Abstrak
Sebagai instansi penegak hukum dan pelayan masyarakat di Indonesia, maka
kepolisian harus menunjukkan kinerja yang baik. Guna menjaga dan
meningkatkan kinerja kepolisian maka salah satu cara yang dilakukan adalah
dengan meningkatkan kesejahteraan psikologis. Hal ini dikarenakan semakin
baik kesejahteraan psikologis seorang Polwan maka akan semakin baik pula
kinerjanya. Kesejahteraan psikologis secara konsep dapat dipegaruhi oleh faktor
demografi (usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan budaya). Faktor
demografi tersebut kemudian penulis kembangkan menjadi variabel persepsi
pengembangan karier (sosial ekonomi). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh persepsi pengembangan karier terhadap
kesejahteraan psikologis Polwan di Mapolda DIY. Subjek penelitian ini adalah
Polwan di Mapolda DIY yang berjumlah 137. Subjek yang dapat menjadi sampel
penelitian adalah subjek yang telah bekerja minimal 4 tahun, aktif bertugas dan
pernah turut serta dalam dalam peningkatan jabatan. Data penelitian
dikumpulkan menggunakan skala dengan bentuk skala likert. Skala likert yaitu
skala yang digunakan untuk mengukur persepsi, sikap atau fenomena sosial,
berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh peneliti. Metode
analisis yang digunakan penelitian ini yaitu analisis regresi linier berganda. Hasil
penelitian menemukan bahwa persepsi pengembangan karier memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesejahteraan psikologis.
Pendahuluan
Di bawah kepemimpinan Bapak Jenderal Polisi Tito Karnavian intitusi kepolisian
telah mengalami sejumlah perbaikan. Setelah dilantik menjadi Kapolri pada pada tanggal
13 Juli 2016 Jenderal Polisi Tito Karnavian mempunyai Program perioritas yaitu Promoter
(Profesional, Modern dan Terpercaya). Program Promoter pada pada intinya mencakup
tiga kegiatan utama yang pertama kinerja. Kinerja pada program Promoter ini
menyangkut pada aspek pelayanan publik: seperti penerbitan SKCK (Surat Keterangan
Catatan Kepolisian), SIM (Surat Izin Mengemudi), LP (Laporan Polisi), surat kehilangan
dan lain sebagainya. Aspek selanjutnya kinerja adalah profesionalisme dalam
penegakkan hukum yang tidak berpihak pada pihak tertentu. Aspek kinerja yang
selanjutnya adalah Pemeliharaan Keamanan Ketertiban Masyarakat atau Harkamtibmas
dimana kepolisian haruslah dapat menjaga negara dari konflik sosial.
Program Promoter yang kedua adalah kultur atau budaya. Program ini pada
dasarnya merupakan upaya dari kepolisian untuk membentuk personil yang bebas KKN,
arogansi kewenangan dan tindakan melampaui batas. Adapun program promoter yang
ketiga adalah manajemen media. Pada aspek ini pihak kepolisian ingin membina
2.3.1
Prosiding Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 2 : Sosial dan Humaniora ISSN (E) : 2615 - 3343
hubungan dengan media baik media cetak dan elektronik. Seiring dengan perkembangan
teknologi pihak kepolisian juga memanfaatkan media sosial dalam membangun citranya.
Kinerja kepolisian yang semakin baik ini tentunya membutuhkan kerja keras dari
para personilnya termasuk di dalamnya adalah polisi wanita atau Polwan. Kerja keras
dari para Polwan ini tentunya sangat diharapkan karena karena polisi wanita relatif kuat
terhadap godaan korupsi, oleh karena itu Polwan juga diberikan kesempatan yang sama
dengan Polisi laki-laki. Guna mendukung kinerja dari para Polwan tersebut maka dapat
dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan psikologisnya. Hal ini sesuai dengan hasil
studi yang dilakukan oleh Nurlita (2015) bahwa antara kinerja dengan kesejahteraan
psikologis memiliki korelasi yang kuat.
Ada lima faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara lain 1)
Faktor demografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan budaya,
2) Dukungan Sosial 3) Evaluasi terhadap pengalaman hidup, 4) Religiusitas dan 5)
Kepribadian (Ryff, 1989). Dari kelima faktor tersebut maka salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah faktor sosial ekonomi yang pada
penelitian ini penulis kembangkan dalam persepsi pengembangan karir.
Dari hasil wawancara dengan bebera Polwan menunjukkan bahwa setiap anggota
membutuhkan rasa aman seperti rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan,
perlindungan dan kebebasan dari hal – hal yang mengancam serta kebututuhan secara
psikis. Hal ini dikarenakan jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka dapat
mengancam kondisi kejiwaan yang pada akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan
psikologis individu tersebut yang akan berimbas pada motivasi dan kinerjanya.
Hasil wawancara dengan beberapa Polwan juga memberikan informasi bahwa
aktualisasi bagi seorang Polwan merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi.
Hal ini dikarenakan setiap individu membutuhkan ruang agar dapat mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya. Ketika ruang itu di dapatkan maka seorang Polwan mampu
kesempatan yang diberikan oleh institusi untuk melakukan pengembangan diri,
membuat Polwan di Mapolda berlomba-lomba untuk membuktikan kemampuannya
dalam bekerja, dengan adanya motivasi dan kinerja yang tinggi akan memberikan
dampak yang positif terhadap institusi Polri untuk memempertahankan bahkan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.
Dengan demikian persepsi pengembangan karier merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis seseorang. Hubungan antara persepsi
pengembangan karier dengan kesejahteraan psikologis adalah pada saat anggota Polwan
memiliki persepsi bahwa kariernya dapat meningkat pada akhirnya berkaitan erat
dengan status sosial ekonominya. Jadi persepsi pengembangan karier yang tinggi
menyebabkan meningkatnya kesejahteraan psikologis anggota Polwan. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Diener dan Diener (Hidalgo et al., 2010) menunjukkan bahwa
perubahan penghasilan seseorang penting untuk kesejahteraan psikologisnya, sehingga
individu yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki rasa keterarahan dalam
hidup dibandingkan dengan mereka yang berada di kelas sosial yang lebih rendah.
Studi Pustaka
Kesejahteraan Psikologis
Kesejahteraan Psikologis menurut (Ryff, 1989) kesejahteraan psikologis adalah
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu
berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif. Fisher (2010) menjelaskan
kesejahteraan psikologis ditempat kerja merupakan suatu keadaan dimana seseorang
memiliki motivasi, dilibatkan dalam pekerjaannya, memiliki energi positif, menikmati
semua kegiatan pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya.
2.3.2
Prosiding Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 2 : Sosial dan Humaniora ISSN (E) : 2615 - 3343
2.3.3
Prosiding Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 2 : Sosial dan Humaniora ISSN (E) : 2615 - 3343
meningkatkan status sosial seseorang. Dengan adanya pengembangan karier yang baik
dalam suatu organisasi maka akan dapat meningkatkan status sosial ekonomi melalui
peningkatan gaji.
2.3.4
Prosiding Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 2 : Sosial dan Humaniora ISSN (E) : 2615 - 3343
Para anggota organsiasi pada umumnya mengharapkan bahwa mereka memiliki akses
kepada nformasi tentang berbagai peluang untuk dipromosikan. Akses ini sangat
penting terutama apabila lowongan yang tersedia diisi melalui proses seleksi internal
yang sifatnya kompetitif. Adanya minat untuk dipromosikan
Pendekatan yang tepat digunakan dalam hal menumbuhkan minat para pekerja untuk
pengembangan karier ialah pendekatan yang fleksibel dan proaktif. Artinya, minat
untuk mengembangkan karier sangat individualistik sifatnya.
c. Tingkat kepuasaan. Meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang ingin
meraih kemajuan, termasuk dalam meniti karier, ukuran keberhasilan yang digunakan
memang berbeda-beda. Anggota organsiasi dapat merasakan kepuasan dalam
kerjanya karena mengetahui bahwa apa yang dicapainya itu sudah merupakan hasil
yang maksimal dan berusaha mencapai anak tangga yang lebih tinggi akan
merupakan usaha yang sia-sia karena mustahil untuk dicapai.
Ada lima faktor yang akan mempengaruhi baik tidaknya karier seorang menurut
Sutrisno (2015)Sutrisno (2015). Kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sikap atasan dengan rekan sekerja. Bila ingin karier berjalan dengan baik, seorang
harus menjaga diri, menjaga hubungan baik kepada semua orang yang ada di
organisasi atau perusahaan tersebut, baik terhadap atasan maupun terhadap teman
sekerja.
b. Pengalaman. Pengalaman dalam konteks ini dapat berkaitan dengan tingkat golongan
senioritas seorang karyawan, tetapi dalam mempromosikan senior juga bukan hanya
mempertimbangkan pengalaman saja tetapi juga mempertimbangkan pada
kemampuan dan keahlian.
c. Pendidikan. Faktor pendidikan biasanya menjadi syarat untuk duduk di sebuah
jabatan. Apabila semakin berpendidikan seseorang akan semakin baik, atau dengan
kata lain orang yang berpendidikan tinggi akan memiliki pemikiran yang lebih pula.
d. Prestasi. Prestasi dapat saja terjadi dari akumulasi dari pengalaman, pendidikan, dan
lingkungan kerja yang baik. Pengaruh prestasi dalam menentukan jenjang karier akan
sangat jelas terlihat standar untuk menduduki jabatan tertentu dominan berdasarkan
prestasi.
e. Faktor nasib. Faktor nasib juga turut menentukan walaupun diyakini porsinya sangat
kecil, bahkan para ahli mengatakan faktor nasib berpengaruh terhadap keberhasilan
hanya 10% saja. Adanya faktor nasib yang turut mempengaruhi harus kita yakini ada,
karena alam kenyataan ada yang berprestasi tetapi tidak pernah mendapat peluang
untuk dipromosikan.
Metode Penelitian
Jenis studi ini adalah studi dengan pendekatan kuantitatif. Subjek yang
digunakan pada penelitian ini yaitu seluruh Polisi Wanita di Mako Polda DIY yang
berjumlah 238 Polisi Wanita. Adapun metode pengambilan subjek penelitian yang
digunakan pada penelitian ini yaitu judgement sampling, yaitu penarikan subjek dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu (Djarwanto, 2001). Peneliti menggunakan
pertimbangan untuk memilih anggota subjek yang sekiranya dapat memberikan prospek
yang baik bagi pengolahan data yang akurat. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus
Slovin. Dari perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin maka jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 137 sampel.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diukur melalui skala yang
dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu skala A (kesejahteraan psikologis), skala B (persepsi
pengembangan karier), dan skala C (fear of success). Skala pengukuran ini disusun
menggunakan skala Likert yang terdiri dari beberapa pernyataan sikap favorable
2.3.5
Prosiding Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 2 : Sosial dan Humaniora ISSN (E) : 2615 - 3343
2.3.6
Prosiding Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 2 : Sosial dan Humaniora ISSN (E) : 2615 - 3343
Kesimpulan
Persepsi pengembangan karier memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan psikologis. Artinya ada hubungan positif yang signifikan antara
persepsi pengembangan karier dengan kesejahteraan psikologis. Artinya semakin tinggi
persepsi pengembangan karier maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan
psikologis, begitu sebaliknya semakin rendah persepsi pegembangan karier maka
semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis.
Daftar Pustaka
Amukti, R. R. (2013). Hubungan kepuasan Karir Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Guru
Tersertifikasi. Tugas akhir. Universitas Muhammadiyah Malang.
ARSITA, A. P., & Sumaryono. (2015). Hubungan antara Persepsi Tentang Pengembangan
Karir Dan Keseimbangan Kehidupan-Kerja Dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan. Tesis.
Universitas Gadjah Mada.
Djarwanto, P. (2001). Statistik Non Parametrik, Bagian I Edisi 3. Yogyakarta: BPFE UGM.
Fisher, C. (2010). Happiness at work. International Journal of Management Reviews, 12(4),
384–412.
Hidalgo, J. L. ., Bravo, B. ., Martinez, I. ., Pretel, F. ., Postigo, J. M. L., & Rabadan, F. .
(2010). Psychological well-being,assessment tools and related factors. New York: Nova Science
Publishers.
Komang, A. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Graha ilmu. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Mondy, R. W. (2010). Human Resource Management Eleventh Edition. (P. Hall, Ed.). New
Jersey.
Nurlita, D. R. (2015). Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Kinerja Guru Paud Se
Kota Pekanbaru. Educhild, 4(2), 43–53.
Ramadhani, T. (2016). Kesejahteraan Psikologis (Psychological Wellbeing) Siswa Yang
Orangtuanya Bercerai (Studi Deskriptif yang Dilakukan pada Siswa di SMK Negeri 26
Pembangunan Jakarta). Insight: Jurnal Bimbingan Konseling, 5(1), 108–115.
Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of
psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57(6), 1069–1081.
https://doi.org/10.1037/0022-3514.57.6.1069
Siagian, S. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutrisno, E. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenadamedia Group.
Yogyakarta: Kencana Prenada Media.
Tanujaya, W. (2014). Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kesejahteraan Psikologis
(Psychological Well Being) Pada Karyawan Cleaner (Studi Pada Karyawan Cleaner Yang
Menerima Gaji Tidak Sesuai Standar UMP di PT. Sinergi Integra Services, Jakarta)”,.
Jurnal Psikologi, 12(2), 67–79.
Walgito, B. (2000). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.
2.3.7