Anda di halaman 1dari 9

DALAM PEMBANGUNAN IKN PERAN ARSITEK

NUSANTARA

RANGGA SURYA ABDI


ABSTRAK

Tulisan ini membahas kebijakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN)


Nusantara berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2022, yang
direncanakan melalui 5 tahap pembangunan hingga tahun 2045. Tahap
pertama, berlangsung pada 2022-2024, melibatkan pemindahan IKN ke
Kabupaten Paser Penajam Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di
Kalimantan Timur dengan memerlukan lahan sekitar 256.142 hektar.
Permasalahan muncul karena area tersebut memiliki tanah milik
masyarakat hukum adat yang khawatir akan digusur oleh pembangunan
IKN. Kepastian kepemilikan hak atas tanah menjadi krusial bagi
masyarakat hukum adat, terkait dengan mata pencaharian, pelestarian
hayati, dan identitas budaya.

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji strategi meminimalisasi konflik


pertanahan masyarakat hukum adat selama tahap pembangunan IKN.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif analitik,
hasil kajian menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap masyarakat
hukum adat. Upaya yang direkomendasikan mencakup penyelesaian RUU
Masyarakat Adat, pembentukan Badan Hukum Perkumpulan, pengakuan
melalui Perda, penyediaan alternatif mata pencaharian, pembangunan
fasilitas masyarakat hukum adat, penyelesaian tumpang tindih lahan IKN
dan tanah milik adat, serta relokasi jika diperlukan. Melibatkan partisipasi
penuh masyarakat hukum adat dalam seluruh proses pembangunan menjadi
kunci untuk mencapai hasil yang adil dan berkelanjutan.

communities throughout the development process is key to achieving

fair and sustainable outcomes. This article discusses the development


policy of the National Capital City (IKN) of Nusantara based on Law No. 3
of 2022, planned through 5 stages of development until 2045. The first
stage, taking place from 2022 to 2024, involves relocating the IKN to Paser
Penajam Utara Regency and Kutai Kartanegara Regency in East
Kalimantan, requiring approximately 256,142 hectares of land. Issues arise
as the area contains land owned by indigenous communities who are
concerned about displacement due to the IKN development. The certainty
of land ownership is crucial for these indigenous communities, as it relates
to their livelihoods, biodiversity conservation, and cultural identity.
This article aims to examine strategies to minimize land conflicts for
indigenous communities during the IKN development phase. Using a
qualitative approach and descriptive analytic method, the study emphasizes
the importance of protecting indigenous communities. Recommended
efforts include resolving the Indigenous Peoples Bill, establishing a Legal
Entity Association for indigenous communities, recognition through local
regulations (Perda), providing alternative livelihoods, developing facilities
for indigenous communities, resolving land overlap between IKN and
indigenous land, and relocation if necessary. Full participation of
indigenous
I. PENDAHULUAN

Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara merupakan sebuah


proyek ambisius yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 3 Tahun
2022, yang bertujuan untuk mengukuhkan peran Indonesia sebagai
pusat pemerintahan. Proyek ini direncanakan melalui lima tahap
pembangunan yang membentang dari tahun 2022 hingga 2045. Fase
pertama, yang berlangsung pada periode 2022-2024, menandai langkah
awal dalam perpindahan IKN dari Provinsi Jakarta ke Kabupaten Paser
Penajam Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi
Kalimantan Timur, melibatkan penggunaan lahan seluas 256.142 hektar.

Meskipun proyek ini membawa harapan baru untuk perkembangan


infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi, tantangan muncul ketika
melibatkan aspek pertanahan, terutama berkaitan dengan kepemilikan
lahan oleh masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat yang
memiliki tanah di lokasi yang dipilih untuk pembangunan IKN
menghadapi kekhawatiran akan digusur dan dampak terhadap mata
pencaharian, keberlanjutan lingkungan, serta identitas budaya mereka.

Dalam konteks ini, peran arsitek dalam pembangunan IKN Nusantara


menjadi sangat penting. Artikel ini akan mengkaji peran strategis arsitek
dalam menangani kompleksitas tantangan arsitektural, budaya, dan
sosial yang muncul selama tahap pembangunan IKN. Melalui
pendekatan kualitatif dan metode deskriptif analitik, artikel ini bertujuan
untuk menyelidiki upaya konkret yang dapat dilakukan oleh arsitek
untuk meminimalisasi dampak negatif pada masyarakat hukum adat dan
menciptakan lingkungan binaan yang berkelanjutan.

Dalam konteks ini, artikel ini akan membahas tidak hanya aspek teknis
dan estetika pembangunan IKN, tetapi juga upaya yang dapat dilakukan
oleh arsitek untuk membangun hubungan yang berkelanjutan dengan
masyarakat lokal, menghormati identitas budaya, dan menciptakan
solusi yang berdaya guna bagi semua pihak yang terlibat. Dengan
demikian, peran arsitek diharapkan tidak hanya menciptakan struktur
fisik, tetapi juga merangkul nilai-nilai keberlanjutan, keadilan sosial,
dan keseimbangan ekologi dalam mencapai tujuan ambisius
pembangunan IKN Nusantara.
Tujuan artikel ini adalah untuk menjelasakan (1) memindahkan ibukota
yang ada di Jakarta ke kalimantan (IKN), (2) mencapai targed Indonesia
sebagai negara maju, (3) menjelaskan biaya dari pemerintah yang
dibutuhkan untuk membangun IKN, (4) lahan hijau di kalimantan
Keempat tujuan ini akan di jelaskan dengan rinci sesuai dengan judul
dan artikel ini. Artikel ini berjudul

PERAN ARSITEK DALAM PEMBANGUNAN IKN NUSANTARA

II. LANDASAN TEORI

III. Memindahkan ibukota yang ada di Jakarta ke Kalimantan


Pemindahan ibukota suatu negara atau pemerintahan merupakan
keputusan strategis yang melibatkan berbagai aspek dan tahapan.
Berikut adalah beberapa langkah umum yang biasanya dilibatkan
dalam proses pemindahan ibukota:

1. Kajian dan Perencanaan:


 Lakukan kajian menyeluruh terkait alasan pemindahan
ibukota, termasuk pertimbangan geografis, risiko
bencana, pertumbuhan populasi, dan infrastruktur.
 Bentuk tim khusus untuk merencanakan langkah-
langkah teknis dan administratif dalam proses
pemindahan.
2. Keputusan dan Persetujuan:
 Ambil keputusan resmi dan dapat
dipertanggungjawabkan untuk memindahkan ibukota,
melibatkan peran legislatif dan eksekutif.
 Dapatkan persetujuan dari seluruh pihak terkait,
termasuk warga negara, pemerintah lokal, dan lembaga
terkait.
3. Penyusunan Rencana Master:
 Buat rencana master yang mencakup infrastruktur,
transportasi, perumahan, dan fasilitas-fasilitas lainnya di
lokasi baru.
 Pastikan rencana tersebut mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan.
4. Pembangunan Infrastruktur:
 Mulailah pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan,
jembatan, bandara, dan sistem transportasi umum.
 Pastikan adanya fasilitas pendukung seperti rumah sakit,
sekolah, dan pusat perbelanjaan.
5. Perencanaan Tata Kota:
 Susun rencana tata kota yang efisien dan berkelanjutan
untuk mencegah masalah tata kota yang mungkin timbul
di masa mendatang.
 Pertimbangkan aspek estetika dan ruang terbuka hijau
untuk meningkatkan kualitas hidup.
6. Relokasi Pemerintah dan Fasilitas Umum:
 Pindahkan kantor-kantor pemerintah, institusi, dan
fasilitas umum ke lokasi baru secara bertahap.
 Sosialisasikan relokasi kepada pegawai dan penduduk
yang terkena dampak.
7. Pengembangan Ekonomi:
 Fokus pada pengembangan ekonomi di sekitar ibukota
baru untuk menciptakan lapangan kerja dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
8. Komunikasi dan Sosialisasi:
 Lakukan kampanye informasi dan sosialisasi secara luas
untuk menjelaskan alasan dan manfaat pemindahan
ibukota.
 Libatkan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan dan implementasi.
9. Monitoring dan Evaluasi:
 Terus pantau perkembangan selama dan setelah
pemindahan ibukota untuk mengevaluasi efektivitas
langkah-langkah yang diambil.
 Sesuaikan rencana jika diperlukan berdasarkan hasil
pemantauan dan evaluasi.

Penting untuk dicatat bahwa pemindahan ibukota adalah proyek


besar yang memerlukan dukungan penuh dari berbagai pihak,
koordinasi yang baik, dan pengelolaan risiko yang cermat.

2.1 mencapai targed Indonesia sebagai negara maju

Dalam membahas peran arsitek terhadap pembangunan IKN (Industri


Kawasan Strategis) di Kalimantan, berikut adalah beberapa landasan teori
yang relevan:

1. Teori Perencanaan Kota dan Regional:


 Pemikiran Perencanaan Terintegrasi: Merancang IKN dengan
pendekatan yang terintegrasi, mempertimbangkan aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan dalam satu kerangka perencanaan.
 Zonasi dan Penggunaan Lahan: Memastikan zonasi dan
penggunaan lahan yang efektif dan berkelanjutan untuk
mengakomodasi kebutuhan industri, perumahan, dan lingkungan
hijau.
2. Teori Pembangunan Berkelanjutan:
 Keterlibatan Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam proses
perencanaan untuk memastikan keberlanjutan dan penerimaan
proyek oleh masyarakat setempat.
 Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi: Merancang IKN dengan
memanfaatkan sumber energi terbarukan dan menerapkan desain
yang ramah lingkungan untuk efisiensi energi.
3. Teori Infrastruktur Kota:
 Transportasi Terintegrasi: Memastikan sistem transportasi yang
terintegrasi untuk memfasilitasi mobilitas penduduk dan distribusi
barang.
 Infrastruktur Digital dan Teknologi: Mengintegrasikan
infrastruktur teknologi informasi dan digital guna mendukung
konektivitas dan pengembangan ekonomi berbasis teknologi.
4. Teori Ekonomi Regional:
 Diversifikasi Ekonomi: Mendorong diversifikasi ekonomi di dalam
IKN untuk mengurangi ketergantungan pada satu sektor.
 Pengembangan Kluster Industri: Merancang IKN dengan
mengelompokkan industri-industri terkait untuk menciptakan sinergi
dan keunggulan bersama.
5. Teori Arsitektur dan Desain Perkotaan:
 Desain Ruang Terbuka Hijau: Menyertakan ruang terbuka hijau
dalam desain IKN untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan
nyaman.
 Arsitektur Berkelanjutan: Menerapkan prinsip-prinsip arsitektur
berkelanjutan dalam desain bangunan dan infrastruktur untuk
mengurangi dampak lingkungan.
6. Teori Kebijakan Publik:
 Kebijakan Pengembangan Wilayah: Mengembangkan kebijakan
yang mendukung pembangunan IKN, termasuk insentif bagi
investasi dan pengembangan wilayah.
 Pemberdayaan Lokal: Mendorong partisipasi masyarakat lokal
dalam proses pengambilan keputusan dan pembangunan.
7. Teori Tata Kelola Lingkungan:
 Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan: Mengintegrasikan
prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan IKN.
 Pengurangan Risiko Bencana: Merancang IKN dengan
mempertimbangkan faktor risiko bencana dan mengimplementasikan
strategi pengurangan risiko.

Melalui penerapan landasan teori ini, arsitek dapat berperan kunci dalam
mengarahkan pembangunan IKN di Kalimantan menuju keberlanjutan
ekonomi, lingkungan, dan sosial, sehingga mendukung Indonesia dalam
mencapai status sebagai negara maju

2.2menjelaskan biaya dari pemerintah yang dibutuhkan untuk


membangun IKN.

Deputi IV kepala staf kepresidenan(KSP) Juri Ardiantoro mengatakan,


proyek Pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan timur
membutuhkan aggaran Rp 466 triliun.

Pembangunan tahap pertama di targetkan selesai pada 2024. Adapun


Pembangunan tahap pertama membutuhkan ongkos investasi Rp 110
triliun. Namun besaran porsi APBN untuk keseluruhan kebutuhan
pembanguna ibu kota belum di tetapkan. Adapun 10 investor yang siap
membenamkan dana Rp 20 triliun di IKN. Sepuluh investor tersebut
antara lain : agung sedayu group, salim group, sinarmas, mulia group,
astra group, kawan lama group, dan alfamart group.

2.3Lahan hijau di Kalimantan


Penggunaan lahan hutan sebagai Pembangunan ibu kota negara baru
dinilai merugikan karena di Kalimantan Sebagian besar adalah
masalah lingkungan, hutan hutan alami sudah tergeser dengan
banyaknya industri, tambang sawit, pembakaran hutan, dan lain lain.

Di samping itu, lahan yang akan di pakai sebagai ibukota baru adalah
lahan yang sudah rusak dan yang di pakai tidak semua, hanya 56ha dan
sisanya akan di jadikan ruang hijau, rekreasi, dan parawisata yang
dapat menghasilkan pendapatan.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai