Anda di halaman 1dari 3

LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)

Kondisi saat imi

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan untuk menaikkan suku bunga penjaminan
simpanan dalam rupiah di bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR).Bunga penjaminan
naik 25 bps untuk rupiah di bank umum dan BPR menjadi 3,75%.Lalu untuk valuta asing di
bank umum naik 25 bps menjadi 0,75%. Untuk bunga penjaminan di BPR naik jadi
6,25%.LPS secara rutin menetapkan bunga penjaminan tiga kali dalam satu tahun. Kecuali
terjadi perubahan yang signifikan.Sesuai ketentuan LPS, apabila suku bunga simpanan yang
diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi Tingkat Bunga Penjaminan
simpanan, maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin.
Sejalan dengan tujuan untuk melindungi nasabah dan memperluas cakupan penjaminan, LPS
menghimbau agar perbankan lebih memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan
simpanan dalam rangka penghimpunan dana.

Evolusi kebijakan LPS

Pada tahun 2020, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi
Coronavirus Disease 2019, dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi
Undang-Undang. Melalui UU tersebut, LPS memiliki kewenangan baru antara lain:

1. Melakukan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan bersama


dengan OJK untuk penanganan permasalahan solvabilitas;
2. Memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan Bank Selain Bank
Sistemik dengan mempertimbangkan kriteria lain selain biaya penyelamatan
paling rendah, dan
3. Melaksanakan kebijakan penjaminan simpanan untuk kelompok nasabah dengan
mempertimbangkan sumber dana dan/atau peruntukkan simpanan serta besaran
nilai yang dijamin bagi kelompok nasabah tersebut.
Evolusi kebijakan bank indonesia

Indonesia merupakan Negara dengan sistem perbankan yang menganut dual banking system,
dimana bank dapat dioperasikan secara konvensional maupun syariah. Sebagai salah satu
otoritas pada sistem keuangan, termasuk perbankan syariah, Bank Indonesia memiliki
kewenangan menjalankan fungsi lender of the last resort berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia. Dalam pelaksanaannya, fungsi lender of the last resort seringkali
menghadapi permasalahan hukum karena rentan dianggap sebagai suatu kerugian Negara.
Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia sering mengalami perubahan yang
dipandang sebagai suatu upaya Bank Indonesia untuk mencari formula lender of the last
resort yang ideal. Sejak Tahun 1999 hingga saat ini, evolusi kebijakan Bank Indonesia dalam
menyelesaikan permasalahan likuiditas pada Bank Umum Syariah dapat diklasifikasikan
kedalam 4 (empat) periode, yaitu periode 1999-2002, periode 2003-2008, periode 2009-2016,
dan periode 2017-sekarang. Evolusi kebijakan Bank Indonesia dalam masing-masing periode
terjadi dalam aspek nomenklatur pembiayaan, nilai maksimum pembiayaan, kondisi bank
penerima sebagai bank yang “illiquidity but solvent”, aset agunan, jangka waktu pembiayaan,
perhitungan bagi hasil, dan pengenaan sanksi terhadap bank penerima. Evolusi kebijakan
tersebut secara umum dipengaruhi oleh dinamika kondisi perekonomian nasional dan global,
serta akibat amandemen undang-undang atau pengesahan undang-undang baru yang terkait
erat dengan pelaksanaan fungsi Bank Indonesia, khususnya terkait fungsi lender of the last
resort.

Kondisi perbankan di Indonesia

Kondisi perbankan Indonesia di tengah potensi tekanan ekonomi global. Gubernur BI Perry


Warjiyo menyatakan ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan intermediasi perbankan
terus meningkat tercermin dari rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR)
perbankan Mei 2022 tetap tinggi sebesar 24,67%. Sedangkan rasio kredit bermasalah
atau non performing loan (NPL) tetap terjaga yakni 3,04% untuk bruto dan 0,85% NPL neto.

Pada Juni 2022, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 9,13% yoy, sementara
intermediasi perbankan melanjutkan perbaikan dengan pertumbuhan kredit sebesar 10,66%
yoy. Intermediasi yang membaik terutama pada kredit produktif, yaitu Kredit Modal Kerja
dan Kredit Investasi, serta pada sebagian besar sektor ekonomi.

Kredit perbankan tetap longgar, terutama di sektor Industri, Perdagangan dan Pertanian
seiring dengan membaiknya persepsi risiko kredit. Dari sisi permintaan, pemulihan kinerja
korporasi terus berlanjut, tercermin dari perbaikan penjualan terutama di sektor Perdagangan
dan Industri.

Perbaikan kinerja tersebut meningkatkan kemampuan membayar dan belanja modal


korporasi, serta meningkatkan permintaan pendanaan dari korporasi. Sementara itu,
pertumbuhan kredit UMKM juga meningkat sebesar 17,37% (yoy) pada Juni 2022.

Dalam upaya mengakselerasi pemulihan intermediasi guna memperkuat momentum


pemulihan ekonomi, Bank Indonesia terus mendorong perbankan untuk meningkatkan
penyaluran kredit kepada sektor prioritas dan inklusif, serta memperkuat sinergi dengan
Pemerintah, otoritas lainnya dan dunia usaha.

Anda mungkin juga menyukai