Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Uang merupakan salah satu alat yang dapat digunakan dalam kegiatan
ekonomi seperti, jual beli, sewa menyewa dan lain sebagainya. Uang di keluarkan
oleh lembaga keuangan khusus yang menangani percetakan uang. Setelah tercetak
maka uang tersebut akan di edarkan ke lembaga-lembaga keuangan lain guna
memenuhi pelayanan pada masyarakat. Salah satunya uang tersebut akan
diedarkan ke bank.

Dulunya ketika mendengar istilah bank, pasti yang terbesit di pikiran


masyarakat adalah bank konvensional. Dimana bank tersebut menghimpun dan
mengedarkan uang kepada masyarakat namun dengan menggunakan sistem
bunga. Dimana setiap tabungan mapun pinjaman akan mendapatkan bunga. Yang
mana dengan sistem bunga yang diterapkan ini dapat merugikan salah satu pihak,
yaitu pihak debitur yang menyetorkan uang yang ia miliki ke bank. atau pihak
yang melakukan pinjamam ke bank. Karena dengan nasabah meminjam uang atau
melakukan pinjaman ke bank maka ia akan mendapatkan bunga yang telah
ditetapkan oleh bank sebelumnya.

Namun lambat laung, makin majunya perkembangan zaman, timbulah bank


syariah, yang mana bank ini menggunakan prinsip yang sesuai dengan syariat
islam dan tidak ada unsur bunga di dalamnya.

Menurut pandangan islam. Sistem bunga yang ada dalam bank konvensional itu
termasuk kategori riba. Dan islam melarang perbuatan riba tersebut. Karena hal
tersebut sudah jelas termuat dalam al quram bahwasannya riba itu bersifat haram.

Lain dengan sistem yang digunakan oleh bank syariah, yang mana menggunakan
sistem bagi hasil yang tak akan merugikan kedua belah pihak. Karena ketika

1
mendapat keuntungan maka akan dibagi dua dan saat terjadi kerugian pun itu akan
di tanggung bersama.

Dalam bank syariah juga terdapat beberapa produk yang dapat dipilih oleh nasaba
seperti murabahah, ijarah, wadiah dan lain sebagainya.

Dalam pelaksanaan sistem-sistem maupun produk-produk tersebut harus sesuai


dengan prosedur yang ada. Karena apabila salah satu pihak, baik dari bank
maupun nasabah melakukan penyimpangan maka hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya moral hazard yang mana dapat berpengaruh terhadap keduanya. Karena
moral hazard ini dapat menyebabkan penyimpangan dan problem di dalamnya.

Selain moral hazard di dalam sistem perbankan juga harus terdapat adanya
disiplin pasar, karena disiplin pasar ini erat kaitannya dengan moral hazard.
Apabila suatu lembaga keuangan atau perbanakan tidak dapan melaksanakan
disiplin pasar dengan baik, maka bisa saja lembaga keuangan tersebut mengalami
moral hazard yang nantinya dapat berpengaruh pada kehidupan di dalam lembaga
keuangan tersebut.

Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter dan perbankan yang
ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank. Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang
terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan
jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank meliputi simpanan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, jaminan atas dana simpanan memang dapat
menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan,
namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya
bahaya moral dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal
tersebut, dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta
menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan
pembentukan suatu lembaga penjamin simpanan sebagai pelaksana penjaminan
dana masyarakat. Menurut undang-undang tersebut, LPS merupakan lembaga
2
independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Sejak
tanggal 22 Maret 2007 hingga sekarang, nilai simpanan maksimum yang dijamin
LPS sebesar Rp100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan
bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah memiliki
simpanan lebih dari Rp100 juta, maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari
hasil likuidasi bank tersebut. Adanya penjaminan simpanan dapat menurunkan
tambahan penghasilan dari deposan dan kreditur untuk memantau aktivitas bank
sehingga meningkatkan insentif bank untuk mengambil risiko untuk memperoleh
pengembalian yang tinggi.
Masalah lain dari didirikannya Lembaga Penjamin Simpanan yaitu
pemerintah sering bersikap pilih kasih dalam menerapkan kebijakan. Pemerintah
cenderung melindungi bank-bank besar daripada bank-bank kecil. Alasannya
karena bank-bank besar memiliki jaringan yang luas sehingga jika bank-bank
besar terpaksa harus dilikuidasi, keuangan di Indonesia juga akan mengalami
kekacauan. Sehingga bank-bank besar ini semakin berani mengambil resiko yang
membuat mereka rentan terhadap kegagalan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah singkat munculnya Bank Syariah di Indonesia ?


2. bagaimana terjadinya Moral Hazard di perbankan ?
3. Bagaimana peranan disiplin pasar dalam perbankan?
4. Bagaimana system penjaminan simpanan dalam perbankan di Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui sejarah singkat munculnya Bank Syariah di Indonesia


2. Mengetahui Moral Hazard

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bank syariah

Bank merupakan tempat uang digunakan untuk menghimpun dana dari


masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat. Dalam islam kita
mengenal istilah bank islam atau bank syariah. Bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Dalam hal ini jelas
bahwasannya bank syariah tidak menggunakan sistem bunga seperti yang
digunakan pada bank-bank konvensional pada umumnya, namum perbankan
syariah ini menggunakan sistem bagi hasil yang mana keuntungan dan kerugian di
tanggung bersama oleh pihak bank dan nasabah.

Bank syariah muncul di Indonsia karena adanya problem atau permasalahan


mengenai penerapan system bunga yang digunakan oleh bank konvensional.
Karena pada dasarnya system bunga sama halnya dengan riba dan ini jelas
dilarang dalam Islam. Dan inilah yang telah lama mengaganjal bagi umat Islam.
Dan akhirnya pada tahun 1991 muncullah bank syariah di Bandung yang
mana setelah diundangkannya UU perbankan nomor 7 tahun 1992 yang isinya
tentang bank bagi hasil saat itu juga berdiri Bank Muamalat Indonesia. Setelah itu
mulai muncullah bank-bank yang berbasis syariah. Yang mana perkembangan
bank syariah di Indonesia saat ini sangatlah pesat dan mempunyai peluang besar
karena peluang pasarnya yang luas dan sejalan dengan mayoritas penduduk
Indonesia.

2.2 Moral Hazard


Pada awalnya istilah moral hazard biasa digunakan dalam bidang asuransi.
Makna moral hazard dalam kamus bahasa Inggris dijelaskan sebagai the hazard
arising from the uncertainty or honesty of the insured ialah bahaya yang timbul

4
dari ketidakpastian atau kejujuran tertanggung.1 Dalam bidang asuransi, moral
hazard ini menerangkan tentang pemegang asuransi yang kemungkinan dengan
sengaja akan melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian terhadap barang
yang diasuransikannya dengan harapan akan memperoleh klaim penggantian dari
perusahaan asuransi. Hal tersebut dilakukan karena bila pemegang asuransi
mengalami kerugian maka yang menanggung kerugian tersebut adalah perusahaan
asuransi, sehingga memicu sikap ketidak hati-hatian (imprudent) si pemegang
asuransi.2 Sebagai contoh : bila seorang pengusaha yang mengambil asuransi
resiko kebakaran untuk gudangnya. Ketika ia terjepit hutang dan menjelang jatuh
tempo maka kecenderungannya akan mengambil jalan pintas dan melakukan
ketidakjujuran, ia akan membakar sendiri gudangnya untuk mendapatkan dana
asuransi sebagai ganti ruginya. Moral hazard muncul karena seorang individu atau
lembaga yang tidak konsekuen secara penuh dan tidak bertanggung jawab atas
perbuatannya, dan karenanya cenderung untuk bertindak kurang hati-hati untuk
melepas tanggung jawab atas konsekuensi dari tindakannya kepada pihak lain. 3
(Tri Susanto, 2010).
Istilah moral hazard juga digunakan dalam bidang perbankan yang lebih
tertuju pada perilaku pihak-pihak yang memiliki kepentingan tersendiri
(stakeholder). Misalnya pihak bank (pemegang saham dan manajemen) atau
debitur perbankan yang melakukan perbuatan atau tindakan dengan maksud
tersembunyi yang berlawanan dengan etika bisnis dan hukum yang berlaku untuk
keuntungan dirinya. (Luiz, Silva dan Masaru, 2001). Dalam dunia perbankan
moral hazard kerap terjadi dan sudah menjadi kebiasaan dari para bankir, seperti
korupsi dan penyimpangan baik di bank BUMN maupun bank swasta.

Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya moral hazard.

1
Khaikal, Mulki, “Analisis Pengaruh Moral Hazard Terhadapan Pembiayaan Moral Hazard di
Indonesi” (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hlm.13
2
Taswan Ibrahim, Ragimun. Moral Hazard dan Pencegahannya Pada Industru Perbankan di
Indonesia. Jurnal Kemenkeu, hlm.10
3
Khaikal, Mulki, “Analisis Pengsaruh Moral Hazard Terhadapan Pembiayaan Moral Hazard di
Indonesi” (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hlm.13
5
1. Aturan yang lemah
Aturan yang lemah dari suatu perbankan dapat menyebabkan bank
memberikan kredit seenaknya sendiri tanpa memikirkan penyebab yang akan
terjadi.
2. Adanya jaminan simpanan
Hal ini menyebabkan bank tidak berhati-hati dalam memberikan pinjaman
kepada masyarakat karena pihak bank menganggap bahwasanya ada yang
menjamin simpanan tersebut yaitu pemerintah atau lembaga penjamin
simpanan.

3. Adanya penjaminan yang diberikan bank central kepada bank


Karena adanya jaminan yang diberikan oleh bank central maka pihak bank
akan memberikan pinjaman sebesar-besarnya kepada nasabah begitu juga
nasabah yang mana mereka akan meminjam melampaui kebutuhan mereka.

Dengan memperhatikan penyebab moral hazard, maka masalah moral hazard yang
terjadi dilembaga keuangan dapat diidentifikasikan menjadi :
1. Moral hazard pemegang saham (bank), terhadap deposan
Hal ini berarti bahwasannya apabila mereka melakukan kontrak dalam
suatu proyek dan proyek tersebut gagal, maka pihak deposan tidak akan
menerima balik unag yang telah ia keluarkan, namun sebaliknya apabila
proyek tersebut berhasil maka pihak pemegang saham akan menerima
lebih banyak keuntungan. Dan disini terjadi transfer kekayaan kepada
pemegang saham
2. Moral hazard pemegang saham terhadap penjamin simpanan
Dalam hal ini pihak pemegang saham (bank) yang memiliki sumber dana
yang tinggi akan terdorong untuk menginvestasikan dana tesebut pada
investasi yang berisiko tinggi, karena apabila investasi tersebut gagal maka
lembaga penjamin simpananlah yang akan menanggung lebih besar dari
kerugian tersebut.
3. Moral hazard manajer terhadap pemegang saham
6
Manajer dapat melakukan moral hazard karena dia bukan pemilik dan juga
bukan penanggung resiko, namun dia adalah pengambil keputusan dalam
perbankan. Jadi manajer akan mengambil keputusan dengan resiko yang
tinggi. Karena pada dasarnya resiko yang tinggi juga memiliki return yang
tinggi. Jadi bila keputusan yang diambil berhasil maka akan mendatangkan
return yang tinggi dan manajer akan dinilai berkinerja tinggi dan secara
tidak langsung ia akan mendapat keuntungan materiil maupun non
materiil. Namun apabila keputusan tersebut gagal maka akan ditanggung
oleh pemegang saham.

4. Moral hazard pemegang saham mayoritas terhadap pemegang saham


minoritas
Ketika pemegang saham mayoritas memiliki kepemilikan yang tinggi di
bank, maka manajer atau pemimpin lembaga akan tunduk pada pada
pemegang saham tertinggi tersebut. Dan hal tersebut menyebabkan
pemegang saham mayoritas dapat melakukan tindakan demi
kepentingannya sendiri yang mana hal tersebut dapat melanggar peraturan
yang ada. Maka dari situ terjadilah moral hazard pemegang saham
mayoritas terhadap pemegang saham minoritas.

5. Moral hazard peminjam (debitur) terhadap bank


Dimana biasanya hal ini terjadi karena pihak bank tidak mengetahui
keadaan peminjam yang sebenarnya (ketidak sesuaian informasi yang
didapat pihak bank). Dan secara tidak langsung pihak bank hanya
mengetahui sedikit informasi mengenai kemampuan peminjam untuk
membayar. Sedangkan terkadang perilaku para peminjam itu dapat
berubah setelah mendapat pinjaman dari bank. Bisa saja si peminjam
tersebut menggunakan uang yang ia dapat dari pihak bank untuk
melakukan kegiatan- kegiatan yanh berisiko tinggi, sedangkan bila terjadi
kebangkrutan maka pihak bank ikut menanggungnya

7
6. Moral hazard peminjam (debitur) terhadap lembaga peminjam kredit
Dalam hal ini pihak bank mentransfer risikonya kepada lembaga penjamin
kredit. Dengan adanya penjaminan kredit ini maka tidak menutup
kemungkinan bahwasannya si peminjam ini akan berupaya untuk
mendapatkan pinjaman yang memiliki risiko tinggi. Dan apabila terjadi
kegagalan maka pihak lembaga pinjaman kredit akan ikut menanggungnya

2.3 Disiplin Pasar


Disiplin pasar merupakan tindakan yang dilakukan masyarakat, utamanya
nasabah penyimpan, kreditur, serta investor dalam hal bank telah go public, untuk
mendisiplinkan bank. Tindakan disiplin tersebut dilakukan terhadap bank yang
dipersepsikan mengambil risiko terlalu besar atau melakukan tindakan yang
dipandang tidak sejalan dengan kepentingan nasabah penyimpan, kreditur, atau
investor.

Disiplin pasar dapat diwujudkan antara lain dengan menarik/memindahkan


simpanan, atau menjual surat utang, obligasi, dan saham yang diterbitkan bank
tersebut. Secara konseptual disiplin pasar dapat digunakan oleh otoritas perbankan
dengan dua cara yang berbeda yaitu dengan: (1) disiplin pasar secara langsung
yang bertujuan agar investor di pasar mempengaruhi perilaku manajer bank, dan
berfungsi sebagai substitusi untuk pengawasan kehati-hatian bank, (2) Disiplin
pasar secara tidak langsung yang bertujuan agar investor di pasar memonitor
perilaku manajer bank dan berfungsi sebagai komplemen untuk pengawasan
kehati-hatian bank. Disiplin pasar tidak langsung memberikan informasi yang
baru dan objektif untuk yang dapat digunakan oleh pengawas perbankan untuk
meningkatkan pengawasan pada masalah perbankan dan juga membantu tindakan
untuk menyelamatkan perbankan.Dalam penciptaan disiplin pasar olehdeposan,
bank didorong untuk meningkatkan transparansi kondisi keuangan dan
kinerjabank melalui publikasi laporan kepada masyarakat. DisiplinDisiplin pasar
dalam sektor perbankandapat dimaknai sebagai situasi dimana privat sector agent
menghadapi biaya sebagai akibat bank melakukan tindakan yang berisiko, dan
mengambil tindakan pada basis biaya (Berger,1991). Sebagai contoh ketika bank
8
mengambil risiko tinggi dan simpanan masyrakat tidak dijamin, maka deposan
dapat bereaksi kepada bank yang berisiko tinggi tersebut dengan mensyaratkan
tingkat bunga lebih tinggi atau menarik depositonya. Konsekuensi bank atas
reaksi deposan tersebut akan bertindak hati-hati dan berusaha untuk bekerja pada
risiko yang bisa diterima (sehat). (Taswan, 2009) Disiplin pasar bertujuan
mendorong peran publik untuk ikut serta mengawasi bank. Syarat utama
tercapainya tujuan tersebut antara lain (a) tersedia informasi yang cukup bagi
publik mengenai kondisi bank dan (b)kemampuan publik dalam menilai kondisi
bank melalui analisa atas informasi yang tersedia. Bank sebagai lembaga
keuangan dan dipercaya masyrakat dituntut untuk memberikan informasi yang
benar mengenai kondisinya kepada nasabah dan investor. Dalam penciptaan
disiplin pasar oleh deposan, bank didorong untuk meningkatkan transparansi
kondisi keuangan dan kinerja bank melalui publikasi laporan kepada masyarakat.

Disiplin pasar dalam sektor perbankan dapat dimaknai sebagai situasi dimana
privat sector agent menghadapi biaya sebagai akibat bank melakukan tindakan
yang berisiko, dan mengambil tindakan pada basis biaya (Berger, 1991). Sebagai
contoh ketika bank mengambil risiko tinggi dan simpanan masyrakat tidak
dijamin, maka deposan dapat bereaksi kepada bank yang berisiko tinggi tersebut
dengan mensyaratkan tingkat bunga lebih tinggi atau menarik depositonya.
Konsekuensi bank atas reaksi deposan tersebut akan bertindak hati – hati dan
berusaha untuk bekerja pada risiko yang bisa diterima (sehat). (Taswan, 2009)
Disiplin pasar bertujuan mendorong peran publik untuk ikut serta mengawasi
bank. Syarat utama tercapainya tujuan tersebut antara lain (a) tersedia informasi
yang cukup bagi publik mengenai kondisi bank dan (b)kemampuan publik dalam
menilai kondisi bank melalui analisa atas informasi yang tersedia. Bank sebagai
lembaga keuangan dan dipercaya masyrakat dituntut untuk memberikan informasi
yang benar mengenai kondisinya kepada nasabah dan investor.

2.4 Penjaminan Simpanan

9
Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter dan perbankan yang
ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank. Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang
terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan
jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank meliputi simpanan masyarakat
(blanket guarantee). Hal itu ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26
Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum"
dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap
Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".4

Dalam pelaksanaannya, jaminan atas dana simpanan memang dapat


menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan,
namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya
bahaya moral dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal
tersebut, dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta
menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas
lingkupnya tersebut diganti dengan sistem penjaminan terbatas.5

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan


pembentukan suatu lembaga penjamin simpanan sebagai pelaksana penjaminan
dana masyarakat. Oleh karena itu, pada tanggal 22 September 2004, Presiden
Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24
tentang Lembaga Penjamin Simpanan/LPS (Indonesia Deposit Insurance
Corporation). Menurut undang-undang tersebut, LPS merupakan lembaga
independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Sejak
tanggal 22 Maret 2007 hingga sekarang, nilai simpanan maksimum yang dijamin
LPS sebesar Rp100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan
bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah memiliki

4
Ktut Silvanita, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2009 hlm 31

5
Ibid
10
simpanan lebih dari Rp100 juta, maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari
hasil likuidasi bank tersebut.6

Dengan ditetapkannya batasan simpanan yang dijamin oleh LPS, para nasabah
yang memiliki simpanan melebihi jumlah yang ditetapkan, mereka akan
menghadapi risiko besar apabila bank tempat mereka menempatkan simpanan
ditutup. Sehingga para nasabah akan terdorong untuk selalu memantau kondisi
dan kinerja bank. Sedangkan pihak penjamin simpanan juga dapat mengecualikan
penjaminan atas suatu jenis simpanan tertentu apabila simpanan tersebut berupa
perangkat investasi dan hanya memiliki nasabah tertentu.

Adanya Lembaga Penjamin Simpanan juga mengakibatkan masalah tersendiri.


Karena para nasabah telah menganggap sudah ada penjamin dalam menjamin
simpanan mereka di bank, mereka menjadi lalai dan cenderung mengabaikan
kondisi kesehatan bank tempat mereka menyimpan simpanannya. Selain itu dari
pihak bank juga akan berani mengambil resiko yang besar karena mereka
mengganggap telah membayar premi untuk menjamin simpanan nasabah jika
suatu saat bank tersebut harus dilikuidasi. Pihak bank akan menyerahkan sebagian
resiko itu kepada pihak penjamin simpanan.

Untuk itu, perlu dilakukan tindakan untuk mendisiplinkan bank-bank yang


dianggap mengambil resiko terlalu besar, yakni dengan melakukan disiplin pasar.
Salah satu cara untuk melakukan peningkatan disiplin pasar yaitu dengan cara
mengecualikan penjaminan terhadap simpanan milik pihak yang mempunyai
kemampuan untuk melakukan analisis kondisi dan kinerja bank seperti: bank,
perusahaan asuransi, dana pensiun, atau perusahaan sekuritas. Jadi pihak yang
diharapkan melakukan disiplin pasar adalah nasabah-nasabah besar dan para
kreditur. Kurangnya informasi serta kemampuan dalam menilai kondisi dan
kinerja bank mengakibatkan nasabah-nasabah kecil menjadi sensitif terhadap isu
mengenai keadaan suatu bank dan mudah memicu kepanikan para nasabah

6
Ktut Silvanita, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2009 hlm 31

11
sehingga mereka melakukan penarikan dana serentak. Dalam hal ini, peran
Lembaga Penjamin Simpanan yakni mengalihkan risiko yang dihadapi oleh
nasabah kecil sehingga tindakan penarikan dana serentak tersebut dapat dicegah.

Manfaat dari adanya lembaga penjamin simpanan bagi nasabah besar yakni
terciptanya sistem perbankan yang lebih stabil dan kompetitif. Selain itu, nasabah
besar dapat memperoleh manfaat dalam pelaksanaan fungsi LPS untuk
memelihara stabilitas sistem perbankan melalui pelaksanaan resolusi bank gagal.

Metode Lembaga Penjamin Simpanan dalam melakukan penyehatan bank


gagal yakni dengan cara mempertahankan keberlangsungan operasional bank dan
melakukan penyertaan modal sementara. Metode tersebut menjadikan semua
nasabah baik yang besar maupun yang kecil serta kreditur bank akan mendapat
manfaat dari upaya penyehatan bank yang dilakukan oleh LPS. Selain itu, metode
lain yang dilakukan oleh LPS adalah dengan menetapkan untik tidak
menyelamatkan bank gagal serta merekomendasikan pencabutan izin usaha bank
tersebut. Setelah melakukan proses verifikasi dan pemulihan, pihak LPS akan
membayar klaim penjaminan atas simpanan yang layak bayar.

Adanya penjaminan simpanan dapat menurunkan tambahan penghasilan dari


deposan dan kreditur untuk memantau aktivitas bank sehingga meningkatkan
insentif bank untuk mengambil risiko untuk memperoleh pengembalian yang
tinggi. Oleh karena itu, moral hazard dari suati bank akan semakin tinggi bila
jaminan simpanan diperoleh secara gratis. Untuk itu, Indonesia mendirikan
Lembaga Penjamin Simpanan dengan memberlakukan premi pada tiap bank untuk
menjamin dana nasabah.

Masalah lain dari didirikannya Lembaga Penjamin Simpanan yaitu pemerintah


sering bersikap pilih kasih dalam menerapkan kebijakan. Pemerintah cenderung
melindungi bank-bank besar daripada bank-bank kecil dikarenakan pemerintah
menolak gagalnya bank-bank besar. Alasannya karena bank-bank besar memiliki
jaringan yang luas sehingga jika bank-bank besar terpaksa harus dilikuidasi,
keuangan di Indonesia juga akan mengalami kekacauan. Sehingga bank-bank
12
besar ini semakin berani mengambil resiko yang membuat mereka rentan terhadap
kegagalan.

BAB III
KESIMPULAN

13
Bank Syariah
Bank merupakan tempat uang digunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat. Dalam islam kita
mengenal istilah bank islam atau bank syariah. Bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Dalam hal ini jelas
bahwasannya bank syariah tidak menggunakan sistem bunga seperti yang
digunakan pada bank-bank konvensional

Moral Hazard
Makna moral hazard dalam kamus bahasa Inggris dijelaskan sebagai the
hazard arising from the uncertainty or honesty of the insured ialah bahaya yang
timbul dari ketidakpastian atau kejujuran tertanggung. Dalam bidang asuransi,
moral hazard ini menerangkan tentang pemegang asuransi yang kemungkinan
dengan sengaja akan melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian terhadap
barang yang diasuransikannya
Istilah moral hazard juga digunakan dalam bidang perbankan yang lebih tertuju
pada perilaku pihak-pihak yang memiliki kepentingan tersendiri (stakeholder).
Misalnya pihak bank (pemegang saham dan manajemen) atau debitur perbankan
yang melakukan perbuatan atau tindakan dengan maksud tersembunyi yang
berlawanan dengan etika bisnis dan hukum yang berlaku untuk keuntungan
dirinya.

Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya moral hazard.


1. Aturan yang lemah
2. Adanya jaminan simpanan
3. Adanya penjaminan yang diberikan bank central kepada bank

Dengan memperhatikan penyebab moral hazard, maka masalah moral hazard yang
terjadi dilembaga keuangan dapat diidentifikasikan menjadi :
1. Moral hazard pemegang saham (bank), terhadap deposan
2. Moral hazard pemegang saham terhadap penjamin simpanan
14
3. Moral hazard manajer terhadap pemegang saham

Disiplin Pasar
Disiplin pasar merupakan tindakan yang dilakukan masyarakat, utamanya
nasabah penyimpan, kreditur, serta investor dalam hal bank telah go public, untuk
mendisiplinkan bank. Tindakan disiplin tersebut dilakukan terhadap bank yang
dipersepsikan mengambil risiko terlalu besar atau melakukan tindakan yang
dipandang tidak sejalan dengan kepentingan nasabah penyimpan, kreditur, atau
investor.

Penjaminan Simpanan
Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter dan perbankan yang
ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank. Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang
terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan
jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank meliputi simpanan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, jaminan atas dana simpanan memang dapat
menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan,
namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya
bahaya moral dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal
tersebut, dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta
menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan
pembentukan suatu lembaga penjamin simpanan sebagai pelaksana penjaminan
dana masyarakat. Menurut undang-undang tersebut, LPS merupakan lembaga
independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Sejak
tanggal 22 Maret 2007 hingga sekarang, nilai simpanan maksimum yang dijamin
LPS sebesar Rp100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan
bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah memiliki
simpanan lebih dari Rp100 juta, maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari
hasil likuidasi bank tersebut. Adanya penjaminan simpanan dapat menurunkan
15
tambahan penghasilan dari deposan dan kreditur untuk memantau aktivitas bank
sehingga meningkatkan insentif bank untuk mengambil risiko untuk memperoleh
pengembalian yang tinggi.
Masalah lain dari didirikannya Lembaga Penjamin Simpanan yaitu
pemerintah sering bersikap pilih kasih dalam menerapkan kebijakan. Pemerintah
cenderung melindungi bank-bank besar daripada bank-bank kecil. Alasannya
karena bank-bank besar memiliki jaringan yang luas sehingga jika bank-bank
besar terpaksa harus dilikuidasi, keuangan di Indonesia juga akan mengalami
kekacauan. Sehingga bank-bank besar ini semakin berani mengambil resiko yang
membuat mereka rentan terhadap kegagalan.

16

Anda mungkin juga menyukai