Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

“Digital Terrain Mapping And Analysis Kabupaten


Karangasem Menggunakan ArcGIS”

Kelompok 12 :
M.Fariz Alkoiri (5016201031)
Aris Pramana (5016201059)
Wisdom Hidayat Agung N (5016201065)
Rick Owen H. Purba (5016201092)

Dosen :

Dr.Ir.Teguh Hariyanto,M.Sc

Nurwatik,S.T,,M.Sc

Mata Kuliah :

CM224632 – Analisis Informasi Geospasial (A)

DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN, DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Digital Terrain Model (DTM) adalah representasi digital dari bentuk permukaan bumi
yang mencakup informasi ketinggian yang terperinci. DTM digunakan untuk menganalisis dan
memvisualisasikan fitur-fitur topografi seperti lereng, kontur, dan elevasi suatu area geografis.
DTM biasanya dibuat dengan menggunakan data ketinggian yang diperoleh dari berbagai
sumber, termasuk penginderaan jauh (seperti citra satelit atau pesawat terbang), pemetaan
lapangan dengan alat pengukur ketinggian seperti total station, atau kombinasi dari keduanya.
Data ini kemudian diproses dan dimodelkan untuk menghasilkan representasi digital yang
akurat dan terperinci dari permukaan bumi.

DTM memiliki kegunaan yang luas dalam berbagai bidang, termasuk pemetaan
topografi, perencanaan lingkungan, rekayasa sipil, pengelolaan sumber daya alam, dan
simulasi visual. Dengan menggunakan DTM, kita dapat melakukan analisis spasial seperti
perhitungan volume, identifikasi area datar atau curam, pemodelan aliran air, pemetaan
bayangan, dan banyak lagi. Selain itu, DTM juga digunakan dalam kombinasi dengan data lain
seperti citra satelit atau data vektor untuk membuat pemodelan yang lebih komprehensif seperti
Digital Surface Model (DSM) yang mencakup fitur-fitur bukan hanya permukaan tanah, tetapi
juga objek seperti bangunan dan vegetasi. Pada praktikum ini menggunakan data DEM dari
earth explorer dimana dilakukan konversi data DEM ke menjadi beberapa bentuk data yang
lain

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, diketahui bahwa rumusan masalah pada praktikum
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil dari konversi data DEM menjadi kontur ?
2. Bagaimana hasil dari konversi data DEM menjadi model TIN ?
3. Bagaimana analisis slope dan aspect dari data tersebut ?

1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, diketahui bahwa tujuan dari praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hasil dari konversi data DEM menjadi kontur
2. Untuk mengetahui hasil dari konversi data DEM menjadi model TIN
3. Untuk mengetahui analisis slope dan aspect dari data tersebut

2
BAB II

METODOLOGI

2.1 Tempat dan Waktu

Hari, Tanggal : Kamis, 11 Mei 2023

Waktu : 07.30 WIB - Selesai

Tempat : Kota Surabaya, Jawa Timur

2.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain,

Tabel 1. Alat dan Bahan

Alat

1. Laptop (Hardware)

2. ArcGIS (Software)

Bahan

1. Data DEM Kab Karangasem

2. Data Peta Dasar RBI

3. Data Administrasi Kab Karangasem

3
2.3 Diagram Alir

Diagram 2.1 Alur Pengerjaan Praktikum

2.4 Metodologi

Berikut metodologi atau langkah-langkah yang dilakukan pada praktikum ini :

2.4.1 Mendownload DEM SRTM 30 m dari Earth Explorer

1. Buka USGS Earth Explorer, kemudian pada addres/place pilih daerah yang akan
didownload.

4
2. Kemudian membuat poligon untuk menandai tempat yang akan di download

3. Kemudian pilih SRTM 1 Arc-Second Global pada Digital Elevation dan klik result

4. Kemudian akan tampil data sesuai yang dapat didownload

5
5. Kemudian lakukan download data dan pilih opsi download GeoTIFF 1 Arc-second

6. Kemudian buka ArcGIS dan tambahkan data yang telah didownload ke dalam ArcGIS

6
2.4.2 Mengubah Data DEM Menjadi Kontur

1. Buka Arctoolbox > Spatial Analyst Tools > Surface > Contour

2. Kemudian pada input raster pilih data DEM yang telah didownload dan pada contour
type pilih contour, kemudian klik ok

3. Berikut tampilan dari data DEM yang telah dikonversi menjadi kontur

7
2.4.3 Mengubah Data DEM Menjadi TIN

1. Untuk membuat TIN dari data DEM Kabupaten Karangasem dapat dilakukan dengan
menggunakan data kontur yang telah dibuat sebelumnya lalu klik ArcToolbox → 3D
Analyst Tools → Data Management → TIN → Create TIN

2. Lakukan pengaturan seperti pada gambar berikut

3. Sehingga dihasilkan TIN seperti pada gambar berikut

8
2.4.4 Mengubah Data DEM Menjadi TIN (Metode Kriging)

1. Membuat titik sampel menggunakan fishnet pada ArcToolbox, klik Data Management
Tools - Feature Class - Sampling - Create Fishnet

2. Lakukan pengaturan seperti pada gambar berikut dengan titik sampel sebanyak 100 x
100

3. Untuk menghilangkan titik-titik sampel di luar Kota Malang dapat dilakukan dengan
klik Select - Select by Location dan lakukan pengaturan seperti gambar berikut.

9
4. Agar titik sampel tersebut memiliki nilai maka pada ArcToolbox, klik Spatial Analyst
Tools - Extraction - Extract Multi Values to Points dan lakukan pengaturan sebagai
berikut.

5. Pilih dan klik tools Geostatistical Analyst - Kemudian pilih dan klik Geostatistical
Wizard. Kemudian akan muncul jendela Geostatistical Wizard, kemudian klik pada
Kriging/CoKriging pada Geostatistical methods dan tambahkan dataset yaitu titik-titik
sampel yang telah dibuat dan memiliki nilai

10
6. Pada jendela step 2 of 5 pilih Ordinary pada Kriging Type dan klik Next. Pada jendela
step 3 of 5 bagian General kolom Variable pilih Covariance. Pada bagian Model Nugget
- Enable dan Calculate Nugget pilih True. Pada Model #1 - Type pilih Spherical. Pada
Anisotropy dan Calculate Partial Sill pilih True. Kemudian pada bagian View Setting
kolom Show Search Direction pilih True. Jika sudah selesai maka klik Next

11
7. Kemudian muncul jendela tahapan keempat yaitu Geostatistical Wizard - Kriging step
4 of 5. Pada Dataset masukkan data yang diolah. Pada Sector Type, pilih 4 Sector with
45° offset. Kemudian klik Next. Kemudian akan muncul hasil dari pemrosesan kriging.
Pada jendela Geostatistical wizard – Kriging step 5 of 5 menampilkan Source ID (ID
dari titik), Measured (ukuran), Predicted, Error, Standard Error, Standardized Error, dan
Nilai Value atau nilai normal. Apabila sudah dapat klik Finish.

8. Kemudian setelah selesai akan muncul Method Report seperti pada gambar berikut dan
dihasilkan hasil kriging seperti pada gambar berikut

12
9. Selanjutnya dilakukan pembuatan kontur dari hasil kriging dengan cara pada
ArcToolbox, 3D Analyst Tools - Raster Surface - Contour dan lakukan pengaturan
seperti pada gambar berikut

13
10. Untuk membuat TIN dari data DEM Kabupaten Karangasem dapat dilakukan dengan
menggunakan data kontur yang telah dibuat sebelumnya (Metode Kriging) lalu klik
ArcToolbox - 3D Analyst Tools - Data Management - TIN - Create TIN dan lakukan
pengaturan seperti pada gambar berikut

14
11. Sehingga dihasilkan TIN seperti pada gambar berikut

2.4.5 Slope

1. Masukkan data DEM Kabupaten Karangasem (.tif) yang telah digabungkan dan
dipotong sesuai dengan batas administrasi Kabupaten Karangasem.

2. Pada ArcToolbox >> Pilih dan klik Spatial Analyst Tools >> Pilih dan klik Surface >>
Slope

15
3. Muncul jendela Slope >> Pada kolom Input raster masukkan data DEM >> Klik OK.

2.4.6 Aspect

1. Masukkan data DEM Kabupaten Karangasem (.tif) yang telah digabungkan dan
dipotong sesuai dengan batas administrasi Kabupaten Karangasem.

2. Pada ArcToolbox >> Pilih dan klik Spatial Analyst Tools >> Pilih dan klik Surface >>
Aspect

16
3. Muncul jendela Aspect >> Pada kolom Input raster masukkan data DEM yang telah
terklasifikasi >> Klik OK.

17
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Berikut ini hasil yang diperoleh dengan menggunakan beberapa macam metode interpolasi

3.1.1 Konversi data DEM Menjadi Kontur

Gambar 3.1 Hasil Konversi DEM ke Kontur

3.1.2 Konversi data DEM Menjadi Model TIN

Gambar 3.2 Hasil Model TIN Kab. Karangasem

18
Gambar 3.3 Hasil Model TIN Kriging Kab. Karangasem

3.1.3 Slope

Gambar 3.3 Hasil Slope dari Data DEM

19
Gambar 3.4 Hasil Slope dari Data Spot Height

3.1.4 Aspect

Gambar 3.5 Hasil Aspect dari Data DEM

20
Gambar 3.6 Hasil Aspect dari Data Spot Height

3.2 Pembahasan

Berikut ini hasil analisis yang didapatkan setelah melakukan proximity analysis dengan
menggunakan beberapa metode

3.2.1 Konversi data DEM Menjadi Kontur

DEM SRTM 30 adalah jenis model elevasi digital (DEM) yang menggunakan data dari
misi Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) NASA. Misi SRTM meluncurkan sebuah
pesawat luar angkasa pada tahun 2000 yang dilengkapi dengan radar untuk mengukur
ketinggian permukaan bumi secara global dengan resolusi spasial sekitar 30 meter. Data radar
ini kemudian diproses dan diubah menjadi model elevasi digital (DEM) yang dapat digunakan
untuk berbagai tujuan, seperti pemodelan hidrologi, penentuan arah aliran sungai, dan analisis
geomorfologi.
Hasil pembentukan kontur dari data DEMNAS akan memberikan representasi visual
tentang topografi atau bentuk permukaan bumi di wilayah tertentu. Kontur adalah sebuah garis
yang menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama pada permukaan bumi.
Garis kontur ini kemudian membentuk pola-pola atau gambaran topografi pada peta. Untuk
membuat kontur dari data DEM, komputer akan menggunakan algoritma pemrosesan data
untuk mengidentifikasi nilai ketinggian pada setiap piksel pada model elevasi digital (DEM).

21
Kemudian, algoritma tersebut akan menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang
sama untuk membentuk garis kontur. Hasilnya adalah peta dengan pola garis kontur yang
merepresentasikan topografi wilayah tersebut.
Pada hasil kontur yang dihasilkan, didapatkan garis kontur tertinggi terdapat pada
elevasi 3015 m yang terletak pada daerah puncak Gunung Agung dan yang terendah terletak
pada daerah yang dekat dengan pesisir pantai. Namun, perlu diperhatikan bahwa elevasi garis
kontur tersebut bukanlah elevasi tertinggi/terendah pada topografi melainkan garis kontur
maksimal dengan interval kontur sebesar 15 m. Kabupaten Karangasem memiliki kondisi
kontur yang terjal secara keseluruhan yang disebabkan oleh eksistensi dari Gunung Agung.
Pada sisi lain, kontur yang cukup terjal juga terdapat pada daerah timur dan selatan Kabupaten
Karangasem.

3.2.2 Konversi data DEM Menjadi TIN

TIN (Triangulated Irregular Network) adalah representasi model permukaan bumi yang
terdiri dari rangkaian segitiga yang dibentuk dari data ketinggian pada model elevasi digital
(DEM). Hasil pembentukan TIN dari data DEM akan menghasilkan model permukaan bumi
yang terdiri dari serangkaian segitiga yang terhubung satu sama lain, dengan setiap titik pada
segitiga memiliki ketinggian yang dihitung dari data DEM. Untuk membuat TIN dari data
DEMNAS, komputer akan menggunakan algoritma pemrosesan data untuk mengelompokkan
titik-titik dengan ketinggian yang serupa menjadi segitiga, sehingga terbentuklah rangkaian
segitiga yang menyerupai topografi wilayah tersebut.
Dalam pembuatan model TIN, terdapat dua pendekatan umum yang dapat digunakan
untuk menghasilkan model tersebut: menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) dan
menggunakan metode kriging. Dalam pendekatan dengan menggunakan data DEM, model TIN
dibangun berdasarkan data DEM yang menggambarkan elevasi atau ketinggian pada titik-titik
diskrit dalam grid reguler. Sedangkan pendekatan dengan metode Kriging menggunakan teknik
statistik untuk memperkirakan nilai-nilai dalam set data berdasarkan pola spasialnya. Dalam
konteks pembuatan model TIN, kriging digunakan untuk memperkirakan nilai elevasi di titik-
titik yang tidak memiliki data DEM. Dalam metode ini, data DEM digunakan sebagai data
input awal, dan kemudian kriging digunakan untuk memperkirakan elevasi di titik-titik yang
hilang atau tidak ada datanya. Hasil perkiraan kriging ini kemudian digunakan untuk
membentuk segitiga-segitiga dalam model TIN.
Pada hasil pembuatan model TIN Kabupaten Karangasem yang dihasilkan dari dua
metode yakni secara langsung dari data DEM dan menggunakan data kriging diperoleh rentang

22
elevasi yang berbeda. Semakin kecil interval antar titik atau kontur maka TIN yang dihasilkan
akan semakin detail dan baik. Pada data TIN yang didapatkan secara langsung tanpa proses
kriging didapatkan hasil visualisasi lebih detail dan data yang dihasilkan lebih akurat
dibandingkan metode lainnya dalam penyajian permukaan bumi.

3.2.3 Slope dan Aspect

Hasil pertama yang diperoleh dari penelitian ini adalah peta-peta parameter
(kemiringan lereng dan arah hadap lereng). Hasil pengolahan kelas lereng yang merupakan
turunan dari DEM dengan sumber data kontur RBI berinterval kontur kurang lebih 8 meter
hanya mampu menunjukkan kenampakan seperti pada gambar hasil reclassified slope. Peta
Slope atau kelerengan adalah peta yang menunjukkan tingkat kecuraman suatu wilayah dalam
kasus ini adalah Kabupaten Karangasem. Data Slope diatas dikelaskan menjadi 10 kelas.
Adapun kegunaan peta Slope adalah untuk melihat kecuraman suatu wilayah sebelum
dilaksanakan suatu pembangunan atau pengembangan, sebagai kajian wilayah serta sebagai
dasar Dinas Pertanian melakukan kajian lahan. Dalam analisisnya keluaran Slope dapat berupa
satuan persen ataupun derajat.
Hasil pengolahan arah hadap lereng menunjukkan bahwa sebagian besar lereng yang
berada di wilayah kajian menghadap ke Selatan (ditunjukkan dengan warna cyan) hingga
Tenggara (ditunjukkan dengan warna hijau). Aspect menggambarkan arah hadap dari sebuah
permukaan (surface). Aspect mengindikasikan arah kemiringan dari laju maksimum perubahan
nilai sebuah sel dibandingkan sel di sekelilingnya. Secara sederhana Aspect merupakan arah
kemiringan lereng. Dalam analisis surface, keluaran dari perhitungan Aspect adalah derajat
sesuai arah kompas.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum dan pembahasan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan


sebagai berikut :
1. Hasil pembentukan kontur dari data DEM akan memberikan representasi visual tentang
topografi atau bentuk permukaan bumi di wilayah tertentu. Pada hasil kontur yang
dihasilkan, didapatkan garis kontur tertinggi terdapat pada elevasi 3015 m yang terletak
pada daerah puncak Gunung Agung dan yang terendah terletak pada daerah yang dekat
dengan pesisir pantai. Namun, perlu diperhatikan bahwa elevasi garis kontur tersebut
bukanlah elevasi tertinggi/terendah pada topografi melainkan garis kontur maksimal
dengan interval kontur sebesar 15 m.
2. Dalam pembuatan model TIN, terdapat dua pendekatan umum yang dapat digunakan
untuk menghasilkan model tersebut yaitu menggunakan data DEM (Digital Elevation
Model) dan menggunakan metode kriging. Pada hasil pembuatan model TIN
Kabupaten Karangasem yang dihasilkan dari dua metode yakni secara langsung dari
data DEM dan menggunakan data kriging diperoleh rentang elevasi yang berbeda.
Semakin kecil interval antar titik atau kontur maka TIN yang dihasilkan akan semakin
detail dan baik. Pada data TIN yang didapatkan secara langsung tanpa proses kriging
didapatkan hasil visualisasi lebih detail dan data yang dihasilkan lebih akurat
dibandingkan metode lainnya dalam penyajian permukaan bumi.
3. Peta Slope atau kelerengan adalah peta yang menunjukkan tingkat kecuraman suatu
wilayah dalam kasus ini adalah Kabupaten Karangasem. Data Slope diatas dikelaskan
menjadi 10 kelas. Adapun kegunaan peta Slope adalah untuk melihat kecuraman suatu
wilayah sebelum dilaksanakan suatu pembangunan atau pengembangan. Sedangkan,
aspect menggambarkan arah hadap dari sebuah permukaan (surface). Aspect
mengindikasikan arah kemiringan dari laju maksimum perubahan nilai sebuah sel
dibandingkan sel di sekelilingnya. Secara sederhana Aspect merupakan arah
kemiringan lereng.

24

Anda mungkin juga menyukai