PENDAHULUAN
2.2 Ekowisata
Konsep kepariwisataan dunia mengalami pergeseran ke arah model wisata alam akibat tingkat kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi objek-
objek wisata buatan. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan pesona alamnya. Jenis-jenis ekowisata di daerah dapat dibedakan
menjadi 4 yaitu ekowisata bahari, ekowisata hutan, ekowisata pegunungan dan / atau ekowisata karst. Sebagaimana yang dijabarkan melalui
Permendagri No 33 Tahun 2009 bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi : (1) Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata, (2)
Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan dan memanfaatkan secara lestari sumber daya alam yang digunakan untuk ekowisata (3) Ekonomis, yaitu
memberikan manfaat untuk manfaat masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan, (4) Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian,
tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya, (5) Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung, (6)
Partisipasi masyarakat yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-
nilai sosial budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan, dan (7) Menampung kearifan lokal.
Komponen penataan dalam struktur peruntukan lahan berdasarkan Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman RTBL yaitu :
a. Peruntukan Lahan Makro, yaitu rencana alokasi penggunaan dan pemanfaatan lahan pada suatu wilayah tertentu yang juga disebut dengan tata guna lahan.
Peruntukan ini bersifat mutlak karena telah diatur pada ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah.
b. Peruntukan Lahan Mikro, yaitu peruntukan lahan yang ditetapkan pada skala keruangan yang lebih rinci (termasuk secara vertikal) berdasarkan prinsip
keragaman yang seimbang dan saling menentukan. Hal-hal yang diatur adalah:
(a) Peruntukan lantai dasar, lantai atas, maupun lantai besmen;
(b) Peruntukan lahan tertentu, misalnya berkaitan dengan konteks lahan perkotaan- perdesaan, konteks bentang alam/lingkungan konservasi, atau pun
konteks tematikal pengaturan pada spot ruang bertema tertentu.
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yaitu angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas
lahan/ tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. Untuk menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus sebagai berikut:
c. Koefisien Daerah Hijau (KDH), yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka hijau di luar bangunan gedung dan luas daerah
tapak. Untuk menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus berikut: Untuk menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus sebagai
berikut:
e. Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (TDR=Transfer of Development Right), yaitu hak pemilik bangunan/pengembang yang dapat
dialihkan kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB.
c. Pengaturan Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling.\ Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Pengelompokan Bangunan;
(b) Letak dan Orientasi Bangunan;
(c) Sosok Massa Bangunan;
(d) Ekspresi Arsitektur Bangunan
d. Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan baik pada skala bangunan tunggal
maupun kelompok bangunan pada lingkungan yang lebih makro (blok/kawasan). Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Ketinggian Bangunan;
(b) Komposisi Garis Langit Bangunan;
(c) Ketinggian Lantai Bangunan
Kawasan Bukit Rel secara umum diperuntukkan sebagai kawasan hutan rimba yang tercantum dalam dokumen Rencana Detail Tata Ruang yang
dapat diakses pada laman situs Simtaru Kota Pontianak. Pada kondisi eksisting kawasan, Bukit Rel dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan dan
pemukiman. Perkebunan dikelola oleh masyarakat sekitar dengan status kepemilikan lahan oleh masyarakat itu sendiri atau oleh masyarakat luar.
Perkebunan yang terdapat di sekitar bukit rel beragam. Pada yang mengelilingi bukit ditanami oleh berbagai macam tanaman dan komoditas kebun tanpa
pengelompokan jenis tanaman perkebunan tertentu.
Gambar Berbagai Macam Tanaman dan Komoditas Kebun
Perumahan yang ada di dalam tapak perencanaan berjumlah 4 unit dengan ukuran kecil. Jarak antar bangunan rumah cukup dan tidak berdempet
satu sama lain. Perumahan yang ada tergolong rumah sederhana yang bangunannya terbuat dari tembok permanen. Pada kaki bukit terdapat kuburan
milik masyarakat sekitar. Kuburan tersebut telah ada sejak lama. Luasan area kuburan mencapai 139 meter persegi. Jumlah kuburan ada sekitar 17 unit.
Masyarakat saat ini sudah tidak menguburkan keluarganya disini, masyarakat menguburkan keluarganya ke pemakaman gereja.Ketua RT sekitar
mengatakan bahwa mereka tidak keberatan jika kuburan leluhur dan keluarga mereka harus direlokasi saat kawasan tapak direncanakan menjadi
ekowisata.
Pada umumnya puncak bukit merupakan lahan tinggi yang berupa tanah keras. Pada puncak bukit terdapat pantak yang dikelola oleh dewan
adat dayak. Keberadaan pantak ini digunakan untuk ritual sebelum diadakannya gawai dayak di rumah Radank Pontianak. Peristiwa ini meningkatkan
kunjungan masyarakat luar dan dapat menarik perhatian masyarakat lain untuk mempelajari keberagaman adat istiadat yang ada di Kalimantan Barat
pada umumnya, dan pada Kota Pontianak pada khususnya.
Gambar tower