Anda di halaman 1dari 7

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN

[AK1043]

‘’LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN’’

Oleh :

Henry Yohanis Palloan (12130046)

Hardy Sutanto (12140024)

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

FAKULTAS BISNIS

PRODI AKUNTANSI

YOGYAKARTA

2017
A. Pendahuluan

KRISIS PERBANKAN

Krisis perbankan yang melanda Indonesia pada 1997 memperlihatkan adanya


kelemahan struktural pada sistem perbankan. Setidaknyanya terdapat 5 faktor yang
mengakibatkan kondisi mikro perbankan menjadi rentan terhadap gejolak. Faktornya yakni ;
1. adanya jaminan terselubung (implicit guarantee) dari bank sentral atas
kelangsungan hidup suatu bank.
2. sistem pengawasan yang kurang efektif.
3. Ketiga, besarnya pemberian kredit dan jaminan baik langsung maupun tidak
langsung kepada individu/kelompok usaha yang terkait dengan bank.
4. Keempat, lemahnya kemampuan manajerial bank.
5. Kelima, kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan.
Kelemahan tersebut menimbulkan moral hazard pada industri perbankan. Moral hazard
membuat rentannya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Masalah moral
hazard semakin mengental sejak liberalisasi perbankan pada Oktober 1988 yang dikenal
dengan Pakto 1988 yang merupakan kelanjutan liberalisasi di sektor perbankan yang dimulai
sejak 1 Juni 1983. Struktur kepemilikan pada industri perbankan turut memperparah masalah
moral hazard. Perbankan Indonesia dominasi oleh bank-bank milik pemerintah yang berasal
dari struktur kolonial. Sedangkan bankbank milik swasta hampir seluruhnya dimiliki atau
merupakan bagian dari konglomerat besar yang bergerak di bidang usaha non-bank seperti
properti dan manufaktur. Dengan kondisi perbankan yang sedemikian itu maka tidak
mengherankan apabila banyak terjadi praktik-praktik perbankan yang tidak sehat mulai dari
kegiatan yang secara jelas melanggar ketentuan sampai kepada perbuatan yang melanggar
etika bisnis. Buruknya kondisi perbankan tersebut diperparah dengan belum tegasnya
mekanisme exit policy dan berlarut-larutnya penyelesaian bank-bank bermasalah. Kondisi ini
mengakibatkan mudah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Hal
ini terbukti pada saat dilikuidasinya 16 bank pada 1 November 1997 yang mengakibatkan
sejumlah bank mengalami rush.
Pada saat mata uang rupiah terdepresiasi dari sekitar Rp.2.400,- per USD pada
pertengahan Januari 1997 menjadi sekitar Rp.14.000,- per USD dan terjadinya rush pada
perbankan serta ancaman hiperinflasi dan kehancuran sistim perbankan, pemerintah
menetapkan strategi pemulihan pada akhir Januari 1998. Terdapat tiga elemen pemulihan
yang diambil yaitu:
1. pemberlakuan blanket guarantee bagi seluruh nasabah dan kreditur bank nasional
yang berlaku minumum dua tahun dengan maksud untuk memulihkan kepercayaan
masyarakat pada bank dan memberikan waktu pada pemerintah untuk mengatasi
situasi perbankan;
2. mendirikan BPPN untuk jangka waktu terbatas dengan cakupan tanggung jawab
untuk mengatasi krisis perbankan; dan
3. menyiapkan kerangka restrukturisasi perusahaan.6 Salah satu program restrukturisasi
tersebut adalah mendirikan lembaga penjamin simpanan.

B. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Lembaga Penjamin


Simpanan
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sejak tanggal 27 Februari 2001 telah
berakhir, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3) meneruskan tugas BPPN sebagai
penyelenggara administrasi program penjaminan terhadap pembayaran kewajiban bank
umum yang diterapkan pemerintah untuk mendorong pemulihan kepercayaan nasabah kepada
perbankan. Zulkarnain Sitompul menguraikan bahwa pada awalnya pendiriannya, BPPN
didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 juncto No. 34 Tahun 1998. Akan tetapi
dengan kewenangan yang diberikan padanya kekuatan hukum Keputusan Presiden tersebut
diragukan. Dasar hukum yang lebih kuat diperoleh BPPN setelah dilakukan amandemen
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998. Setelah amandemen UU Perbankan ini, kemudian keberadaan BPPN diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999.
Perekonomian suatu negara yang beranjak pulih dari krisis, penerapan penjaminan
perbankan harus dipercepat dengan tetap menghindari terjadinya moral hazard (aji
mumpung) bagi pelaku perbankan. Kehati-hatian Pemerintah dalam menyiapkan evaluasi dan
kebijakan dari penerapan program penjaminan perbankan dengan tetap memperhatikan
stabilitas sektor perbankan dengan cara mendorong lahirnya Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Pembentukan LPS diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Dalam Undang–Undang tersebut pada Pasal 37 B disebutkan secara tegas bahwa setiap bank
wajib menjamin dana simpanan masyarakat pada bank itu, dibentuk LPS yang terbentuk
badan hukum Indonesia, serta ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS, suatu lembaga independen yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem
perbankan sesuai dengan kewenangannya, dibentuk.Undang-undang ini berlaku efektif sejak
tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi.
C. TUGAS DAN FUNGSI LPS

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS merupakan lembaga independen yang


berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif memelihara stabilitas
sistem perbankan sesuai kewenangannnya. Simpanan nasabah bank konvensional yang
dijamin LPS berbentuk: tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito, dan bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Selain itu, LPS juga menjamin simpanan nasabah bank syariah
yang berbentuk: giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah.

Secara detil, LPS mempunyai beberapa tugas dalam menjalankan fungsinya, antara lain:

 Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


 Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
 Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannnya.
 Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
 Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
 Melaksanakan penjaminan simpanan.
 Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan.
Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak
berdampak sistemik. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

D. SISTEM LPS

Nilai Simpanan Yang Dijamin LPS


Nilai simpanan yang dijamin oleh LPS paling tinggi sebesar Rp 2 milyar per nasabah
per bank sejak tanggal 13 Oktober 2008. Apabila seorang nasabah mempunyai beberapa
rekening simpanan pada satu bank, maka untuk menghitung simpanan yang dijamin, saldo
seluruh rekening tersebut dijumlahkan. Nilai simpanan yang dijamin tersebut meliputi pokok
ditambah bunga untuk bank konvensional, atau pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi
hak nasabah untuk bank syariah.

LPS hanya akan menjamin pembayaran simpanan nasabah tersebut sampai jumlah Rp
2 milyar. Sedangkan jumlah simpanan di atas Rp 2 milyar akan diselesaikan oleh Tim
Likuidasi berdasarkan hasil likuidasi kekayaan bank.
Jika LPS Mengalami Kesulitan Keuangan

Pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjaga keberlangsungan LPS


termasuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap LPS. UU LPS mengatur bahwa dalam
hal modal LPS menjadi kurang dari modal awal, Pemerintah dengan persetujuan DPR akan
menutup kekurangan tersebut. Sedangkan apabila LPS mengalami kesulitan likuiditas dalam
pembayaran klaim penjaminan, LPS dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah.

Siapa Yang Menjadi Peserta Penjaminan LPS?


Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perbankan, setiap
bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk
menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk LPS. Dalam Pasal 12 UU LPS
ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melakukan
kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis
bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan
bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.

Bagaimana Menentukan Simpanan Yang Layak Bayar Dan Tidak Layak


Bayar?
Klaim penjaminan tidak layak bayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau
verifikasi:

 Data simpanan tidak tercatat pada bank.

 Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar.

 Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi


tidak sehat.

Sistem Premi LPS

Besarnya premi penjaminan adalah sama untuk setiap bank yaitu sebesar 0,1 % (satu
perseribu) dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Premi
penjaminan tersebut dibayarkan dimuka 2 kali dalam 1 tahun yaitu periode 1 Januari
sampai 30 Juni dibayarkan paling lambat tanggal 31 Januari dan periode 1 Juli sampai 31
Desember dibayarkan paling lambat 31 Juli.

Besarnya premi penjaminan tersebut dapat diubah apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu
kriteria berikut:

1. Terjadi perubahan nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu
bank.
2. Akumulasi cadangan penjaminan telah melampaui tingkat sasaran sebesar 2,5 %
dari total simpanan di setiap bank.
3. Terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan pada industri perbankan.

E. PENUTUP

Kepercayaan masyarakat merupakan roh industri perbankan. Sebagai lembaga


penghimpun dan penyalur dana, telah menjadikan bank tergantung kepada kesediaan
masyarakat menempatkan dana di bank sehingga dapat digunakan oleh bank untuk
membiayai kegiatan produktif. Menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap industri
perbankan akan menimbulkan masalah signifikan, tidak saja terhadap industri perbankan itu
sendiri, tetapi juga terhadap perekonomian secara luas yang menyebabkan timbulnya
kerugian ekonomi dan kemudian diikuti dengan munculnya gejolak sosial dan politik yang
harus dibayar mahal. Kehadiran LPS diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan yang pada gilirannya akan menciptakan industri
perbankan yang kokoh.
PERTANYAAN : 1. bagaimana bisa dikatakan nasabah penyebab keadaan bank
menjadi tidak sehat?

Jawaban :

Nasabah yang menjadi penyebab keadaan bank menjdi tidak sehat adalah nasabah yang
memiliki tabungan di bank terkait yang mengalami masalah (tidak sehat) akibat Nasabah
tersebut melakukan peminjaman yang tidak wajar untuk kepntingan pribadi atau kelompok.

Contoh kasus:

- Pemberian kredit kepada pemilik atau perusahaan group sendiri

Kejadian ini tidak hanya terjadi dibarat saja tetapi juga di dunia. Akibat dari praktek-praktek
seperti ini mengakibatkan 40% kegagalan bank. Sebagai contoh pada tahun 1990 negara di
kawasan teluk meberikan kredit yang melampaui batas maksimum kepada pemilik atau
koleganya yang berbisnis di industry minyak. Peristiwa ini bisa terjadi pada Negara-negara
yang penegakan peraturan perbankannya lemah dan adanya ‘’crony capitalism’’ seperti
Indonesia ( Andromeda Bank), Rusia ( Autovasbank ) dan bahkan juga di Amerika Serikat (
Enron/Bush)

Pemberian kredit kepada kelompoknya ( connected lending) contoh lainnya yakni Kelompok
Rumasa di Spanyol. Rumasa adalah konglomerat yang kegiatan usahanya terdiri dari
perdagangan minuman (wine), parawisata dan konstruksi, serta memperluas bisnis melalui
akuisisi bank-bank kecil di daerah Spanyol dan dikelola oleh teman-temannya dan keluarga.
Banl-bank ini memberikan pinjaman lebih dari 70% dari total eksposur kredit mereka ke
kelompok perusahaan Rumasa ( yang berjumlah sekitar 300 anak perusahaan).

Anda mungkin juga menyukai