Anda di halaman 1dari 7

PREVALENSI DAN PENGALAMAN KARIES GIGI PADA SUKU

PAPUA PENGUNYAH PINANG DI MANADO

Krista V. Siagian

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: veroagian@yahoo.com

Abstract: This study was carried out to show a description of the caries prevalence and the
DMF-T index in a Papua „ethnic‟ group living in Manado who have the areca nut chewing
habit. A total of thirty respondents (males and females) aged between 18 to 50 years old were
enrolled for the purpose of this sampling. The clinical data about decays, missing teeth, and
fillings were assesed by the DMF-T WHO index. This study viewed that 60% of respondents
were males, aged from 21 to 25 years old representing the highest age profile, most
respondents were college and university students. About 63.33% of all respondents had this
areca nut chewing habit for more than five years. In addition, the daily intake of areca nut
varied from 1-2 times, 3-5 times, and more than five times per day i.e. 3.33%, 46.67%, and
50% respectively. The study described that 70% of the caries was prevalent in the total
population, with a DMF-T index of 2.43. Conclusion: Papua „ethnic‟ group living in Manado
who had the areca nut chewing habit showed a low prevalence of caries as was the DMF-T
index.
Keywords: caries prevalence, caries experience, DMF-T index, areca nut chewing habit,
Papua „ethnic‟ group

Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan untuk menggambarkan prevalensi dan pengalaman


karies (DMF-T) pada suku Papua di Manado yang memiliki kebiasaan mengunyah pinang.
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 30 responden, laki-laki dan perempuan yang berusia
18-50 tahun dengan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling). Data klinis
tentang decay, missing teeth, dan filling diukur menggunakan indeks DMF-T WHO.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat responden laki-laki sebesar 60%, kelompok usia 21- 25
tahun merupakan persentase tertinggi dari karakteristik profil usia responden, dan sebagian
besar responden mahasiswa perguruan tinggi. Responden yang telah memiliki kebiasaan ini
selama lebih dari 5 tahun sebesar 63,33%. Selain itu, responden yang mengunyah pinang
bervariasi dari 1-2 kali, 3-5 kali, dan lebih dari lima kali per hari (3,33%, 46,67%, dan 50%)
Prevalensi karies pada penelitian ini sebesar 70% dan pengalaman kariesnya (Indeks DMF-T)
2,43. Simpulan: suku Papua di Manado yang memiliki kebiasaan mengunyah pinang
memperlihatkan prevalensi karies dan indeks pengalaman karies (DMF-T indeks) kategori
rendah.
Kata kunci: prevalensi karies, pengalaman karies, indeks DMF-T, mengunyah pinang, suku
Papua

Kesehatan jasmani dan rohani merupakan dan mulut merupakan bagian integral dari
bagian terpenting dalam kehidupan manu- kesehatan tubuh secara keseluruhan, yang
sia. Kesehatan gigi dan mulut juga perlu tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh
mendapat perhatian karena hal ini dapat secara umum.1
memengaruhi kesehatan tubuh secara me- Salah satu tanaman herbal yang di-
nyeluruh. Dengan kata lain, kesehatan gigi percaya dapat menjaga kesehatan rongga

52
Siagian, Prevalensi dan Pengalaman Caries Gigi pada suku Papua... 53

mulut yaitu biji pinang (Areca catechu oleh asam organik yang berasal dari ma-
L).2 Biji pinang muda yang mentah kanan mengandung gula.8,9 Perkembangan
dikunyah-kunyah dengan atau tanpa cam- epidemiologi dalam Ilmu Kesehatan
puran bahan lain seperti daun sirih, gam- Masyarakat menemukan terjadinya karies
bir, dan kapur yang terbuat dari cangkang gigi disebabkan adanya peranan berbagai
siput (aqueous calcium hydroxide paste), faktor yang saling berkaitan (multi-
lalu dibuang.3 Analisis pinang di Filipina faktorial),9 yaitu faktor tuan rumah (ludah
menyatakan bahwa buah pinang mengan- dan gigi), faktor agen (mikroorganisme),
dung senyawa bioaktif flavonoid, diantara- substrat atau diet mengandung gula, serta
nya tanin, yang dapat menguatkan gigi.4 faktor waktu.9,10
Biji pinang yang dikunyah bersama sirih Karies merupakan kerusakan gigi yang
dan kapur, berkhasiat menguatkan gigi. Air dapat diukur dengan prevalensi karies dan
rebusan biji pinang juga digunakan sebagai indeks DMF-T. Prevalensi karies adalah
obat kumur dan penguat gigi.4,5 angka yang mencerminkan jumlah
Kebiasaan mengunyah pinang telah penderita karies dalam periode dan waktu
lama dilakukan di beberapa daerah di tertentu. Indeks DMF-T adalah angka yang
Indonesia. Beberapa penelitian telah dila- menunjukkan jumlah gigi dengan karies
kukan untuk mengetahui pengaruh mengu- pada seseorang atau sekelompok orang.
nyah pinang terhadap rongga mulut, baik Decay (D) ialah gigi yang berlubang karena
terhadap karies, kebersihan gigi dan mulut, karies gigi, Missing (M) ialah gigi yang
pembentukan kalkukus maupun lesi pre- dicabut karena karies, Filling (F) ialah gigi
kanker dan kanker. Natamiharja dan Sama yang ditambal atau ditumpat karena karies,
(2004) meneliti Suku Karo di Kecamatan dan T adalah treatment. Dengan kata lain,
Lau Belang Kabupaten Karo, Provinsi DMF-T adalah penjumlahan D+M+F11,
Sumatera Utara yang telah lama melakukan dengan kategori penghitungan sebagai
kebiasaan “menyirih” (mengunyah pinang berikut: 1) sangat rendah (0,0 - 1,1), 2)
dengan sirih) dan mendapatkan pening- rendah (1,2 - 2,6), sedang (2,7- 4,4), tinggi
katan derajat terjadinya kalkulus pada (4,5 - 6,5), dan sangat tinggi (>6,6).7
pengunyah pinang.6 Berdasarkan Data Departemen Kese-
Pada masyarakat Papua, mengunyah hatan dari Riskesdas (2007), 72,1% pendu-
pinang (sering disebut kakes atau meng- duk Indonesia mempunyai pengalaman
inang) dicampur dengan batang sirih dan karies dengan prevalensi karies 46,5%.8
kapur merupakan kebiasaan sehari-hari Hal ini menunjukkan bahwa penyakit gigi
yang diwariskan dari nenek moyang dan dan mulut khususnya karies gigi masih
untuk mempererat kekerabatan.7 Budaya merupakan masalah kesehatan utama di
makan pinang di Papua bisa ditemukan di Indonesia.8 Departemen Kesehatan Repu-
mana saja.2 Kebiasaan menginang pada blik Indonesia tahun 2008 menyatakan
masyarakat Papua sudah menjadi budaya bahwa bakteri merupakan penyebab lang-
yang tidak mengenal umur, ras, pangkat, sung terjadinya karies, namun terdapat
dan golongan.7 Hal tersebut menjadi faktor-faktor tidak langsung seperti karak-
kebiasaan yang mengakar kuat dalam teristik penderita, kebiasaan, perilaku, dan
masyarakat sehingga dapat mempererat tali faktor budaya.12
persaudaraan dalam keseharian kehidupan Menurut Data Riskesdas 2007, indeks
masyarakatnya.2,7 Sampai saat ini, mengu- DMF-T Provinsi Papua Barat (4,05) dan
nyah pinang seakan tak bisa dipisahkan Papua (4,19) lebih rendah dari nilai
dari kehidupan masyarakat Papua, terutama nasional yaitu 4,85, walaupun masih ter-
penduduk daerah pesisir.7 masuk dalam kategori buruk. Prevalensi
Karies gigi merupakan masalah utama penduduk yang mengalami hilang seluruh
dan paling sering ditemukan pada penyakit gigi asli di Papua Barat (0,7%) dan Papua
gigi dan mulut.8 Penyakit ini terjadi karena (0,4%) relatif kecil dibandingkan dengan
demineralisasi jaringan permukaan gigi angka nasional (1,6%).8
54 Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 1, Maret 2012, hlm. 52-58

Beberapa penelitian baik di luar mau- sebelum dilakukan pemeriksaan kebersihan


pun dalam negeri mengemukakan bahwa gigi dan mulut. Pemeriksaan dilakukan o-
kebiasaan mengunyah pinang memengaruhi leh tim yang terdiri atas pemeriksa dan
mukosa mulut dan jaringan periodontal, pencatat.
pembentukan plak dan kalkulus, serta Penelitian ini menggunakan diagnostic
indeks DMF-T dalam kategori tinggi. Yang set (eksplorer, pinset, dan kaca mulut),
et al di Taiwan (1996) mengemukakan masker, sarung tangan, deppen glas, kapas,
bahwa mengunyah pinang menyebabkan dan alkohol 70%. Pemeriksaan klinis
submucous fibrosis.13 Penelitian di India terhadap karies gigi dilakukan dengan
mendapatkan responden yang memiliki ke- menggunakan kaca mulut datar dan sonde
biasaan mengunyah pinang dengan cam- tajam setengah lingkaran yang digerakkan di
puran pinang, kapur dan tembakau mem- seluruh permukaan gigi kemudian dicatat
punyai status kebersihan gigi dan mulut pada formulir hasil pemeriksaan. Peme-
lebih buruk daripada responden yang tidak riksaan dilakukan dengan menggunakan
memiliki kebiasaan ini.14 Penelitian oleh penerangan senter.
Suproyo di Klaten dan Kebumen,15 serta Mengenai definisi operasional dan
Sembiring di daerah Karo, Sumatera Utara skala pengukuran ialah sebagai berikut:
memperlihatkan peningkatan derajat ter- 1. Usia ialah masa sejak lahir sampai
jadinya kalkulus pada pengunyah pinang.16 dengan ulang tahun yang terakhir.
Tebai et al (2007) meneliti 80 responden 2. Jenis kelamin ialah jenis kelamin
mahasiswa Papua yang tinggal di Kawasan responden yang membedakan antara
Cilaki Bandung mendapatkan indeks laki-laki dan perempuan.
DMF-T sebesar 5,4 yang termasuk kategori 3. Pendidikan responden ialah tingkat
tinggi.17 pendidikan terakhir yang diselesaikan
Suku Papua yang tinggal di Manado, responden, terdiri atas tidak sekolah,
baik untuk bersekolah, kuliah, maupun tidak tamat/tamat SD, tidak tamat/tamat
bekerja tetap membawa kebiasaan mengu- SMP, tidak tamat/ tamat SMA,
nyah pinang seperti di tempat asal mereka masih/tamat perguruan tinggi (D1,D2,
(Papua); hal ini terlihat dari mulut dan D3/S1/S2/S3).
bekas ludah yang berwarna merah. 4. Frekuensi mengunyah pinang perhari
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh ialah rutinitas responden mengunyah
gambaran prevalensi dan pengalaman pinang dalam sehari
karies gigi pada suku Papua yang masih 5. Lamanya kebiasaan mengunyah pinang
memiliki kebiasaan mengunyah pinang di ialah jumlah tahun responden
Manado. mengunyah pinang
6. Prevalensi karies adalah angka yang
METODE PENELITIAN mencerminkan jumlah penderita karies
dalam periode dan waktu tertentu.
Penelitian ini merupakan survei des-
7. Indeks DMF-T menurut WHO adalah
kriptif cross sectional. Populasi dan sampel
indeks modifikasi dari indeks Klein dan
diambil berdasarkan total sampling yaitu
Palmer yang bertujuan menggambarkan
30 responden. Teknik pengambilan sampel
pengalaman karies seseorang atau dalam
bertujuan (purposive sampling), yaitu me-
suatu populasi, merupakan indeks yang
milih sampel dengan kriteria tertentu: suku
digunakan pada gigi permanen pada
Papua laki-laki atau perempuan; usia 18-50
orang dewasa dan tidak memerlukan
tahun; memiliki kebiasaan mengunyah
gambaran radiografi untuk mendeteksi
pinang; berdiam di kota Manado, Sulawesi
karies aproksimal.11
Utara; dan bersedia menjadi responden.
Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner mengenai kebiasa- Dalam penelitian ini diukur indeks
an mengunyah pinang diisi oleh responden DMF-T menurut WHO. Cara penghitungan
Siagian, Prevalensi dan Pengalaman Caries Gigi pada suku Papua... 55

yaitu dengan menjumlahkan semua DMF-T pinang ditemukan pada 63,33% responden
(Tabel 1). Komponen D meliputi pen- yang memiliki kebiasaan mengunyah
jumlahan kode 1 dan 2, komponen M untuk pinang lebih dari lima tahun (Tabel 3).
kode 4 pada subjek < 30 tahun, dan kode 4 Frekuensi mengunyah pinang per hari
dan 5 untuk subjek > 30 tahun misalnya ditemukan pada responden lebih dari lima
hilang karena karies atau sebab lain. kali sehari sebesar 50%, dan 3-5 kali sehari
Komponen F hanya untuk kode 3. Untuk sebesar 46,67% (Tabel 4). Prevalensi karies
kode 6 (fissure sealant) dan 7 (jembatan, gigi ditemukan pada responden sebesar
mahkota khusus, atau viner/implant) tidak 70% (Tabel 5).
dimasukkan dalam perhitungan DMF-T.
DMF-T rata-rata adalah jumlah
seluruh nilai DMF-T dibagi dengan jumlah
sampel yang diperiksa. Tabel 2. Distribusi karakteristik suku Papua
pengunyah pinang di Manado berdasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan
Jumlah D+M+F
DMF-T
= Jumlah orang yang Karakteristik Jumlah %
rata-rata
diperiksa responden
Jenis kelamin
Laki-laki 18 60
Perempuan 12 40
HASIL PENELITIAN Kelompok usia
Dari total sampling 30 responden suku (tahun)
Papua yang tinggal di Kota Manado, 18-20 4 13.33
Sulawesi Utara, ditemukan responden laki- 21-25 18 60
26-30 5 16.67
laki sebesar 60% dan responden perempuan
31-40 2 6.67
40%. Kelompok usia 21-25 tahun yang >40 1 3.33
memiliki kebiasaan mengunyah pinang Pendidikan
mencakup 60% responden. Hampir semua Tidak sekolah 0 0
responden (96,67%) yang ikut dalam SD 0 0
penelitian ini berpendidikan Perguruan SMP 0 0
Tinggi (Tabel 2). SMU 1 3.33
Lamanya kebiasaan mengunyah Perguruan tinggi 29 96.67

Tabel 1. Kode pemeriksaan karies dengan indeks WHO11


Kode Kondisi/status
Gigi permanen
Mahkota gigi Akar gigi
0 0 Permukaan gigi sehat/keras
1 1 Gigi karies
2 2 Gigi dengan tumpatan, ada karies
3 3 Gigi dengan tumpatan baik, tidak ada karies
4 - Gigi yang hilang karena karies
5 - Gigi yang hilang karena sebab lain
6 - Gigi dengan tumpatan fisur sealant
7 7 Jembatan, mahkota gigi atau viner/implant
8 8 Gigi yang tidak erupsi
T - Trauma/fraktur
9 9 Dan lain-lain : gigi yang memakai alat cekat ortodonti atau gigi
yang mengalami hipoplasia enamel berat
56 Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 1, Maret 2012, hlm. 52-58

Tabel 3. Persentase lamanya kebiasaan rata-rata decay 0,43; missing 0,10; dan
mengunyah pinang pada suku Papua di Manado filling 0,00. Pada kelompok usia 31-40
Lamanya Jumlah % tahun ditemukan dua responden, dan >40
kebiasaan tahun satu responden yang bebas karies.
1-2 1 3,33 Rata-rata DMF-T yang ditemukan pada
-5 10 33,33 suku Papua pengunyah pinang di Manado
>5 19 63,33 sebesar 2,43 (Tabel 6).
Total 30 100
BAHASAN
Tabel 4. Persentase frekuensi mengunyah Berdasarkan hasil penelitan ini di-
pinang per hari pada suku Papua di Manado dapatkan responden laki-laki lebih banyak
Frekuensi Jumlah % memiliki kebiasaan mengunyah pinang
(per hari) daripada perempuan. Hasil ini sama dengan
1-2 1 3,33 penelitian oleh Chen et al (1996) di
3-5 14 46,67 Kabupaten Changhua, Taiwan13, tetapi
>5 15 50,00 berbeda dengan penelitian oleh Hasibuan
Total 30 100 pada sebagian besar penduduk di Tanah
Karo yang masih melakukan kebiasaan
menyirih, tetapi hanya terbatas pada
Tabel 5. Prevalensi karies pada suku Papua perempuan, terutama yang sudah berumah
pengunyah pinang di Manado tangga18 dan penelitian oleh Suproyo di
Karies Jumlah % Purwakarta, Jawa Barat yang menemukan
Ya 21 70 penyirih hanya terbatas pada wanita.15 Hal
Tidak 9 30 ini disebabkan perbedaan tradisi dan
Total 30 100 kebudayaan, dimana bagi masyarakat
Papua mengunyah pinang dilakukan oleh
siapa saja, laki-laki, perempuan, dan
Mengenai pengalaman karies gigi pada bahkan anak-anak. Menurut Wanaha
responden, rata-rata pengalaman karies gigi (2003) tradisi „menginang‟ di Jayapura
pada kelompok usia 21- 25 tahun sebanyak memiliki nilai persaudaraan sangat kuat,
18 responden yang menunjukkan DMF-T dengan rasa sosialitas yang tinggi, dan
1,53, dengan rata-rata decay (D)1,00; tidak dapat digantikan dengan benda jenis
missing (M) 0,53; filling (F) 0,00. apapun.7
Sebanyak lima responden kelompok usia Penelitian ini mendapatkan bahwa usia
26-30 tahun menunjukkan DMF-T 0,37, produktif 21-25 tahun merupakan ke-
dengan rata-rata decay 0,23; missing 0,13; lompok usia yang paling banyak memiliki
dan filling 0,00. Pada kelompok usia <20 kebiasaan mengunyah pinang (60%). Hal
tahun terdapat sebanyak empat responden ini sesuai dengan penelitian Lim pada ma-
yang menunjukkan DMF-T 0,53 dengan syarakat suku Batak Karo di Medan

Tabel 6. Pengalaman karies pada suku Papua pengunyah pinang di Manado


Golongan Jumlah D Mean M Mean F Mean DMF-T Mean
Umur (tahun)
<20 4 13 0,43 3 0,10 0 0,00 16 0,53
21-25 18 30 1,00 16 0,53 0 0,00 46 1,53
26-30 5 7 0,23 4 0,13 0 0,00 11 0,37
31-40 2 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
>40 1 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Total 30 50 1,67 23 0,77 0 0,00 73 2,43
Siagian, Prevalensi dan Pengalaman Caries Gigi pada suku Papua... 57

dimana distribusi respondens terbanyak (98,75%).17 Berbeda pula dengan penelitian


pada kelompok usia 22-24 tahun Sujatminingsih di Papua pada masyarakat
(40,62%).19 Gandhi dan Kaur di India Suku Papua umur 5-50 tahun yang me-
(2005) mendapatkan bahwa responden miliki kebiasaan mengunyah pinang dan
umumnya berusia 22-44 tahun (65,53%), yang tidak, prevalensi karies sebesar
diikuti oleh kelompok usia 14-23 tahun 23.2%.17 Prevalensi karies gigi pada pe-
(22,55%),20 dengan 96,67% responden nelitian ini, dapat disebabkan oleh karena
merupakan mahasiswa perguruan tinggi. subjek pada penelitian meyakini dan percaya
Hal ini juga dikemukakan oleh Tebai et al bahwa mengunyah pinang mempunyai efek
(2007),17 yang mengambil seluruh res- positif yaitu mengandung antiseptik yang
pondennya 80 orang mahasiswa Papua dapat memperkuat gigi. Di samping itu,
yang tinggal di Kawasan Cilaki Bandung. bahan campuran lain „menginang‟ seperti
Berbeda dengan studi di India oleh Gupta sirih dapat mengurangi bahaya lubang gigi
(2005),21 dimana hanya 40 responden dan menjaga kesehatan mulut karena
(17,08%) mahasiswa perguruan tinggi. dari mempunyai aktivitas antioksidan.3
total 235 responden. Hasil penelitian ditemukan DMF-T
Masyarakat Papua yang menempuh rata-rata pada Suku Papua di Manado yang
pendidikan tinggi di luar Papua sudah memiliki kebiasaan mengunyah pinang
semakin banyak. Hal ini disebabkan 2,43 dengan decay 1,67; missing 0,77; dan
semakin terbukanya akses dan kesempatan filling 0,00 (Tabel 6). DMF-T rata-rata ini
bagi masyarakat untuk memperoleh pen- termasuk kriteria rendah menurut WHO
didikan di luar Papua dengan adanya (rendah: 1,2-2,6) dan tidak lebih dari 3
bantuan beasiswa dari pemerintah daerah, sesuai skor DMF-T pada Oral Health
pemerintah pusat, maupun pihak swasta Global Indicators for year 2015 yang
seperti Freeport, yang bertujuan untuk ditetapkan oleh WHO.8
memperbaiki kualitas sumber daya manusia Filling (F) tidak ditemukan pada
masyarakat Papua.7 penelitian ini (0); hal ini menunjukkan
Pada masyarakat India kebiasaan bahwa suku Papua yang tinggal di Manado
mengunyah sirih yang lebih dari 10 tahun dan memiliki kebiasaan mengunyah pinang
sebesar 54,89 %,20 pada masyarakat Batak tidak pernah melakukan kunjungan ke
Karo paling banyak 2-5 tahun (43,75%)16,19 dokter gigi untuk mendapatkan perawatan
dan dalam penelitian ini juga terlihat gigi dan mulut. Hal ini mungkin di-
63,33% responden telah memiliki ke- sebabkan ketidaktahuan responden untuk
biasaan mengunyah pinang lebih dari 5 melakukan penambalan gigi dan lebih me-
tahun. Berdasarkan ini, terlihat bahwa bu- milih untuk membiarkan giginya berlubang
daya dan tradisi „menginang‟ sudah dila- dari pada ditambal. Untuk itu diperlukan
kukan sejak anak-anak ataupun remaja. upaya-upaya untuk memotivasi agar penge-
Sebanyak 50% responden „menginang‟ tahuan kesehatan gigi dan mulut yang
dengan frekuensi lebih dari 5 kali per hari, dimilikinya dapat diwujudkan dalam peri-
sedangkan pada penelitian yang dilak- laku kesehatan gigi sehari-hari mengingat
sanakan di daerah Karo, Sumatera Utara hampir seluruh responden memiliki latar
oleh Sembiring (2003),16 menemukan pendidikan perguruan tinggi .
persentase yang lebih besar (66,67%).
Berdasarkan hasil penelitian ini ter- SIMPULAN
lihat prevalensi karies pada suku Papua di
Manado yang memiliki kebiasaan Prevalensi karies pada suku Papua di
mengunyah pinang lebih rendah (70 %, Manado yang memiliki kebiasaan mengu-
Tabel 5) bila dibandingkan dengan suku nyah pinang termasuk kategori rendah de-
Papua di Bandung yang juga memiliki ke- ngan indeks pengalaman kariesnya (DMF-
biasaan mengunyah pinang tahun 2007 T index) rendah.
58 Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 1, Maret 2012, hlm. 52-58

DAFTAR PUSTAKA 11. Carranza FA, Newman MG, Takei HH.


In: Carranza FA, editor. Clinical
1. Isnaniah M. Kesehatan gigi dan mulut. Periodontology (Ninth Edition).
Ceramah di Badan Pengembangan Philadelphia: WB Saunders Company,
Sistem Informasi dan Telematika 2002; p.186-7.
Daerah (Bapesitelda) Provinsi Jawa 12. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Upaya
Barat Bandung, 2008; p.5. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di
2. Pinang [homepage on the Internet]. c2009 Puskesmas. Jakarta, 2008; p. 9-12.
[cited 2012 June 2]. Available from: 13. Yang MS, Su IH, Wen JK. Prevalence and
http://id.shvoong.com/books/guidance- related risk factors of betel quid
self-improvement/1944955-khasiattana- chewing by adolescent students in
man-pinang/#ixzz1LrbVfOeT, 2009. Southern Taiwan. J Oral Pathol Med.
3. Yulineri T, Kasim E, Nurhidayat N. 1996;25: 69-78.
Selenium dari ekstrak Areca catechu L. 14. Parmar G, Sangwan P, Vasni P,
sebagai obat kumur. J Biodiversitas. Kulkarni P, Kumar S. Effect of
2006;7(1):18-20. chewing a mixture of areca and tobbaco
4. Betelnut [homepage on the Internet]. Nodate on periodontal tissues and oral hygiene
[cited 2012 June 2]. Available from: status. J Oral Science. 2008;50(1);57-62.
http://en.wikipedia.org/wiki/betel-nut// 15. Suproyo H. Pemeriksaan mikrobiologi
5. Mengunyah sirih: positif atau negatif saku gusi dan penyakit periodontal para
[homepage on the Internet]. 2012 [cited pengunyah sirih [Kongres Nasional XVI
2012 June 2]. Available from: PDGI]. Bali, 1985; p.76-81
http//perigigiberbagi.wordpress.com/201 16. Sembiring RS. Penelitian tentang kebiasa-
2/05/22/mengunyah-sirih-positif-atau- an mengunyah sirih dan hubungannya
negatif/ dengan indeks penyakit periodontal
6. Natamiharja L, Sama R. Kebiasaan pada wanita di kecamatan Lau Bareng
mengunyah sirih dan hubungannya Kabupaten Karo [Skripsi, tidak
dengan indeks penyakit periodontal dipublikasikan]. Medan: FKG USU,
pada wanita di Kecamatan Lau Belang 2003.
Kabupaten Karo. J Dentika. 2004; 17. Tebai Y, Sukartini E, Hayati A. Caries
9(2):84-90. prevalence and dmf-t index of Papuan‟s
7. Wanaha MAL. Hasil wawancara Kompas students with betel chewing habit.
dengan dosen FISIP Uncen Jayapura. Padjadjaran J of Dentistry.
Kompas edisi 24 September 2003 2009;21(1): 41-6.
[homepage on the Internet]. [cited 2012 18. Hasibuan S. Lesi-Iesi mukosa mulut yang
June 2]. Available from: http://www. dihubungkan dengan kebiasaan
kompas.com/kompas-cetak/0309/24/ip- menyirih di kalangan Penduduk Tanah
tek/578008.htm 2003. Karo, Sumatera Utara [Tesis, tidak
8. Soendoro T. Laporan Hasil Riset Kesehatan dipublikasikan]. Jakarta: FKG UI, 2008.
Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. 19. Lim E. Kebiasaan mengunyah sirih dan lesi
Jakarta: Badan Penelitian dan yang dijumpai pada mukosa oral
Pengembangan Kesehatan, Departemen masyarakat Batak Karo [Skripsi, tidak
Kesehatan Republik Indonesia, 2008. dipublikasikan]. Medan: FKG USU,
9. Situmorang N. Dampak Karies Gigi dan 2007.
Penyakit Periodontal Terhadap Kualitas 20. Gandhi G, Kaur R. Chewing pan masala
Hidup [Pidato Pengukuhan Jabatan and/or betel quid-fashionable atrributes
Guru Besar Tetap]. Medan: Universitas and/or cancer menaces?. J. Hum Ecol.
Sumatera Utara 2005: p.3-8. 2005;17(3):161-6.
10. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar 21. Gupta PC, Ray CS. Epidemiolgy of betel
Karies. Terjemahan Sumawinata N, quid usage. Ann Acad Med Singapore.
Faruk S. Jakarta: EGC, 1992; p.5-96. 2004;33(Suppl):31S-36S.

Anda mungkin juga menyukai