Anda di halaman 1dari 7

ANALSIS IMPLEMENTASI PSAK 71 TERHADAP CADANGAN KERUGIAN

PENURUNAN NILAI PADA SEKTOR PERBANKAN

ARTIKEL PENELITIAN

DISUSUN OLEH:

ARDIANA MARMUL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTASNI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
PENDAHULUAN

Pada saat ini perkembangan usaha perbankan di Indonesia bertumbuh semakin pesat dan
bersaing dengan memberikan program ± program yang menarik bagi nasabah dan sangat
kompleks. Semakin banyak industri perbankan yang bermunculan baik lembaga perbankan
maupun lembaga keuangan non bank. Salah satu industri utama dalam ekonomi modern adalah
industri perbankan. Baik atau buruknya perekonomian suatu negara salah satu faktor penentunya
adalah kesehatan industri perbankannya. Dalam hal akuntansi berperan penting dalam
menginformasikan berbagai hal terkait kesepakatan bank, salah satunya kualitas bank.

Salah satu poin penting PSAK 71 adalah soal pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan
yang berupa piutang, pinjaman, atau kredit. Standar baru ini mengubah secara mendasar metode
penghitungan dan penyajian cadangan untuk kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih.
Penerapan PSAK 71 mengharuskan perbankan memiliki Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
(CKPN) yang lebih besar dibanding sebelumnya. Hal ini karena mandat PSAK 71 mewajibkan
perusahaan untuk menyediakan pencadangan sejak awal periode kredit. (Indramawan 2019).
Berbeda dengan PSAK 55, kewajiban pencadangan baru muncul jika terjadi peristiwa yang
mengakibatkan resiko gagal bayar atau incurred loss. Artinya, perusahaan sektor financial seperti
perbankan harus menyediakan CKPN untuk semua kategori kredit mulai dari yang berstatus
lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), sampai dengan macet (non-performing).
Untuk kredit lancar, perbankan harus menyediakan CKPN berdasarkan ekspektasi kerugian
kredit selama 12 bulan kedepan. Perbankan pun harus menyediakan CKPN lebih besar atas
kredit macet lebih besar dibanding sebelumnya. Kewajiban untuk mengikuti PSAK baru ini bisa
berakibat pada penurunan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio dan juga laba
perbankan. Hal itu akan membuat CAR perbankan menurun dan menekan bottom line (laba/rugi
bersih) perbankan. Hal ini karena, emiten perbankan harus menghitung CKPN dengan
menambahkan prediksi masa depan atau kerugian yang diperkirakan (expected loss). Ketua
Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo mengatakan, emiten yang
terdampak atas penerapan PSAK 71 adalah emiten perbankan dan juga emiten yang memiliki
banyak investasi di sektor keuangan seperti pembelian obligasi.

TINJAUAN PUSTAKA

PSAK 71

Pengakuan awal entitas mengakui aset keuangan atau liabilitas keuangan di laporan posisi
keuangan, jika dan hanya jika, entitas menjadi salah satu pihak ketentuan pada kontrak instrumen
tersebut. Exposure Draft (2016) penghentian pengakuan aset keuangan laporan keuangan
konsolidasi diterapkan kententuan konsolidasi, aset keuangan ke level konsolidasi. a. Entitas
menentukan apakah penghentian pengakuan diterapkan pada bagian, keseluruan, kelompok aset
serupa. b. Entitas menghentikan aset keuangan, jika dan hanya jika hak kontraktual atas arus
yang berasal dari aset keuangan berakhir atau entitas mengalihkan aset keuangan. c. Entitas
mengalihkan aset keuangan, jika dan hanya jika mengalihkan hak kontraktual untuk menerima
arus kas yang berasal dari aset keuangan atau mempertahankan hak kontraktual menerima arus
kas yang berasal dari aset keuangan tetapi juga menanggung kewajiban kontraktual untuk
membayar arus kas yang diterima tersebut kepada satu atau lebih pihak penerima melalui suatu
kesepakatan yang memenihi persyaratan (Gürel 2011)

Efektif tanggal 1 Januari 2020 yang lalu, laporan keuangan perusahaan Indonesia menerapkan
PSAK 71, memberikan sebuah petunjuk bahwa pengakuan awal sebuah organisasi mengenai
asset keuangan dan liabilitas keuangan di dalam laporan posisi keuangan yang merupakan
konvergensi dari IFRS 9. PSAK 71 memberikan petunjuk mengenai instrumen keuangan. Secara
umum, PSAK 71 mengatur beberapa modifikasi persyaratan mengenai instrumen keuangan,
diantaranya:

 Penurunan Nilai
 Akuntansi Lindung Nilai
 Klaisifikasi Pengukuran

Alasan perihal beberapa perubahan yang sangat mendasar sebagaimana tersebut di atas,
khususnya terkait dengan penurunan nilai (impairment), dampak cukup signifikan yang
diddapatkan organisasi dalam hal penerapan PSAK 71, terutama sangat eklusive untuk dunia
perbankan, diantaranya adalah pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM/Capital Adequacy Ratio).

PENURUNAN NILAI

Cadangan kerugian penurunan nilai merupakan cadangan yang dibuat bank dengan tujuan
untuk menghadapi risiko kerugian yang diakibatkan penanaman dana aktiva produktif. Jika
terdapat bukti objektif mengenai penurunan nilai atas aset keuangan atau kelompok aset
keuangan sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal aset
tersebut dan berdampak pada estimasi arus kas masa depan sebesar nilai yang dapat diperoleh
dari aset. Pada tanggal setiap neraca, bank mengevaluasi apakah terdapat bukti yang objektif
bahwa aset keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai, perhitungan
cadangan kerugian nilai dilakukan melalui evaluasi individual yakni sebesar nilai tercatat aset
keuangan dengan nilai kini estimasi arus kas masa depan yang diskontokan menggunakan suku
bunga efektif awal dari aset tersebut (Firmansyah, Rizky, and Qodarina 2022)

(Firmansyah, Rizky, and Qodarina 2022) Dampak perubahan yang mendasar dari penerapan
PSAK 71 yaitu meningkatnya kualitas pelaporan keuangan terutama yang menyangkut dengan
pengakuan penurunan nilai. Informasi dari instrument keuangan yang dihasilkan lebih tepat
waktu, relevan dan dapat dipahami oleh semua pengguna laporan keuangan, konsep penurunan
nilai pada PSAK 55 adalah incurred loss model dalam artian penurunan nilai dalam instrument
keuangan dilakukan apabila terdapat bukti obyektif terkait penurunan nilai.
BANK

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 angka 2 tentang perubahan Atas


UndangUndang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank disebutkan sebagai sebuah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai balik jasa pihak perbankan memberikan sebuah
rangsangan berupa bunga, hadiah ataupun balas jasa lainnya. Berdasarkan fungsinya Menurut
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 fungsinya bank dibagi menjadi 4 macam yaitu : (1)
Bank Sentral, (2) Bank Umum, (3) Bank Tabungan, dan (4) Bank pembangunan. Undang-
Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan juga memberikan perbedaan mengenai jenis
perbankan dan dalam penjelasannya memberikan keterangan bahwa perbankan di Indonesia
terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkereditan Rakyat (Adanya and Tahun 2021)

(Firmansyah and Nizar Arifullah 2021) Bank BUMN (Persero) masuk dalam kategori Bank
Umum. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatnya memberikan jasa dalam lalulintas
pembayaran, sedangkan Bank Perkerditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak
memberikan jasa lalu lintas pembayaran. BUMN adalah badan usaha yang dimiliki baik
sepenuhunya, sebagian besar, maupun sebagian kecil oleh pemerintah melalui penyertaan modal
secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan pemerintah
memberikan kontrol terhadapnya. Persero adalah BUMN dalam bentuk perseroan terbatas
dengan komposisi modalnya dalam bentuk saham dan seluruhnya atau sedikitnya 51% (lima
puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya
mengejar keuntungan. Bisa diartikan terminologi dari bank BUMN adalah bank yang
menghimpun dana masyarakat dalam wujud simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Indonesia memiliki bank
BUMN sebanyak 4 bank yang terkumpul dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yaitu
antara lain sebagai berikut.

1. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

2. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

3. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

4. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

METODE PENELITIAN
Jenis metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitataif
sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang dilakukan pada sektor
perbankan

HASIL DANPEMBAHASAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
antara rata-rata manajemen laba tahun 2021 dan rata-rata manajemen laba tahun 2022. Manajer
pada perusahaan sub sektor perbankan telah mengantisipasi adanya kemungkinan peningkatan
CKPN karena adanya implementasi PSAK 71 dengan metode expected credit loss. Ketentuan
IFRS yang telah diadopsi melalui konvergensi PSAK 71 sejak tahun 2019 dan baru berlaku
mulai tahun 2022 memberikan ruang bagi manajer untuk dapat melakukan penyesuaian
kebijakan di dalam perusahaan. Salah satu kebijakan dimaksud adalah menaikkan besaran nilai
CKPN secara bertahap, bahkan mungkin dilakukan sebelum tahun 2020. Penerapan lebih dini
PSAK 71 didasari oleh motif mengikuti institusi lain akibat adanya ketidakpastian dan
transformasi profesionalitas (Firmansyah, Ningrum, and Lubis 2022). Motif tersebut mendorong
manajer perusahaan untuk mengimplementasikan PSAK 71 lebih dini dengan alasan tingkat
convenience yang lebih besar dibandingkan dengan standar sebelumnya. Sebagai kasus faktual,
Bank IBK Indonesia. Tbk yang termasuk kategori bank buku dua telah menyisihkan CKPN
sebelum PSAK 71 berlaku efektif meskipun besarannya mengalami perbedaan setiap tahun
(Indramawan 2019) Berdasarkan informasi dalam statistik deskriptif terdapat adanya hasil
pengukuran manajemen laba yang bernilai negatif dan positif untuk menganalisis lebih lanjut
perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba. Tingkat manajemen laba yang bernilai
negatif diinterpretasikan bahwa manajer memberi perlakuan dengan cara menurunkan laba.
Sementara itu, tingkat manajemen laba yang bernilai positif menunjukkan bahwa manajer
menaikkan laba. Berdasarkan statistik deskriptif tersebut pula, diketahui jika tingkat manajemen
laba yang bernilai negatif hanya bertambah satu sampel. Selain itu, terdapat adanya penurunan
dan kenaikan aktivitas manajemen laba namun jumlahnya tidak signifikan. Oleh karena itu,
tindakan manajemen laba bukan merupakan tindakan yang diambil oleh manajer dalam
merespon adanya perubahan penerapan PSAK 71. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa
manajer tidak memanfaatkan informasi yang lebih sempurna dibandingkan dengan pemegang
saham (Rahayu 2021) dalam menghadapi implementasi adopsi IFRS 9 di Indonesia. Manajer
cenderung untuk mengantisipasi adanya risiko kenaikan CKPN yang signifikan ketika adopsi
IFRS 9 tersebut diimplementasikan di tahun 2020 karena berdampak pada penurunan nilai aset
dan penurunan laba bersih yang diperoleh perusahaan selama tahun 2022. Implementasi IFRS 9
dianggap sebagai pertaruhan manajer di perusahaan sub sektor perbankan dalam mitigasi risiko
terkait dengan kinerja perusahaan di masa mendatang. Kondisi ini menunjukkan bahwa manajer
tidak selalu memanfaatkan diskresinya dalam mempengaruhi pelaporan keuangan, sehingga
dampak dari teori keagenan dalam kondisi ini tidak terbukti. Selain itu, penerapan PSAK 71
yang merupakan adopsi dari IFRS 9 yang mulai berlaku tahun 2022 merupakan penerapan salah
satu PSAK yang memberikan dampak signifikan dalam mempengaruhi laporan keuangan
khususnya total aset dan laba rugi, sehingga banyak pihak yang memantau laporan keuangan
perusahaan sub sektor perbankan di Indonesia termasuk Otoritas Jasa Keuangan.

KESIMPULAN

Praktik manajemen laba pada tahun 2020 dan praktik manajemen laba tahun 2022 yang
dilakukan oleh perusahaan subsektor perbankan di Indonesia tidak mengalami perbedaan.
Perubahan metode menjadi expected credit loss tidak mendorong perubahan diskresi manajer
dalam melakukan manajemen laba pada saat sebelum dan setelah diterapkannya PSAK 71 di
Indonesia. Faktor penyebab tidak terjadinya perbedaan perlakuan tersebut yaitu perusahaan
perbankan yang telah melakukan implementasi PSAK 71 lebih awal dan adanya ketentuan
relaksasi berupa restrukturisasi kredit yang dikeluarkan oleh OJK. Oleh karena itu, faktor-faktor
tersebut mengurangi perubahan perilaku manajer dalam membedakan praktik manajemen laba
setelah PSAK 71 berlaku efektif. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PSAK 71 yang
dimulai tahun 2022 di Indonesia tidak mengakibatkan manajer di perusahaan sub sektor
perbankan menggunakan diskresinya dalam mempengaruhi angka-angka dalam pelaporan
keuangan. Implementasi PSAK 71 yang merupakan adopsi IFRS 9 memberikan dampak yang
signifikan dalam laporan keuangan karena terdapat adanya potensi penurunan total aset dan laba
bersih yang diperoleh perusahaan selama tahun 2020. Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan. Pengujian data pada penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan sub sektor
perbankan yang terdaftar di BEI, sehingga kurang dapat merepresentasikan praktik manajemen
laba pada seluruh perusahaan perbankan di Indonesia. Selain itu, uji beda hanya dilakukan secara
singkat pada dua tahun yang terdekat dengan saat efektif berlakunya PSAK 71, yaitu tahun 2020
dan tahun 2022.
DAFTAR PUSTAKA

Adanya, Saat, and Pandemi Covid- Tahun. 2021. “38137-81304-1-Sm” 12 (2).


Firmansyah, Amrie, Nilam Cahya Ningrum, and Putri Meiarta Lubis. 2022. “Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai Piutang Perusahaan Perbankan Sebelum Dan Setelah Implementasi PSAK
71.” Journal of Financial and Tax 2 (1): 32–47. https://doi.org/10.52421/fintax.v2i1.206.
Firmansyah, Amrie, and Muhammad Nizar Arifullah. 2021. “Pencadangan Piutang Pada
Perusahaan Sub Sektor Perbankan Di Indonesia: Dampak Penerapan Psak 71.” CURRENT:
Jurnal Kajian Akuntansi Dan Bisnis Terkini 2 (1): 122–42.
https://doi.org/10.31258/jc.2.1.122-142.
Firmansyah, Amrie, Muhammad Rizky, and Nurlaely Qodarina. 2022. “Manajemen Laba
Sebelum Dan Setelah Penerapan PSAK 71 Pada Perusahaan Subsektor Perbankan Di
Indonesia.” Owner 6 (2): 1363–72. https://doi.org/10.33395/owner.v6i2.706.
Gürel, Ramazan. 2011. (3): 207–17.
Indramawan, Dendy. 2019. “Implementasi PSAK 71 Pada Perbankan.” Buletin Ikatan Bankir
Indonesia 31: 1–7. www.theedgemarkets.com/article/cover-story-banks-brace-mfrs9-
impact.
Rahayu, Duwi. 2021. “Analisis Implementasi PSAK 71 Terhadap Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (Studi Kasus Pada PT Bank XYZ Tbk).” Akuntansi : Jurnal Akuntansi
Integratif 7 (1): 13–25. https://doi.org/10.29080/jai.v7i1.315.

Anda mungkin juga menyukai