Prevalansi Dan Pengalaman Makan Pinang
Prevalansi Dan Pengalaman Makan Pinang
Krista V. Siagian
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: veroagian@yahoo.com
Abstract: This study was carried out to show a description of the caries prevalence and the
DMF-T index in a Papua „ethnic‟ group living in Manado who have the areca nut chewing
habit. A total of thirty respondents (males and females) aged between 18 to 50 years old were
enrolled for the purpose of this sampling. The clinical data about decays, missing teeth, and
fillings were assesed by the DMF-T WHO index. This study viewed that 60% of respondents
were males, aged from 21 to 25 years old representing the highest age profile, most
respondents were college and university students. About 63.33% of all respondents had this
areca nut chewing habit for more than five years. In addition, the daily intake of areca nut
varied from 1-2 times, 3-5 times, and more than five times per day i.e. 3.33%, 46.67%, and
50% respectively. The study described that 70% of the caries was prevalent in the total
population, with a DMF-T index of 2.43. Conclusion: Papua „ethnic‟ group living in Manado
who had the areca nut chewing habit showed a low prevalence of caries as was the DMF-T
index.
Keywords: caries prevalence, caries experience, DMF-T index, areca nut chewing habit,
Papua „ethnic‟ group
Kesehatan jasmani dan rohani merupakan dan mulut merupakan bagian integral dari
bagian terpenting dalam kehidupan manu- kesehatan tubuh secara keseluruhan, yang
sia. Kesehatan gigi dan mulut juga perlu tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh
mendapat perhatian karena hal ini dapat secara umum.1
memengaruhi kesehatan tubuh secara me- Salah satu tanaman herbal yang di-
nyeluruh. Dengan kata lain, kesehatan gigi percaya dapat menjaga kesehatan rongga
52
Siagian, Prevalensi dan Pengalaman Caries Gigi pada suku Papua... 53
mulut yaitu biji pinang (Areca catechu oleh asam organik yang berasal dari ma-
L).2 Biji pinang muda yang mentah kanan mengandung gula.8,9 Perkembangan
dikunyah-kunyah dengan atau tanpa cam- epidemiologi dalam Ilmu Kesehatan
puran bahan lain seperti daun sirih, gam- Masyarakat menemukan terjadinya karies
bir, dan kapur yang terbuat dari cangkang gigi disebabkan adanya peranan berbagai
siput (aqueous calcium hydroxide paste), faktor yang saling berkaitan (multi-
lalu dibuang.3 Analisis pinang di Filipina faktorial),9 yaitu faktor tuan rumah (ludah
menyatakan bahwa buah pinang mengan- dan gigi), faktor agen (mikroorganisme),
dung senyawa bioaktif flavonoid, diantara- substrat atau diet mengandung gula, serta
nya tanin, yang dapat menguatkan gigi.4 faktor waktu.9,10
Biji pinang yang dikunyah bersama sirih Karies merupakan kerusakan gigi yang
dan kapur, berkhasiat menguatkan gigi. Air dapat diukur dengan prevalensi karies dan
rebusan biji pinang juga digunakan sebagai indeks DMF-T. Prevalensi karies adalah
obat kumur dan penguat gigi.4,5 angka yang mencerminkan jumlah
Kebiasaan mengunyah pinang telah penderita karies dalam periode dan waktu
lama dilakukan di beberapa daerah di tertentu. Indeks DMF-T adalah angka yang
Indonesia. Beberapa penelitian telah dila- menunjukkan jumlah gigi dengan karies
kukan untuk mengetahui pengaruh mengu- pada seseorang atau sekelompok orang.
nyah pinang terhadap rongga mulut, baik Decay (D) ialah gigi yang berlubang karena
terhadap karies, kebersihan gigi dan mulut, karies gigi, Missing (M) ialah gigi yang
pembentukan kalkukus maupun lesi pre- dicabut karena karies, Filling (F) ialah gigi
kanker dan kanker. Natamiharja dan Sama yang ditambal atau ditumpat karena karies,
(2004) meneliti Suku Karo di Kecamatan dan T adalah treatment. Dengan kata lain,
Lau Belang Kabupaten Karo, Provinsi DMF-T adalah penjumlahan D+M+F11,
Sumatera Utara yang telah lama melakukan dengan kategori penghitungan sebagai
kebiasaan “menyirih” (mengunyah pinang berikut: 1) sangat rendah (0,0 - 1,1), 2)
dengan sirih) dan mendapatkan pening- rendah (1,2 - 2,6), sedang (2,7- 4,4), tinggi
katan derajat terjadinya kalkulus pada (4,5 - 6,5), dan sangat tinggi (>6,6).7
pengunyah pinang.6 Berdasarkan Data Departemen Kese-
Pada masyarakat Papua, mengunyah hatan dari Riskesdas (2007), 72,1% pendu-
pinang (sering disebut kakes atau meng- duk Indonesia mempunyai pengalaman
inang) dicampur dengan batang sirih dan karies dengan prevalensi karies 46,5%.8
kapur merupakan kebiasaan sehari-hari Hal ini menunjukkan bahwa penyakit gigi
yang diwariskan dari nenek moyang dan dan mulut khususnya karies gigi masih
untuk mempererat kekerabatan.7 Budaya merupakan masalah kesehatan utama di
makan pinang di Papua bisa ditemukan di Indonesia.8 Departemen Kesehatan Repu-
mana saja.2 Kebiasaan menginang pada blik Indonesia tahun 2008 menyatakan
masyarakat Papua sudah menjadi budaya bahwa bakteri merupakan penyebab lang-
yang tidak mengenal umur, ras, pangkat, sung terjadinya karies, namun terdapat
dan golongan.7 Hal tersebut menjadi faktor-faktor tidak langsung seperti karak-
kebiasaan yang mengakar kuat dalam teristik penderita, kebiasaan, perilaku, dan
masyarakat sehingga dapat mempererat tali faktor budaya.12
persaudaraan dalam keseharian kehidupan Menurut Data Riskesdas 2007, indeks
masyarakatnya.2,7 Sampai saat ini, mengu- DMF-T Provinsi Papua Barat (4,05) dan
nyah pinang seakan tak bisa dipisahkan Papua (4,19) lebih rendah dari nilai
dari kehidupan masyarakat Papua, terutama nasional yaitu 4,85, walaupun masih ter-
penduduk daerah pesisir.7 masuk dalam kategori buruk. Prevalensi
Karies gigi merupakan masalah utama penduduk yang mengalami hilang seluruh
dan paling sering ditemukan pada penyakit gigi asli di Papua Barat (0,7%) dan Papua
gigi dan mulut.8 Penyakit ini terjadi karena (0,4%) relatif kecil dibandingkan dengan
demineralisasi jaringan permukaan gigi angka nasional (1,6%).8
54 Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 1, Maret 2012, hlm. 52-58
yaitu dengan menjumlahkan semua DMF-T pinang ditemukan pada 63,33% responden
(Tabel 1). Komponen D meliputi pen- yang memiliki kebiasaan mengunyah
jumlahan kode 1 dan 2, komponen M untuk pinang lebih dari lima tahun (Tabel 3).
kode 4 pada subjek < 30 tahun, dan kode 4 Frekuensi mengunyah pinang per hari
dan 5 untuk subjek > 30 tahun misalnya ditemukan pada responden lebih dari lima
hilang karena karies atau sebab lain. kali sehari sebesar 50%, dan 3-5 kali sehari
Komponen F hanya untuk kode 3. Untuk sebesar 46,67% (Tabel 4). Prevalensi karies
kode 6 (fissure sealant) dan 7 (jembatan, gigi ditemukan pada responden sebesar
mahkota khusus, atau viner/implant) tidak 70% (Tabel 5).
dimasukkan dalam perhitungan DMF-T.
DMF-T rata-rata adalah jumlah
seluruh nilai DMF-T dibagi dengan jumlah
sampel yang diperiksa. Tabel 2. Distribusi karakteristik suku Papua
pengunyah pinang di Manado berdasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan
Jumlah D+M+F
DMF-T
= Jumlah orang yang Karakteristik Jumlah %
rata-rata
diperiksa responden
Jenis kelamin
Laki-laki 18 60
Perempuan 12 40
HASIL PENELITIAN Kelompok usia
Dari total sampling 30 responden suku (tahun)
Papua yang tinggal di Kota Manado, 18-20 4 13.33
Sulawesi Utara, ditemukan responden laki- 21-25 18 60
26-30 5 16.67
laki sebesar 60% dan responden perempuan
31-40 2 6.67
40%. Kelompok usia 21-25 tahun yang >40 1 3.33
memiliki kebiasaan mengunyah pinang Pendidikan
mencakup 60% responden. Hampir semua Tidak sekolah 0 0
responden (96,67%) yang ikut dalam SD 0 0
penelitian ini berpendidikan Perguruan SMP 0 0
Tinggi (Tabel 2). SMU 1 3.33
Lamanya kebiasaan mengunyah Perguruan tinggi 29 96.67
Tabel 3. Persentase lamanya kebiasaan rata-rata decay 0,43; missing 0,10; dan
mengunyah pinang pada suku Papua di Manado filling 0,00. Pada kelompok usia 31-40
Lamanya Jumlah % tahun ditemukan dua responden, dan >40
kebiasaan tahun satu responden yang bebas karies.
1-2 1 3,33 Rata-rata DMF-T yang ditemukan pada
-5 10 33,33 suku Papua pengunyah pinang di Manado
>5 19 63,33 sebesar 2,43 (Tabel 6).
Total 30 100
BAHASAN
Tabel 4. Persentase frekuensi mengunyah Berdasarkan hasil penelitan ini di-
pinang per hari pada suku Papua di Manado dapatkan responden laki-laki lebih banyak
Frekuensi Jumlah % memiliki kebiasaan mengunyah pinang
(per hari) daripada perempuan. Hasil ini sama dengan
1-2 1 3,33 penelitian oleh Chen et al (1996) di
3-5 14 46,67 Kabupaten Changhua, Taiwan13, tetapi
>5 15 50,00 berbeda dengan penelitian oleh Hasibuan
Total 30 100 pada sebagian besar penduduk di Tanah
Karo yang masih melakukan kebiasaan
menyirih, tetapi hanya terbatas pada
Tabel 5. Prevalensi karies pada suku Papua perempuan, terutama yang sudah berumah
pengunyah pinang di Manado tangga18 dan penelitian oleh Suproyo di
Karies Jumlah % Purwakarta, Jawa Barat yang menemukan
Ya 21 70 penyirih hanya terbatas pada wanita.15 Hal
Tidak 9 30 ini disebabkan perbedaan tradisi dan
Total 30 100 kebudayaan, dimana bagi masyarakat
Papua mengunyah pinang dilakukan oleh
siapa saja, laki-laki, perempuan, dan
Mengenai pengalaman karies gigi pada bahkan anak-anak. Menurut Wanaha
responden, rata-rata pengalaman karies gigi (2003) tradisi „menginang‟ di Jayapura
pada kelompok usia 21- 25 tahun sebanyak memiliki nilai persaudaraan sangat kuat,
18 responden yang menunjukkan DMF-T dengan rasa sosialitas yang tinggi, dan
1,53, dengan rata-rata decay (D)1,00; tidak dapat digantikan dengan benda jenis
missing (M) 0,53; filling (F) 0,00. apapun.7
Sebanyak lima responden kelompok usia Penelitian ini mendapatkan bahwa usia
26-30 tahun menunjukkan DMF-T 0,37, produktif 21-25 tahun merupakan ke-
dengan rata-rata decay 0,23; missing 0,13; lompok usia yang paling banyak memiliki
dan filling 0,00. Pada kelompok usia <20 kebiasaan mengunyah pinang (60%). Hal
tahun terdapat sebanyak empat responden ini sesuai dengan penelitian Lim pada ma-
yang menunjukkan DMF-T 0,53 dengan syarakat suku Batak Karo di Medan