Anda di halaman 1dari 10

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Kualitas Bubuk Kuning Telur Ayam IPB-D1 Menggunakan Berbagai


Metode Pengeringan
Salsabila Ma'shum Imawan1), Zakiah Wulandari1), Tuti Suryati1), Cece Sumantri1)
1)
Departemen HewanProduksi dan Teknologi, Fakultas Peternakan IPB University, Jl. Agatis Kampus IPB
Dramaga, Bogor 16680, Indonesia

*Email yang Sesuai:zakiahwu@apps.ipb.ac.id

Dikirim 14 Agustus 2023; Diterima 11 Oktober 2023

ABSTRAK

Ayam IPB D-1 mempunyai produktivitas telur yang baik. Telur ayam sering dijadikan
bahan fungsional dalam bentuk bubuk karena memiliki banyak manfaat bagi industri
pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan serbuk kuning telur dengan kualitas
fisikokimia, mikrobiologi, dan asam lemak yang baik yang berasal dari telur ayam IPB-D1
dengan menggunakan berbagai metode pengeringan yaitu pengeringan semprot,
pengeringan oven, dan pengeringan vakum. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
sifat fungsional bubuk kuning telur ayam IPB-D1 yang diaplikasikan pada mayonaise. Hal
ini dibandingkan dengan mayones yang terbuat dari kuning telur segar dan bubuk kuning
telur komersial. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) berdasarkan masa pembuatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode pengeringan bubuk kuning telur yang berbeda dapat
mempengaruhi aktivitas emulsi, jumlah pelat total (TPC), aw, pH, air, abu, dan kadar lemak.
Metode pengeringan tidak mempengaruhi kadar protein dan stabilitas emulsi. Bubuk kuning
telur dengan pengeringan oven memberikan hasil kualitas terbaik.

Kata kunci:Metode pengeringan; bubuk kuning telur; Telur ayam IPB-D1


PERKENALAN

Telur ayam merupakan sumber protein hewani penting yang telah banyak diterapkan
dalam industri makanan karena kandungan nutrisi, fungsi, dan sensorisnya yang luar biasa
(Rannou dkk. 2015). Ada berbagai jenis ayam yang tentunya menghasilkan telur dengan
kualitas berbeda-beda (Ramadhani dkk. 2018). Ayam IPB-D1 merupakan salah satu
varietas ayam lokal yang telah disetujui sebagai keluarga ayam lokal unggul baru oleh
Kementerian Pertanian RI berdasarkan Surat Keputusan No.693/KPTS/PK.230/M/9/2019.
Habiburahman dkk. (2020) menyatakan ayam D-1 IPB mempunyai produktivitas telur
yang baik. Telur ayam sering digunakan sebagai bahan fungsional dalam bentuk bubuk
karena memiliki banyak keunggulan diantaranya mengurangi transportasi dan penyimpanan
(Costa et al. 2015). Selain itu, bubuk kuning telur juga memiliki hampir seluruh komponen
senyawa utama yang sama dengan kuning telur (Gu et al.2021). Salah satu metode produksi
bubuk kuning telur adalah teknologi pengeringan, dan metodenya bermacam-macam,
seperti pengeringan semprot, pengeringan oven, dan pengeringan vakum.
Namun perlakuan panas pada saat pengeringan dapat mengubah komponen dan sifat
fungsional telur sehingga kualitas bubuk kuning telur yang dihasilkan menjadi kurang baik
(Alaboudi et al. 2013). Oleh karena itu, beberapa alternatif metode pengeringan dengan
suhu rendah diharapkan dapat meminimalisir hal tersebut. Perkembangan metode
pengeringan kuning telur dapat memberikan cara yang lebih efisien dan ekonomis dalam
menghasilkan bubuk kuning telur yang baik serta mengaplikasikan produk olahan yang baik
pula. Saat ini bubuk kuning telur (EYP) banyak digunakan oleh industri makanan untuk
menghasilkan berbagai produk seperti pasta (Pérez-Reyes 2021), kue kering (Miranda et al.
2015), roti (Tsivirko 2021) dan saus salad seperti mayones. Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan serbuk kuning telur yang mempunyai kualitas fisikokimia, mikrobiologi dan
asam lemak yang baik yang berasal dari telur ayam IPB-D1 dengan menggunakan berbagai
metode pengeringan yaitu: pengeringan semprot, pengeringan vakum dan pengeringan
oven.
Informasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi
pengetahuan ilmiah tentang pengeringan telur dan penerapannya dalam industri makanan.
Temuan dan data yang diperoleh dapat menjadi rujukan dan referensi bagi para peneliti dan
praktisi di masa depan yang tertarik pada bidang ini. Selain itu penelitian ini juga mendata
pengetahuan tentang ayam ras baru IPB-D1. Informasi mengenai pengeringan kuning telur
ayam IPB-D1 akan menjadi bagian penting dalam pengetahuan tentang karakteristik dan
potensi produk ayam varietas ini. Hal ini dapat memberikan pemahaman lebih mendalam
mengenai kualitas telur ayam IPB-D1 dan bagaimana potensi tersebut dapat dimanfaatkan
lebih lanjut dalam industri pangan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2023 di Laboratorium
Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu IPTP Fakultas Peternakan IPB University untuk
memproduksi EYP dengan metode pengeringan oven. Sedangkan EYP dengan metode
spray Drying dan Vacuum Drying diproduksi di Laboratorium Pilot Plant Fakultas
Teknologi Pertanian IPB University. Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari
telur ayam kampung IPB-D1 dan bahan kimia yang diperuntukkan untuk dianalisis.

Tata Cara Pembuatan Bubuk Kuning Telur


Kuning telur ayam IPB-D1 berumur satu sampai lima hari dari hasil seleksi dan
pembersihan dipecah dan dipisahkan dari putih telurnya menggunakan alat pemisah telur.
Sebelum dikeringkan, dilakukan homogenisasi kemudian dilakukan pasteurisasi melalui
waterbath pada suhu 60 ºC selama 5 menit (Bai et al. 2020). Proses pengeringan
menggunakan tiga metode yaitu pengeringan semprot (M1), pengeringan oven (M2), dan
pengeringan vakum (M3). Pengeringan semprot melibatkan suhu masuk 130 ºC dan suhu
keluar 73 ºC, laju aliran udara 30 L/menit di bawah tekanan, dan nosel alat penyemprot
dengan diameter 0,7 mm. (Abreu dkk. 2014). Pengeringan vakum dilakukan pada suhu 50
ºC dengan tekanan vakum 0,01 MPa (Bai et al. 2020), dan pengeringan oven berlangsung
selama 24 jam pada suhu 60 ºC (Imawan et al. 2023).

Prosedur Analisis
Respon yang diamati terhadap EYP ayam IPB-D1 yang dikeringkan dengan tiga alat
pengering berbeda yaitu sifat fisikokimia (kadar air, kadar abu, aw, pH, kadar protein, dan
kadar lemak), sifat fungsional (aktivitas dan kestabilan emulsi), mikrobiologi (total jumlah
piring dan Salmonella sp.) dan asam lemak. Pengujian kadar air, kadar abu, pH, kadar
protein, dan kadar lemak dilakukan dengan metode yang ditentukan oleh AOAC (2005),
dan aktivitas air diperoleh dengan menggunakan aw meter. Aktivitas emulsi (Wang dan
Kinsella 1976)diuji dengan cara mensentrifugasi emulsi pada kecepatan 3000 rpm selama 5
menit, kemudian dihitung aktivitas emulsi berdasarkan persentase perbandingan tinggi
campuran emulsi. Stabilitas emulsi (le Denmat et al. 2000) diuji dengan membiarkan emulsi
didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar 22°C, kemudian disentrifugasi dengan sedikit
modifikasi pada kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Volume emulsi bagian atas dan fase
air di bawahnya diukur dan indeks stabilitas emulsi dihitung.
Analisis mikrobiologi jumlah lempeng total dan Salmonella sp. didasarkan pada metode
Pelzar dan Chan (2007) dan Waluyo (2008). Sampel sebanyak 20 g dilarutkan dan
kemudian dibuat pengenceran 10-1 menggunakan buffer peptone water (BPW) dan
dihomogenisasi dengan pusaran. Selanjutnya dilakukan pemupukan sesuai dengan analisa
mikrobiologi yang dilakukan. Suspensi sebanyak 1 mL dituang ke dalam cawan petri,
kemudian dicampur dengan 20 mL plate count agar (PCA) untuk uji TPC dan agar xylose
lysine desoxycholate (XLDA) untuk Salmonella sp. Setelah itu cawan petri diinkubasi
dengan posisi terbalik pada suhu 37 ºC selama 24 jam untuk Salmonella sp. bakteri dan
48 jam untuk tes TPC.
Pengujian asam lemak mengacu pada metode Ariyanti dkk. (2021), sampel
ditambahkan NaOH 0,5 N, kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 800 °C
selama 20 menit dan didinginkan hingga suhu kamar. Setelah itu ditambahkan BF3 dan
larutan dipanaskan kembali dalam penangas air dengan suhu dan durasi yang sama.
Didinginkan, ditambahkan NaCl jenuh dan n-HEXAN, dikocok, lalu diendapkan. Fase
atas (lapisan n-HEXAN) diambil dan larutan siap diinjeksikan ke dalam perangkat GC.

Desain Eksperimental dan Analisis Data


Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) berdasarkan masa
pembuatan, dan terdapat tiga kelompok selama masa pembuatan. Persiapan EYP
dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Data sifat fisikokimia, fungsional, dan
mikrobiologi dianalisis menggunakan analisis varians (ANOVA) untuk mengetahui
pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati. Apabila perlakuan mempunyai
pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji pembagian berganda
dengan menggunakan uji Tukey (Steel dan Torrie 1997). Data asam lemak dianalisis
menggunakan analisis deskriptif.

Penentuan Metode Terbaik


Hasil analisis yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan metode pengeringan
terbaik. Penentuan EYP ayam IPB-D1 dengan metode pengeringan berbeda akan dilakukan
dengan memberikan skor pada variabel yang dianalisis (Pamungkas 2007). Penilaian sifat
fisikokimia (seperti kadar air, kadar lemak, kadar protein, pH, dan aw), sifat fungsional
(seperti stabilitas emulsi), sifat mikrobiologi (seperti jumlah lempeng total dan bakteri
Salmonella sp.), dan kadar asam lemak berdasarkan standar yang ada. Apabila hasil yang
diperoleh berada dalam kisaran standar dan tidak berbeda nyata antar metode, maka
diberikan skor yang sama, 1. Jika hasil yang diperoleh tidak berada dalam rentang standar
dan berbeda nyata antar metode, maka skor didasarkan pada peringkat hasil terbaik.
HASIL DAN DISKUSI

IPB-D1 Bubuk Kuning Telur Ayam Mutu Fisikokimia


Hasil pengujian fisikokimia, fungsional, kualitas mikrobiologi, dan asam lemak
ayam EYP IPB-D1 dengan metode pengeringan spray Drying, Oven Drying, dan Vacuum
Drying disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis fisikokimia menunjukkan bahwa metode
pengeringan memberikan pengaruh yang nyata (P < 0 ,05) terhadap kadar air, abu, aw,
pH, dan kadar lemak ayam EYP IPB-D1.
Perbedaan yang signifikan antar variabel tersebut antar metode dapat disebabkan oleh suhu
dan waktu pengeringan.

Tabel 1.Mutu bubuk kuning telur ayam IPB-D1 dengan berbagai metode pengeringan dan
rekapitulasi nilai penilaian
Pengeringan Metode Pengobatan
Variabel Pengeringan Semprot Oven
Standar
Fisikokimia Pengeringan Kekosongan Pengeringan
properti
Kadar air (%) 3,38±0,12b (3) 2,52±0,19c (3) 4,44±0,24a (1) 2,55-4,52*
Kadar abu (%) 4,57±0,43ab (1) 5,25±0,30a (2) 4,26±0,49b (1) 4,36-6,42*
aduh 0,49±0,01b (2) 0,41±0,01c (3) 0,56±0,03a (1) -
pH 6,11±0,01b (1) 6,03±0,01b (2) 6,25±0,05a (1) ≥6**
Kandungan lemak (%) 36,98±1,00b (2) 50,79±1,07a (2) 51,46±1,82a (2) 53,3-57,2*
Kandungan protein (%) 30,96±0,58 (1) 32,29±0,91 (1) 32,12±2,13 (1) 33,1-36,1*
Properti fungsional
Aktivitas Emulsi 62,80±1,96a (2) 54,98±2,78b (1) 52,24±1,18b (1) -
Stabilitas Emulsi 75,97±4,51 (1) 67,64±8,13 (1) 66,10±5,76 (1) -
Mikrobiologis
properti
Jumlah pelat total (Log < 3,39 ***
5,25±0,02A (1) 3,41±0,04b (2) 3,50±0,06b (2)
Salmonellasp.
CFU g-1) Negatif (1) Negatif (1) Negatif (1) Negatif***
Skor Total 15 18* 12

Keterangan : (...) Angka dalam tanda kurung menunjukkan skor berdasarkan urutan penilaian;
*Metode pengeringan bubuk kuning telur ayam IPB-D1 terbaik
Superskrip yang berbeda pada kolom/baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).

Hasil kadar air dan aw menurut pernyataan Samantha dkk. (2015) dan Utama dkk.
(2022), kenaikan suhu pengeringan menyebabkan penurunan kadar air dan aktivitas air
produk yang diperoleh, serta kadar air suatu produk dipengaruhi oleh lamanya pemanasan.
Kadar air EYP dengan metode pengeringan semprot, pengeringan oven, dan pengeringan
vakum berada pada kisaran 2,52-4,44%. Berdasarkan USDA National Nutrient Database for
Standard reference (2017), kadar air M1 dan M3 berada pada kisaran standar 2,55%-4,52%.
Namun M2 menghasilkan kadar air yang lebih rendah dari standar. Perlu dicatat bahwa kadar
air berkaitan dengan umur simpan suatu produk, karena kadar air yang lebih rendah dapat
mencegah penurunan atau kerusakan kualitas (Syafrida dkk. 2018).
Kadar abu tertinggi dimiliki oleh bubuk kuning telur dengan metode pengeringan oven.
Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya waktu pengeringan. Yulita dan Rahmawati (2015)
menyatakan bahwa semakin lama proses pengeringan maka kadar abu akan semakin
meningkat seiring dengan penurunan kadar air. Semakin rendah kadar air bubuk kuning telur
maka persentase mineralnya semakin tinggi sehingga kadar abu pun semakin meningkat.
Mengacu pada USDA National Nutrient Database for Standard reference (2017), kadar abu
bubuk kuning telur M1 dan M2 berada pada kisaran standar 4,36-6,42%. Namun kadar abu
bubuk kuning telur yang diperoleh melalui pengeringan vakum menunjukkan nilai yang lebih
rendah dibandingkan standar, yaitu 4,26%. PH ditunjukkan pada Gambar 1.

M1 M2 M3

Keterangan: (M1) Serbuk kuning telur ayam IPB-D1 menggunakan pengeringan semprot, (M2) Serbuk kuning
telur ayam IPB-D1 menggunakan pengeringan oven, (c) Serbuk kuning telur ayam IPB-D1
menggunakan pengeringan vakum.

Gambar 1.Serbuk kuning telur ayam IPB-D1 menggunakan metode pengeringan semprot
(M1), pengeringan oven (M2), dan pengeringan vakum (M3)

Suhu yang digunakan selama pengeringan semprot bertanggung jawab atas hasil ini. Javed
dkk. (2018) menyatakan bahwa kondisi suhu yang lebih tinggi pada metode spraydrying
menyebabkan hilangnya beberapa senyawa lemak. Hal ini juga dijelaskan oleh Zardetto
dkk. (2014) dalam penelitiannya bahwa kadar lemak dan kolesterol pada kuning telur
mengalami penurunan akibat proses pemanasan. Kadar lemak metode pengeringan EYP
M1, M2 dan M3 berada pada kisaran 36,98-51,46%. Selain itu, kandungan lemak kasar
tepung kuning telur dari keempat perlakuan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan
standar minimal USDA (2017) yaitu 53,3%. Rendahnya kandungan lemak kasar
keseluruhan pada perlakuan dapat disebabkan karena adanya proses pengeringan dalam
pembuatan EYP yang mengurangi kandungan lemaknya. Hasil analisis berbagai kadar
protein kasar menunjukkan bahwa metode pengeringan tidak memberikan pengaruh nyata
(P > 0,05) terhadap kadar protein ayam EYP IPB-D1. Kadar protein metode pengeringan
EYP M1, M2 dan M3 berada pada kisaran 30,96-32,29. Kadar protein EYP yang dihasilkan
belum mencapai standar minimal UNECE (2010) yaitu 33%. Kadar yang lebih rendah dari
standar dapat disebabkan oleh agregasi protein akibat perlakuan panas. Anton (2013)
menyatakan bahwa agregasi protein kuning telur menyebabkan suatu protein lebih sulit
diekstraksi dengan metode analisis.
IPB-D1 Bubuk Kuning Telur Ayam Berkualitas Emulsi
Ketiga perlakuan metode pengeringan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap
aktivitas emulsi namun tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi EYP ayam IPB-
D1. Ukuran partikel EYP dengan metode pengeringan semprot kering lebih kecil
dibandingkan dengan pengeringan oven dan pengeringan vakum. Mengacu pada Ariantie
dkk. (2021) menyatakan bahwa bubuk kuning telur yang memiliki ukuran partikel lebih
kecil dapat dengan mudah menutupi antarmuka minyak-air sehingga membentuk emulsi.
Perbedaan kestabilan emulsi yang tidak signifikan antar metode pengeringan dapat
dipengaruhi oleh kandungan protein EYP yang juga tidak signifikan. Mengacu pada Li dkk.
(2020) penelitian menyatakan bahwa stabilitas emulsi meningkat secara signifikan dengan
peningkatan konsentrasi protein.

IPB-D1 Bubuk Kuning Telur Ayam Mutu Mikrobiologi


Hasil analisis total plate count menunjukkan bahwa metode pengeringan berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap jumlah total bakteri yang terdapat pada ayam EYP IPB-D1. EYP
dengan metode spraydrying mempunyai nilai TPC yang paling tinggi meskipun dalam
proses pengeringannya menggunakan suhu yang paling tinggi dibandingkan dengan
perlakuan pengeringan oven dan pengeringan vakum. Merujuk pada penelitian
Rodklongtan dan Chitprasert (2017), hal ini dapat terjadi karena adanya penurunan
viabilitas mikroba sebesar 4,2 log CFU/g yang dapat terjadi bila diterapkan suhu inlet
setinggi 150 °C. Temperatur inlet yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada
Abreau dkk. (2014), 130 ºC dan saluran keluar 73 ºC. Bakteri Salmonella sp. tidak
terdeteksi pada seluruh perlakuan EYP ayam IPB-D1 dengan metode pengeringan
spraydrying, ovendrying dan vakumdrying.
Hasil tersebut sesuai dengan SNI 01-6366-2000 yang menetapkan batas maksimal
cemaran mikroba Salmonella sp. dalam bubuk telur negatif CFU/g atau tidak ada bakteri
Salmonella. Kontaminasi bakteri Salmonella sp. pada telur harus negatif karena
Salmonella dapat menginfeksi telur inang dan produk turunannya. Pertumbuhan bakteri
Salmonella pada telur ayam menyebabkan Salmonella dapat mengekspresikan pef-
fimbriae dari St. Typhimurium terbukti lebih berbahaya dibandingkan Salmonella dari
inang selain telur (Moreau et al. 2016).

IPB-D1 Kandungan Asam Lemak Bubuk Kuning Telur Ayam


Hasil analisis asam lemak pada Tabel 2 menunjukkan bahwa EYP ayam IPB-D1
mengandung asam lemak tak jenuh lebih tinggi dibandingkan asam lemak jenuh. Asam
lemak yang paling banyak terdapat pada EYP ayam IPB-D1 adalah asam oleat, asam
palmitat, dan asam linoleat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Xiao dkk. (2020) yaitu
asam lemak utama pada kuning telur adalah asam oleat (40%), asam palmitat (30%), dan
asam linoleat (13%). Kandungan asam oleat pada EYP ayam IPB-D1 berada pada kisaran
21,4-22,8%. Asam oleat (omega-9) dan asam linoleat (omega-6) merupakan asam lemak
tak jenuh yang unggul manfaatnya bagi tubuh, salah satunya berperan dalam mencegah
aterosklerosis (Mora dan Selpas 2013). Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh
tunggal (MUFA) yang paling umum dan merupakan prekursor untuk menghasilkan
senyawa asam lemak tak jenuh (PUFA).

Meja 2.Komposisi asam lemak bubuk kuning telur ayam IPB-D1 dengan berbagai metode
pengeringan
Pengeringan Metode Pengobatan
Variabel Pengeringan Pengeringan Pengeringan
Semprot Oven Vakum
Lemak jenuh (%) 23,5 21,9 20,8
Asam laurat (C12:0) (%) 0,02 0,02 0,03
Asam miristat (C14:0) (%) 0,17 0,22 0,23
Asam palmitat (C16:0) (%) 13,3 13,3 12,6
Asam stearat (C18:0) (%) 5,19 4,79 4,5
Lemak tak jenuh (%) 33 33,8 31,4
Asam oleat (C18:1n9c) (%) 21,4 22,8 21,4
Asam linoleat (C18:2n6cc) (%) 7,76 7,77 6,99
Asam linolenat (C18:3) (%) 0,1 0,1 0,08

Kandungan asam palmitatdi IPB-D1 ayam EYP sebesar 13,3%, 13,3%, dan 12,6%.
Persentase tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan asam lemak palmitat
pada kuning telur ayam yang diperoleh Polat dkk. (2013) yaitu 21,11%. Kandungan asam
lemaknya dapat menurun akibat adanya perlakuan panas pada saat pengeringan. Metode
dan kondisi pengeringan dapat mempengaruhi komposisi asam lemak EYP seperti suhu,
waktu, dan tekanan. Javed dkk. (2018) menyatakan bahwa temperatur inlet, temperatur
outlet, dan kecepatan atomisasi pada pengeringan menggunakan spraydryer merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kandungan asam lemak pada produk EYP.

Penentuan Formula Terbaik Pembuatan Bubuk Kuning Telur Ayam IPB-D1 dengan
Berbagai Metode Pengeringan
Penilaian dilakukan pada hal yang diamati variabel termasuk sifat
fisikokimia, sifat fungsional, dan mikrobiologi. Rekapitulasi hasil analisa dan scoring
serbuk kuning telur dengan berbagai metode pengeringan dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik dalam proses pembuatan
EYP adalah perlakuan dengan metode pengeringan. pengeringan oven yang menghasilkan
nilai skor total (18) lebih tinggi dibandingkan metode pengeringan lainnya.

KESIMPULAN
Metode pengeringan menggunakan spray Drying, Oven Drying, dan Vacuum Drying
berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, aw, pH, kadar lemak, aktivitas emulsi, dan
total plate count (TPC) dari bubuk kuning telur ayam IPB-D1 namun tidak berpengaruh
terhadap hasil. kandungan protein dan stabilitas emulsi. Metode pengeringan oven
menghasilkan bubuk kuning telur dengan kualitas terbaik berdasarkan sifat fisikokimia,
fungsional dan mikrobiologi.

REFERENSI

Abreu, VKG, Pereira, ALF, de Freitas, ER, Trevisan, MTS, & da Costa, JMC (2014).
Pengaruh asam anakardat terhadap stabilitas oksidatif dan warna kuning telur
kering semprot. LWT-Ilmu dan Teknologi Pangan, 55(2), 466-471.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2013.10.006
Alaboudi, A., Basha, EA, & Musallam, I. (2013). Residu klortetrasiklin dan sulfanilamida
dalam telur meja: Prevalensi, distribusi antara kuning telur dan putih telur serta
pengaruh pendinginan dan panas perlakuan.Kontrol Makanan.33(1):281-286.
https://doi. org/10.1016/j.foodcont.2013.03.014
Anton, M. (2013). Kuning telur: struktur, fungsi, Dan proses.Jurnal Ilmu Pangan
dan Pertanian. 93(12):2871-2880.https://doi.org/10.1002/jsfa.6247
[AOAC] Asosiasi Kimia Analitik Resmi. (2005). Metode analisis resmi. Edisi ke-18.
Maryland (AS): AOAC Internasional.
Ariyanti, M., Rosniati, R., Yumas, M., Wahyuni, W., & Indriana, D. (2021). Kandungan
asam amino dan asam lemak kakao bubuk tidak fermentasi dengan perlakuan
penyangraian uap panas suhu rendah. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 16(2), 70-
82.http://dx.doi.org/10.33104/jihp.v16i2.7052
Bai, X., Gao, J., Yang, Y., Zhu, W., & Fan,J. (2020). Pengaruh metode pengeringan
terhadap struktur dan kapasitas pengemulsi lesitin kuning telur. Jurnal Internasional
Teknik Pertanian dan Biologi. 13(4): 238-244. https://10.25165/j.ijabe.202
01304.5648
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. (2000). SNI 01–6366–2000. Batas
maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal
hewan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Gu, L., Jiao, H., McClements, DJ, Ji, M.,
Li, J., Chang, C., Dong, S., Su, Y., & Yang, Y. (2021). Peningkatan sifat bubuk
kuning telur melalui hidrolisis enzimatik dan ekstraksi cairan subkritis. Lwt. 150:
112075.https://doi.org/10.1016/j.lwt.2021.11 2075
Habiburahman, R., Darwati, S., & Sumantri, C. (2020). Produksi telur dan kualitas telur
ayam IPB D-1 G7 serta pendugaan nilai ripitabilitasnya.Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 8(2), 97-101.https://doi.org/10.292
44/jipthp.8.2.97-101
Imawan, SM, Wulandari, Z., Suryati, T. (2023). Karakteristik serbuk kuning telur ditambah
puree wortel (Daucus carota L.) dan protein kedelai hasil isolasi. JITRO (Jurnal Ilmu
dan Teknologi Peternakan Tropis), 10(1):32-38.
Javed, A., Imran, M., Ahmad, N., & Hussain, AI (2018). Karakterisasi asam lemak dan
stabilitas oksidatif bubuk telur desainer kering semprot. Lipid dalam kesehatan dan
penyakit, 17, 1-13.https://doi.org/10. 1186/s12944-018-0931-1
Le Denmat, M., Anton, M., & Beaumal, V. (2000). Karakterisasi sifat emulsi dan
komposisi antarmuka dalam emulsi O/W yang dibuat dengan kuning telur ayam,
plasma dan butiran. Hidrokoloid makanan, 14(6), 539-549.https://doi.org/10.
1016/S0268-005X(00)00034-5
Li, Q., Tang, S., Mourad, FK, Zou, W., Lu, L., & Cai, Z. (2020). Stabilitas pengemulsi
butiran kuning telur yang dihidrolisis secara enzimatis dan analisis struktur.
Hidrokoloid Makanan, 101, 105521.https://doi.org/10.1016/j.fo odhyd.2019.105521
Lisa, M., Lutfi, M., & Susilo, B. (2015). Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap
mutu tepung jamur tiram putih (Plaerotus ostreatus). Jurnal Keteknikan Pertanian
Tropis dan Biosistem, 3(3), 270-279.http://dx. doi.org/10.21776/jkptb.v3i3.293
Mazzuco, H., & Bertechini, AG (2014). Poin penting dalam produksi telur: penyebab,
pentingnya dan timbulnya cangkang telur kerusakan Dan cacat. Sains dan
Agroteknologi, 38, 07-14.https://doi.org/10.1590/S1413-7054 2014000100001
Miranda, JM, Anton, X., Redondo-Valbuena, C., Roca-Saavedra, P., Rodriguez, JA,
Lamas, A., Franco,
CM, & Cepeda, A. (2015). Makanan yang berasal dari telur dan telur: dampaknya
terhadap kesehatan manusia dan penggunaannya sebagai makanan fungsional.
Nutrisi. 7(1), hal.706-729.https://doi.org/10.3390/nu7010706
Mora, E., & Selpas, N. (2013). Isolasi dan karakterisasi asam oleat dari kulit buah kelapa
sawit (Elais guinensis Jacq.). Penelitian Farmasi Indonesia. 1(2): 47-51.
Moreau, MR, Wijetunge, DSS, Bailey,
ML, Gongati, SR, Goodfield, LL, Hewage, EMKK, Kennett, MJ, Fedorchuk, C.,
Ivanov, YV, Linder, JE, & Jayarao, BM (2016). Pertumbuhan kuning telur
meningkatkan kolonisasi dan virulensi Salmonella enteritidis pada model tikus kolitis
manusia. PLoS Satu. 11(3): 1-
15.https://doi.org/10.1371/journal. pone.0150258
Pamungkas, DR (2007). Karakteristik kimia dan organoleptik tablet effervescent putih telur
bersitarasa lemon dengan konsentrasi campuran effervescent yang berbeda.
Pelzar, MJ, & Chan, ECS (2007).
Dasar-dasar mikrobiologi Jilid I. Terjemahan Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo
SS, Angka SL.
Pérez-Reyes, SAYA, Jie, X,. Zhu, MJ, Tang, J., & Barbosa-Cánovas, GV (2021). Pengaruh
aktivitas air yang rendah terhadap ketahanan termal Salmonella enteritidis PT30 dan
Enterococcus faecium sebagai penggantinya pada bubuk telur. Ilmu dan Teknologi
Pangan Internasional. 27(2):184-193.https://doi.org/10.1177/1082013220937872
Polat, ES, Citil, OB, & Garip, M. (2013). Komposisi asam lemak kuning telur sembilan
spesies unggas yang dipelihara di lingkungan alaminya. Makalah dan laporan ilmu
hewan. 31(4): 363-368.
Ramadhani, N., Herlina, H., & Pratiwi, A.
C.(2019). Perbandingan kadar protein telur pada telur ayam dengan metode
spektrofotometri vis. Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(2), 53-56.
https://10.26874/kjif. v6i2.142
Rannou, C., Queveau, D., Beaumal, V., David-Briand, E., Le Borgne, C., Meynier, A.,
Anton, M., Prost, C., Schuck, P., & Loisel , C. (2015). Pengaruh pengeringan semprot
dan kondisi penyimpanan terhadap sifat fisik dan fungsional bubuk kuning telur
standar dan n− 3 yang diperkaya. Jurnal Teknik Pangan. 154:58-68. https://doi.
org/10.1016/j.jfoodeng.2014.11.002 Samantha, SC, Bruna, ASM, Adriana,
RM, Fabio, B., Sandro, AR, & Aline, RCA (2015). Pengeringan dengan semprotan kering dalam
industri makanan: mikro-enkapsulasi, prosesparameter dan pembawa utama yang
digunakan. Jurnal Ilmu Pangan Afrika, 9(9), 462-470. https://doi.
org/10.5897/AJFS2015.1279
Baja, R., & Torrie, JK (1997). Prinsip dan prosedur statistik. Jakarta, Indonesia: Penerbit
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Strixner, T., Würth, R., & Kulozik, U. (2013). Efek gabungan dari perlakuan enzimatik
dan pengeringan semprot pada sifat fungsional butiran fraksi utama kuning telur
dan plasma. Teknologi Pengeringan, 31(13-14), 1485-1496.https://doi.org/
10.1080/07373937.2013.790411
Syafrida, M., Darmanti, S., & Izzati, M. (2018). Pengaruh suhu pengeringan terhadap
kadar udara, kadar flavonoid dan aktivitas antioksidan daun dan umbi rumput teki
(Cyperus rotundus L.). Bioma: Berkala Ilmiah Biologi, 20(1), 44-50.https://doi.org/
10.14710/bioma.20.1.44-50
Tsivirko, IL, Yatsenko, IV, Busol, LV, Parilovsky, OI, Bogatyreva, AM,& Kryvorotko,
RO (2021). Produk telur kering dan definisi keamanan dan kualitasnya. Ilmu
Kedokteran Hewan, Teknologi Peternakan dan Pengelolaan Alam. 7: 163-166.
https://10.31890/vttp.
25.07.2021
[UNECE] Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa. (2010). Standar UNECE telur-2 tentang
pemasaran dan pengendalian mutu komersial produk telur. New York dan Jenewa:
PBB.
[USDA] Departemen Pertanian AS. Telur, Kuning Telur, Kering (Fondasi, 329716).
Utama, CS, Sulistiyanto, B., Barus, O., & Haidar, MF (2022). Kualitas kimia dan profil
serat bekatul gandum dengan kadar udara dan lama pemanasan berbeda. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, 11(1), 26-33.https://doi.org/ 10.17728/jatp.11457
Waluyo, L. (2008). Teknik dan metode dasar dalam mikrobiologi. Pers Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.
Wang, W., Hu, C., Sun, H., Zhao, J., Xu, C., Ma, Y., Jiang, L., & Hou, J. (2022). Sifat
fisikokimia, stabilitas dan tekstur tubuh tersubstitusi minyak kedelai rendah
lemakmayones: Pengaruh pengental dan suhu penyimpanan. Makanan, 11(15),
2201.https://doi.org/10. 3390/makanan11152201
Xiao, N., Zhao, Y., Yao, Y., Wu, N., Xu, M., Du, H., & Tu, Y. (2020). Aktivitas biologis lipid
kuning telur: Sebuah tinjauan. Jurnal kimia pertanian dan pangan, 68(7), 1948-
1957.https://doi.org/ 10.1021/acs.jafc.9b06616
Zardetto, S., Barbanti,D., & Dalla Rosa, M. (2014). Pembentukan produk oksidasi
kolesterol (COPs) dan hilangnya kolesterol dalam pasta telur segar sebagai fungsi
dari proses perlakuan panas. Penelitian makanan internasional, 62, 177-182.
https://doi.org/10.1016/j.foodres.2014.02.0 28

Anda mungkin juga menyukai