Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

METODOLOGI
BAB IV METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN
PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai pendekatan studi, tahapan pelaksanaan kegiatan, metode
pengumpulan data, dan metode analisis.

4.1. Metode pelaksanaan Pekerjaan


Pelaksanaan pekerjaan Legalitas Peta Dasar RDTR WP Kandeman ini didasarkan pada hal-
hal sebagai berikut:

1. Identifikasi data penunjang penyusunan peta dasar WP Kandeman

2. Kebijakan dan peraturan yang berlaku serta literatur yang berkaitan dengan aturan pemanfaatan
ruang; dan

3. Identifikasi data dan digitasi peta dasar

4. Proses Asistensi untuk mendapatkan legalitas peta dasar untuk penyusunan peta rencana detail
tata ruang (RDTR) WP Kandeman
Secara umum, tahapan pelaksanaan kegiatan ini adalah:

1. Tahap Laporan Pendahuluan;

2. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data

3. Tahap Laporan Akhir.

Kerangka metodologi ini sebagaimana tertera pada Diagram di bawah ini.

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-1
Gambar 4. 1 Metodologi Pelaksanaan pekerjaan
Sumber : Analisa Teknis Tahun 2023

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-2
4.2. Tahap Persiapan;
Pada tahap ini akan dilakukan berbagai persiapan yang meliputi:
A. Persiapan Administrasi
1. Mengajukan surat permohonan izin survei kepada DPUPR Kabupaten Batang untuk
melakukan survei toponim
2. Mengajukan surat permohonan asistensi/ Informasi Data Geospasial dasar ke Badan
Informasi geospasial
B. Persiapan Bahan dan Peralatan
1. Persiapan Personil
2. Pembagian uraian tugas (job description) masing-masing personal
3. Perencanaan Mobilisasi dan Demobilisasi Personil Survei Lapangan
4. Perencanaan Operasional
5. Penyusunan rencana pelaksanaan kerja penyeleseian pekerjaan.

4.3. Tahap Pengumpulan data


4.3.1. Sumber Data Citra Satelit
Perkembangan teknologi citra satelit saat ini dari segi geometrik semakin membaik. Hal
tersebut dapat dilihat dari resolusi spasial (RS) yang melekat pada suatu citra satelit. Resolusi spasial
adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat disajikan/dibedakan dan dikenali pada citra. Resolusi
spasial mencerminkan seberapa rinci suatu sensor yang dipasang pada satelit dapat merekam suatu
objek di permukaan bumi secara terpisah. Semakin besar nilai resolusi spasial yang dimiliki oleh
suatu citra satelit, maka informasi objek yang ditampilkan akan terlihat semakin rinci. Kerincian
informasi atas suatu objek yang divisualisasikan pada citra akan memudahkan operator dalam
melakukan proses identifikasi suatu objek secara detail. Hal inilah yang menjadi salah satu
pertimbangan penggunaan produk citra satelit banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peta skala
besar.

Citra Ikonos, Quickbird dan Pleiades adalah beberapa contoh citra satelit resolusi tinggi yang
akhir-akhir ini banyak digunakan untuk pemetaan skala besar. Citra Ikonos dan citra Quickbird
masing-masing merupakan produk hasil peliputan dari satelit pengindera Ikonos dan Quickbird.
Spesifikasi satelit Ikonos dan Quickbird seperti yang ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 4. 1 Spesifikasi Satelit Ikonos dan Quickbird
Data Teknis Satelit Ikonos Satelit Quickbird
24 September 1999 di Vabdeberg Air 18 Oktober 201 di Vabdeberg Air
Tanggal peluncuran
Force Base, California, USA Force Base, California, USA

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-3
Data Teknis Satelit Ikonos Satelit Quickbird
Data orbit:
— Orbit 98,10 , sun synchronous 97,20 , sun synchronous
— Ketinggian 681 km 450 km
— Kecepatan pada orbit 7,5 km/detik 7,1 km/detik
— Kecepatan di
atas bumi 6,8 km/detik 6,8 km/detik
— Waktu orbit
mengelilingi bumi 98 menit 93,5 menit

Resolusi Spasial:
— Resolusi pada orbit 0,82 m Pankromatik: 3,2 m MS 0,61 m Pankromatik: 2,44 m MS
— Resolusi 26 off-nadir 1,0 m Pankromatik: 4,0 m MS
0
0,72 m Pankromatik: 2,88 m MS
Resolusi Temporal 3 hari pada lintang 400 1 s/d 3,5 hari pada lintang 300
Resolusi Spektral Pankromatik : 0,45 – 0,90 µm Pankromatik : 0,45 – 0,90 µm
Band 1 (blue) : 0,45 – 0,53 µm Band 1 (blue) : 0,45 – 0,52 µm
Band 2 (green) : 0,52 – 0,61 µm Band 2 (green) : 0,52 – 0,60 µm
Band 3 (red) : 0,64 – 0,72 µm Band 3 (red) : 0,63 – 0,69 µm
Band 1 (VNR) : 0,77 – 0,88 µm Band 1 (VNR) : 0,76 – 0,90 µm
Luas liputan (scane) (11,3 x 11,3) km pada nadir (16,5 x 16,5) km pada nadir

Kebutuhan peta skala besar dengan ketelitian yang memadai sangat diperlukan untuk berbagai
aplikasi. Penggunaan citra Pleiades dan World view sebagai data dasar dalam pemetaan skala besar
sudah banyak digunakan. Hal tersebut disebabkan pembuatan peta menggunakan data dasar citra
ditinjau dari segi pemrosesannya, waktu, dan biaya dinilai lebih mudah, cepat, dan murah. Namun
sangat disayangkan sebagian besar pengolahan citra satelit resolusi tinggi untuk pembuatan peta
skala besar belum didasarkan pada kajian ilmiah yang mengungkapkan sampai seberapa jauh
ketelitian geometrik peta terhadap kondisi sebenarnya di lapangan. Untuk itu, perlu dilakukan kajian
terhadap hal tersebut sehingga hasil akhir yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara
akademis, dan pemetaan skala besar menggunakan data dasar citra sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana mestinya.

Untuk pelaksanaan pekerjaan pengolahan citra pada Kecamatan Tayu akan menggunakan
citra satelit resolusi tinggi (CSRT) yang telah disediakan yang bersumber dari LAPAN.

Analisis ketelitian objek pada peta didasarkan atas studi komparatif antara hasil pengukuran
sampel objek-objek yang ada pada muka peta citra hasil proses ortorektifikasi terhadap hasil
pengukuran objek secara langsung di lapangan (permukaan bumi). Besaran-besaran yang diukur
berupa jarak dan koordinat dari suatu objek, dimana keberadaan objek tersebut di lapangan secara
fisik memang ada dan di muka peta dapat diidentifikasi secara meyakinkan. Sebagai contoh, jenis-
jenis objek yang diukur jaraknya antara lain berupa: lebar jalan beraspal/beton, panjang marka jalan,
panjang jembatan, panjang lapangan tenis, panjang proyeksi dari atap suatu bangunan, lebar jalan
kereta api, dan lainlain.

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-4
Sedangkan jenis-jenis objek yang diukur koordinatnya, antara lain berupa: titik perpotongan
tegalan, sawah, titik proyeksi ujung atap bangunan, titik persimpangan jalan, titik pojok garis-garis
pada lapangan tenis, dan lain-lain.
4.3.2. Survei Toponimi
Survei toponimi diperlukan untuk mengetahui nama-nama objek yang berada pada lokasi
perencanaan. Informasi dari survei toponimi adalah:
- Nama fasilitas peribadatan
- Nama fasilitas pendidikan
- Nama fasilitas perekonomian
- Nama fasilitas perkantoran
- Nama jalan
- Nama sungai
- dan objek lain yang diperlukan

4.4. Tahap Pengolahan Data


4.4.1. Proses Digitasi
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk digitasi peta dasar skala 1:5.000 ini antara lain
objek dengan lebar lebih dari 2.5 meter seperti jalan dan sungai harus didigitasi dengan dua garis
dan bangunan didigitasi dengan poligon rectangle karena menyesuaikan bentuk aslinya bahwa
bangunan memiliki sudut siku-siku pada setiap dindingnya.
Pada saat ini metode digitasi yang digunakan adalah metode Digitasi on screen paling sering
dilakukan karena lebih mudah dilakukan, tidak memerlukan tambahan peralatan lainnya, dan lebih
mudah untuk dikoreksi apabila terjadi kesalahan. Adapun peralatan yang dibutuhkan dalam tahapan
ini adalah :
1. Perangkat komputer yang memadai untuk mengolah data vector dan basis data spasial dalam
kapasitas besar dan cepat, setara dengan high end graphic workstation.
2. Software untuk digitasi 2 Dimensi unsur peta dasar adalah software CAD atau GIS.
Sedangkan data yang digunakan adalah:
1. Citra satelit resolusi tinggi hasil orthorektifikasi atau yang sudah ditegakkan.
2. Data sekunder batas wilayah administrasi.
Perbesaran (zooming) untuk digitasi peta skala 1:5000 dilakukan pada skala dua tingkat lebih
detail (skala 1:1000) Pengolahan data menggunakan perangkat lunak pengolah data GIS. Tahapan
pelaksanaan digitasi dapat dilihat pada gambar

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-5
Gambar 4. 2 Alur Pelaksanaan Peta dasar

4.4.2. Digitasi Perairan (Sungai)


Digitasi untuk kategori perairan atau jaringan sungai harus dimulai dari sungai besar
dilanjutkan dengan anak sungai, dan kemudian sungai musiman, pengelompokan tersebut
berdasarkan kriteria berikut:
Tabel 4. 2 Kriteria Digitasi Perairan
Fitur Ukuran lebar sungai
Sungai besar Lebar sungai = 0,5 milimeter x skala peta
Anak sungai Lebar sungai < 0,5 milimeter x skala peta
Sungai musiman Lebar sungai < 0,5 milimeter x skala peta, dan sungai tidak
selalu
tergenang air

Proses digitasi harus dimulai dari hulu ke muara. Dalam satu daerah aliran sungai, segmen
garis sungai harus terhubung satu dengan lainnya membentuk satu jaringan yang bermuara pada satu
titik. Sungai dan alur dapat bermuara pada garis pantai, garis tepi danau, garis tepi air rawa, atau
garis tepi perairan lainnya. Pada daerah karst, aliran sungai dapat terhenti tanpa diketahui kelanjutan
muaranya. Bentuk topografi daerah karst dicirikan dengan banyak cekungan.

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-6
Gambar 4. 3 Contoh Penarikan Garis dan Area Perairan (Sungai)
Garis tepi perairan lainnya adalah garis batas daratan dan air yang menggenang. Garis tepi
danau/situ, garis pantai/pulau, dan garis tepi rawa, dan garis tepi empang masuk dalam kategori ini.
Karakteristik geometri garis tepi perairan ditentukan sebagai berikut:
1. Garis tepi perairan tidak terpotong oleh kontur;
2. Garis pantai dan garis tepi danau/situ tidak terpenggal oleh muara sungai;
3. Sungai harus berhenti pada garis tepi danau/situ;
4. Sungai harus berhenti pada garis pantai;
5. Sungai dapat memotong garis tepi rawa apabila operator dapat melihat aliran sungai
tersebut.

Gambar 4. 4 Contoh Penarikan Garis Area Perairan Sungai Bertemu dengan Danau

4.4.3. Digitasi Garis Pantai


Berdasarkan Petunjuk Teknis Penentuan Garis Pantai Pasang Tertinggi Indikatif yang
dikeluarkan oleh BIG tahun 2021, ketentuan digitasi garis pantai adalah sebagai berikut:
1. Garis pantai pasang tertinggi infikatif dimaksudkan apabila penentuan garis pantai pasang
tertinggi tidak dapat ditentukan berdasarkan datum pasut MHWS, tidak tersedianya data
survei dan atau DEM terintegrasi;
2. Pembentukan garis pantai pasang tertinggi indikatif dilakukan dengan teknik delineasi
LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN
Laporan Pendahuluan IV-7
secara 2D (X,Y) pada CTRT dan atau foto udara;
3. Proses delineasi dilakukan dengan cara menggambarkan indikasi garis pantai padang
tertinggi yang tampak pada CTRT dan atau foto udara;
4. Metode delineasi sangat dipengaruhi kondisi, karakteristik pantai dan CTRT/foto udara
yang digunakan;
5. Tingkat pembesaran (zoom level) yang digunakan saat digitasi antara skala 1: 1.500 –
1:2.500 disesuaikan dengan tingkat kedetailan objek;
6. Kerapatan vertex dipengaruhi kondisi/bentuk garis pantainya. Misal untuk pantai
bervegetasi didelineasi dengan vertec lebih rapat dibandingkan area pantai landai;
7. Setiap objek hanya didigit satu kali (create once many times);
8. Digitasi garis pantai pasang tertinggi indikatif dilakukan pada geodatabase yang sudah
disediakan/di WFS;

9. Tidak diperbolehkan melakukan digitasi menggunakan tools streaming;


10. Digitasi dilakukan searah jarum jam/dari kiri ke kanan (diperhatikan posisi daratan dan
lautan);

11. Digitasi berhenti/finish sketch jika ada perubahan karakteristik garis pantai;
12. Digitasi garis pantai dilakukan dengan 2 cara, yaitu pembuatan garis pantai baru dan
melakukan editing pada data garis pantai eksisting;
13. Pembuatan fitur baru (contohnya di Pulau-pulau yang belum masuk garis pantainya);

Gambar 4. 5 Contoh Penarikan


Garis Pantai

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-8
Gambar 4. 6 Contoh Editing Pada Garis Pantai Eksisting
Ilustrasi metode delineasi terhadap kondisi karakteristik pantai yang berbeda dapat dilihat
pada table berikut:
Tabel 4. 3 Cara Delineasi Garis Pantai Pasang Tertinggi Indikatif Pada Berbagai Karakteristik Pantai
Karakteristik Keterangan Contoh Penggambaran
Pantai
1 Area vegetasi Delineasi indikasi garis pantai
dilakukan pada batas vegetasi
terluar yaitu Ketika vegetasi
merapat menutupi daratan.
Namun Ketika di antara
daratan dan vegetasi masih
tampak air, maka garis pantai
dapat ditarik menyesuaikan
batas air terdekat dengan
daratan

Contoh gambar penarikan garis pantai area bervegetasi


rapat (sumber data: CSRT resolusi 0,5 m)

Contoh gambar penarikan indikasi garis pantai


dibandingkan dengan ekstrasi DSM di wilayah
bervegetasi pada tingkat
pembesaran di skala 1:1.500

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-9
Karakteristik Keterangan Contoh Penggambaran
Pantai

2 Pelabuhan/ Delineasi dilakukan pada


Dermaga batas luar bangunan dimana
/bangunan lainnya posisi air terhenti sejajar
dengan bangunan. Untuk
bangunan yang menggunakan
tiang pancang dan keadaan
air masih bisa mengalir pada
bagian bawah bangunan,
tidak bisa dianggap sebagai
garis pantai. Garis pantai yang
Contoh delineasi pada bangunan pantai/dermaga yang
didelineasi mengacu pada
dibawahnya tidak bisa dilewati air

4.4.4. Digitasi Transportasi dan Utilitas


Digitasi unsur peta rupabumi dua dimensi untuk kategori transportasi dan utilitas harus
memenuhi ketentuan berikut:
1. Semua jaringan transportasi yang dapat terlihat pada citra harus diplot sesuai dengan keadaan
sebenarnya;
2. Digitasi jaringan transportasi dilakukan pada garis tengahnya (centerline);
3. Jaringan transportasi tidak terputus pada lokasi perpotongan dengan sungai;
4. Semua jaringan transportasi yang ada pembatas tengah atau lebarnya = 0,5 mm x skala peta
harus diplot 3 garis (2 bahu jalan dan 1 pembatas tengah sebagai centerline);
5. Jembatan disimbolkan titik, garis atau area tergantung geometri jalan dan sungai yang
berpotongan.

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-10
Gambar 4. 7 Contoh Penarikan Garis Jalan 2 Bahu Jalan (Warn a Orange)
dan 1 Centerline (Warna Merah)

4.4.5. Digitasi Bangunan dan Fasilitas Umum


Digitasi unsur peta rupabumi 2 Dimensi untuk kategori bangunan dan fasilitas umum harus
memenuhi ketentuan berikut:
1. Semua bangunan diplot sesuai dengan ukuran dan bentuk sebenarnya;
2. Bangunan diplot pada atap bangunan;
3. Kumpulan bangunan/gedung yang berjarak rapat antara satu dengan yang lain dibuat
sebagai satu kesatuan, dan dipisahkan dengan garis sharing boundary, untuk kemudian
pada tahapan
4. pembentukan geodatabase dibuat menjadi poligon tersendiri. Misal: kumpulan ruko,
permukiman yang padat, dll;
5. Landasan pacu dan dermaga apabila terlihat pada citra harus digambarkan sesuai dengan
bentuk dan ukuran yang sebenarnya.

Gambar 4. 8 Contoh Penarikan Area Bangunan


Sesuai Atap Bangunan
LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN
Laporan Pendahuluan IV-11
4.4.6. Penutup Lahan
Unsur peta dasar yang masuk kategori ini terdiri dari: sawah, kebun, tegalan, hutan, belukar,
tanah kosong, padang rumput, dan hutan bakau. Proses digitasi area tutupan lahan terbentuk dari
gabungan data jalan, sungai, batas permukiman, dan batas vegetasi. Operator harus melakukan
interpretasi kemudian mendelinasi garis batas vegetasi serta memberi teks label seperti yang tampak
pada gambar berikut.

Gambar 4. 9
Penarikan Area Tutupan Lahan,
Gabungan Dari Semua Unsur Berbentuk Area

Tabel 4. 4 Klasifikasi Tutupan Lahan Berdasarkan RSNI Skala Besar


Skema Untuk Skala
Skema Untuk 1:10.000 Skema Untuk Skala 1:1.000
1:5.000

Kode Penutup
Lahan Skema
1:25.000
1.1.1.1.1 = AA AA.1 Perairan laut dangkal AA.1.0 Perairan laut dangkal AA.1.0.0 Perairan laut dangkal
1.1.1.1.2 = AB AA.2 Terumbu karang AA.3 AA.2.0 Terumbu Karang AA.3.0 AA.2.0.1 Terumbu Karang A
Padang lamun AB.0 Perairan laut Padang lamun AB.1.0 Perairan laut AA.2.0.2 Terumbu Karang B
dalam dalam AA.3.0.1 Padang lamun AA.3.0.2
Mikroalga
AB.1.0.1 Perairan laut dalam
1.1.1.2.0 = AC AC.1 Danau pegunungan AC.2 AC.1.0 Danau pegunungan AC.1.0.0 Danau pegunungan
Danau krater AC.2.0 Danau krater AC.3.0 AC.2.0.0 Danau krater AC.3.0.0
AC.3 Danau karst Danau karst Danau karst AC.4.0.0 Danau lahan
AC.4 Danau lahan rendah AC.4.0 Danau lahan rendah rendah AC.5.0.0 Laguna
AC.5 Laguna AC.5.0 Laguna AC.6.0.0 Danau tapal kuda
AC.6 Danau tapal kuda AC.6.0 Danau tapal kuda AC.7.0.0 Danau lainnya
AC.7 Danau lainnya AC.7.0 Danau lainnya
1.1.1.3.0 = AD AD.1 Rawa belakang AD.2 AD.1.1 Rawa belakang AD.1.1.0.Rawa belakang selalu
Rawa pedalaman selalu tergenang tergenang
lainnya AD. 1.2 Rawa belakang AD.1.2.0 Rawa belakang tergenang
tergenang musiman musiman
AD.2.1 Rawa pedalaman AD.2.1. 0.Rawa pedalaman lainnya, selalu
lainnya, selalu tergenang AD.2.2.0.Rawapedalaman,
tergenang tergenang
AD .2.2 Rawa pedalaman periodic
lain, tergenang musiman
LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN
Laporan Pendahuluan IV-12
Skema Untuk Skala
Skema Untuk 1:10.000 Skema Untuk Skala 1:1.000
1:5.000

1.1.1.4.1 = AE AE.1 Rawa pesisir AE.1.0 Rawa pesisir AE.1.0.0 Rawa pesisir bervegetasi,
bervegetasi, berair bervegetasi, berair berair payau
payau payau AE.2.0.0 Rawa pesisir
AE.2 Rawa pesisir AE.2.0 Rawa pesisir bervegetasi, berair tawar
bervegetasi, berair tawar bervegetasi, berair tawar
1.1.1.4.2 = AF AF.1 Rawa pesisir tak AF.1.0 Rawa pesisir tak AF.1.0.0 Rawa pesisir tak bervegetasi, berair
bervegetasi, berair bervegetasi, berair payau
payau payau AF.2.0.0 Rawa pesisir tak
AF.2 Rawa pesisir tak AF.2.0 Rawa pesisir tak bervegetasi berair tawar
bervegetasi berair bervegetasi berair
tawar tawar
1.1.1.5.0 = AG AG.1 Sungai (tidak dirinci) AG.1.1 Sungai Besar AG.1.1.1.Sungai Besar (cek lebar sungai)
tidak bertanggul di dalam
kawasan perkotaan;
AG.1.1.2.Sungai besar tidak
bertanggul di dalam
kawasan perkotaan
AG.1.1.3.Sungai besar bertanggul di dalam
kawasan perkotaan
AG.1.1.4.Sungai besar bertanggul di luar
kawasan perkotaan
AG.1.2.1.Sungai sedang tidak
bertanggul di dalam kawasan
perkotaan;
AG.1.2 Sungai Sedang AG.1.2.2 Sungai sedang tidak
bertanggul di luar
kawasan perkotaan
AG.1.2.3 Sungai sedang bertanggul didalam
kawasan perkotaan
AG.1.2.4. Sungai sedang
bertanggul di luar kawasan
perkotaan
AG.1.3 Sungai Kecil AG.1.3.1.Sungai kecil tidak
bertanggul di dalam kawasan
perkotaan
AG.1.3.2.Sungai kecil tidak
bertanggul di luar kawasan
perkotaan
AG.1.3.3.Sungai kecil tidak
bertanggul di dalam kawasan
perkotaan
AG.1.3.4.Sungai kecil bertanggul di
luar kawasan perkotaan
1.2.1.1.1 AO.1 Waduk pengendali banjir AO.1.0 Waduk pengendali banjir AO.1.0.0 Waduk pengendali banjir AO.2.0.0
hingga AO.2 Waduk irigasi AO.2.0 Waduk irigasi Waduk irigasi
1.2.1.1.5 = AO AO.3 Waduk multiguna AO.3.0 Waduk multiguna AO.4.0 AO.3.0.0 Waduk multiguna
AO.4 Danau wisata air Danau wisata air AO.5.0 Danau
AO.5 Danau buatan lainnya buatan
lainnya
1.2.1.2.1 AP.1 Tambak ikan AP.2 AP.1.1 Tambak ikan AP.1.1.0. Tambak ikan tradisional dan semi-
hingga Tambak udang AP.3 tradisional dan intensif
1.2.1.2.3 = AP Tambak garam semi-intensif AP.1.2.0. Tambak ikan intensif AP.2.1.0.
AP.4 Tambak rumput laut AP.5 AP.1.2. Tambak ikan intensif Tambak udang tradisional
Tambak polikultur AP.2.1 Tambak udang dan semi- intensif AP.2.2.0.
tradisional dan Tambak udang intensif AP.3.1.0. Tambak
semi-intensif garam tradisional
AP.2.2. Tambak udang dan semi- intensif AP.3.2.0.
intensif Tambak garam intensif AP.4.1.0.
AP.3.1. Tambak garam Tambak rumput laut
tradisional dan tradisional dan semi- intensif
LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN
Laporan Pendahuluan IV-13
Skema Untuk Skala
Skema Untuk 1:10.000 Skema Untuk Skala 1:1.000
1:5.000

semi-intensif AP.4.2.0. Tambak rumput laut intensif


AP.3.2 Tambak garam AP.5.1.0. Tambak polikultur
intensif tradisional dan semi-
intensif AP.5.2.0.
AP.4.1. Tambak rumput
Tambak polikultur
laut tradisional dan
intensif
semi-intensif
AP.4.2. Tambak rumput
laut intensif AP.5.1.
Tambak polikultur
tradisional dan
semi-intensif
AP.5.2. Tambak polikultur
intensif
1.2.1.3.0 hingga AQ.1 Kolam ikan air tawar AQ.1.0 Kolam ikan air AQ.1.0.0 Kolam ikan air tawar
1.2.1.3.2 = AQ AQ.2 Embung tawar AQ.2.0.0 Embung
AQ.3 Kolam air tawar lain AQ.2.0 Embung AQ.3.1.1 Kolam renang umum
AQ.3.1 Kolam Renang AQ.3.1.2 Kolam renang pribadi
AQ.3.2 Kolam air tawar lain AQ.3.2.0 Kolam air tawar lain
1.2.1.4.0 = AR AR.1 Saluran irigasi AR.1.0 Saluran irigasi AR.1.0.0 Saluran irigasi
AR.2 Saluran drainase AR.2.0 Saluran drainase AR.2.0.0 Saluran drainase
1.2.1.5.1 dan AS.1 Kolam oksidasi dan AS.1.0 Kolam oksidasi dan AS.1.0.0 Kolam oksidasi dan
1.2.1.5.2 = AS pengelolaan limbah pengelolaan limbah pengelolaan limbah AS.2.0.0
AS.2 Tampungan air lain AS.2.0 Tampungan air lain Tampungan air lain
1.2.2.1.1 AT.1 Penggalianpasir, tanah dan AT.1.0 Penggalian pasir, AT.1.0.0 Penggalian pasir, tanah dan batu
hingga batu (sirtu) tanah dan batu (sirtu)
1.2.2.1.3 = AT AT.2 Penambangan feldspar AT.3 (sirtu) AT.2.0.0 Penambangan feldspar AT.3.0.0
Penambangan bahan AT.2.0 Penambangan feldspar Penambangan bahan galian
galian C lain AT.3.0 Penambangan C lain
AT.4 Penambangan emas AT.5 bahan galian C lain AT.4.0.0 Penambangan emas AT.5.0.0
Penambangan mangan AT.6 AT.4.0 Penambangan emas AT.5.0 Penambangan mangan AT.6.0.0
Penambangan nikel Penambangan Penambangan nikel
AT.7 Penambangan Batubara AT.7.0.0 Penambangan batubara

2.1.1.8.4 = BI BI.2 Padang alang-alang BI.3 (kode ditambahkan angka 0 (kode ditambahkan angka 0
Herba dibelakangnya; contoh: BI.1.0) dibelakangnya; contoh: BI.1.0.0)
BI.4 Enceng gondok dan
tumbuhan air lain tidak dirinci
lagi
2.1.1.10.0 = BJ BJ.0 Liputan vegetasi BJ.0.0 Liputan vegetasi BJ.0.0.0 Liputan vegetasi
alami/semi-alami lain alami/semi-alami lain (tidak dirinci) alami/semi- alami lain (tidak
(tidak dirinci) dirinci)
2.2.1.1.1 hingga BK.1 Hutan jati BK.2 Hutan Tidak diperinci Tidak diperinci
2.2.1.1.8 = BK mahoni (kode ditambahkan angka 0 (kode ditambahkan angka 0
BK.3 Hutan sanakeling BK.4 dibelakangnya; contoh: BK.1.0) dibelakangnya; contoh:
Hutan akasia BK.1.0.0)
BK.5 Hutan sengon BK.6
Hutan pinus
BK.7 Hutan kayu putih
BK.8 Hutan tanaman
(industri) lain
2.2.1.2.1 hingga BL.1 Perkebunan karet BL.2 Tidak diperinci Tidak diperinci
2.2.1.2.7 = BL Perkebunan kopi BL.3 (kode ditambahkan angka 0 (kode ditambahkan angka 0
Perkebunan kakao BL.4 dibelakangnya; contoh: BL.1.0) dibelakangnya; contoh:
Perkebunan teh BL.5 BL.1.0.0)
Perkebunan kelapa BL.6
Perkebunan kelapa
sawit
BL.7 Perkebunan lain
2.2.1.3.1 hingga BM.1 Perkebunan tebu Tidak diperinci Tidak diperinci
2.2.1.3.4 = BM BM.2 Perkebunan (kode ditambahkan angka 0 (kode ditambahkan angka 0
LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN
Laporan Pendahuluan IV-14
Skema Untuk Skala
Skema Untuk 1:10.000 Skema Untuk Skala 1:1.000
1:5.000

tembakau dibelakangnya; contoh: BM.1.0) dibelakangnya; contoh:


BM.3 Perkebunan salak ? BM.1.0.0)
BM.4 Perkebunan tanaman
semusim lain
2.2.1.3.1 hingga BN.1 Hutan Rakyat (?) BN.1.X Hutan rakyat – BN.1.x.x Hutan rakyat – perlu
2.2.1.3.3 = BN BN.2 Kebun buah BN.3 perlu diperinci? diperinci?
Agrowisata BN.2.1 Kebun buah manga BN.2.1.0 Kebun buah manga BN.2.2.0
BN.4 Kebun campuran BN.2.2 Kebun buah Kebun buah Kelengkeng BN.2.3.0 salak–
Kelengkeng ada di perkebunan
BN.2.3 salak – ada di (dalam RSNI) BN.3.0.0
perkebunan (dalam Agrowisata BN.4.0.0 Kebun
RSNI) campuran
BN.3.0 Agrowisata
BN.4.0 Kebun campuran
2.2.1.4.1 hingga BO.1 Ladang/tegalan Tidak diperinci Tidak diperinci
2.2.1.4.3 = BO dengan palawija (kode ditambahkan angka 0 (kode ditambahkan angka
BO.2 Ladang/tegalan dengan dibelakangnya; contoh: BO.1.0) dibelakangnya; contoh:
padi gogo BO.1.0.1)
BO.3 Ladang dengan buah
(mis. stroberi)
2.2.1.5.1 hingga BP.1 Sawah dengan padi terus Tidak diperinci Tidak diperinci
2.2.1.5.3 = BP menerus (3 Kali Panen) (kode ditambahkan angka 0 (kode ditambahkan angka 0
BP.2 Sawah dengan padi dibelakangnya; contoh: BP.1.0) dibelakangnya; contoh:
diselilingi palawija atau BP.1.0.0)
tanaman lain
BP.3 Tanaman semusim lahan
basah lain
(cek RSNI 25rb ada yang
berbeda)
2.2.1.6.1 hingga BQ.1 Pekarangan BQ.2 Tidak diperinci Tidak diperinci
2.2.1.6.3 = BQ Padang golf (kode ditambahkan angka 0 (kode ditambahkan angka 0
BQ.3 Lapangan sepak bola BQ.4 dibelakangnya; contoh: BQ.1.0) dibelakangnya; contoh:
Hutan kota BQ.1.0.0)
BQ.5 Jalur hijau
BQ.6 Taman kota
BQ.7 Makam
2.2.1.7.1 hingga BR.1 Padang rumput peternakan Tidak diperinci Tidak diperinci
2.2.1.7.3 = BR ekstensif (kode ditambahkan angka 0 (kode ditambahkan angka 0
dibelakangnya; contoh: BR.1.0) dibelakangnya; contoh:
BR.2 Tanaman obat
BR.3 Tanaman budidaya lain BR.1.0.0)
2.2.2.0.0 = BS BS.0 Perladangan BS.0.0 Perladangan BS.0.0.0 Perladangan berpindah
berpindah (tidak dirinci) berpindah (tidak dirinci) (tidak dirinci)
Sumber : Draft RSNI tentang klasifikasi tutupan lahan

4.4.7. Batas Administrasi


Data dengan kategori batas administrasi diperoleh dari instansi resmi pusat/daerah
bersangkutan yang memiliki informasi mengenai data batas administrasi. Data tersebut merupakan
data sekunder yang akan ditambahkan sebagai kategori batas wilayah pada basisdata hasil
tahapan digitasi unsur peta dasar. Batas wilayah tersebut perlu diverifikasi secara apakah benar
demikian dan dikonfirmasikan ke pemerintah daerah setempat pada saat tahapan survei
kelengkapan lapangan.

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-15
Gambar 4. 10 Batas Administrasi Indikatif Harus Diperbaiki
Agar Mengikuti Batas Alam atau Jalan

4.4.8. Ketentuan
Berikut ini beberapa ketentuan yang harus dipenuhi agar kualitas digitasi
terjaga.
1. Skala Zoom
Tampilan data di layar monitor atau zooming data di atur pada skala 2x lebih besar dari
skala peta yang diinginkan. Untuk skala 1:5000 maka proses digitasi dilakukan pada zooming data
pada skala 1:1000. Hal ini dilakukan agar penarikan garis tidak keluar dari arahan citra/foto.

Gambar 4. 11 Ketepatan Penarikan Garis Harus Dilakukan Zoom 2 kali Skala Peta, Perbandingan Kiri
(1:5.000) dan Kanan (1:2.500)
LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN
Laporan Pendahuluan IV-16
2. Kerapatan Vertex
Vertex adalah titik-titik yang membentuk sebuah garis atau area. Untuk menghasilkan
tarikan garis atau area yang halus dan rapi maka sebaiknya jarak antar vertex tidak terlalu jauh
(sekitar 5 meter). Kecuali untuk penarikan jalan yang lurus tegas atau bangunan tidak diperlukan
bataasan jarak vertex.

Gambar 4. 12 Jarak Antar Vertex Saat Digitasi (5 meter)


3. Snapping
Snapping adalah kemampuan software CAD atau GIS untuk memastikan pertemuan antar
titik, garis atau area dapat menempel dengan tepat. Jika snapping tidak digunakan maka kesalahan
dasar seperti undershoot atau overshoot akan terjadi.
4. Line to Polygon
Untuk kemudahan pekerjaan, disarankan agar proses digitasi tutupan lahan diperlakukan
sebagai garis (kecuali bangunan). Setelah digitasi selesai dapat dilakukan konversi garis menjadi
area dengan tool Line to Polygon yang biasanya terdapat di software CAD atau GIS.
5. Pengelompokan Data
Semua objek yang dihasilkan pada proses digitasi, dikelompokkan kedalam tema unsur peta
dasar dimana setiap tema dapat berupa titik, garis, atau area. Tabel di bawah inimerupakan sistem
pengelompokan sesuai dengan tema dan tipe data-nya:
Tabel 4. 5 Pengelompokan Tipe Data Sesuai Dengan Tema
No. Kategori Peta Dasar Titik Garis Area
1 Perairan v v v
2 Transportasi dan Utilitas v v v
3 Bangunan dan Fasilitas Umum v v v
4 Penutup Lahan v v v
5 Batas Administrasi v v v

4.4.9. Pembuatan Geodatabase


Pada tahapan pembentukan geodatabase, kegiatan yang dilakukan antara lain:

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-17
1. Konversi data menjadi format geodatabase dengan mengikuti ketentuan
penamaan file dalam geodatabase (untuk data hasil digitasi dalam format
CAD);
2. Edgematching antar kelas fitur hasil proses digitasi;
3. Data Cleaning;
4. Editing Atribut;

Penjabaran dari ke empat poin diatas adalah sebagai berikut:

1. Konversi Data
Semua objek yang dihasilkan pada proses digitasi, harusdikonversi ke dalam format
geodatabase dan dikelompokkan kedalam tema unsur peta dasar dimana setiap tema dapat berupa
titik, garis, atau area.

2. Edgematching
Jika peta terdiri dari beberapa lembar peta yang dikerjakan oleh banyak operator maka
diperlukan proses penggabungan dengan memperhatikan sambungan antar lembar peta atau disebut
edgematching.

3. Data Cleaning
Analisis spasial akan dapat dilakukan jika hubungan (relasi) antar unsur peta dasar dapat
didefinisikan dengan membangun topologi. Hasil akhir dari pekerjaan ini harus betul- betul
menjamin bahwa data yang dihasilkan benar-benar bersih (clean) dari kesalahan, baik kesalahan
geometrik, kesalahan atribut serta kesalahan topologi (free of topological errors).
Direkomendasikan untuk melakukan proses topologi menggunakan perangkat lunak GIS standar
yang digunakan di Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi-BIG. Cluster toleransi yang digunakan
menggunakan standar (default) dari perangkat lunak GIS.
 Penetapan Topologi Rules

Tabel 4. 6 Penetapan Topologi Rules


Aturan Topologi Titik Garis Area
Tidak boleh tumpang tindih (Must not overlap) v v v
Harus tidak memiliki Dangles (Must not have dangles) v
Harus tidak berpotongan (Must not self-intersect) v
Harus tidak tumpang tindih (Must not self-overlap) v
Harus tidak memiliki kesenjangan (Must not have gaps) v
Harus menjadi bagian tunggal (Must be single part) v v v
Harus lebih besar dari toleransi klaster (Must be larger than cluster v v v
tolerance)
Tidak harus berpotongan (Must not intersect) v

 Koreksi Topologi
Dengan software proses deteksi dan perbaikan kesalahantopologi dapat dilakukan secara
LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN
Laporan Pendahuluan IV-18
otomatis ataupun manual.
 Validasi
Validasi dilakukan untuk pengecekan ulang terhadap kesalahan topologi.

4. Editting Atribut
Untuk pengecekan atribut data, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

a. Melakukan penyeragaman penulisan pengisian setiap kolom atribut;


b. Memastikan KODE_UNSUR dan NAMA_UNSUR sesuai dengan unsurnya;
c. Skema atribut pada setiap tema atau kategori harus mengikuti ketentuan seperti dibawah
ini:
Tabel 4. 7 Editing Atribut
TEMA BANGUNAN FASUM
TITIK, GARIS,
TIPE FITUR
AREA
FIELD TYPE WIDTH CONTOH
KODE_UNSUR Text 5 10226 10226
NAMA_UNSUR Text 75 Kantor Camat Pendidikan Menengah Umum
TOPONIM Text 50 Kantor Distrik Membramo SMA Negeri 1 Cibinong
LUAS/PANJANG Numerik 60 150
PELAKSANA Text 50 PT SURVEI A PT SURVEI B
UPDATED Text 8 20140101 20130521

LEGALISASI PETA RDTR WP KANDEMAN


Laporan Pendahuluan IV-19

Anda mungkin juga menyukai