berkualitas bagaimana cara mengembangkannya dalam
tinggi, seperti memiliki pengendalian diri, pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta Fisika.
keterampilan yang diperlukan untuk Fisika merupakan cabang ilmu
menyelesaikan permasalahan permasalahan di pengetahuan sains yang mempelajari gejala alam
masa mendatang. melalui observasi, analisa matematis dan
Pendidikan merupakan modal dasar dalam deskripsi konsep yang mendalam sehingga
membentuk pola pikir dan pengembangan dihasilkan fakta, konsep, prinsip, teori, hukum
intelektual serta sarana penerus nilai-nilai, yang dapat diuji kebenarannya. Menurut Jayanti,
gagasan dan penyempurnaan cara berpikir. Saat Romlah, & Saregar (2016) dengan
ini kompetisi untuk hidup layak bergantung pada mengembangkan kemampuan berpikir, peserta
kreativitas dan kemampuan melakukan inovasi. didik dapat mengikuti pembelajaran secara aktif
Undang-undang No. 20, Tahun 2003 pasal 3 sehingga berdampak positif dan merubah
menyebutkan bahwa pendidikan nasional paradigma bahwa fisika sulit menjadi fisika
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik menyenangkan.
agar cakap, kreatif, dan berilmu. Peningkatan Untuk mewujudkan keterampilan berpikir
mutu pendidikan masih terus diupayakan dalam kritis yang berorientasi pada pembelajaran,
menumbuhkankembangkan daya nalar, cara pendidikan harus dioptimalkan melalui
berpikir logis, sistematis, dan kritis. Fokus pembelajaran yang menantang bagi peserta didik
peningkatan tersebut didasarkan pada salah satu sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat
kompetensi tuntutan generasi abad 21, yakni menghasilkan pertumbuhan intelektual
untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat (Hergenhahn & Olson dalam Azis, Rusli, &
tinggi atau High Order Thinking Skill (HOTS). Yusuf, 2016). Ini menunjukkan bahwa
Keterampilan berpikir kritis merupakan menumbuhkembangkan keterampilan berpikir
salah satu bagian dari Higher Order Thinking kritis merupakan tantangan besar bagi pendidik
Skills (HOTS). Berpikir kritis merupakan aspek di Indonesia yang memiliki jumlah peserta didik
penting dalam kompetensi yang dibutuhkan yang besar.
warga untuk berpartisipasi dalam masyarakat Berdasarkan hasil kunjungan yang
plural dan demokratis, dan yang memungkinkan dilakukan peneliti di SMA Negeri 5 Soppeng,
pembelajaran secara konvensional yang
54 Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 14, Nomor 3, Desember 2018, hal. 52 – 63

digunakan oleh guru dirancang menggunakan PBM adalah salah satu model
model discovery learning, namun dalam pembelajaran yang dirancang terutama untuk
pelaksanaannya tampak akitivitas peserta didik membantu peserta didik mengembangkan
belum menampilkan potensi berpikir kritis pemikiran mereka, pemecahan masalah dan
sehingga bentuk pembelajaran masih bersifat kemampuan intelektual, mempelajari peran orang
monoton. Dari berbagai wawancara tidak dewasa dengan mengalaminya melalui simulasi
terstruktur yang telah dilakukan beberapa kali di situasi nyata, dan menjadi pembelajar mandiri
SMAN 5 Soppeng, diketahui bahwa peserta didik dan mandiri (Sihaloho, Sahyar, & Ginting, 2017
mengakui kurangnya keterampilan penalaran h.12).
(reasoning), yakni mengaosiasikan atau Akibat pembelajaran berbasis masalah,
menghubungkan cara untuk memecahkan peserta didik menjadi tokoh utama yang terlibat
masalah dengan menganalogikannya dengan langsung dalam pembelajaran, bukan sekadar
masalah serupa lainnya. Hal ini tidaklah sebagai pendengar pasif terhadap semua
mengherankan, mengingat peserta didik hanya informasi yang disampaikan oleh guru.
meniru cara penyelesaian dalam buku teks yang Pembelajaran berbasis masalah mengondisikan
tidak berhubungan dengan soal yang akan peserta didik untuk belajar berinteraksi dengan
diselesaikan. kelompok, mengaitkan pembelajaran dengan
Salah satu satu bentuk pembelajaran dalam materi lain, dan melatih peserta didik berinkuiri
pendekatan konstruktivis yang menarik untuk menemukan cara penyelesaian masalah
dikemukakan dan merupakan isu-isu model yang tepat dan berpikir kritis. (Sulardi, Nur, &
pembelajaran yang strategis dalam menunjang Widodo, 2015, h, 803).
tumbuhnya keterampilan berpikir kritis menurut Dalam PBM terdapat lima langkah utama
Sulardi, Nur, & Widodo (2015) yaitu yang dimulai dengan: (1) orientasi peserta didik
pembelajaran berbasis masalah (problem based kepada masalah; (2) mengorganisasikan peserta
learning). didik untuk belajar; (3) membantu penyelidikan
Pembelajaran berbasis masalah dibuat mandiri dan kelompok;(4) mengembangkan dan
untuk menyelesaikan masalah yang memiliki menyajikan hasil karya serta memamerkannya;
rangkaian solusi yang beragam. Pembelajaran (5) menganalisis dan mengevaluasi proses
berbasis masalah tampak dimulai dengan tahap pemecahan masalah (Arends dalam Dwi, Arif, &
yang sama dengan discovery learning yakni Sentot, 2013, h. 9).
peserta didik dihadapkan pada suatu masalah, Aktivitas belajar mengajar di SMA Negeri
tetapi berlanjut dan selesai dengan proses yang 5 Soppeng menggunakan kurikulum 2013 yang
berbeda. Proses PBM terutama didasarkan pada berkaitan dengan pendekatan-pendekatan
pemecahan masalah yang disajikan dengan saintifik. Berdasarkan rencana pelaksanaan
pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus pembelajaran yang di buat oleh guru,
mencari informasi-informasi baru yang relevan pembelajaran fisika di kelas X oleh guru SMA
untuk solusinya. Pada Discovery learning, Negeri 5 Soppeng menggunakan model discovery
masalah yang disajikan kepada peserta didik learning dengan metode diskusi, eksperimen,
adalah masalah yang direkayasa oleh guru sebab presentasi, pengamatan. Discovery learning
pembelajaran ini lebih menekankan pada terdiri atas beberapa langkah yakni: (1) stimulasi/
ditemukannya konsep atau prinsip yang pemberian rangsangan, (2) identifikasi masalah,
sebelumnya tidak diketahui. (3) pengumpulan data, (4) pengelolaan data, (5)
pembuktian, dan (6) menarik kesimpulan. Akan
Nur Arizkah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah ...55

tetapi dalam pelaksanaannya, model discovery keterampilan berpikir kritis peserta didik.
learning tidak terlaksana sepenuhnya khususnya Keterampilan berpikir untuk menghasilkan solusi
pada kegiatan inti pembelajaran. yang berbeda dan menyarankan solusi yang
Azis, Rusli, & Yusuf (2016, h. 452) mungkin menunjukkan kreativitas peserta didik
menyatakan berpikir kritis dapat didefinisikan sedangkan keterampilan menalar, berpikir secara
sebagai proses di mana kita menguji kebenaran analitis, menemukan ide tanpa prasangka
dan argumen dan menentukan mana yang menunjukkan pemikiran kritis peserta didik
memiliki manfaat dan mana yang tidak. Berpikir (Birgili, 2015). Hal serupa juga diperoleh dalam
kritis juga merupakan suatu kemampuan untuk penelitian Sulardi, Nur, & Widodo (2015) dan
mengevaluasi secara sistematik kualitas Fristadi & Bharata (2015) bahwa perangkat
pemikiran diri sendiri dan orang lain. Lebih pembelajaran fisika dengan PBM yang
lanjut More dan Parker (2011, h. 2) menuturkan dikembangkan valid, efektif untuk melatih
setiap pendidik akan mengakui bahwa berpikir keterampilan berpikir kritis peserta didik.
kritis bertujuan untuk membuat keputusan yang Keterampilan berpikir kritis merupakan
bijaksana dan menuju ke kesimpulan yang benar, salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh
dan tidak terhalang oleh godaan, emosi, peserta didik dalam menghadapi masalah-
keserakahan, pertimbangan yang tidak relevan, masalah dimasa mendatang. Pemilihan model
kebodohan, bias, atau hal lain yang serupa. pembelajaran dalam kelas akan menentukan
Sejalan dengan pendapat ahli lainnya, Ennis sejauh mana potensi keterampilan berpikir
(1989, h. 4) menyatakan berpikir kritis sebagai peserta didik dapat dikembangkan. Pembelajaran
pemikiran reflektif yang masuk akal yang fisika secara konvensional di SMA Negeri 5
terfokus pada memutuskan apa yang harus Soppeng belum memperlihatkan upaya
dipercaya atau lakukan. pengembangan keterampilan berpikir khususnya
Seseorang dapat dikatakan telah memiliki keterampilan berpikir kritis. Dalam
keterampilan berpikir kritis jika telah memenuhi menyelesaikan permasalahan fisika, keterampilan
beberapa indikator keterampilan berpikir kritis berpikir kritis sangat dibutuhkan.
yakni: (1) interpretasi; (2) analisis; (3) evaluasi; Dalam PBM guru bertindak sebagai
(4) inferensi; (5) penjelasan; (6) regulasi diri fasilitator atau pembimbing dan bukan sebagai
(Facione, PA, 2011). Indikator keterampilan pemimpin. Sebagian besar tugas dilakukan oleh
berpikir ktitis yang dikaji dalam penelitian ini ada para peserta didik. Dengan demikian akan
tiga yakni interpretasi, analisis dan inferensi. terbentuk pembelajaran yang berpusat kepada
Pemilihan ketiga indikator dikaitkan dengan peserta didik (Student Centered). Oleh karena itu,
tingkat ranah kognitif oleh Bloom yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah dalam PBM
dengan kemampuan populasi penelitian. dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan
Penelitian oleh Anazifa (2016) diketahui tingkat tinggi. Sehingga kelebihan lain dari
menyatakan bahwa selama aktivitas belajar pembelajaran berbasis masalah dibandingkan
mengajar dengan menggunakan pembelajaran pembelajaran lain menurut Oguz-Unver &
berbasis masalah, terdapat banyak kegiatan yang Arabacioglu (2011) yakni hasil dari pembelajaran
menfasilitasi peserta didik untuk berbasis masalah efektif terhadap keterampilan
mengembangkan keterampilan berpikirnya. Hasil pemecahan masalah, keterampilan belajar
penelitian lain oleh Mundilarto & Ismoyo, (2017) sepanjang hayat, dan kemampuan kolaborasi
terbukti bahwa dengan penerapan PBM, terdapat peserta didik.
pengaruh positif terhadap hasil belajar dan
56 Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 14, Nomor 3, Desember 2018, hal. 52 – 63

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran
melakukan penelitian dengan judul “Penerapan secara konvensional, sedangkan variabel tak
Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap bebas yaitu keterampilan berpikir kritis.
Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik SMA Perangkat pembelajaran yang disusun
Negeri 5 Soppeng”. berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Adapun tujuan dalam penelitian ini (RPP) dan Lembar Kerja Fisika Peserta Didik
yakni: (1) Untuk mendeskripsikan skor (LKFPD) yang sesuai dengan pembelajaran
keterampilan berpikir kritis peserta didik yang berbasis masalah. Sebelum digunakan, seluruh
diajar dengan pembelajaran berbasis masalah di perangkat dikonsultasikan kepada pembimbing.
SMAN 5 Soppeng tahun Akademik 2017/2018; Instrumen penelitian yang digunakan dalam
(2) Untuk mendeskripsikan skor keterampilan penelitian ini adalah tes keterampilan berpikir
berpikir kritis peserta didik yang diajar secara kritis yang berbentuk uraian sebanyak 12 butir
konvensional di SMAN 5 Soppeng tahun soal.
akademik 2017/2018; (3) Menganalisis Instrumen yang digunakan pada kelas
perbedaan keterampilan berpikir kritis peserta sampel telah di validasi oleh pakar dan secara
didik yang diajar dengan pembelajaran berbasis empirik telah memenuhi kriteria validitas butir
masalah dan yang diajar secara konvensional di dan reliabilitas intrumen. Materi yang diujikan
SMAN 5 Soppeng tahun akademik 2017/2018. pada peserta didik yakni gerak harmonik
sederhana. Adapun data yang diperoleh yakni
data skor hasil tes keterampilan berpikir kritis
METODE peserta didik.
Penelitian ini merupakan penelitian Data yang diperoleh kemudian dianalisis
eksperimen sesungguhnya (true experiment) dengan menggunakan dua macam statistik yaitu
dengan desain penelitian postest-only control analisis deskriptif dan analisis inferensial.
group design. Penelitian ini dilaksanakan pada Analisis deskriptif dimaksudkan untuk
bulan April – Juli 2018 semester genap tahun mendeskripsikan karakteristik distribusi skor
ajaran 2017/2018 di SMAN 5 Soppeng yang keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas X
berlokasi di Tonrong’E Kecamatan Marioriwawo MIPA SMAN 5 Soppeng. Analisis deskriptif ini
Kabupaten Soppeng. ditampilkan dalam bentuk rata-rata, standar
Populasi penelitian dalam penelitian ini deviasi, dan variansi.
yaitu seluruh peserta didik kelas X MIPA SMAN Analisis inferensial digunakan untuk
5 Soppeng pada semester genap tahun akademik menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan
2017/2018, yang berjumlah 101 orang. Teknik pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji
pengambilan sampel dilakukan dengan prasyarat yaitu uji normalitas dengan rumus chi-
menggunakan simple random sampling. Agar kuadrat dan uji homogenitas melalui uji F.
tidak terlalu mengganggu proses belajar mengajar Pengujian hipotesis menggunakan uji-t dengan
pengambilan sampel berupa kelas, dan terpilih rumus separated varian dengan taraf signifikansi
peserta didik pada kelas X MIPA 2 sebagai kelas (kesalahan) α = 0,05. Untuk menaksir skor
eksperimen dan kelas X MIPA 3 sebagai kelas perolehan skor keterampilan berpikir kritis
kontrol. peserta didik lain dalam populasi, maka
Penelitian ini terdiri atas dua variabel dilakukan perhitungan taksiran rata-rata.
yakni variabel bebas dan variabel tak bebas.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah HASIL DAN PEMBAHASAN
Nur Arizkah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah ...57

Gambaran skor keterampilan berpikir kritis Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengkategorian


antara kelas eksperimen yang diajar dengan Skor Posttest Keterampilan Berpikir
pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol Kritis Peserta Didik Kelas
yang diajar secara konvensional disajikan dalam Eksperimen dan Kontrol
tabel berikut. Kelas
Kelas
Eksperime
Tabel 1. Statistik Skor Keterampilan Berpikir Interval Kategori Kontrol
n
Kritis Peserta Didik Kelas Kelas
f % f %
Eksperimen dan Kelas Kontrol SMA
Sangat 0 0 0 0
Negeri 5 Soppeng 29 – 36
tinggi
Tinggi 1 53,125 5 14,706
22 – 28
Keterampilan Berpikir 7
Statistik Kritis Sedang 1 40,625 8 23,529
15 – 21
Eksperimen Kontrol 3
Ukuran sampel 32 34 Rendah 2 6,250 2 58,824
Skor ideal maksimum 36 36 8 – 14
0
Skor ideal minimum 0 0
Sangat 0 0 1 2,941
Skor tertinggi 26 25 0–7
rendah
Skor terendah 14 4
Jumlah 3 100 3 100
Skor rata-rata 20,813 14,941
Standar deviasi 3,217 4,451 2 4
Varians 10,351 19,815 Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa
Hasil analisis deskriptif menunjukkan perolehan skor keterampilan berpikir kritis
bahwa skor keterampilan berpikir kritis peserta dengan jumlah peserta didik terbanyak pada kelas
didik yang diajar menggunakan pembelajaran eksperimen berada pada kategori tinggi, dan
berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan jumlah terendah pada kategori sangat rendah dan
dengan skor peserta didik yang diajar secara sangat tinggi. Pada kelas kontrol yang diajar
kovensional. Gambaran ini diperlihatkan pada secara konvensional, perolehan skor keterampilan
Tabel 1, dimana kelas eksperimen memiliki skor berpikir kritis dengan jumlah peserta didik
rata-rata, skor maksimum, dan skor minimum terbanyak berada pada kategori rendah dan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas jumlah terendah pada kategori sangat tinggi.
kontrol. Standar deviasi kelas kontrol lebih besar Dalam penelitian ini, capaian skor rata-rata
dibandingkan dengan kelas eksperimen, yang keterampilan berpikir kritis berada pada kategori
menunjukkan bahwa perbedaan nilai sampel sedang untuk kelas eksperimen begitupula
dengan nilai rata-rata pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol yang juga berada pada
lebih kecil dibandingkan dengan kelas kontrol. kategori sedang. Meski berada pada kategori
Selain itu homogenitas skor keterampilan yang sama, tetapi skor rata-rata keterampilan
berpikir kritis pada kelas kontrol lebih tinggi berpikir kritis peserta didik kelas eksperimen
dibandingkan dengan kelas eksperimen. lebih tinggi dari kelas kontrol. Masek (2011)
Gambaran pengkategorian skor keterampilan berpendapat bahwa proses spesifik dalam
berpikir kritis peserta didik kelas eksperimen dan pembelajaran berbasis masalah mampu
kelas kontrol disusun pada tabel berikut. mendukung pengembangan kemampuan
keterampilan berpikir kritis peserta didik.
Pembelajaran berbasis masalah membantu
58 Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 14, Nomor 3, Desember 2018, hal. 52 – 63

mengembangkan kemampuan pemecahan kemudian indikator analisis yang perolehan


masalah dalam kegiatan diskusi yang mana terendah baik pada kelas kontrol dan eksperimen.
peserta didik berinteraksi sosial dengan peserta Hal ini tidak mengherankan mengingat
didik lain untuk memicu pembentukan ide-ide kemampuan awal peserta didik serta kebiasaan
baru dan memperkaya pengembangan intelektual belajar yang dibangun guru yang sebelumnya
mereka. Sedangkan dalam kelompok mengajar untuk kedua kelas tersebut, kebiasaan
konvensional, peserta didik belajar dari guru dan tersebut diulang hingga menghasilkan
kurang dengan masalah yang mendorong peserta kecenderungan kemampuan yang sama, yakni
didik untuk mengembangkan pemahaman mereka kemampuan menginferensi yang tertinggi dan
sendiri. Selain itu, pertukaran ide antara peserta kemampuan analisis yang terendah. Secara
didik dalam kelompok konvensional kurang keseluruhan peningkatan skor keterampilan
efektif karena guru terlihat lebih berperan dalam berpikir kritis pada kelas eksperimen lebih baik
proses pembelajaran (Sihaloho, Sahyar, & dibandingkan dengan kelas kontrol.
Ginting, 2017). Peserta didik sudah dapat menjawab soal,
mampu menginterpretasikan fenomena namun
Hasil rekapitulasi skor keterampilan
kurang lengkap dan kurang tepat dalam
berpikir kritis untuk tiap indikator disajikan
mengkategorikan informasi dengan tepat. Peserta
dalam Gambar 1.
didik sudah mampu mengidentifikasi jawaban
Eksperimen yang benar bisa merumuskan dugaan dan
Kontrol hipotesis, tetapi masih kurang dalam hal
SKOR RATA-RATA PESERTA DIDIK

12,000
menetapkan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk
10,000
7,469 8,313 menarik kesimpulan yang masuk akal
8,000
(Susilowati, Sajidan, & Ramli, 2017).
6,000 5,412 5,031 5,559
3,971 Diketahui bahwa kesulitan peserta didik
4,000
dalam mencapai indikator interpretasi terletak
2,000
pada kemampuan sebagian besar peserta didik
0,000
dalam memahami materi yang kurang baik,
Interpretasi Analisis Inferensi
INDIKATOR KETERAMPILAN BERPIKIR peserta didik telah banyak melupakan materi
KRITIS
yang telah dipelajari. Pada indikator analisis,
Gambar 1. Gambaran Rekapitulasi Skor
terletak pada kurangnya penyampaian mengenai
Keterampilan Berpikir Kritis Peserta
keterkaiatan antara persamaan-persamaan, model
Didik Kelas Eksperimen dan Kontrol
matematis dari penyelesaian dengan konsep-
Untuk Setiap Indikator
konsep yang terkait dengan materi. Indikator
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa skor inferensi, terletak pada kemampuan siswa yang
rata-rata untuk indikator interpretasi, analisis dan lemah dalam menghubungkan suatu
inferensi pada kelas eksperimen lebih tinggi permasalahan dengan solusi yang didapatkan
dibandingkan dengan skor rata-rata pada kelas (Arini & Juliadi, 2018).
kontrol. Diperoleh pula bahwa skor rata-rata Hasil analisis jawaban peserta didik pada tes
perolehan indikator inferensi merupakan skor keterampilan berpikir kritis diperoleh, peserta
perolehan tertinggi dari ketiga indikator baik didik mudah keliru dalam menulis apa yang
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Disusul ditanyakan pada soal menyebabkan rendahnya
selanjutnya oleh indikator interpretasi dan skor perolehan untuk indikator interpretasi. Pada
saat peserta didik membuat pola matematika dan
Nur Arizkah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah ...59

rumus untuk menyelesaikan soal, peserta didik logis, dan realistik (Sari, Yushardi, & Subiki,
mampu menganalisis cara menyelesaikan 2015).
permasalahan dari soal. Namun meski rumus Berdasarkan rencana pelaksanaan
yang ditulis benar, namun karena ada kekeliruan pembelajaran yang disusun oleh guru,
dalam mengiterpretasi informasi dari soal maka pembelajaran secara konvensional menggunakan
hasil yang diperoleh salah sehingga model discovery learning dengan metode diskusi,
mengakibatkan peserta didik salah dalam presentasi, eksperimen dan pengamatan. Namun
menuliskan kesimpulan dari apa yang ditanya hasil observasi dan wawancara dengan peserta
pada soal dan hanya mendapatkan skor terendah didik diperoleh bahwa kegiatan pembelajaran di
untuk indikator inferensi (Indira, Somakim, & kelas dilaksanakan kurang sesuai dengan model
Susanti, 2017). dan metode dalam RPP. Adanya ketidaksesuaian
Hasil wawacara dan observasi ditemukan perangkat pembelajaran dengan model
penyebab peserta didik lain belum mampu pembelajaran discovery learning menjadi
menganalisis pertanyaan dengan cara menuliskan penyebab kurang efektifnya pembelajaran ini
diketahui yaitu kemampuan peserta didik dalam pada kelas kontrol.
memaknai bahasa soal masih kurang dan mereka Rendahnya skor keterampilan berpikir kritis
tidak dapat mendeskripsikan soal cerita kedalam peserta didik kelas kontrol disebabkan karena
model matematika. Selain itu kendala-kendala kebiasaan guru dalam mengimplementasikan
yang dihadapi peserta didik pada saat model discovery learning yang sebenarnya juga
menentukan alternatif-alternatif/cara lain dalam dapat meningkatkan keterampilan berpikir krtis,
menyelesaikan masalah kebanyakan peserta didik namun tidak terlaksana dengan baik. Guru
hanya menjawab satu cara tanpa membuat cara melaksanakan pembelajaran di kelas dengan
lain dalam mengerjakan tes hal ini dikarenakan memberikan sebuah masalah kemudian
kemampuan peserta didik hanya sebatas apa yang mengantarkan peserta didik untuk mendapatkan
diingat saja sehingga peserta didik mengerjakan sebuah solusi yang justru tidak sesuai dengan
dengan cara yang menurut mereka mudah. permasalahan yang diangkat sebelumnya, hal ini
Peserta didik kurang mampu menarik kesimpulan mengakibatkan perolehan skor keterampilan
dari solusi permasalahan yang telah diperoleh berpikir kritis untuk indikator inferensi yang
dengan menentukan kesimpulan dari solusi berkaitan dengan kemampuan peserta didik untuk
permasalahan dengan benar dan kalimat menghubungkan suatu permasalahan dengan
sekaligus jawabannya benar. Peserta didik dalam solusi yang didapatkan.
menentukan kesimpulan dari solusi permasalahan Kebiasaan guru memberikan tugas yang
dalam soal sering kurang lengkap, terburu-buru sebatas menyalin jawaban mengakibatkan peserta
dan salah tulis dalam menyebutkan hasilnya didik tidak mendapatkan rangsangan untuk
(Widiantari, Suarjana, & Kusmariyatni, 2016). belajar, hal ini berdampak pada rendahnya
Kemampuan berpikir kritis tidak hanya kemampuan sebagian besar peserta didik dalam
dipengaruhi oleh pengalaman belajar, namun memahami materi gerak harmonik sederhana.
juga dipengaruhi oleh karakter pribadi siswa. Kebiasaan guru tersebut berdampak pada
Karakter siswa kelas X yang berusian 15-16 rendahnya perolehan skor untuk indikator
tahun, termasuk dalam tingkat perkembangan interpretasi yang berkaitan dengan pemahaman
kognitif pada tahap operasional formal, yaitu peserta didik terhadap sebuah materi.
remaja dengan cara berfikir yang lebih abstrak, Kebiasaan guru yang juga berdampak pada
kebiasaan peserta didik dalam belajar baik di
60 Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 14, Nomor 3, Desember 2018, hal. 52 – 63

kelas maupun belajar mandiri berdampak nyata dilengkapi dengan gambar ilustrasi untuk
pada indikator analisis yang merupakan indikator menampilkan masalah. 2) mengorganisasikan
dengan perolehan skor terendah. Guru peserta didik untuk belajar, dalam kegiatan ini
menyampaikan materi seakan-akan setiap guru membagi peserta didik menjadi beberapa
persamaan tidak ada kaitannya dengan persamaan kelompok. Sehingga secara berkelompok peserta
lain yang telah dipelajari sebelumnya, kebiasaan didik mencari dan menemukan jawaban
ini mengubah persepsi peserta didik sehingga permasalahan. 3) membimbing investigasi
memandang sebuah persamaan sebagai rumus individu dan kelompok. Untuk membangun suatu
tanpa makna yang mendalam. Indikator konsep, peserta didik menjawab pertanyaan dan
menganalisis erat kaitannya dengan kemampuan melakukan kegiatan penyelidikan yang disajikan
peserta didik dalam mengaitkan setiap di dalam LKFPD. Selama kegiatan berlangsung,
persamaan, maka tidak heran jika indikator ini guru membimbing untuk memastikan semua
mendapatkan perolehan terendah. kelompok aktif melakukan penyelidikan. 4)
Sebelum peneliti melakukan perlakukan, mengembangkan dan mempresentasikan hasil
kegiatan pembelajaran di kelas kontrol maupun karya, setiap perwakilan kelompok akan
eksperimen cenderung sama sehingga menyajikan hasil temuan yang diperoleh berupa
kemampuan peserta didik untuk masing-masing jawaban dari permasalahan. Setelah itu, guru
indikator keterampilan berpikir kritis cenderung memberikan kesempatan kepada semua peserta
akan sama pula. Hal ini dapat dilihat dari didik untuk memberikan tanggapan terhadap
deskripsi perolehan skor di kelas kontrol maupun hasil diskusi kelompok tersebut. 5) menganalisis
eksperimen untuk tiga indikator keterampilan dan mengevaluasi proses pemecahan masalah,
berpikir kritis yang diujikan. Pembelajaran yang dalam tahapan ini guru mengoreksi hasil diskusi
dilaksanakan peneliti berusaha untuk kelompok jika terdapat kekeliruan.
meningkatkan ketiganya dan tidak menekankan Pembelajaran berbasis masalah yang
pada salah satu dari ketiga indikator tersebut, diterapkan oleh peneliti berusaha untuk
sehingga perolehan skor di kelas eksperimen memfasilitasi peserta didik dengan sabar secara
memiliki kecenderungan perolehan skor yang bertahap sesuai dengan daya tangkapnya dan
sama dengan kelas kontrol, dimana indikator memberikan tambahan pada bagian konsep yang
inferensi memiliki skor kemampuan inferensi dirasa masih kurang. Contohnya yakni secara
yang lebih tinggi dari kemampuan interpretasi konvensional pada pertemuan pertama peserta
serta kemampuan analisis yang memperoleh skor didik hanya diberikan penjelasan mengenai
terendah. hubungan antara massa beban gantung dengan
Pelaksanaan pembelajaran berbasasis periode getaran pegas, hal ini menyebabkan
masalah dilakukan dengan pemberian masalah peserta didik lebih cepat melupakan apa yang
kepada peserta didik dalam bentuk lembar kerja mereka pelajari. Berbeda dengan kelas
fisika. Alur pembelajaran disesuaikan dengan eksperimen yang diajar dengan pembelajaran
lima tahapan pembelajaran berbasis masalah berbasis masalah, dimana peserta didik diarahkan
yakni: 1) mengorientasikan peserta didik pada dan difasilitasi melalui kegiatan praktikum untuk
masalah, pada tahap ini guru menyajikan masalah menentukan hubungan antara massa beban
di bagian awal Lembar Kerja Fisika Peserta dengan periode getaran pegas. Hal ini mampu
Didik (LKFPD). Untuk memastikan masalah memperbaiki pemahaman peserta didik tentang
yang disajikan dimengerti oleh semua peserta materi yang dipelajari karena secara mandiri
didik, maka digunakan lembar kerja peserta didik mereka menemukan solusi atas masalah yang
Nur Arizkah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah ...61

diberikan, dengan kata lain dapat meningkatkan ketiga digunakan untuk membuktikan jawaban
kemampuan interpretasi dan pembelajaran yang ada pada pertemuan pertama.
menjadi lebih berkesan bagi peserta didik Hasil perhitungan analisis inferensial
sehingga informasi yang diperoleh akan bertahan menunjukkan bahwa skor keterampilan berpikir
lebih lama. Pembelajaran yang dilaksanakan juga kritis peserta didik kelas eksperimen dan kelas
dapat memberikan latihan kepada peserta didik kontrol terdistribusi normal, akan tetapi memiliki
dengan lebih spesifik mengenai konten-konten varians yang tidak homogen sehingga uji-t yang
fisika yang lebih kontekstual, hal ini dapat digunakan uji menguji hipotesis penelitian adalah
melatih kemampuan siswa yang lemah dalam uji-t dua pihak dengan separated varians. Dalam
menghubungkan suatu permasalahan dengan pengujian hipotesis diperoleh thitung > ttabel maka
solusi yang didapatkan, dengan kata lain dapat H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian
meningkatkan kemampuan inferensi. dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
Pembelajaran yang diterapkan dengan keterampilan berpikir kritis antara peserta didik
menggunakan LKFPD yang membiasakan yang diajar dengan pembelajaran berbasis
peserta didik untuk mencari persamaan masalah dan yang diajar secara konvensional.
berdasarkan pemahaman konsep yang mereka Berdasarkan perhitungan taksiran rata-rata,
miliki dapat menutupi kekurangannya dalam skor keterampilan berpikir kritis pada kelas
mengaitkan tiap-tiap persamaan yang juga dapat eksperimen adalah 19 < µ < 23. Sehingga dapat
meningkatkan kemampuan analisis. disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis
Tahap ketiga dalam pembelajaran berbasis masalah lebih baik digunakan untuk
masalah yakni membantu penyelidikan mandiri meningkatkan skor keterampilan berpikir kritis
dan kelompok. Dalam tahap ini aktivitas peserta peserta didik dibandingkan dengan pembelajaran
didik dirancang agar mampu melatih secara konvensional. Hal senada juga
keterampilan interpretasi, analisis, dan inferensi. diungkapkan oleh beberapa hasil penelitian,
Pada pertemuan pertama, ketika melaksanakan diantaranya bahwa pembelajaran berbasis
praktikum, peserta didik diminta menyatakan masalah berpengaruh positif terhadap hasil
hubungan antara massa beban dan simpangan belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta
terhadap periode getaran pegas (kegiatan didik, dimana keduanya memiliki hubungan yang
menginterpretasi), selanjutnya peserta didik signifikan (Anazifa, 2016; Mundilarto & Ismoyo,
mampu menjelaskan pengaruh massa dan 2017).
simpangan terhadap periode getaran pegas Pembelajaran berbasis masalah dengan
(kegiatan menganalisis), dan di akhir praktikum melakukan penekanan khusus pada penambahan
peserta didik mampu membuat kesimpulan pada bagian konsep yang kurang, pembiasaan
(kegiatan inferensi). Demikian pula pada peserta didik untuk mencari persamaan dengan
pertemuan kedua dan ketiga, melalui tahap ketiga memberikan pemahaman konsep yang
pembelajaran berbasis masalah ini peserta didik terintegrasi, serta pemberian latihan spesifik
dilatih mengiterpretasi, menganalisis, dan tentang materi fisika yang konstekstual dapat
melakukan inferensi. Berbeda dengan melatihkan keterampilan berpikir kritis
pembelajaran pada kelas kontrol, pada pertemuan khususnya untuk indikator yang diukur dalam
pertama peserta didik diarahkan untuk menjawab penelitian ini. Berdasarkan uraian diatas, maka
pertanyaan pada bahan ajar yang selanjutnya dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis
dibahas bersama. Adapun pertemuan kedua dan masalah memiliki peranan yang penting sehingga
dapat membantu peserta didik untuk
62 Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 14, Nomor 3, Desember 2018, hal. 52 – 63

meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta Environments. Journal of Gifted Education


didik khususnya kelas X MIPA SMA Negeri 5 and Creativity, II(2), 71-80.
Soppeng. Dam, G. T., & Volman, M. (2004). Critical
thinking as a citizenship competence:
SIMPULAN teaching strategies. Journal of Learning
Berdasarkan hasil penelitian dan and Instruction, XIV(4), 359-379.
pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut. Dwi, I., Arif, H., & Sentot, K. (2013). Pengaruh
1. Skor keterampilan berpikir kritis peserta Strategi Problem Based Learning Berbasis
didik yang diajar dengan pembelajaran ICT Terhadap Pemahaman Konsep dan
berbasis masalah berada pada kategori Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika.
sedang. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, IX(1),
2. Skor keterampilan berpikir kritis peserta 8-17.
didik yang diajar secara konvensional berada Ennis, R. H. (1989). Critical Thinking and
pada kategori sedang. Subject Specificity: Clarification and
3. Terdapat perbedaan keterampilan berpikir Needed Research. Journal of Educational
kritis antara peserta didik yang diajar dengan Researcher, XVIII(3), 4-10.
pembelajaran berbasis masalah dan yang Facione, P. A. (2011). Critical Thinking: What It
diajar secara konvensional pada indikator Is and Why It Counts. Measured Reasons,
interpretasi, analisis, dan inferensi. 1-28.
Fristadi, R., & Bharata, H. (2015). Meningkatkan
DAFTAR RUJUKAN Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dengan
Anazifa, R. D. (2016). The Effect of Problem- Problem Based Learning. Seminar
Based Learning on Critical Thinking Skills Nasional Matematika dan Pendidikan
and Student Achievement. Proceedings of UNY, (pp. 597-602). Lampung.
International Conference On Research, Indira, T., Somakim, & Susanti, E. (2017).
Implementation and Education of Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP
Mathematics and Science, (hal. 43-48). Melalui Pendekatan Matematika Realistik
Yogyakarta. Indonesia. Jurnal Pendidikan Matematika,
Arini, W., & Juliadi, F. (2018). Analisis 61-75.
Kemampuan Berpikir Kritis Pada Mata Jayanti, R. D., Romlah, & Saregar, A. (2016).
Pelajaran Fisika Untuk Pokok Bahasan Efektivitas Pembelajaran Fisika Model
Vektor Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Problem Based Learning (PBL) melalui
Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Berkala Metode POE terhadap Kemampuan
Fisika Indonesia, 1-11. Berpikir Tingkat Tinggi Peserta Didik.
Azis, A., Rusli, M. A., & Yusuf, A. M. (2016). Seminar Nasional Pendidikan, (hal. 208-
Critical Thinking of Student Throught Top 214). Bandarlampung.
Down Approach in Physics Learning. Masek, A. (2011). The Effect of Problem Based
Proceedings of International Conference Learning on Critical Thinking Ability: A
on Mathematics, Science, Technology, Theoretical and Empirical Review. Journal
Education, and their Applications of International Review of Social Sciences
(ICMSTEA), (hal. 451-455). Makassar. and Humanities, II(1), 215-221.
Birgili, B. (2015). Creative and Critical Thinking Mundilarto, & Ismoyo, H. (2017). Effect of
Skills in Problem-based Learning Problem Based Learning on Improvement
Nur Arizkah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah ...63

Physics Achievement and Critical Fisika SMK Negeri di Kabupaten Jamber.


Thinking of Senior High School Student. Jurnal Pembelajaran Fisika, 268-273.
Journal of Baltic Science Education, Sulardi, Nur, M., & Widodo, W. (2015).
XXVI(5), 761-780. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Oguz-Unver, A., & Arabacioglu, S. (2011). Fisika Model Problem Based Learning
Overviews On Inquiry Based And Problem (PBL) untuk melatih Keterampilan
Based Learning Methods. Educational Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan
Science, 303-310. Sains Pascasarjana Universitas Negeri
Sari, I. P., Yushardi, & Subiki. (2015). Penerapan Surabaya, V(1), 802-810.
Model Problem Based Learning (PBL) Susilowati, Sajidan, & Ramli, M. (2017).
Berbantuan Media Kartu Bergambar Analisis Keterampilan Berpikir Kritis
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Siswa
Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran
Madrasah Aliyah Negeri di Kabupaten Widsiantari, N. M., Suarjana, I. M., &
Magetan. Prosiding Seminar Nasional Kusmariyatni, N. (2016). Analisis
Pendidikan Sains (pp. 223-231). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas
Surakarta: Universitas Sebelas Maret. IV dalam Pembelajaran Matematika.
Jurnal PGSD, 1-11.

Anda mungkin juga menyukai