Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH PERKEMBANGAN KORUPSI DI INDONESIA1

1. Pra Kemerdekaan
a. Masa Pemerintahan Kerajaan
 Tradisi korupsi yang tiada henti karena didorong oleh motif
kekuasaan, kekayaan dan wanita
 Perebutan kekuasaan di Kerajaan Singosari (sampai tujuh turunan
saling membalas dendam berebut kekuasaan; Anusopati-Tohjoyo-
Ranggawuni-Mahesa Wongateleng dan seterusnya)
 Majapahit (pemberontakan Kuri,Narnbi, Suro dll)
 Demak (Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang)
 Banten ( Sultan haji merebut tahta dari ayahnya Sultan Agung
Tirtayasa)
 Perlawanan rakyat terhadap Belanda dan seterusnya sampai
terjadinya beberapa kali peralihan kekuasaan di Nusantara telah
mewarnai Sejarah Korupsi dan kekuasaan di Indonesia
 Kehancuran Kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit dan Mataram)
adalah karena prlaku korup dari Sebagian besar bangsawannya.
 Sriwijaya diketahui berakhir karena tidak adanya pengganti atau
enerus Kerajaan sepeninggal Bala Putra Dewa
 Majapahit diketahui hancur karena adanya perang tanding saudara
(perang paregreg) sepeninggal Mapatih Gajah Mada
 Mataram lemah dan semakin tidak punya gigi karena dipecah
belah dan dipreteli gigi taring oleh Belanda.

b. Masa Kolonial Belanda


 Pada Tahun 1775 dengan perjanjian Giyanti, VOC memecah
Mataram menjadi dua kekuasaan yakni kesultanan Yogyakarta dan
kesultanan Surakarta.
 Pada tahun 1757-1758 VOC memecah Kasunanan Surakarta
menjadi dua daerah kekuasaan yakni kasunanan Surkarta dan
Mangkunegaran.
 Kesultanan Yogyakarta juga dibagi menjadi dua kesultanan yakni
kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman
 Dalam buku Hostory of Java karya Thomas Standford Raffles
(Gubernur Jenderal Inggris) yang memerintah Pulau Jawa Tahun
1
Materi ini diperoleh dari ‘”Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi; Edisi Revisi, Hlm.13-17.
1811-1816, yang menarik dalam buku ini adalah pembahasan
seputar karakter penduduk Jawa. Penduduk Jawa digambarkan
sangat nrimo atau pasrah terhadap keadaan. Namun dipihak lain
mempunyai keinginan untuk lebih dihargai oleh orang lain. Tidak
terus terang, suka menyembunyiksn persoalan dan germasuk
mengambil sesuatu keuntungan atau kesempatan dikala orang lain
tidak mengetahui. Hal menarik lainnya adalah adanya bangsawan
yang gemar menumpuk harta, memelihara sanak (abdi dalem)
yang pada umumnya abdi dalem lebih suka mendapat atau mencari
perhatian majikannya. Akibatnya abdi dalem lebih suka mencari
muka atau berprilaku oportunis.
 Dalam aspek ekonomi raja dan lingkaran kaum bangsawan
mendominasi sumber sumber ekonomi di Masyarakat. Rakyat
umumnya dibiarkan miskin, tertindas, tunduk dan harus nuruti apa
kata, kemauan aatau kehendak penguasa.
 Budaya yang sangat tertutup dan penuh keculasan itu turut
nenyuburkan “ budaya korupsi” di Nusantara. Tidak jarang abdi
dalem juga melakukan korup’dalam mengambil upeti (pajak) dari
rakyat yang akan diserahkan kepada Demang (lurah) selanjutnya
oleh Demang akan diserahkan kepada Tumenggung. Abdi dalem di
katemenggungan setingkat kabupaten atau propinsi juga
mengkorup harta yang akan diserahkan kepada Raja atau Sultan.
 Kebiasaan mengambil upeti dari rakyat yang diilakukan oleh raja
Jawa ditiru oleh Belanda Ketika menguasai Nusantara (1825-
1942) minus jaman Inggris (1811-1816). Akibat kebijakan itulah
banyak terjadi perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut saja
misalnya perlawanan Diponegoro (1825-1830) Imam Bonjol
(1837), Aceh (1873-1904) dll.
 Namun juga lebih menyedihkan lagi yaitu penindasan pendudk
pribumi (rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan oleh
bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya, kasus
penyelewengan pada pelaksanaan system “Cultur Stelsel (CS)”
yang secara harfiah berarti sistim penbudayaan. Walaupun tujuan
utama sistim itu membudayakan tanaman produktif di Masyarakat
agar hasilnya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi
kntribusi ke kas belanda, namun kenyataannya justru sangat
memperihatinkan.
2. Pasca Kemerdekaan
a. Orde Lama
 Dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi, panitia Rektooliong
Aparatur Negara (PARAN) dibentuk berdasarkan UU keadaan
Bahaya dipimpin oleh Jederal,H.A Nasution dan dibantu oleh dua
orang anggota yani Prof. Yamin dan Prof. Roeslan Abdulgani.
Namun ternyata pemerintah pada waktu itu sepeerti setengah hati
mejalankannya.
 Pejabat pemerintah diharuskan mengisi formulir yang disediakan,
istilah sekarang Daftar Kekayaan pejabat Negara. Dalam
perkembangannnya kemudian ternyata kewajiban pengisian
formulir tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat, mereka
berdalih agar formulir itu tidak diserahkan kepada PAAN tetapi
langsung kepada presiden.
 Beberapa referensi menyatakan bahwa pemberantasan korupsi
secara yuridis baru dimulai pada tahun 1957, dengan keluarnya
Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/06/1957. Peraturan yang
dikenal dengan Pertauran tentang Pemberantasdsan Korupsi ini
dibuat oleh penguasa Militer waktu yaitu Penguasa Miiter
Angkatan Darat dan Angkatan Laut.
 Tahun 1963 melalui keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963
Upaya Pemberantasan Korupsi Kembali digalakan, Jenderal AH
Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkomham/Kasab
dibantu oleh prof.Wiryono Prodjodikusumo. Tugasnya yaitu
meneruskan kasus kasus korupsi di meja pengadilan. Lembaga ini
dikemudian hari dikenal dengan istilah”Operasi Budhi”.sasarannya
adalah perusahan Perusahaan negara serta Lembaga Lembaga
negara lainnya, yang dianggap rawan prkatik korupsi dan kolusi.
Operasi Buhi ini ternayat pada akhirnya mengalami hambatan.
 Dalam kurun waktu 3 bukan sejak operasi Budhi dijalankan,
keuangan negara dapat diselamatkan sebesar kurang lebih 11
miliar rupiah, jumlah yang cukup signifikan untuk kurun waktu
itu. Karena dianggap menganngu prestise presiden, akhirnya
operasi Budhi dihentikan.
 Soebandrio mengumumkan pembubaran PARAN/operasi Budhi
yang kemudian diganti nama menjadi KOTRAR (Komandi
Tertinggi Retooling Aparat Revolusi) dimana presiden Soekarno
menjadi ketua serta dibantu Soebandrio dan LetJen, Ahmad Yani.
Sejarah kemudian mencatat Pemberantasan Korupsi pada masa itu
akhiranya mengalami stagnasi.

b. Orde Baru
 Pada masa pemerintah Orde baru, pemerintah menerbitkan
Keppres No. 28 Tahun 1967 ttg Pembentukan Ti Pemberantasan
Korupsi (TPK) Dalam pelaksaanaannya Tim tidak bisa melakukan
pemberantadasn korupsi secara maksimal, bahkan bisa dikatakan
hamper tidak berfungsi. Peraturan ini malajh memicu berbagai
protes dan deminstrasi mulai tahun 1969 dan puncaknya 1970 yang
kemudian ditandai dengan dibentuknya Komisi IV yang bertugas
menganalisa permasalahan dalam birokrasi dan tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa Prof. Johannes, IJ kasimo,Mr
Wiloo dan A.Tjokroaminoto. tugasnya yang utama adalah
membersihkan atara lain: Departemen Agama, Bulog CV.
Waringin, PT Mantrust,Telkom dan Pertamina. Namun komite ini
hanya menjadi macan ompong karena hasil temuannya terkait
dugaan korupsi Pertamina tak direspon oleh pemerintah.
 Masih tahun yang sama, mantan wakil presiden RI. Bung Hatta
memuncukkan wacana bahwa korupsi telah membudaya di
Indonesia. Pada hal lanjut Hatta koripsi telah mebjadi perilaku
sebuah rezm baru yang diipimpin Soekarno, padahal rezim ini
masih begitu muda. Hatta seperti merasakan cita cita RI telah
dikhianati dalam masa yang masih sangat muda. Ahli Sejarah JJ
Rizal mengungkapkan:” Hatta saat itu merasa cita cita negara
tekah dikhianati daan lebih parah karena korupsi itu justru seperti
diberi fasilitas. Padahal menutut dia taka da kompromi apaun
dengan korupsi”. (dikutip dari Anti Corruption Clearing House -
ACCH)
 Ketika Laksaman Sudomo diangkat sebagai Pangkopkambtib,
dibentuyklah Opstib( Operasi tertib) dengan tugas antara lain juga
membernatas korupsi. Kebiajakan ini hanya melahirkan sinisme
dimasyarakat. Tak lama setelah OPstib terbentuk, suatu Ketika
timbul perbedaan pendapat yang cukup tajam aanatar laksamana
Sudomo dengan jenderal AH. Nasution, hal itu menytangkut
pe,ilihan metode atau cara pemberantasan korupsi. Jenderal AH
nasution berpendapat bahwa apabila ingin berhasil dalam
memberantas korupsi harus dimulai dari atas. Beliau menyarankan
kepada laksamana Sudomo agar memulai dari diri sendiri. Seiring
dengan berjalannya waktu Opstib pun hilang tanpa bekas sama
sekali.
 Orde baru dibilang paling banyak mengeluarkan peraturan karena
orde baru masa yang Panjang namun tidak banyak peraturan yang
berlaku efektif dan membuat korupsi sedikit berkirang. Harii
Kemerdekaan 17 Agustus 1970 Soeharto mengeluarkan UU No. 3
Tahun 1971 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aturan ini
mengatur pidana penjara maksimun seumur hidup serta denda
maksimun 30 juta bagi semua delik yang dikategori
korupsi.GBHN yang beisi salah satunya adalah kemauan rakyat
untuk memberantas korupsi. Namun pelaksanaan GBHN ini bocor
karena penglolaan negara diwarnai banyak kecurangan dan
kebocoran anggaran negara disemua sektor tanpa ada control sama
sekali.(dikutip dari Anti Corrption Clearing House-ACCH)
 Organ-organ negara seperti parlemen yang memiliki fungsi
pengawasan dibuat lemah, anggaran DPR ditentukan oleh
pemerintah sehiingga fungsi pengawasan tak ada lagi. Lembaga
yudukatif pun dibuat serupa oleh rezim orde baru sehingga tak ada
kekuatan yang tersisa untuk bisa mengadili kasus kasus korupsi
secara independent. Kekuatan masyarakat sipil dimandulkan.
Penguasa Orde baru secara perlahan membatasi ruang gerak
masyarkat dan melakukan intervensi demi mempertahankan
kekuasaannya.
 Beberpa Peraturan yang dibuat Orde Baru terkait pemberantasan
Tindak pidana korupsi :
a. GBHN tahun 1973 ttg Kebijakan Aparatur yang berwibawa dan
bersih dalam pengelolaan negara
b. GBHN TAhun 1978 ttg Kebijakan dan Langkah Langkah dalam
rangka penertiban aparatur negara dan masalah korupsi,
penyalahgunaan wewenangm kebocoran dan pemborosan
kekayaan dan keuangan negara, pungutan liar dan berbagai
bentuk penyelwengan lainnya yang mengambat pelaksaanaan
pembangunan
c. UU no 3 tahun 1971 Ttg Tindak pidana Korupsi
d. Keppres No, 52 Tahun 1971 ttg Pelaporan Pajak para pejabat
dan PNS
e. Inpres No. 9 Tahun 1977 Ttg Operasi Penertiban
f. UU Niomor 11 Tahun 1980 Ttg Tindak Pidana Suap.

c. Reformasi

 Pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibi Tap MPR Nomor


XI/MPR/1998 ttg Pengelolaan negara yang bersih dan bebas KKN
dan UU No 28 Tahun 1999 ttg penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas KKN, kemudian membentuk badan badan negara
untuk mendukung upaya pemberantasdan korupsi Antara lain:
- Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi dengan
peraturan pemrintah No, 19 Tahun 2000, Komisi Ombudsman
Nasonal, Komisi Pemeriksa kekayaan pejabat negara dan
beberapa lainnya.
 Pada masa itu ada beberapa catatan Langkah radikal yang
dilakukan pemerintah Gus Dur, yakni mengangkat Baharudin Lopa
sebagai Menteri kehakiman yang kemudian menjadi jaksa agung.
Kejaksaan Agung melakukan Langkah Langkah kongret
penegakan hukum korupsi. banyak koruptor kelas kakap yang
diperiksa dan dijadikan tersangka pada saat itu.
 Masa presiden Megawati, wibawa hukum dalam pemberantasan
korupsi semakin merosot, kongklomerat bermasalah bisa
mengecoh aparat penegak hukum dengan berobat keluar negeri.
Pemberian SP3 utk Prajogo Pangestu, marimutu sinivasan, Sjamsul
Nursalim, The Nien King. Lolosnya Samadikun Hartono dari
jeratan eksekusi putusan MA, pemberian fasilitas kepada
konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti kuat bahwa elit
pemerintah masih memberi perlindungan kepada para pengusaha
besar yang nota bene memberi andil bagi bangkrutnya
perekonimian nasional. Pemerintah semakin lama semakin
kehilangan wibawa. Belakangan kasus kasu korupsi merebak pula
di sejumlah anggota DPRD era Reformasi.
 Ditengah kepercayaan Masyarakat yag sangat rendah terhadao
Lembaga negara yang seharusnya mengurusi korups, pemerintah
Megawati kemudian membentuk Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (KPTPK) Pembentuk Lembaga ini merupakan
terobosan hukum atas mandeknya upaya pemberantasan korupsi
dinegara ini. Ini yang kemudian menjadi cikal bakal Komisi
pemberantasan korupsi.(KPK)
 Perjalanan Panjang memberatas korupsi seperti mendapatkan angin
segar Ketika muncul sebuah Lembaga neegara yang memiliki
tugas dan kewenangan yang jelas untuk memberantas korupsi.
Meskpiun sebelum ini dibilang terlambat dari agenda yang
diamanatkan oleh ketentuan Pasal 43 UU No. 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001
Pembahasan RUU KPK dapat dikatakan merupakan keseriusan
pemerintah Megawati Soekarno Putri dalam pemberantasan
korupsi. Keterlambatan pembahasan RUU KPK tersebut dilatar
belakangi oleh banyak sebab. Pertama, perubahan konstitusi yag
berimpliasi pada perubahan ketatnegaraan. Kedua, kecendrungan
legislative heavy pada DPR, ketiga, kecendrungan tirani DPR.
Keterlambatan pembahasan RUU KPK salah satunya juga
disebabkan oleh persoalan internal yang melanda system politik di
Indoensia pada era reformasi(dikutip dari Anti Corruption Clearing
House-ACCH).
 Di era presiden BamBang Susilo Yudhoyono, visi pemberantasan
korupsi tercermin dari Langkah awal yang dilakukannya dengan
menerbitkan instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 dan kemudian
dilanjutkan dengan penyiapan Rencana Aksi Nasional
Pemberatnasan Korupsi (RAN) yang disusun oleh Bappenas. RAN
pemberantasan korupsi itu berlaku tahun 2004-2009. Dengan
menggunakan paradigma system hukum, pemerintah SBY
diuntungkan sistim hukum yang mapan. Keberadaan KPK melalui
UU 30 tahun 2002, pengadilan TP Korupsi (TIPIKOR) yang
terpisah dari peradilan umum, dukungan internasional (structure)
dan instrumen hukum yang saling mendukung antara hukum
nasional dan hukum interasional(dikutip dari Anti Corruption
Clearing House-ACCH).

Anda mungkin juga menyukai