Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL OPERASI PASAR TERBUKA

Tingkatkan likuiditas di pasar, ini


strategi operasi moneter Bank
Indonesia
Senin, 06 Mei 2019 / 20:42 WIB

Reporter: Grace Olivia | Editor: Komarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki bulan Ramadan, Bank Indonesia (BI) kian fokus
mengelola ketersediaan likuiditas bagi perbankan. Tanpa melakukan perubahan arah (stance)
kebijakan moneter, BI pun memperkuat strategi operasi moneter untuk menjaga likuiditas
sekaligus mendukung pendalaman pasar.
Penguatan operasi moneter tersebut diwujudkan dalam bentuk perubahan paradigma, yaitu dari
paradigma one-way monetary operation yang sifatnya kontraksi, menjadi paradigma two-ways
monetary operation yang merupakan kombinasi kontraksi dan ekspansi.

"Jadi BI mencoba memitigasi risiko-risiko dengan mengubah strategi operasi moneter tidak
lagi hanya kontraksi, tetapi juga ekspansi. Seimbang keduanya mulai berlaku hari ini," ujar
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah, Senin
(6/5).

Two-ways monetary operation atau operasi moneter dua arah dilakukan melalui beberapa
langkah. Pertama, meredistribusi likuiditas dengan cara menyerap likuiditas dari bank yang
memiliki ekses dengan menggunakan instrumen kontraksi. Di saat yang sama, BI juga
menginjeksi likuiditas ke bank yang kekurangan menggunakan instrumen ekspansi.

"Ini karena ada 113 bank di Indonesia tapi likuiditasnya tidak merata karena sangat
tersegmentasi dan market line pasar uang antarbank (PUAB) lebih besar dibanding yang lain,"
kata Nanang.

Kedua, BI meningkatkan frekuensi lelang untuk memenuhi kebutuhan bank yang berbeda-
beda. Dengan begitu, BI memastikan setiap hari menggelar operasi pasar terbuka (OPT) baik
untuk kontraksi maupun ekspansi mulai dari tenor satu minggu hingga satu bulan sehingga
pengelolaan likuiditas perbankan lebih optimal.

Ketiga, BI menambah tenor instrumen OPT ekspansi yaitu instrumen term repo yang semula
satu minggu sampai satu bulan, menjadi 1 minggu sampai tiga bulan. Penambahan ini berlaku
mulai hari ini juga, Senin (6/5) untuk mempermudah askes perbankan memperoleh likuiditas
melalui dengan tenor tiga bulan.

Terakhir, untuk memberi kepastian pada perbankan terkait ketersediaan likuiditas melalui OPT
ekspansi, BI juga memastikan pelaksanaan OPT terjadwal melalui pengumuman dan
pengaturan jadwal lelang OPT.

Adapun, khusus untuk menghadapi siklus Ramadhan dan menjamin likuiditas perbankan
selama periode tersebut, BI untuk sementara meniadakan lelang Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) untuk tenor 9 bulan dan 12 bulan mulai hari ini.

"Yang 9 dan 12 bulan untuk sementara ditiadakan untuk memastikan dana tidak terkunci di
jangkan panjang dan bergeser profil maturitas instrumen operasi moneter BI ke yang pendek
untuk memastikan ketersediaan likuiditas perbankan," ujar Nanang.

Ia mengatakan, kebijakan ini berlaku temporer hingga akhir masa Ramadan. Setelah itu BI
akan memastikan likuiditas aman dan mencukupi sehingga lelang SBI tenor 9 bulan dan 12
bulan diaktivasi kembali.
OPINI:
Operasi pasar terbuka saat ini sangat berpengaruh dalam likuiditas yang ada di pasar. BI dapat
melakukan OPT kontraksi jika ada kelebihan likuiditas atau OPT ekspansi untuk menambah
likuiditas.

Jika dilakukan dengan tepat, OPT adalah tools yang efektif. OPT dapat menyelesaikan masalah
likuiditas yang tidak merata.

CATATAN:
OPT dapat bersifat kontraksi atau menyerap kelebihan likuiditas yang ada di pasar dan bersifat

ekspansi atau menambah likuiditas di pasar.


ARTIKEL DISCOUNT RATE

Usaha Pemilu, Pengusaha Minta BI Turunkan Suku


Bunga Jadi 5 Persen
Pebriansyah Ariefana | Achmad Fauzi
Jum'at, 03 Mei 2019 | 16:13 WIB

Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani. (Suara.com/Fauzi)


Pelaksanaan Pemilu dan Pilpres ini berlangsung dengan kondusif.
Suara.com - Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) meminta Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7 days
reverse repo rate. Saat ini, BI 7 days reverse repo rate berada di level 6 persen.
Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengatakan, setelah Pemilu dan Pilpres ini
merupakan saat yang tepat untuk BI turunkan suku bunga acuannya. Apalagi, sambung
dia, pelaksanaan Pemilu dan Pilpres ini berlangsung dengan kondusif.

"Poinnya begini dengan kondisi yang cukup kondusif ini kita berharap BI mengambul
posisi kesempatan pertama untuk ambil insiatif menurunkan BI 7 days reverse repo
rate," kata dia saat ditemui usai menghadiri peluncuran buku Kajian Stabi litas
Keuangan semeter II-2018 di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat (3/5/2019).

Hariyadi yang merupakan pengusaha Hotel ini meminta, agar BI bisa menurunkan
suku bunga acuannya hingga 50 basis poin (bps). Pasalnya, bilang dia, pengusahan
saat ini masih mengandalkan perbankan untuk salah satu pembiayaan modal.

"BI biasanya kan turunya bertahap 25 bps lalu 50 bps gitu. Tapi kalau menurutnya
saya kalau bisa sampai 50 bps lebih bagus, jadi turun ke 5,5 persen atau 5 persen.
Poinnya momentumnya bagus konsdisi itu relatif secara fluktuasi dinamika lebih
terkendali dan arahnya positif," jelas dia.

Dengan makin rendah suku bunga acuan, tambah Hariyadi, maka tak akan
membebani pengusaha untuk mencari modal dari perbankan. Sehingga, bisnis para
pengusaha lancar yang nantinya bisa menumbuhkan ekonomi Indonesia.
"Kita berharap suku bunga bisa turun agar risk kita juga lebih rendah dan bisa lancar
bisnis. Karena skarang momentumnya sudah tepat, pengusaha udah confident lagi,"
tutup dia.

OPINI :

Berdasarkan artikel, dapat terlihat mengubah suku bunga berdampak pada sektor perbankan
dan akhirnya berdampak ke pengusaha. Menurut saya, mengubah suku bunga memiliki dampak
yang signifikan. Hal ini terlihat dari artikel yang tertulis, para pengusaha meminta BI untuk
menurunkan suku bunga. Menurunkan suku bunga akan membuat bank-bank lebih berani
meminjam uang kepada BI, sehingga money supply naik. Akibatnya pengusaha dapat lebih
mudah meminjam di bank. Selain itu suku bunga di bank juga akan ikut turun walaupun
turunnya tidak dapat secepat BI. Akibat risk para pengusaha bisa lebih rendah.

Tetapi menurut saya hal ini hanya bermanfaat bagi pengusaha besar saja dan masyarakat (mulai
dari menengah-atas). Karena bagi pengusaha biasa/masyarakat kelas bawah, penurunan suka
bunga tidak terlalu berdampak signifikan. Alasannya:
1. Pengusaha biasa/ masyarakat kelas bawah biasanya tidak meminjam uang kepada bank
dalam jumlah yang sangat besar. Jadi bank bisa saja meminjamkannya dengan mudah.

2. Penurunan bunga belum tentu mendorong pengusaha biasa/masyarakat kelas bawah untuk
meminjam, karena dalam kenyataannya ada situasi dimana mereka tidak dapat memutarkan
uang mereka dan akhirnya tidak kuat memulanginya. Banyak yang berpikir buat apa meminjam
tapi akhirnya tidak bisa memulanginya.
ARTIKEL RESERVE REQUIREMENTS

BI Perlonggar Giro Wajib Minimum,


Ekonom: Jaga Ekonomi di 5,2%
Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 21 Jun 2019 10:45 WIB

Foto: Sylke Febrina Laucereno/detikFinance

Jakarta - Bank Indonesia (BI) menurunkan giro wajib minimum (GWM) sebesar 0,5%. Untuk
bank umum konvensional GWM yang harus disetorkan ke BI sebesar 6% dan bank syariah
sebesar 3,5%. Langkah ini dilakukan agar pasokan likuiditas di pasar perbankan bertambah
hingga Rp 25 triliun.

Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan


pelonggaran GWM ini bisa lebih efektif dibandingkan penurunan suku bunga dalam
melonggarkan likuiditas bank.

Apalagi sebelumnya BI juga sudah melakukan pelonggaran di operasi moneter dengan


mengurangi kontraksi jumlah uang beredar.
"Merujuk data empiris, penurunan suku bunga selama periode 2016-2017, karena tidak diiringi
pelonggaran operasi moneter dampaknya terhadap likuiditas tidak besar," kata Piter saat
dihubungi detikFinance, Jumat (21/6/2019).

Dia menambahkan, saat itu penyaluran kredit justru terus menurun. Menurut dia, dengan
pelonggaran GWM hingga 3% diperkirakan pertumbuhan kredit bisa mencapai kisaran 12%-
13%.

"Jika kreditnya terdorong, pada akhirnya akan membantu menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi di kisaran 5,2%," jelas dia.

Piter mengungkapkan, memang saat ini perbankan membutuhkan pelonggaran likuiditas


daripada penurunan suku bunga acuan. Meskipun secara teori, penurunan suku bunga acuan
juga berarti pelonggaran likuiditas. Menurut dia hal tersebut tidak sepenuhnya terjadi di
Indonesia.

"Selama periode 2016 - 2017 walaupun suku bunga acuan sudah turun drastis, tapi
kebanyakan bank tetap mengalami kesulitan likuiditas," jelas dia.

Sebelumnya Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan penurunan GWM ini dapat mendorong
perekonomian nasional. Hal ini karena dengan tersedianya likuiditas maka pertumbuhan
kredit akan lebih optimal.

Keseluruhan tahun BI memandang pertumbuhan ekonomi akan berada di antara 5 %- 5,2 %


atau lebih rendah dari titik tengah proyeksi awal di 5% - 5,4%. Sementara, defisit transaksi
berjalan pada 2019 diperkirakan sebesar 2,5% - 3% Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan dipertahankannya suku bunga acuan BI di level 6%, maka suku bunga penyimpanan
dana perbankan di BI (Deposit Facility) tetap sebesar 5,25%, dan suku bunga penyediaan
dana BI ke perbankan (Lending Facility) tetap sebesar 6,75%.

OPINI:

Penurunan cadangan minimum akan meningkatkan money supply. Dalam hal ini menambah
pasokan likuiditas di pasar perbankan. Berdasarkan artikel ini, dapat diketahui kalau penurunan
cadangan minimum lebih efektif dibanding penurunan suku bunga. Karena bank mendapatkan
pasokan secara instan.
Kebijakan ini ditempuh guna menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam
meningkatkan pembiayaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan likuiditas dapat membantu peningkatan kredit (layanan penyediaan uang) yang
artinya menunjang sumber konsumsi masyarakat, sehingga pada akhirnya berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi.

Menurut saya, penurunan cadangan minimum adalah cara efektif jika ingin meningkatkan
likuiditas perbankan secara cepat.

CATATAN:

Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh
tempo. Jika bank memiliki sejumlah alat pembayaran pada saat tertentu, ini disebut sebagai
kekuatan membayar. Namun, memiliki kekuatan membayar tidak selalu berarti memiliki
kemampuan likuiditas.

Dalam perbankan, likuiditas adalah hal yang amat penting. Bank yang memiliki kemampuan
likuiditas lebih mudah untuk memelihara kepercayaan masyarakat. Karena itu, bank berusaha
mempertahankan rasio likuiditas dengan memperkecil dana yang menganggur serta
meningkatkan pendapatan dengan risiko sekecil mungkin untuk memenuhi kebutuhan cash
flow.

Anda mungkin juga menyukai