Anda di halaman 1dari 3

Karakteristik Al-Muttaqin, Karakter Indah

yang Dibentuk Melalui Puasa

Sobat... apa kabar semuanya? Masih semangat kan, menjalani puasa Ramadhan? Tentu
semangat, dong! Bagi mayoritas kaum Mukminin, bulan Ramadhan adalah bulan spesial. Ada
ulama yang mengatakan, bahwa jika semua bulan diibaratkan 12 anak-anak nabi Yakub a.s.,
maka bulan Ramadhan adalah Nabi Yusuf. Nabi yang tampan rupawan, putera kesayangan
Nabi Yakub. Tak salah sih, analogi tersebut. Sebab, Ramadhan memang bulan yang luar
biasa berkahnya. Apa keutamaan Ramadhan?

Perintah berpuasa, kalau di dalam Al Quran ada di ayat berikut ini. “Yaa ayyuhal ladziina
aamanuu kutiba 'alaikumus shiyaamu kamaa kutiba 'alal lazdiina min qablikum
la'allakum tattaquun”. Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-
Baqarah: 183).

Salah satu tujuan berpuasa, dalam ayat tersebut disebutkan “agar kamu bertakwa.” Orang
yang bertakwa disebut sebagai Al-Muttaqiin. Sedangkan yang diperintahkan untuk berpuasa
adalah orang-orang yang beriman, atau Al Mukminun. Jadi, tujuan berpuasa adalah agar Al-
Mukminun naik jenjang menjadi Al-Muttaqiin. Ya, orang muttaqin sudah tentu mukmin,
tetapi, mukmin belum tentu muttaqiin.
Seperti apa sih, karakter orang-orang yang bertakwa itu alias Al-Muttaqin tersebut?

Banyak sekali penjelasan dalam Al-Quran ataupun Al-Hadist tentang karakter Al-Muttaqin.
Saya akan ambil satu ayat saja, yaitu Surat Ali Imron ayat134. Ayat ke-134 dari surat Ali
Imron ini menjelaskan tentang orang-orang bertakwa (Al-Muttaqin) yang sebelumnya
dibahas di ayat 133.

Al-Muttaqiin adalah ... "(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit;
dan orang-orang yang menahan amarahnya; dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan
Allah mencintai orang yang berbuat ihsan (muhsinin)" (QS. Ali Imron: 134)

Nah, ada tiga karakteristik orang-orang bertakwa di ayat tersebut. Yuk, bahas satu-satu!

Berinfak Dalam Keadaan Lapang Atau Sempit

Pertama, orang-orang yang bertakwa itu mereka berinfak dalam keadaan lapang atau sempit.
Catat, ya! Dalam keadaan lapang atau sempit. Lazimnya, kita hanya mau sedekah, kalau
dompet kita tebal, kan? Pas rekening gemuk, pas rezeki banyak, pas gajian, pas sedang
berkelimpahan. Sedangkan saat kita sedang kondisi berat, tagihan numpuk, tanggal tua, dan
sebagainya kita akan berpikir 1000 x untuk berinfak.

Ya enggak salah juga. Bahkan, orang yang sedang kesulitan, memang harus dibantu. Tapi,
poinnya bukan begitu. Orang muttaqiin, meski kondisi sedang repot, dia tetap berusaha
berkorban untuk agamanya. Ibaratnya, semisal dia hanya punya duit hanya dua lembar di
dompet, dia akan tetap mengeluarkan selembar untuk amal shalih. Kalau tak mampu dengan
uang, dia akan tetap berkorban dengan tenaga, pikiran dan sebagainya.

Pernah ada kisah nyata, ada tukang becak yang selalu menggratiskan 3 kali tumpangan di hari
Jumat. Saat ada penumpang hendak membayar, dia tolak. Dia berniat sedekah dengan cara
itu, sebab dia merasa tak mampu bersedekah dengan menggunakan harta. Ada juga seseorang
yang diam-diam mencucikan pakaian teman-temannya yang aktivis, giat di sana-sini, rapat di
sana-sini, jadwal sangat padat, sampai-sampai nggak sempat cuci pakaian, hehe (ini banyak
kasus). Dia tidak bisa menyumbang apapun untuk kegiatan sosial teman-temannya karena
duitnya pun pas-pasan. Dia juga saat itu sedang sibuk dengan skripsinya sehingga tidak bisa
bergabung. Tetapi, dia berharap bisa meringankan beban rekan-rekannya dengan cara
mencucikan bajunya. Dan itu dia lakukan diam-diam. Tahu-tahu, teman-temannya itu
mendapatkan baju-bajunya sudah terlipat bersih dan tersetrika rapi, wangi lagi. Luar biasa,
kan?

Derajat Al-Muttaqiin memang tinggi. Posisinya di atas muslim dan mukmin. Al-Muttaqiin
adalah derajat "manusia langit" yang memang super. Karena itu, ampunan dan surga seluas
langit dan bumi, akan diberikan kepada mereka. Tapi, menjadi bagian dari Al-Muttaqiin
sungguh berat. Hanya orang-orang dengan maqam tertentu yang bisa menggapai derajat ini.
Semoga kita bisa, ya... hiks.

Mampu Mengendalikan Amarah

Karakter kedua dari Al-Muttaqin adalah bisa memenej amarah dan emosi negatif. Jadi, orang
Muttaqiin ini sangat terkontrol emosinya. Kita memang nggak bisa 100% menghindarkan
pikiran kita dari hal-hal negatif. Jika otak kita bisa dipindai dan orang bisa melihat apa isi
pikiran kita, barangkali akan ngeri juga ya, sebab isinya mungkin banyak hal-hal negatif yang
mengerikan. Tetapi, agar pikiran dalam kepala bisa jadi perkataan yang keluar dari mulut,
atau tulisan dengan menggunakan media sosial, ada proses yang panjang.

Pada orang yang tidak terkontrol emosinya, apa yang ada di kepala akan langsung
dilontarkan. Maka, dia akan senang berkata ketus, melontarkan amarah, mudah mencaci
maki, dan sebagainya. Ibarat kendaraan, remnya blong, sehingga akan nabrak sana nabrak
sini. Hal-hal negatif yang berasal dari otak, akan meluncur begitu saja, sehingga bisa
menyakitkan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Pada orang muttaqiin, proses pengelolaan emosi itu berjalan dengan baik, sehingga amarah
yang ada akan bisa terkendali. Saat sedang bergejolak, dia akan terlebih dahulu
mendinginkan gumpalan-gumpalan panas di kepalanya. Dia tidak akan melontarkan begitu
saja. Dia punya mekanisme pelepasan energi negatif. Misal dengan berwudhu, shalat, baca
Al-Quran, merenung, ambil napas panjang dll....

Karena tujuan puasa adalah menjadi insan muttaqiin, maka dengan puasa yang benar,
sebenarnya kita juga sedang belajar mengelola amarah, kesedihan, sifat gampang baper dan
sebagainya. Harapannya, kita akan menjadi lebih tenang dan terkendali. Kalau kita benar-
benar meresapi makna puasa, menjalankan semua kewajiban dan sunnah-sunnahnya, lama-
lama kita akan mengerti, bahwa memang ada hubungan kuat antara konsep puasa dengan
kontrol diri.

Memaafkan Sesama Manusia


Karakter ketiga, orang Muttaqiin tuh gampang memaafkan. Dadanya lapang. Dia selalu
berusaha menghilangkan pikiran negatif dan mengisi pikiran dengan hal-hal positif. Legawa,
istilah Jawanya. Nggak menyimpan dendam kesumat, bahkan termasuk "dendam positif".
Saya termasuk yang tidak bersepakat dengan istilah dendam positif. Namanya dendam ya
dendam hehe... harus dihilangkan. Ketika kita melakukan sesuatu, niatkan untuk hal-hal yang
sesuai dengan visi dan misi kebaikan, bukan sekadar “membalas dendam”, meski dendam
positif sekalipun.

Ada seorang sahabat yang disebut-sebut Rasulullah sebagai ahli surga. Saat hendak shalat
berjamaah, Rasulullah SAW berkata, “Sebentar lagi akan datang seseorang yang akan
dijamin masuk surga oleh Allah SWT.” Lalu, datang seorang lelaki yang kemudian shalat.
Hal tersebut terulang hingga tiga kali.
Abdullah bin Umar penasaran dengan sosok tersebut. Lalu dia meminta izin untuk menginap
tiga hari di rumah lelaki tersebut. Setelah diselidiki, amalannya standard saja (standard para
sahabat tapi, ya).

Dia unggul di satu hal: selalu memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain, selalu mencoba
menghilangkan iri, dengki, hasad dalam dirinya. Pendek kata, dadanya selalu lapang, tidak
menyimpan perasaan tak nyaman. Sehingga dia selalu tertidur dalam keadaan legawa.

Hm... itu baru 3 karakteristik Al-Muttaqiin yang disebutkan di surat Ali Imron: 134. Padahal,
masiiih banyak karakter orang Muttaqiin lainnya.

Berat ya? Tapi, bismillah, mari kita coba jalani puasa ini dengan sebaik-baiknya. Semoga,
Allah angkat derajat kita, dari Mukmin menjadi Muttaqiin.

Sumber gambar ilustrasi: freepik.com

Anda mungkin juga menyukai