Disusun oleh:
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sumber asset bank adalah dana pihak ketiga yaitu berasal dari simpanan dana
nasabah yang berbentuk tabungan wadiah, tabungan mudharabah, deposito mudharabah dan giro
wadiah.
Dengan mempertimbangkan keamanan serta kepercayaan nasabah, pihak bank tentu ingin
mengamankan dana tersebut dengan cara menjaminkan dana tersebut ke Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) agar apabila suatu saat bank mungkin mengalami masalah likuiditas, dana nasabah tersebut
aman dan dapat kembali dalam jumlah yang sudah ditentukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan
sehingga kredibilitas bank tersebut tetap terjaga dan dengan menjadi peserta dari Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) yang mampu menigkatkan keamanan serta kepercayaan masyarakat untuk
menyimpan dananya di bank tersebut akan mampu menigkatkan jumlah nasabah produk tabungan
pada bank syariah itu sendiri.
Bank-bank syariah menjadi peserta penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan untuk
menjamin dana nasabah dan meningkatkan kepercayaan nasabahnya untuk menabung di bank tersebut
sebagai tempat menyimpan dana yang aman.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS )?
2. Bagaimana cara LPS beroperasi?
3. Bagaimana landasan hukum LPS?
4. Apa saja tugas dan tanggung jawab LPS?
5. Bagaimana regulasi yang dikeluarkan oleh OJK untuk LPS?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi dari LPS.
2. Memahami cara LPS beroperasi.
3. Mengetahui landasan hukum LPS.
4. Mengetahui tugas dan tanggung jawab LPS.
5. Mengetahui regulasi yang dikeluarkan untuk LPS.
D. Kajian Pustaka
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) yang dibentuk pada tanggal 22 September 2004, LPS memiliki dua fungsi yaitu menjamin
simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank yang tidak berhasil
disehatkan atau bank gagal.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS merupakan lembaga independen yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai
kewenangannnya. Simpanan nasabah bank konvensional yang dijamin LPS berbentuk: tabungan,
deposito, giro, sertifikat deposito, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Selain itu, LPS
juga menjamin simpanan nasabah bank syariah yang berbentuk: giro wadiah, tabungan wadiah,
tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
LPS menjamin simpanan pada seluruh bank konvensional dan bank syariah yang beroperasi di
wilayah Republik Indonesia, baik Bank Umum (Bank Asing, Bank Campuran, Bank Swasta Nasional,
Bank Pembangunan Daerah dan Bank milik Pemerintah) maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan oleh LPS bersifat terbatas, bukan merupakan
penjaminan menyeluruh (blanket guarantee). Sistem penjaminan menyeluruh ini pernah dilakukan
pemerintah pada kasus krisis 1997. Jumlah simpanan yang dijamin oleh LPS juga dapat disesuaikan,
melihat keadaan ekonomi secara menyeluruh. Seperti halnya pada krisis 2008, pemerintah pernah
menaikkan jumlah simpanan yang dijamin oleh LPS, dari Rp100 juta menjadi Rp2 Miliar.
Dengan mempertimbangkan keamanan serta kepercayaan nasabah pihak bank tentu ingin
mengamankan dana tersebut dengan cara menjaminkan dana tersebut ke Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) agar apabila suatu saat bank mungkin mengalami masalah likuiditas, dana nasabah tersebut
aman dan dapat kembali dalam jumlah yang sudah ditentukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Di
Banjarmasin sendiri mulai bermunculan bank-bank syariah diantaranya BRI Syariah, Bank Syariah
Mandiri, BNI Syariah, Bank Muamalat, Bank Mega Syariah, BTPN Syariah, BTN syariah dan BPRS
Syariah yang tergabung dalam Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) dimana tugas dan
fungsinya sama dengan bank-bank umum lainnya yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana dan
memberikan jasa-jasa bank lainnya ke masyarakat.
PEMBAHASAN
Definisi
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22
September 2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga
pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005. Setiap bank yang melakukan
kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.
Aspek hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan suatu kebutuhan sebagai
penunjang sistem pengawasan bank yang efektif dan merupakan lembaga yang diharapkan dapat
menjamin pengembalian dana yang disimpan pada bank. Perlu dipikirkan terlebih dulu dalam
pembentukan LPS adalah tersedianya perangkat hukum yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum
dan ketentuan yang mengatur tata cara pelaksanaan penjaminan oleh LPS, sanksi dan tata cara
pengawasan terhadap LPS
a. LPS dibentuk oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan.
b. LPS adalah badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan.
c. LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya.
LPS menjamin uang masyarakat tidak akan hilang meskipun bank tersebut mengalami likuidasi. Saat
sebuah bank mengalami kondisi yang buruk dan dinyatakan sebagai Bank Gagal, maka LPS dapat
melakukan tugas dan wewenang di atas untuk mengupayakan penyelamatan bank. Apabila upaya
penyelamatan tidak berhasil, bank dapat dibubarkan dan dilakukan likuidasi termasuk penjualan aset
dan pemberesan kewajiban.
Di sini, untuk nasabah yang memenuhi syarat, LPS akan mengganti dana simpanan setiap nasabah
hingga jumlah tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran
Nilai Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, nilai simpanan yang dijamin ditentukan
paling banyak senilai Rp 2 miliar. Jenis simpanan ini dapat berupa tabungan, giro, deposito, sertifikat
deposito, atau bentuk-bentuk lain yang serupa.
Dengan kata lain, jika Anda memiliki simpanan lebih dari Rp 2 miliar di bank yang bangkrut, sisa
simpanan tersebut tidak akan dikembalikan. Namun, simpanan yang tidak dijamin ini masih bisa
diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Agar nasabah dapat mengklaim simpanan mereka di
bank, berikut beberapa syarat yang harus dicermati:
Berikutnya adalah penjelasan mengenai kewajiban bank perihal simpanan yang dijamin oleh LPS.
Berikut beberapa hal yang perlu dicatat dan anda ketahui agar simpanan nasabah terjamin oleh LPS.
1. Menyerahkan berbagai dokumen seperti, salinan anggaran dasar dan akta pendirian bank,
salinan dokumen perizinan bank, surat keterangan dari LPP (Laporan Perekonomian
Provinsi), surat pernyataan dari pemegang saham, dan dokumen pendukung lainnya.
2. Memberikan data berupa informasi atau dokumen yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
penjaminan.
3. Menempatkan bukti kepesertaan atau duplikasinya di dalam kantor bank tersebut atau tempat
lainnya yang mudah diketahui oleh masyarakat.
4. Membuat pengumuman yang mudah diakses pada seluruh kantor bank agar dengan mudah
diketahui oleh nasabah.
Setiap bank konvensional dan syariah di Indonesia, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan
Rakyat dijamin oleh LPS.
Landasan Hukum Lembaga Penjamin Simpanan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Rangka Melaksanakan Langkah-langkah
Penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Tata Cara
Penghapusbukuan dan Penghapustagihan Aset yang Tersisa dari Program Restrukturisasi
Perbankan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai
Simpanan Yang Dijamin LPS
Rangkuman :
1. PP ini mengatur mengenai perubahan besaran nilai simpanan yang dijamin oleh LPS
untuk mengantisipasi dampak dari krisis keuangan global.
2. Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank yang semula
berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU LPS ditetapkan paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah), berdasarkan PP ini diubah menjadi paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
3. Ketentuan ini tidak berlaku untuk simpanan nasabah bank yang dicabut izin usahanya
sebelum PP ini mulai berlaku.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2005 tentang Penjaminan
Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Rangkuman :
1. PP ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 96 UU No 24 tahun 2004 tentang LPS, yang
mengatur mengenai penjaminan simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah.
2. Studi Kasus
BPRS Aman Syariah adalah bank pembiayaan rakyat syariah yang beralamat di Jalan Raya
Sumber Gede Sekampung Lampung Timur. Pada saat pertama kali beroperasi yaitu pada tahun
2014 BPRS Aman Syariah telah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat khususnya
masyarakat yang merupakan warga Lampung Timur. Hal tersebut dibuktikan dengan selalu
bertambahnya jumlah nasabah yang menabung setiap tahunnya hingga saat ini jumlah nasabah
BPRS Aman Syariah Sekampung adalah sebanyak 4962 orang. BPRS Aman syariah telah resmi
terdaftar menjadi anggota dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yaitu pada bulan Desember
2014. Simpanan nasabah bank beradasarkan prinsip syariah yang dijamin oleh Lembaga
Penjamin Simpanan adalah:
Selama berdiri sejak tahun 2014 dan resmi beroperasi BPRS Aman Syariah belum pernah
mendapatkan masalah tentang jaminan nasabah yang sampai melibatkan Lembaga Penjamin
Simpanan, kendati demikian adanya Lembaga Penjamin Simpanan turut andil dalam menjaga
kesehatan bank, khususnya nasabah penyimpan.
Namun, Menurut hasil wawancara mereka mengungkapakan bahwa BPRS Aman Syariah kurang
mensosialisasikan adanya LPS kepada para nasabah. Itu dibuktikan dengan pernyataan nasabah
bahwa saat pertama kali melakukan pendaftaran atau membuka rekening dan pada saat mereka
berinteraksi kepada karyawan, nasabah tidak dijelaskan tentang LPS oleh, meskipun pada brosur
telah dimuat pemberitahuan perihal BPRS yang sudah dijamin LPS. Tidak dapat dipungkiri
bahwa pemahaman serta pengetahuan masyarakat atau nasabah tentang LPS turut mempengaruhi
kepercayaan mereka terhadap BPRS Aman Syariah. Jika masyarakat atau nasabah lebih
memahami tentang LPS tentu peran LPS akan bisa terealisasi dengan baik dan bisa dirasakan
oleh masyarakat atau nasabah itu sendiri. Sehingga kepercayaan masyarakat atau nasabah
terhadap perbankan juga akan meningkat. Tetapi jika sosialisai yang dilakukan bank untuk
menambah pengetahuan nasabah tentang LPS masih terbatas itu akan sulit dalam melihat peran
LPS dalam perbankan.
Daftar Pustaka
https://www.lps.go.id/web/guest/peraturan-
lps?p_p_id=101_INSTANCE_Jg82&p_p_lifecycle=0&p_p_state=normal&p_p_mode=view&p_p_c
ol_id=column-
2&p_p_col_count=1&_101_INSTANCE_Jg82_delta=25&_101_INSTANCE_Jg82_keywords=&_1
01_INSTANCE_Jg82_advancedSearch=false&_101_INSTANCE_Jg82_andOperator=true&p_r_p_
564233524_resetCur=false&_101_INSTANCE_Jg82_cur=2 diakses pada tanggal 24 Mei 2021
https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/734/1/SKRIPSI%20KESIT%20RAMIA%20DEVI%20fix
.pdf. Diakses pada tanggal 24 Mei 2021