Anda di halaman 1dari 4

Krisis ekonomi akibat pandemi: Apa yang

membuat Indonesia mampu bertahan?


| English
Kembali gelar Asian Insights Conference, Bank DBS Indonesia akan
berbagi pandangan terkait kondisi perekonomian Indonesia di tengah
pandemi Covid-19
Indonesia, 15 Jul 2020 - Sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang patut
diperhitungkan di ASEAN, Indonesia mampu bertahan di tengah krisis ekonomi akibat
Covid-19. Sebagai institusi perbankan yang senantiasa aktif memberikan wawasan
komprehensif terkait ekonomi dan politik Indonesia, Bank DBS Indonesia kembali
menyelenggarakan DBS Asian Insights Conference pada 16 Juli 2020 dengan tema
‘Navigating a brave new world’.

Menjelang DBS Asian Insights Conference 2020 tersebut, Bank DBS Indonesia
menyelenggarakan DBS Insights for Business Leaders, di mana Bank DBS Indonesia
mengamati, menganalisis, dan menyajikan pandangan para pakar seputar kondisi
ekonomi terkini. Pada sesi yang bertajuk ‘Economies in Transition (Indonesia)’, DBS
Chief Economist, Taimur Baig berdiskusi dengan Presiden Direktur PT Bank DBS
Indonesia, Paulus Sutisna untuk memaparkan pandangan mengenai kondisi ekonomi
Indonesia di tengah pandemi.

Berikut adalah rangkuman terkait pembahasan kondisi ekonomi Indonesia di masa


pandemi:

1. Perbandingan antara krisis akibat pandemi tahun 2020 dengan krisis pada tahun
1998
Sebelum krisis global yang terjadi akibat Covid-19, Indonesia pernah mengalami kondisi
serupa pada tahun 1998. Apabila dibandingkan dengan krisis 1998, ekonomi Indonesia
saat ini jauh lebih kuat dan sehat. Hal tersebut tercermin pada beberapa aspek
termasuk peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga lima kali lipat menjadi 1,1
triliun Dolar AS, dan peningkatan cadangan devisa sekitar tujuh kali lipat menjadi 129
miliar Dolar AS.

Selalu menjadi kekhawatiran, pinjaman luar negeri naik sebesar 3,1 kali lipat menjadi
404 miliar Dolar AS. Adapun, hal yang perlu di garis bawahi adalah rasio utang
Indonesia terhadap PDB yang mengalami penurunan dari 57% menjadi 36%. Uniknya,
tahun 1998 dan 2020 mencatat depresiasi Rupiah yang serupa yaitu sekitar Rp16.500
sampai Rp16.600. Hal yang berbeda di tahun 2020 adalah tingkat depresiasi sebesar
16%, dari 500% di tahun 1998.

Paulus Sutisna mengungkapkan bahwa perbedaan yang paling berarti terasa dari segi
kestabilan politik, “Berbeda dengan situasi politik tahun 1998 yang sangat tidak stabil,
kondisi saat ini jauh lebih stabil di mana Presiden Jokowi memasuki periode kedua.
Selain itu, pemerintahan Jokowi juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus yang
ditargetkan untuk mengurangi kemiskinan.”

Berbeda dengan masyarakat di tahun 1998 yang belum berbekal jaminan sosial,
masyarakat kini memiliki program jaminan sosial atau Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang memungkinkan masyarakat untuk
mendapatkan pengobatan gratis. Dalam upaya meminimalisir dampak Covid-19,
pemerintah meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar
27 miliar Dolar AS untuk pembiayaan pelayanan kesehatan.

Selain kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini jauh lebih stabil, Taimur melihat
bahwa kebijakan pemerintahan Jokowi turut memberikan dampak signifikan, “Berbagai
stimulus yang diberlakukan dengan fokus utama pada penyediaan layanan bagi
penduduk miskin seyogyanya membantu menjaga stabilitas ekonomi.”

2. Upaya menangkap peluang di tengah pandemi Covid-19


Kendati ekonomi Indonesia mengalami krisis akibat Covid-19, Bank DBS Indonesia
melihat potensi ekonomi digital mampu mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Sebagai salah satu negara dengan partisipasi media sosial tertinggi, Indonesia
menunjukkan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat selama satu dekade terakhir, di
mana Indonesia sudah memiliki enam unicorn yaitu Gojek, Tokopedia, Bukalapak,
Traveloka, OVO, dan JD.ID.

Dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah pandemi yang
diterapkan pemerintah, sektor logistik merasakan dampak positif, mengingat
masyarakat cenderung menghabiskan pengeluaran di e-commerce untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sebagai salah satu pelopor perbankan digital di Indonesia,
digibank by DBS juga mengamati adanya peningkatan popularitas dan ketergantungan
masyarakat pada e-commerce di masa pandemi.

“Kami beruntung karena sudah berbekal infrastruktur teknologi yang mumpuni saat
pandemi berlangsung. Dalam kaitannya dengan digibank by DBS, kami melihat
penerimaan masyarakat yang jauh lebih baik di masa pandemi ini. Kondisi saat ini
menjadi daya tarik yang kuat dalam menghadirkan nasabah baru, yang mulai beralih
dari transaksi di kantor cabang menjadi transaksi pada telepon genggam. Dengan
penambahan fitur-fitur pada aplikasi, digibank by DBS mampu memenuhi kebutuhan
nasabah yang kian meningkat dan cepat berubah,” ujar Paulus.

Dari sisi korporasi, kebijakan kerja dari rumah (WFH) turut mendorong masyarakat
untuk memanfaatkan kanal digital seperti IDEAL dari Bank DBS Indonesia, yang juga
mengalami pertumbuhan di tengah pandemi Covid-19. “Menjadikan keselamatan
karyawan sebagai prioritas utama, 62% karyawan Bank DBS Indonesia sudah dapat
bekerja dari rumah. Transformasi tersebut memungkinkan karyawan yang sedang WFH
untuk meminimalisir gangguan saat melayani nasabah. Hal ini merupakan realita pada
masa Covid-19; dulu segala sesuatu memakan waktu lebih lama untuk
diimplementasikan terlebih dalam hal digital, sekarang terjadi dan bekerja. Ini
adalahone way move, yang tidak akan kembali lagi ke metode old school,” tambah
Paulus dan Taimur.

3. Kondisi perekonomian Indonesia pasca-pandemi Covid-19


Dikarenakan, infrastruktur kesehatan Indonesia mengalami banyak tantangan dan
diprediksi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih, dibanding negara-negara
ASEAN lainnya dengan infrastruktur kesehatan yang lebih kuat dan solid. Beberapa
studi memperkirakan kondisi kesehatan Indonesia dapat pulih pada bulan September
hingga Oktober 2020.

“Tidak seperti kondisi kesehatan, perekonomian Indonesia justru diperkirakan akan


pulih lebih cepat. Hal tersebut memungkinkan karena Indonesia adalah salah satu
negara yang memiliki permintaan domestik yang kuat,” jelas Paulus. Secara historis,
rata-rata rasio ekspor terhadap PDB Indonesia adalah sebesar 20% hingga 25%. Pada
situasi normal, Indonesia tertinggal dari negara lain yang memiliki persentase yang
lebih besar.

Sependapat dengan Paulus, Taimur menambahkan, “Di tengah pandemi ini, negara
seperti Indonesia justru mendapatkan keuntungan. Berbekal permintaan domestik yang
kuat, Indonesia tidak perlu terlalu fokus terhadap ekspor dan dapat lebih fokus pada
pengeluaran pemerintah yang dapat mendorong perekonomian Indonesia.” Dengan
kata lain, kondisi saat ini membuat perekonomian beberapa negara yang awalnya
tumbuh lebih cepat dari Indonesia kini menjadi lesu ketika permintaan eksternal
melemah. Sebaliknya, negara-negara seperti Indonesia yang bergantung pada
permintaan domestik berpotensi untuk bertahan lebih baik.

Kehadiran pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan global secara dramatis yang
nyatanya melumpuhkan roda perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Memasuki
era new normal, kini saatnya masyarakat kembali menata kehidupan dan mulai
memperbaiki kerugian akibat pandemi.

Melalui acara DBS Asian Insights Conference 2020, Bank DBS Indonesia
mengumpulkan para pakar dari Pemerintahan seperti Bapak Bahlil Lahadalia; Kepala
BKMPM RI, Bapak Ridwan Kamil; Gubernur Jawa Barat dan pakar ekonomi serta para
ahli di bidang keberlanjutan untuk berbagi pandangan terkait tidak hanya pemulihan
kondisi ekonomi Indonesia namun juga kondisi lingkungan atau keberlanjutan di
Indonesia, serta langkah-langkah yang dapat dilakukan ke depan. Dilaksanakan secara
virtual, konferensi tahunan ini memiliki dua topik utama, yaitu “Economy and Politics:
Recovery from COVID19 - What’s Next?” dan “Fixing a Fragile World: Anticipating the
Next Black Swan?”.

[END]
 

Tentang DBS

DBS adalah grup jasa keuangan terkemuka di Asia, dengan kehadiran di 18 pasar,
berkantor pusat dan terdaftar di Singapura, DBS berada dalam tiga sumbu
pertumbuhan utama Asia: Cina, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Peringkat kredit
"AA-" dan "Aa1" bank DBS termasuk yang tertinggi di dunia.

DBS dikenal dengan kepemimpinan globalnya, dan telah dinobatkan sebagai “World’s
Best Bank” oleh Euromoney, “Global Bank of the Year” oleh The Banker dan “Best
Bank in the World” oleh Global Finance. Bank DBS berada di garis terdepan dalam
memanfaatkan teknologi digital untuk membentuk masa depan perbankan, yang diberi
nama “World’s Best Digital Bank” oleh Euromoney. Selain itu, DBS telah mendapatkan
penghargaan “Safest Bank in Asia” dari Global Finance selama sebelas tahun berturut-
turut sejak 2009 hingga 2019.

DBS menyediakan berbagai layanan lengkap untuk nasabah, SME dan juga perbankan
perusahaan. Sebagai bank yang lahir dan dibesarkan di Asia, DBS memahami seluk-
beluk berbisnis di pasar paling dinamis di kawasan. DBS bertekad membangun
hubungan langgeng dengan nasabah, dan berdampak positif terhadap masyarakat
melalui dukungan perusahaan sosial dengan cara bank-bank Asia. DBS juga telah
mendirikan yayasan dengan total dana senilai SGD 50 juta untuk memperkuat upaya
tanggung jawab sosial perusahaan di Singapura dan di seluruh Asia.

Dengan jaringan operasional ekstensif di Asia dan menitikberatkan pada keterlibatan


dan pemberdayaan stafnya, DBS menyajikan peluang karir yang menarik. Bank DBS
mengakui gairah, tekad, dan semangat 28.000 karyawannya, yang mewakili lebih dari
40 kebangsaan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi www.dbs.com.

Anda mungkin juga menyukai