Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tapak merupakan sebidang lahan/tanah yang telah memiliki kejelasan status kepemilikan dan siap untuk direncanakan dan dikembangkan menjadi
berbagai fungsi kegiatan berupa hunian, komersial, industri, pemerintahan, fasilitas umum, ruang terbuka hijau. Kemudian secara prinsip perencanaan
tapak dimaksudkan untuk merencanakan elemen-elemen ruang luar bangunan dan antar bangunan, serta bertujuan menghubungkan dan
mengintegrasikan ruang di dalam tapak dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan tapak menjadi jembatan kepentingan pemilik lahan dan kepentingan
publik secara lebih luas. perencanaan tapak sebagai seni dan ilmu mengolah struktur ruang dan membentuk ruang-ruang antara di atas sebuah lahan.
Secara praktis, perencanaan tapak mengatur penggunaan lahan terkait dengan bidang-bidang yang mengisi sebuah lahan, yakni arsitektur (kavling dan
bangunan, baik hunian maupun non hunian), teknik (prasarana: jaringan jalan, drainase, air bersih, energi, dan limbah), arsitektur lansekap (ruang
terbuka hijau maupun non hijau), dan perencanaan kota (peraturan tata ruang dan kebijakan membangun). Rencana tapak menempatkan objek (fisik) dan
kegiatan (manusia, penghuni) dalam kesatuan ruang dan waktu.
Rencana tapak dapat berupa perencanaan bangunan tunggal dan ruang luarnya, perencanaan sekelompok kecil rumah (houses cluster), hingga
perencanaan yang lebih luas sebuah unit lingkungan permukiman yang dapat beroperasi mandiri. Karena itu, selain istilah perencanaan tapak, dikenal
juga berbagai istilah lain yang memiliki arti yang berdekatan, yakni neighborhood planning (perencanaan lingkungan permukiman), community planning
(perencanaan komunitas). Pengkajian perencanaan tapak (site planning) sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan, yaitu faktor
lingkungan alam dan faktor lingkungan buatan manusia. Sementara Perancangan Tapak (landscape site planning), di dalamnya juga tercakup lanskap
design, merupakan usaha penanganan tapak (site) secara optimal melalui proses keterpaduan pengendalian dari suatu tapak dan kebutuhan program
penggunaan tapak, menjadi suatu sintesa yang kreatif.
Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat memiliki potensi alam dan budaya. Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat memiliki kondisi alam
yang relatif masih alami. Potensi alam di Kota Pontianak dikembangkan oleh manusia untuk meningkatkan nilai guna dan kualitas sehingga menjadi
daya tarik. Kota Pontianak juga dikenal dengan Kota Khatulistiwa yang digambarkan dengan Tugu Khatulistiwa. Tugu Khatulistiwa yang sudah dikenal
oleh mancanegara berada tepat di tengah Kota Pontianak. Kota Pontianak dilalui garis lintang 00. Aspek keunikan dan ciri khas alam serta budaya yang
terdapat di Kota Pontianak perlu dikembangkan, diperhatikan, diintegrasikan dan dikelola sehingga kegiatan ekowisata di Kota Pontianak dapat
berkembang dan memberikan manfaat pada berbagai aspek di daerah Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Pengembangan dapat berupa pengembangan
aktivitas dan pembentukan program dari potensi wisata unggulan, tempat ekowisata yang berbasis alami. Namun masih ada tempat yang cocok untuk
dikembangkan ekowisatanya tetapi tidak dikelola dengan baik dan masih belum terekspos oleh masyarakat.
Melihat dari kendala yang ada maka diperlukannya perencanaan kawasan ekowisata yang ada di Kota Pontianak dengan memperbaiki dan
mengelolanya namun masih tetap mempertahankan konsep lingkungan yang asri serta mengambangkan ekowisata dengan bentuk pariwisata yang
memiliki lokasi daya tarik ekowisata yang terdapat di dalam kota. Area, spot dan elemen-elemen yang terdapat pada suatu kota dijadikan komoditas
utama dalam kegiatan ekowisata. Ekowisata kota merupakan suatu konsep kegiatan wisata kota yang mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan
sosial budaya. Pengembangan ekowisata di perkotaan dengan kekayaan alam dan kebudayaan lokal dapat menjadi upaya peningkatan pendapatan dan
aktivitas ekonomi di perkotaan. Ekowisata kota memerlukan pengembangan yang matang dengan fungsi pengelolaan yang kreatif dan inovatif agar dapat
dilaksanakan secara konsisten. Pengembangan terhadap pembangunan ekowisata kota memerlukan integrasi dari berbagai aspek. Aspek yang terkait
dengan pengembangan ekowisata kota diantaranya daya tarik pada kota, aksesibilitas menuju kota, fasilitas pendukung kegiatan ekowisata pada kota,
dan kelembagaan pada kota.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan penulis, dengan mempertimbangkan potensi serta mengurangi isu dan permasalahan yang ada di
kawasan, maka rumusan masalahnya adalah Bagaimana pembangunan kawasan ekowisata yang dapat menyediakan segala macam fasilitas dan dapat
meningkatkan pariwisata di kawasan tersebut dengan memanfaatkan potensi lokasi didalam penataan tapak dan tetap mempertahankan kualitas
lingkungan sekitarnya?

1.3 Tujuan dan Sasaran


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan laporan perencanaan tapak ini adalah untuk menghasilkan rencana penataan
Kawasan Ekowisata Bukit Rel, Kelurahan Batu Layang Kota Pontianak, Kalimantan Barat dengan menggunakan konsep Eco-Culture Berbasis Ekologi.
Dalam konsep ini tertuang tujuan menciptakan wisata yang bertanggung jawab pada konservasi lingkungan, wisata yang berperan dalam usaha–usaha
pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, dan wisata yang menghargai budaya lokal. Sehingga kegiatan ekowisata nantinya akan memiliki multiplier
effect yang sangat luas terutama dalam upaya mempertahankan kondisi lingkungan (sisi ekologis) dan peningkatan perekonomian masyarakat lokal (sisi
ekonomi), dan dapat terbuka oleh seluruh kalangan masyarakat. Serta dengan memperhatikan kebijakan wilayah dan sesuai dengan kriteria perencanaan
tapak berdasarkan masalah serta potensi yang ada.
Sasaran yang ingin dicapai dari perencanaan penataan Kawasan Ekowisata ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi eksisting kawasan perencanaan
dan kawasan sekitarnya, serta menganalisis kelebihan, kekurangan, potensi, dan ancaman yang ada di kawasan perencanaan dan kawasan sekitarnya
berdasarkan 7 komponen perancangan yaitu struktur peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata bangunan, sistem sirkulasi dan jalur
penghubung, sistem ruang terbuka dan tata hijau, tata kualitas lingkungan, dan sistem prasarana dan utilitas lingkungan, serta menerapkan konsep Eco-
Culture Berbasis Ekologi pada perencanaan Kawasan Ekowisata Bukit Rel ini.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pembahasan terdiri dari ruang lingkup spasial dan ruang lingkup substansi. Ruang lingkup spasial adalah batas kawasan atau lokasi
perencanaan secara geografis, sedangkan ruang lingkup substansi adalah batasan substansi atau materi yang akan dibahas pada laporan ini.
1.4.1 Ruang Lingkup Spasial
Wilayah yang menjadi lingkup perencanaan pada laporan ini adalah Bukit Rel yang berlokasi di Jalan Panca Bhakti, Kelurahan Batu Layang,
Kecamatan Pontianak Utara. Wilayah Bukit Rel yang dijadikan kawasan perencanaan ekowisata ini memiliki luas wilayah keseluruhan sekitar 5,6
Ha, dan dipilih karena sebagai rimba kota yang terbuka untuk umum, serta berpotensi sebagai tempat wisata baru di Kota Pontianak karena banyak
sekali potensi yang dapat dikembangkan. Kawasan Bukit Rel ini dapat ditempuh sekitar 30 menit dari Kota Pontianak. Untuk menuju ke Bukit Rel,
melewati jalan lokal yaitu Jalan Panca Bhakti yang tidak jauh dari Kantor Kelurahan Batulayang, dan masuk jalan lokal sejauh 3 km.
Batas-batas yang ada pada lokasi perencanaan sebagai berikut:
● Batas Utara : Wajok Hulu, Kecamatan Jongkat, Kabupaten Mempawah
● Batas Selatan : Lahan milik warga dan kebun kelapa sawit
● Batas Timur : Jalan Panca Bhakti
● Batas Barat : Lahan milik warga dan kebun
Peta dasar lokasi perencanaan kawasan Ekowisata Bukit Rel, Kota Pontianak sebagai berikut:

Gambar Peta Delineasi Kawasan Perencanaan Ekowisata Bukit Rel

1.4.2 Ruang Lingkup Substansi


Ruang lingkup substansi atau materi kajian pada kawasan perencanaan tapak ini adalah penataan Kawasan Ekowisata Bukit Rel yang
disesuaikan pemanfaatannya dalam ekowisata dan aspek tata ruang serta keterkaitan penataan terhadap aspek ekonomi, sosial-budaya, dan
lingkungan tapak. Komponen rencana yang digunakan dalam pengembangan kawasan mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
6/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Struktur Peruntukan Lahan merupakan komponen perancangan kawasan yang berperan penting dalam pengalokasian penggunaan dan tata guna
lahan berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu.
2. Intensitas Pemanfaatan Lahan merupakan tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya
yang berisi arahan bagaimana mengatur, merencanakan bangunan dan lingkungan beserta seluruh elemen-elemen kawasan.
3. Tata Bangunan merupakan produk dari perancangan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud dari pemanfaatan ruang yang
memuat arahan rencana tapak bangunan dan elemen kawasan lainnya termasuk penggunaan jalan.
4. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung merupakan seluruh pola pergerakan kendaraan, barang, dan pejalan kaki yang menghubungkan tapak di
dalam dan keluar-masuk tapak serta sistem sirkulasi di luar tapak, yang terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan, sirkulasi kendaraan umum,
sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal setempat, sirkulasi pejalan kaki (termasuk penyandang disabilitas dan lansia), sistem
dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur pelayanan lingkungan, dan sistem jaringan penghubung.
5. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan yang tidak hanya terbentuk sebagai elemen tambahan estetika,
melainkan dirancang sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.
6. Tata Kualitas Lingkungan merupakan upaya rekayasa elemen-elemen kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan dengan
sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.
7. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu
lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya.
1.5 Keluaran yang Diharapkan
Adapun keluaran yang diharapkan dari perencanaan tapak mengenai perencanaan Ekowisata Bukit Rel, Batu Layang, Pontianak Utara, diantaranya :
1. Buku Rencana Perencanaan Ekowisata Bukit Rel
2. Peta-peta konsep perencanaan
3. Peta eksisting
4. Gambar tampak kawasan/site, skala 1: 500
5. Gambar potongan kawasan, skala 1: 500
6. Detail kawasan, skala 1: 50/ 1: 100
7. Poster perencanaan Ekowisata Bukit Rel

1.6 Kerangka Pemikiran

1.7 Sistematika Penyajian Laporan


Dalam penulisan laporan ini, penulis menyusun laporan dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan ini akan menguraikan masalah yang akan dibahas pada laporan yang meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
sasaran, ruang lingkup yang terdiri dari ruang lingkup spasial dan ruang lingkup substansi, keluaran yang diharapkan, kerangka pemikiran serta
sistematika penyajian laporan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bagian landasan teori berisi tentang kebijakan perundang-undangan, teori-teori dan peraturan yang berkaitan dengan penataan kawasan Bukit
Rel yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN
Pada bagian ini berisi tentang kedudukan kawasan perencanaan dalam konteks regional, gambaran umum kawasan perencanaan, serta kondisi
eksisting yang dilengkapi dengan data-data observasi dan instansi.
BAB IV RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN
Pada bagian ini berisi tentang arahan dan konsep pengembangan, visi, misi dan tujuan perencanaan, perumusan dan strategi analisis SWOT,
perumusan konsep pengembangan dan skenario pengembangan kawasan (komponen rencana).
BAB V ZONASI, DETAIL, DAN PENGELOLAAN KAWASAN RENCANA
Pada bagian ini berisi tentang klasifikasi zona, daftar kegiatan, aturan teknis zonasi, aturan dampak pengembangan kawasan, penetapan mekanisme
pembiayaan dan kelembagaan pengelolaan kawasan, dan perumusan program pengelolaan pembangunan.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Perencanaan Tapak


Perencanaan tapak (site planning) adalah seni menata lingkungan buatan manusia dan lingkungan alamiah guna menunjang kegiatan manusia.
Pengkajian perencanaan tapak (site planning) sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan, yaitu faktor lingkungan alam dan faktor
lingkungan buatan manusia.
Faktor lingkungan alam merupakan suatu sistem ekologi dari air, udara, energi, tanah, tumbuhan (vegetasi), dan bentuk-bentuk kehidupan yang
saling mempengaruhi dan membentuk suatu komunitas yang saling menyesuaikan diri dan berkembang bila lingkungan berubah. Kegiatan manusia
merupakan bagian penting dari sistem ekologi ini. Karena itu dalam pembangunan yang menjadi persoalan ialah bagaimana mempertahankan
keselarasan dan tidak melampaui kapasitas alam dari sistem tersebut guna menunjang kegiatan manusia. Suatu rancangan tapak yang baik akan
meningkatkan kegiatan manusia di samping menonjolkan potensi tapak yang alami.
Faktor lingkungan buatan manusia terdiri dari bentuk elemen dan struktur kota yang dibangun, meliputi struktur fisik dan pengaturan ruang serta
pola-pola perilaku sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk lingkungan fisik. Kedua perspektif ini saling mempengaruhi. Seringkali dalam tata
lingkungan terjadi pelanggaran faktor lingkungan alam yang disengaja. Kota memiliki berbagai sistem prasarana yang luas untuk air, energi listrik,
transportasi, saluran pembuangan air hujan, sanitasi lingkungan dan sebagainya. Dalam perencanaan tapak dikaji bagaimana kesesuaian suatu tapak
dengan berbagai sistem lingkungan binaan manusia ini. Jadi perencanaan tapak meliputi hubungan dengan sistem alam maupun dengan sistem buatan
manusia, di perkotaan maupun di area yang jauh dari perkotaan.

2.2 Ekowisata
Konsep kepariwisataan dunia mengalami pergeseran ke arah model wisata alam akibat tingkat kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi objek-
objek wisata buatan. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan pesona alamnya. Jenis-jenis ekowisata di daerah dapat dibedakan
menjadi 4 yaitu ekowisata bahari, ekowisata hutan, ekowisata pegunungan dan / atau ekowisata karst. Sebagaimana yang dijabarkan melalui
Permendagri No 33 Tahun 2009 bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi : (1) Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata, (2)
Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan dan memanfaatkan secara lestari sumber daya alam yang digunakan untuk ekowisata (3) Ekonomis, yaitu
memberikan manfaat untuk manfaat masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan, (4) Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian,
tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya, (5) Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung, (6)
Partisipasi masyarakat yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-
nilai sosial budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan, dan (7) Menampung kearifan lokal.

2.3 Struktur Peruntukan Lahan


Struktur Peruntukan Lahan merupakan komponen rancang kawasan yang berperan penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna
lahan yang telah ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah. Struktur peruntukan lahan
yang berperan penting ini memiliki 6 manfaat yaitu:
1. Mengoptimalkan alokasi penggunaan dan penguasaan lahan baik secara makro maupun mikro.
2. Mengalokasikan fungsi/kegiatan pendukung bagi jenis peruntukan yang ada.
3. Menciptakan integrasi aktivitas ruang sosial (socio-spatial integration)antar penggunanya.
4. Menciptakan keragaman lingkungan (diversity) dan keseimbangan yang akan mendorong terciptanya kegiatan-kegiatan yang berbeda namun produktif.
5. Mengoptimalkan prediksi/proyeksi kepadatan lingkungan dan interaksi sosial yang direncanakan.

Komponen penataan dalam struktur peruntukan lahan berdasarkan Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman RTBL yaitu :
a. Peruntukan Lahan Makro, yaitu rencana alokasi penggunaan dan pemanfaatan lahan pada suatu wilayah tertentu yang juga disebut dengan tata guna lahan.
Peruntukan ini bersifat mutlak karena telah diatur pada ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah.
b. Peruntukan Lahan Mikro, yaitu peruntukan lahan yang ditetapkan pada skala keruangan yang lebih rinci (termasuk secara vertikal) berdasarkan prinsip
keragaman yang seimbang dan saling menentukan. Hal-hal yang diatur adalah:
(a) Peruntukan lantai dasar, lantai atas, maupun lantai besmen;
(b) Peruntukan lahan tertentu, misalnya berkaitan dengan konteks lahan perkotaan- perdesaan, konteks bentang alam/lingkungan konservasi, atau pun
konteks tematikal pengaturan pada spot ruang bertema tertentu.

2.4 Intensitas Pemanfaatan Lahan


Intensitas pemanfaatan lahan adalah seberapa sering lahan digunakan untuk dapat menjalankan fungsi tertentu yang ditunjukkan dengan kepadatan
bangunan, dengan perbandingan luas lantai per luas unit tanah. Karena kawasan perencanaan tapak kami berada di sekitar kawasan auditorium untan di jalan
Palapa III No 127, Bansir Laut, Pontianak Tenggara yang dimana kawasan tersebut akan direncanakan menjadi kawasan, maka terkait untuk ketinggian
bangunan kawasan perencanaan tersebut telah diatur dalam UU no 28 th 2002 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005.
Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Adapun
manfaat dari komponen rancang ini yaitu pertama, mencapai mencapai efisiensi dan efektivitas pemanfaatan lahan secara adil. Kedua, mendapatkan distribusi
kepadatan kawasan yang selaras pada batas daerah yang direncanakan berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah yang terkait. Ketiga,
mendapatkan distribusi berbagai elemen intensitas lahan pemanfaatan lahan (Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Koefisien Daerah
Hijau, dan Koefisien Tapak Basement) yang dapat mendukung berbagai karakter khas dari berbagai subarea yang direncanakan. Keempat, merangsang
pertumbuhan kota dan berdampak langsung pada perekonomian kawasan. Kelima, Mencapai keseimbangan, kaitan dan keterpaduan dari berbagai elemen
intensitas pemanfaatan lahan dalam hal pencapaian kinerja fungsi, estetis dan sosial, antara kawasan perencanaan dan lahan di luarnya. (Permen PU Nomor
06/PRT/M/2007 tentang Pedoman RTBL: 18)
Komponen penataan dalam intensitas pemanfaatan lahan yaitu :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas
lahan/ tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. Untuk menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus sebagai berikut:

KDB = luas lahan terbangun / (luas lahan keseluruhan) x100%

b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yaitu angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas
lahan/ tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. Untuk menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus sebagai berikut:

KLB = luas lantai terbangun / (luas lahan keseluruhan)

c. Koefisien Daerah Hijau (KDH), yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka hijau di luar bangunan gedung dan luas daerah
tapak. Untuk menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus berikut: Untuk menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus sebagai
berikut:

KDH = luas lahan terbangun hijau / (luas lahan keseluruhan) x100%

d. Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan, terdiri atas:


(a) Insentif Luas Bangunan, yaitu insentif yang terkait dengan KLB dan diberikan bangunan gedung terbangun memenuhi persyaratan peruntukan
lantai dasar yang dianjurkan. Luas lantai bangunan yang ditempati oleh fungsi tersebut dipertimbangkan untuk tidak diperhitungkan dalam KLB.
(b) Insentif Langsung, yaitu insentif yang memungkinkan penambahan luas lantai maksimum bagi bangunan gedung yang menyediakan fasilitas
umum berupa sumbangan positif bagi lingkungan permukiman terpadu; termasuk di antaranya jalur pejalan kaki, ruang terbuka umum, dan fasilitas
umum.

e. Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (TDR=Transfer of Development Right), yaitu hak pemilik bangunan/pengembang yang dapat
dialihkan kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB.

2.5 Tata Bangunan


Tata bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai
aspek termasuk pembentukan citra/karakteristik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen: blok, kavling/petak lahan, bangunan, serta
ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman
kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik.
Tata Bangunan juga merupakan sistem perencanaan sebagai bagian dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya, termasuk sarana
dan prasarananya pada suatu lingkungan binaan baik di perkotaan maupun di pedesaan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dengan aturan tata ruang
yang berlaku dalam RTRW Kabupaten/Kota, dan rencana rincinya. Manfaat dari komponen tata bangunan ini yang pertama mewujudkan kawasan yang
selaras dengan morfologi perkembangan area tersebut serta keserasian dan keterpaduan pengaturan konfigurasi blok, kaveling dan bangunan. Kedua,
meningkatkan kualitas ruang kota yang aman, nyaman, sehat, menarik, dan berwawasan ekologis, serta akomodatif terhadap keragaman kegiatan. Ketiga,
mengoptimalkan keserasian antara ruang luar bangunan dan lingkungan publik sehingga tercipta ruang-ruang antar bangunan yang interaktif. Keempat,
menciptakan berbagai citra dan karakter khas dari berbagai subarea yang direncanakan. Kelima, mencapai keseimbangan, kaitan dan keterpaduan dari
berbagai elemen tata bangunan dalam hal pencapaian kinerja, fungsi, estetis dan sosial, antara kawasan perencanaan dan lahan di luarnya.
Kemudian manfaat yang keenam mencapai lingkungan yang tanggap terhadap tuntutan kondisi ekonomi serta terciptanya integrasi sosial secara
keruangan. (Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman RTBL: 24) Komponen penataan dalam tata bangunan yaitu:
a. Pengaturan Blok Lingkungan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi blok dan jalan, di mana blok terdiri atas petak lahan/kaveling
dengan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Bentuk dan Ukuran Blok;
(b) Pengelompokan dan Konfigurasi Blok;
(c) Ruang terbuka dan tata hijau.
b. Pengaturan Kavling/Petak Lahan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam blok menjadi sejumlah kavling/ petak lahan dengan ukuran, bentuk,
pengelompokan dan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Bentuk dan Ukuran Kaveling;
(b) Pengelompokan dan Konfigurasi Kaveling;
(c) Ruang terbuka dan tata hijau.

c. Pengaturan Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling.\ Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Pengelompokan Bangunan;
(b) Letak dan Orientasi Bangunan;
(c) Sosok Massa Bangunan;
(d) Ekspresi Arsitektur Bangunan

d. Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan baik pada skala bangunan tunggal
maupun kelompok bangunan pada lingkungan yang lebih makro (blok/kawasan). Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Ketinggian Bangunan;
(b) Komposisi Garis Langit Bangunan;
(c) Ketinggian Lantai Bangunan

2.6 Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung


Sistem sirkulasi merupakan seluruh pola pergerakan kendaraan, barang, dan pejalan kaki yang menghubungkan tapak tersebut di dalam dan keluar-
masuk tapak serta menghubungkan dengan jaringan sistem sirkulasi di luar tapak. Alur sirkulasi dapat diartikan sebagai “tali” yang mengikat ruang-
ruang suatu bangunan atau suatu deretan ruang-ruang dalam maupun luar, menjadi saling berhubungan (Francis D.K. Ching, 1993). Sistem sirkulasi dan
jalur penghubung terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan umum
informal setempat, sirkulasi pejalan kaki (termasuk jalur penyandang disabilitas dan lanjut usia) dan sepeda, sistem parkir, sistem jalur servis
lingkungan, dan sistem jaringan penghubung. Prinsip dari perancangan sistem sirkulasi dan jalur penghubung perlu memperhatikan beberapa aspek
sebagai berikut:
1. Kualitas dari sistem sirkulasi yang layak digunakan masyarakat jika aspek keamanan, fungsional, efisien, dan menunjukkan arah tujuan dengan jelas
terpenuhi.
2. Nilai estetika yang dapat dibuat lebih menarik dan tidak monoton dengan pengaturan rute, pengaturan pencapaian bangunan serta pengaturan view,
serta dapat memperhatikan prinsip-prinsip estetika seperti warna, bentuk, garis, keseimbangan, tekstur dan irama.
3. Ketepatan waktu sistem sirkulasi untuk beroperasi dengan kecepatan yang efisien dengan mempertimbangkan letak tikungan-tikungan,
percabangan, kecuraman, tipe perkerasan yang dipakai serta lokasi titik pusat yang dilalui jalur tersebut.
Komponen sistem sirkulasi memiliki beberapa manfaat yaitu pertama, pengoptimalan efisiensi pemanfaatan prasarana jalan dengan jenis arus
pergerakan yang terjadi. Kedua, mendapatkan distribusi atau penyebaran pergerakan yang selaras dengan jenis aktivitas yang diwadahi sehingga dapat
tercapainya ketertiban. Ketiga, mencapai kinerja fungsi serta keseimbangan, kaitan, keterpaduan dari berbagai elemen pergerakan, lingkungan dan sosial,
antara kawasan perencanaan dan lahan di luarnya, (Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman RTBL: 29). Komponen penataan yang perlu
diperhatikan dalam sistem sirkulasi dan jalur penghubung sebagai berikut:
a. Sistem jaringan jalan dan pergerakan merupakan rancangan sistem arus pergerakan yang berhubungan antara hirarki/kelas jalan (jalan arteri,
kolektor dan jalan lingkungan/lokal) yang terdapat pada kawasan perencanaan dengan pergerakan yang melaluinya, baik masuk dan keluar kawasan,
maupun masuk dan keluar kaveling.
b. Sistem sirkulasi kendaraan umum merupakan rancangan sistem arus pergerakan kendaraan umum formal, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan
yang ada pada kawasan perencanaan.
c. Sistem sirkulasi kendaraan pribadi merupakan rancangan sistem arus pergerakan kendaraan bagi kendaraan pribadi, yang dipetakan pada
hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
d. Sistem sirkulasi kendaraan umum informal setempat merupakan rancangan sistem arus pergerakan bagi kendaraan umum dari sektor informal,
seperti ojek, becak, andong dan sejenisnya, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
e. Sistem pergerakan transit merupakan rancangan sistem perpindahan arus pergerakan dari dua atau lebih moda transportasi yang berbeda, yang
dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
f. Sistem parkir merupakan rancangan sistem pergerakan arus masuk dan keluar kavling atau grup kavling untuk parkir kendaraan pada area internal
kavling.
g. Sistem perencanaan jalur servis lingkungan merupakan rancangan sistem arus pergerakan bagi kendaraan servis, seperti pengangkut sampah,
pengangkut barang, dan kendaraan pemadam kebakaran, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
h. Sistem sirkulasi pejalan kaki dan sepeda merupakan rancangan sistem arus pergerakan pejalan kaki (termasuk penyandang disabilitas dan lansia)
dan pesepeda, yang khusus disediakan pada kawasan perencanaan.
i. Sistem jaringan jalur penghubung terpadu (pedestrian linkage) merupakan rancangan sistem jaringan dari berbagai jalur penghubung yang
memungkinkan untuk menuju ke beberapa bangunan ataupun beberapa kavling tertentu dan dimanfaatkan terutama bagi kepentingan jalur publik.
Jalur penghubung terpadu ini dibutuhkan terutama pada daerah dengan intensitas kegiatan tinggi dan beragam, seperti pada area komersial
lingkungan permukiman atau area fungsi campuran (mixed-used). Jalur penghubung terpadu harus dapat memberikan kemudahan aksesibilitas bagi
pejalan kaki.

2.7 Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau


Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka.
Dengan adanya pertemuan bersama dan relasi antara orang banyak, kemungkinan akan timbul berbagai macam kegiatan di ruang umum terbuka tersebut.
Sebenarnya, ruang terbuka merupakan salah satu jenis dari ruang umum (Eko Budiharjo & Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan, 2005:89).
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang atau jalur atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, (UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Ruang terbuka hijau
adalah suatu ruang terbuka yang kawasannya didominasi oleh vegetasi baik itu pepohonan, semak, rumput-rumputan, serta vegetasi penutup tanah
lainnya. Kawasan ini didirikan berdasarkan kebutuhan dan peruntukkan dalam wilayah tersebut. Tidak hanya untuk menjaga dan menyeimbangkan
kondisi lingkungan atau ekosistem sekitarnya, tetapi juga menyediakan tempat untuk melakukan aktivitas sosial yang memadukan dengan estetika alam.
Adapun komponen penataan dari Ruang terbuka dan Tata hijau yaitu:
1. Sistem Ruang Terbuka Umum (kepemilikan publik- aksesibilitas publik), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka, bebas dan mudah diakses publik
karena bukan milik pihak tertentu.
2. Sistem Ruang Terbuka Pribadi (kepemilikan pribadi- aksesibilitas pribadi), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka tapi terbatas, yang hanya dapat
diakses oleh pemilik, pengguna atau pihak tertentu.
3. Sistem Ruang Terbuka Privat yang dapat diakses oleh Umum (kepemilikan pribadi–aksesibilitas publik), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka,
serta bebas dan mudah diakses oleh publik meskipun milik pihak tertentu, karena telah didedikasikan untuk kepentingan publik sebagai hasil
kesepakatan antara pemilik dan pihak pengelola/pemerintah daerah setempat, di mana pihak pemilik mengizinkan lahannya digunakan untuk
kepentingan publik, dengan mendapatkan kompensasi berupa insentif/disinsentif tertentu, tanpa mengubah status kepemilikannya.
4. Sistem Pepohonan dan Tata Hijau, yaitu pola penanaman pohon yang disebar pada ruang terbuka publik.
5. Bentang Alam, yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka dan terkait dengan area yang dipergunakan sebesar besarnya untuk kepentingan publik, dan
pemanfaatannya sebagai bagian dari alam yang dilindungi.
Pengaturan ini untuk kawasan:
a. Pantai dan laut, sebagai batas yang melingkupi tepian kawasan, menentukan atmosfer dari suasana kehidupan kawasan, serta dasar penciptaan
pola tata ruang;
b. Sungai, sebagai pembentuk koridor ruang terbuka;
c. Lereng dan perbukitan, sebagai potensi pemandangan luas;
d. Puncak bukit, sebagai titik penentu arah orientasi visual, serta memberikan kemudahan dalam menentukan arah (tengaran alam).
6. Area Jalur Hijau, yaitu salah satu ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai area preservasi dan tidak dapat dibangun. Pengaturan ini untuk kawasan:
a. Sepanjang sisi dalam Daerah Milik Jalan (Damija);
b. Sepanjang bantaran sungai;
c. Sepanjang sisi kiri kanan jalur kereta;
d. Sepanjang area di bawah jaringan listrik tegangan tinggi;
e. Jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota atau hutan kota, yang merupakan pembatas atau pemisah suatu wilayah.

2.8 Tata Kualitas Lingkungan


Penataan Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau
subarea dengan sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu. (Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang
Pedoman RTBL). Tata kualitas lingkungan adalah rangkaian langkah dan proses yang dilakukan untuk mengelola dan menjaga kualitas lingkungan di
suatu wilayah atau area. Tujuan utama dari tata kualitas lingkungan adalah untuk melindungi lingkungan dan mencegah kerusakan atau degradasi
lingkungan yang bisa berdampak negatif pada kesehatan manusia dan keberlangsungan hidup makhluk hidup lainnya.
Adapun komponen penataan tata kualitas lingkungan yaitu:
1. Konsep Identitas Lingkungan, yaitu perancangan karakter (jati diri) suatu lingkungan yang dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan
elemen fisik dan nonfisik lingkungan atau subarea tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:
a. Tata karakter bangunan/lingkungan (built-in signage and directional system), yaitu pengolahan elemen-elemen fisik bangunan/lingkungan
untuk mengarahkan atau memberi tanda pengenal suatu lingkungan/bangunan, sehingga pengguna dapat mengenali karakter lingkungan yang
dikunjungi atau dilaluinya sehingga memudahkan pengguna kawasan untuk berorientasi dan bersirkulasi.
b. Tata penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen-elemen fisik bangunan/lingkungan untuk mempertegas identitas atau penamaan
suatu bangunan sehingga pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi tujuannya.
c. Tata kegiatan pendukung secara formal dan informal (supporting activities), yaitu pengolahan secara terintegrasi seluruh aktivitas informal
sebagai pendukung dari aktivitas formal yang diwadahi dalam ruang/bangunan, untuk menghidupkan interaksi sosial dari para pemakainya.
2. Konsep Orientasi Lingkungan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk lingkungan yang informatif sehingga memudahkan
pemakai untuk berorientasi dan bersirkulasi. Pengaturan ini terdiri atas:
a. Sistem tata informasi (directory signage system), yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk menjelaskan berbagai
informasi/petunjuk mengenai tempat tersebut, sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap lingkungannya.
b. Sistem tata rambu pengarah (directional signage system), yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk mengarahkan pemakai
bersirkulasi dan berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau pun area tujuannya.
3. Wajah Jalan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk lingkungan berskala manusia pemakainya, pada suatu ruang publik
berupa ruas jalan yang akan memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar. Pengaturan ini terdiri atas:
a. Wajah penampang jalan dan bangunan;
b. Perabot jalan (street furniture);
c. Jalur dan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian);
d. Tata hijau pada penampang jalan;
e. Elemen tata informasi dan rambu pengarah pada penampang jalan;
f. Elemen papan reklame komersial pada penampang jalan.
2.9 Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Sistem prasarana dan utilitas lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan
dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Manfaat dari komponen sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah pertama meningkatkan
kualitas kawasan perencanaan yang menjamin tersedianya dukungan konkret terhadap kegiatan kegiatan fisik yang ada. Kedua, mencapai keseimbangan
antara kebutuhan dan daya dukung lingkungan sehingga terwujud sistem keberlanjutan (sustainability) pada lingkungan. (Permen PU Nomor
06/PRT/M/2007 tentang Pedoman RTBL:43)
Komponen penataan dalam sistem prasarana dan utilitas lingkungan yaitu :
a. Sistem jaringan air bersih, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan air bagi penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi
persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan air bersih secara makro dari wilayah regional yang
lebih luas.
b. Sistem jaringan air limbah dan air kotor, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan pembuangan atau pengolahan air buangan rumah tangga,
lingkungan komersial, perkantoran, dan bangunan umum lainnya, yang berasal dari manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan, untuk diolah dan
kemudian dibuang dengan cara-cara sedemikian rupa sehingga aman bagi lingkungan, termasuk di dalamnya buangan industri dan buangan kimia.
c. Sistem jaringan drainase, yaitu sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang berfungsi sebagai pemutus bagi lingkungan, yang
terintegrasi dengan sistem jaringan drainase makro dari wilayah regional yang lebih luas.
d. Sistem jaringan persampahan, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan pembuangan atau pengolahan sampah rumah tangga, lingkungan
komersial, perkantoran dan bangunan umum lainnya, yang terintegrasi dengan sistem jaringan pembuangan sampah makro dari wilayah regional
yang lebih luas.
e. Sistem jaringan listrik, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan daya listrik dan jaringan sambungan listrik bagi penduduk suatu
lingkungan, yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik makro
dari wilayah regional yang lebih luas.
f. Sistem jaringan telekomunikasi, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan kebutuhan sambungan dan jaringan telepon bagi
penduduk suatu lingkungan yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, yang terintegrasi dengan jaringan instalasi
listrik makro dari wilayah regional yang lebih luas.
g. Sistem jaringan pengamanan kebakaran, yaitu sistem jaringan pengamanan lingkungan atau kawasan untuk memperingatkan penduduk terhadap
keadaan darurat, penyediaan tempat penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran dan pemadaman kebakaran.
h. Sistem jaringan jalur penyelamatan dan evakuasi, yaitu jalur perjalanan yang menerus dari setiap bagian bangunan gedung termasuk di dalam unit
hunian tunggal ke tempat aman, yang disediakan bagi suatu lingkungan atau kawasan sebagai tempat penyelamatan atau evakuasi.
BAB III
GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum Kawasan


Bukit Rel terletak di Kelurahan Batu Layang Kecamatan Pontianak Utara. Kawasan Bukit Rel merupakan satu-satunya kawasan dataran tinggi di
Pontianak. Keberadaannya di tengah kota membuat Bukit Rel berpotensi sebagai objek ekowisata yang menyuguhkan suasana hutan yang rindang.
Ketinggian yang dimiliki Bukit Rel mencapai 40 meter. Sekitar kawasan Bukit Rel merupakan hutan dan perkebunan sehingga ini dapat menjadi daya
tarik masyarakat kota untuk melihat pemandangan alam dari dataran yang lebih tinggi tanpa harus melakukan perjalanan jauh ke tengah hutan. Luasan
kawasan yang kami pilih sebesar 5,6 ha yang mencakup kawasan inti sekitar ekowisata Bukit Rel dan kawasan perkebunan di sekitarnya.

Gambar Peta Bukit Rel Kelurahan Batu Layang, Pontianak Utara


Kawasan inti pada bukit rel merupakan bukit yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi yang merupakan tanaman yang ditanami oleh warga dan
menjadi salah satu sumber penghasilan warga sekitar. Diluar daerah bukit Rel didominasi oleh lahan gambut yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
berkebun dengan komoditas tertentu, seperti nanas. Keberadaan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan juga mudah untuk dijumpai disekitar kawasan
perencanaan.

3.2 Struktur Peruntukan Lahan

Kawasan Bukit Rel secara umum diperuntukkan sebagai kawasan hutan rimba yang tercantum dalam dokumen Rencana Detail Tata Ruang yang
dapat diakses pada laman situs Simtaru Kota Pontianak. Pada kondisi eksisting kawasan, Bukit Rel dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan dan
pemukiman. Perkebunan dikelola oleh masyarakat sekitar dengan status kepemilikan lahan oleh masyarakat itu sendiri atau oleh masyarakat luar.
Perkebunan yang terdapat di sekitar bukit rel beragam. Pada yang mengelilingi bukit ditanami oleh berbagai macam tanaman dan komoditas kebun tanpa
pengelompokan jenis tanaman perkebunan tertentu.
Gambar Berbagai Macam Tanaman dan Komoditas Kebun
Perumahan yang ada di dalam tapak perencanaan berjumlah 4 unit dengan ukuran kecil. Jarak antar bangunan rumah cukup dan tidak berdempet
satu sama lain. Perumahan yang ada tergolong rumah sederhana yang bangunannya terbuat dari tembok permanen. Pada kaki bukit terdapat kuburan
milik masyarakat sekitar. Kuburan tersebut telah ada sejak lama. Luasan area kuburan mencapai 139 meter persegi. Jumlah kuburan ada sekitar 17 unit.
Masyarakat saat ini sudah tidak menguburkan keluarganya disini, masyarakat menguburkan keluarganya ke pemakaman gereja.Ketua RT sekitar
mengatakan bahwa mereka tidak keberatan jika kuburan leluhur dan keluarga mereka harus direlokasi saat kawasan tapak direncanakan menjadi
ekowisata.

Pada umumnya puncak bukit merupakan lahan tinggi yang berupa tanah keras. Pada puncak bukit terdapat pantak yang dikelola oleh dewan
adat dayak. Keberadaan pantak ini digunakan untuk ritual sebelum diadakannya gawai dayak di rumah Radank Pontianak. Peristiwa ini meningkatkan
kunjungan masyarakat luar dan dapat menarik perhatian masyarakat lain untuk mempelajari keberagaman adat istiadat yang ada di Kalimantan Barat
pada umumnya, dan pada Kota Pontianak pada khususnya.

3.3 Intensitas Pemanfaatan Lahan


Koefisien Dasar Hiaju yang dimiliki berada di angka maksimal 20 persen. Koefisien Lantai Banguanan mencapai 0.40. angka ini tergolong rendah
sebab struktur tanah yang terbuat dari tanah gambut. Koefisien Dasar banguna mencapai angka maksimal 98 persen. Garis Sempadan Bangunan
menyentuh angka 8.00. informasi ini kami dapat melalui SIMTARU Pontianak.
3.4 Tata Bangunan
Arah matahari yang ada tertutup oleh pepohonan tinggi disekitar bukit. pemandangan kearah perkebunan ke luar kawasan juga tertutup oleh
pepohonan tinggi sehingga tidak terlalu jelas pemandangan yang terjadi. pemandangan ke arah bukit terkesan tidak jelas dan kurang menarik pengunjung
sekitar. hal ini menjadi kekurangan untuk dapat memikat pengunjung. Kawasan bukit didominasi oleh ruang terbuak hijau dan vegetasi yang beragam.
bangunan yang terdapat pada kawasna ini hanyalah 4 unit rumah pada kaki bukit.

3.5 Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung


3.5.1 Sistem Jaringan Jalan dan Pergerakan
Sistem jaringan jalan dan pergerakan dapat dilihat dari hirarki/kelas jalan, seperti jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lingkungan/lokal. Hasil
survey diluar lokasi tapak/wilayah sekitarnya juga dapat menjadi pertimbangan sebelum merencanakan kawasan. pada kondisi eksisting, jalan dapat
dibedakan berdasarkan kondisi seperti kondisi baik, sedang dan buruk. Penyebab terjadinya perbedaan kondisi tersebut terletak pada intensitas dari
pengguna jalan serta belum adanya perbaikan jalan. Semakin sering jalan dilalui dan intensitas penggunanya tinggi, maka akan sangat perlu untuk
adanya pemeliharaan kondisi jalan sehingga jalan akan selalu dalam kondisi baik. Berdasarkan hasil survey, jalan di sekitar lokasi perencanaan
kondisinya berbeda beda. Ada jalan dengan kondisi baik, sedang dan ada juga yang dalam kondisi buruk, dimana terdapat lubang-lubang besar
bahkan berisi air di jalan dengan perkerasan tanah serta terdapat jalan setapak yang perlu adanya perbaikan segera agar kondisinya tidak semakin
memburuk.
a. Jalan Panca Bhakti
Kelas jalan pada Jl. Panca Bhakti adalah jalan lingkungan/lokal. Kondisi eksisting Jl. Panca Bhakti pada bagian luar sebagian dengan
kondisi baik menggunakan perkerasan beton dengan lebar 6 meter yang selanjutnya dengan perkerasan tanah dan bebatuan dengan kondisi
jalan berlubang. Pada Jl. Panca Bhakti bagian tengah, terdapat jalan perkerasan aspal yang sebagian dengan kondisi baik dan juga kondisi
sedang karena berlubang. Jl. Panca Bhakti bagian dalam (jalan yang mendekati Bukit Rel) merupakan jalan setapak dengan perkerasan tanah
yang hanya dapat dilewati oleh kendaraan roda dua dan pejalan kaki. Selain itu, jalan dari area parkir menuju gerbang masuk Bukit Rel juga
merupakan jalan setapak dengan perkerasan tanah yang ditumbuhi rerumputan.

Gambar Jalan Panca Bhakti bagian Luar

Gambar Jalan Panca Bhakti bagian Tengah


Gambar Jalan Panca Bhakti bagian dalam (kiri) dan Jalan dari parkiran menuju gerbang masuk (kanan)
b. Jalan Gerbang Masuk Bukit Rel
Jalan ini termasuk kedalam kelas jalan lingkungan/lokal dengan perkerasan tanah dan terdapat sedikit bagian beton dengan lebar jalan 4,1
meter. Kondisi eksisting jalan ini yaitu kondisi sedang karena tidak berlubang dan cukup rata serta perkerasan tanah yang berumput.

Gambar Jalan Gerbang Masuk Bukit Rel


c. Jalan Naik Bukit Rel
Jalan ini berupa anak tangga setapak yang cukup curam dengan perkerasan tanah dengan kondisi buruk apalagi jika hujan, maka akan licin.
Panjang dari kaki bukit naik ke puncak sekitar 48 meter dengan 33 anak tangga.

Gambar Jalan Menuju Puncak Bukit Rel


3.5.2 Sistem Parkir
Sistem parkir merupakan sistem pergerakan arus masuk dan keluar kavling atau grup kavling untuk parkir kendaraan. Dari hasil observasi,
sistem parkir pada tapak perencanaan ini menggunakan sistem mandiri pada bahu jalan setapak sebelum gerbang masuk Bukit Rel, tidak ada area
khusus parkir dan tidak dipungut biaya. Batas area parkir tidak jelas, oleh karena itu tidak dapat menentukan daya tampung dengan pasti, tetapi yang
jelas dapat menampung sekitar 20 kendaraan roda dua.
Gambar Area Parkir
3.5.3 Sirkulasi Pejalan Kaki dan Sepeda
a. Sirkulasi Pejalan Kaki
Tidak terdapat jalur khusus pejalan kaki seperti pedestrian pada kawasan perencanaan. Namun, di dalam kawasan perencanaan juga dapat
diakses oleh pejalan kaki dari area parkir sampai ke puncak Bukit Rel.
b. Sirkulasi Sepeda
Tidak terdapat jalur khusus atau trek sepeda pada kawasan perencanaan. Namun, berdasarkan hasil wawancara kepada ketua RT setempat
(21/2/23), kawasan perencanaan dapat diakses pesepeda tetapi hanya sampai di kaki Bukit Rel saja, tidak boleh ke puncak menggunakan sepeda
karena puncak Bukit Rel ini dianggap area suci bagi masyarakat setempat yang digunakan sebagai tempat ritual adat.

3.6 Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau


3.6.1 Jenis Vegetasi
Vegetasi adalah kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada suatu tempat membentuk suatu kesatuan dimana individu
individu yang saling tergantung satu sama lain yang disebut sebagai komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978). Struktur vegetasi
didefinisikan sebagai organisasi tumbuhan dalam ruang yang membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vegetasi (Irwanto, 2007).
Vegetasi yang ada di puncak Bukit Rel ini yaitu berbagai jenis tanaman buah-buahan seperti durian dan nangka serta terdapat pohon karet, pohon
bambu, pohon beringin, pohon kranji, pohon medang. Tanaman tersebut rata-rata dibudidayakan oleh masyarakat sekitar secara perorangan. Vegetasi yang
ada di kaki bukit Rel ini yaitu tanaman nanas, ubi, jagung, sawit, karet serta bambu. Kebun sawit di area ini milik perorangan.

3.6.2 Kawasan Konservasi


Konservasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara milik kita dan juga memanfaatkannya dengan bijaksana. Tidak hanya
memelihara secara fisik, tetapi juga nilai-nilai dan hasil budaya terus dirawat, dipelihara, dijunjung tinggi, dan dikembangkan demi
kesempurnaan hidup manusia. Mengutip dari buku Pengelolaan Kawasan Konservasi (2020), definisi kawasan konservasi adalah suatu kawasan
atau wilayah yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan yang wajib dilindungi agar kondisi kawasan tersebut tetap lestari.
Kawasan konservasi yang terdapat di Bukit Rel ialah pada puncak Bukit yang terdapat pantak yang dikelola oleh dewan adat dayak. Pada
puncak tersebut dilarang mendirikan bangunan dalam bentuk apapun, yang boleh dilakukan hanya membersihkan area puncak.
Gambar Pantak

3.7 Tata Kualitas Lingkungan


Tata Kualitas Lingkungan merupakan penataan kualitas lingkungan yang merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen pada kawasan. Penataan
dilakukan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau sub-area dengan sistem lingkungan yang bersifat informatif, mempunyai karakter khas,
dan memiliki orientasi tertentu. Penataan bertujuan untuk mencapai kualitas lingkungan hidup manusia yang aman, nyaman, sehat dan menarik, serta
berorientasi kepada lingkungan mikro, serta menciptakan estetika, karakter, dan orientasi visual yang baik dari lingkungan tersebut.
3.7.1 Identitas Lingkungan
Identitas Lingkungan yaitu perancangan karakter (jati diri) suatu lingkungan yang dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan
elemen fisik dan non fisik lingkungan atau sub area tertentu. Pada suatu kawasan perencanaan biasanya terdapat elemen fisik sebagai tanda pengenal
bangunan/ lingkungan yang memudahkan pengguna untuk mengenali karakter lingkungan yang dilaluinya. Pada kawasan Bukit Rel yang menjadi
karakter dari area ini adalah terdapat banyak tanaman dan kebun di sekeliling bukit dan merupakan salah satu dataran tinggi yang ada di kawasan
tersebut. Kemudian terdapat gerbang yang menjadi penanda bahwa kita sudah memasuki area Bukit Rel. Ada terdapat kolam di kaki bukit dan di
atas puncak terdapat pantak yang menjadi penanda bahwa biasanya di puncak bukit tersebut menjadi tempat ritual adat dayak.

Gambar identitas pantak dan kolam

Gambar Gerbang menuju Bukit Rel


3.7.2 Orientasi Lingkungan
Orientasi Lingkungan merupakan perancangan elemen fisik dan non fisik guna membentuk lingkungan yang informatif sehingga memudahkan
pemakai untuk berorientasi dan bersirkulasi. Pengaturan ini terdiri atas:
a. Sistem Tata Informasi dan rambu pengarah
Sistem Tata Informasi merupakan pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk menjelaskan berbagai informasi/petunjuk mengenai tempat
tersebut, sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap lingkungannya. Kemudian tata rambu pengarah adalah pengolahan
elemen fisik di lingkungan untuk mengarahkan pemakai bersirkulasi dan berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau pun area tujuannya.
Pada lokasi Bukit Rel, terdapat tata informasi berupa nama jalan, plang informasi, namun masih banyak tata informasi dan rambu yang belum ada di
kawasan ini misalnya penanda makam, pantak, kolam dan nama-nama tanaman yang ada di kawasan ini serta penanda rambu untuk menuju bukit rel
juga belum ada.
Gambar sistem tata informasi
3.7.3 Wajah Jalan
Perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk lingkungan berskala manusia pemakainya, pada suatu ruang publik berupa ruas jalan
yang akan memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar. Pada kawasan ini wajah jalan masih kurang baik, hal ini dikarenakan
kondisi jalan yang masih belum diaspal, masih terbuat dari tanah kuning yang berbatuan serta kondisi di tepi jalannya yang masih rerumputan dan
tanaman. pada kawasan ini hanya ada perabot jalan berupa lampu penerangan jalan pada awal jalan untuk menuju ke bukit rel, namun ketika sudah
mulai memasuki area sekitar bukit rel lampu penerangan jalannya masih minim.

Gambar jalan menuju tapak

Gambar jalan di dalam tapak

3.8 Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan


Sistem prasarana dan utilitas lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik dari suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu
lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
3.8.1 Sistem Jaringan Air Bersih
Sistem jaringan air bersih merupakan sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan air bagi masyarakat yang dapat memenuhi
persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan yang terintegrasi dengan jaringan air bersih secara makro dari wilayah regional yang
lebih luas. Sistem jaringan air bersih di kawasan Bukit Rel sebagian besar masih menggunakan air hujan untuk ketersediaan air bersihnya.
Masyarakat sekitar biasanya menampung air hujan untuk digunakan sebagai keperluan rumah tangga. Kemudian masyarakat juga mendapatkan
saluran air yang berasal dari kolam dan saluran air di dekat Bukit Rel yang dimana itu merupakan air hujan. Untuk sumber air dari PDAM hanya
terdapat di pemukiman yang di terletak di awal-awal saja, hal ini disebabkan karena pengaliran dari PDAM yang tidak sampai untuk disalurkan ke
kawasan sekitar Bukit Rel.
Gambar Saluran pipa air dari kolam
3.8.2 Sistem Jaringan Air Limbah dan Air Kotor
Sistem jaringan air limbah dan air kotor ini merupakan sistem jaringan dan distribusi pelayanan pembuangan atau pengolahan air buangan
rumah tangga, dan lingkungan komersial yang Bersumber dari manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan, untuk diolah dan kemudian dibuang
dengan cara-cara sedemikian rupa sehingga aman bagi lingkungan. Di kawasan sekitar Bukit Rel masyarakat langsung membuang air limbah rumah
tangga ke septic tank. Namun,ada beberapa rumah yang masih belum memiliki septic tank.
3.8.3 Sistem Jaringan Drainase

Gambar saluran drainase


Sistem jaringan drainase merupakan sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang berfungsi untuk mengurangi dan membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal, yang terintegrasi dengan sistem jaringan drainase
makro dari wilayah regional yang lebih luas. Drainase sendiri merupakan salah satu aspek penting dalam suatu perencanaan. Sistem jaringan
drainase pada kawasan Bukit Rel tergolong baik dan bersih namun masih tetap alami dan belum dikelola, pada jalur drainase tidak ada sampah
namun terdapat akar-akar pohon dan dedaunan.

Gambar saluran drainase


3.8.4 Sistem Jaringan Persampahan
Sistem jaringan persampahan merupakan sistem jaringan dan distribusi pelayanan pembuangan atau pengolahan sampah rumah tangga,
lingkungan komersial, perkantoran dan bangunan umum lainnya, yang terintegrasi dengan sistem jaringan pembuangan sampah makro dari wilayah
regional yang lebih luas. Di kawasan Bukit Rel masyarakat sekitar membuang sampah di TPS dan ada juga yang langsung membakarnya. Terdapat
1 buah TPS yang letaknya sekitar 1 km dari Bukit Rel, TPS ini biasa digunakan sebagian warga sekitar untuk membuang sampah yang sudah
ditampung.
Gambar pembakaran sampah
3.8.5 Sistem Jaringan Listrik
Sistem jaringan listrik merupakan sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan daya listrik dan jaringan sambungan listrik bagi
penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan yang terintegrasi dengan jaringan instalasi
listrik makro dari wilayah regional yang lebih luas. Jaringan listrik yang berada di sekitar kawasan Bukit Rel sudah dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Terdapat kondisi dari tiang listrik, namun hanya penerangan di malam hari yang masih minim di kawasan ini sehingga pada malam hari
penerangannya masih kurang.

Gambar Lampu penerangan jalan dan tiang listrik


3.8.6 Sistem Jaringan Telekomunikasi
Sistem jaringan telekomunikasi merupakan sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan kebutuhan sambungan dan jaringan telepon
bagi penduduk suatu lingkungan yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, yang terintegrasi dengan jaringan
instalasi listrik makro dari wilayah regional yang lebih luas. Pada kawasan Bukit Rel jaringan telekomunikasi tergolong baik, ada terdapat tower di
jalan menuju area Bukit Rel. Jaringan internet masih bisa di akses di kawasan ini walaupun sedikit lambat.

Gambar tower

Anda mungkin juga menyukai