Abstract
Ket :
P0 = Perlakuan kontrol (NaCl 0,9%)
P1 = Perlakuan dengan dosis Ovaprim 0,3 ml/kg
P2 = Perlakuan dengan dosis Ovaprim 0,5 ml/kg
P3 = Perlakuan dengan dosis Ovaprim 0,7 ml/kg
2.Waktu Laten Pada perlakuan P3 (dosis 0,7
Dari Tabel 1 dapat dilihat ml/kg bobot tubuh) memberikan
bahwa pemberian ovaprim dengan waktu laten paling singkat. Hal ini
dosis berbeda menunjukkan waktu menunjukkan bahwa perlakuan
laten yang berbeda-beda pada setiap ovaprim dosis 0,7 ml/kg bobot tubuh
perlakuan. Rata-rata waktu laten ikan uji memberikan kontribusi yang
tersingkat secara berurutan terdapat terbaik pada waktu laten ikan siban
pada perlakuan P3 (dosis 0,7 ml/kg (Cyclocheilichthys apogon). Sukendi
bobot tubuh) dengan rata-rata waktu (1995) menyatakan penggunaan
laten 7,07 jam, diikuti dengan P2 ovaprim dengan dosis tertentu pada
(dosis 0,5 ml/kg bobot tubuh) dengan dasarnya bertujuan untuk
rata-rata waktu laten 7,14 jam, P1 mempercepat proses pematangan dan
ovulasi. Sedangkan pada perlakuan
(dosis 0,3 ml/kg bobot tubuh) dengan
P0 (kontrol, penyuntikan dengan
rata-rata waktu laten 7,27 jam, dan
NaCl 0,9 %) waktu ovulasi yang
pada perlakuan P0 (kontrol,
terjadi tidak sama dengan perlakuan
penyuntikan dengan NaCl 0,9 %) yang mendapatkan dosis Ovaprim.
dengan rata-rata waktu laten 10,15 Dari hasil penelitian ini
jam. menunjukan bahwa induk ikan siban
Pemberian Ovaprim pada (Cyclocheilichthys apogon) yang
ikan siban (Cyclocheilichthys disuntik dengan hormon Ovaprim
apogon) berdasarkan hasil percoban dengan dosis 0,7 ml/kg b0bot badan
ini menunjukan bahwa pemberian ikan dapat menyebabkan
Ovaprim dengan dosis berbeda dapat peningkatan konsentrasi hormon
memberikan waktu laten yang gonadotropin di dalam darah
berbeda. sehingga dapat merangsang
4
60,23% dan yang terendah terdapat bobot tubuh dan dosis 0,7 ml/kg
pada perlakuan P0 (kontrol, NaCl bobot tubuh menghasilkan angka
0,9%) yaitu sebesar 40%. penetasan yaitu sebesar 16,72% dan
Penggunaan hormon 13, 96 %. Manik (2016) terhadap
Ovaprim tidak hanya mendorong ikan Mali ( Labeobarbus festifus)
induk untuk ovulasi saja, tetapi juga dengan dosis Ovaprim 0,7 ml/kg
kaitannya dengan keberhasilan bobot tubuh menghasilka angka
pembuahan. Dalam penelitian ini penetasan yaitu sebesar 40,39%.
tingkat fertilisasi yang optimal Bakkara (2016) terhadap ikan Lelan
didapatkan dosis 0,7 ml/kg bobot (osteochilus pleurotania) dengan
tubuh. dosis ovaprim 0,6 ml/kg bobot tubuh
Tingginya rata-rata menghasilkan angka penetasan yaitu
persentase pembuahan yang sebesar 20,01%. Pada penelitian ini
diperoleh perlakuan dosis 0,7 ml/kg dengan dosis ovaprim 0,7 ml/kg bot
bobot tubuh disebabkan oleh dosis tubuh menghasilkan angka penetsan
Ovaprim yang terdapat dalam tubuh yaitu sebesar 77,16%. Terjadinya
induk ikan betina telah maksimal perbedaan terhadap angka penetesan
dalam memberikan pengaruh ini diduga karena perbedaan dosis
terhadap induk ikan betina. Nuraini dan spesies ikan yang berbeda.
et all (2013) mengemukakan bahwa Derajat pembuahan sangat
penggunaan dosis yang tepat atau dipengaruhi oleh kualitas ikan.
maksimal pada ikan menyebabkan Pembuahan buatan juga memerlukan
ikan mengalami ovulasi dengan keterampilan khusus, sehingga saat
sempurna dan membuat kualitas telur pengurutan telur dan sperma tidak
lebih baik. Menurut Woynarovich dengan air atau kotoran. Disamping
dan Horvath (1980), derajat itu proses pencampuran sperma dan
pembuahan pada ikan sangat telur harus cepat. Penggunaan alat
ditentukan oleh kualitas telur, yang memadai juga akan membantu
spermatozoa, media dan penanganan keberhasilan pembuahan (I’thisom,
manusia. 2008).
Penggunaan hormon 6.Daya Tetas Telur
Ovaprim tidak hanya mendorong Pada penelitian pemberian
induk untuk ovulasi saja, tetapi ada ovaprim dengan dosis yang berbeda
juga kaitannya dengan pembuahan, member pengaruh terhadap nilai
penetasan dan larva yang dihasilkan. penetasan dibandingkan dengan
Dosis yang lebih rendah diberikan control. Dari hasil penelitian ini nilai
(0,5 ml/kg bobot tubuh dan 0,3 ml/kg penetasan yang tertinggi di dapatkan
bobot tubuh) ternyata menghasilkan pada perlakuan P3 (0,7 ml/kg bobot
hasil pembuahan yang menurun. Hal tubuh) yaitu sebesar 77,75%, Diikuti
ini diduga karena mekasnisme kerja perlakuan P2 ( 0,5 ml/kg bobot
hormon akan berjalan normal tubuh) yaitu sebesar 62,94% dan
(optimal) pada kadar tertentu, perlakuan P1 ( 0.3 ml/kg bobot
penurunan atau peningkatannya tubuh) sebesar yaitu 56,97%
diduga akan menurunkan potensi sedangkan nilai terendah pada
biologis hormon terhadap targetnya. perlakuan P0 ( NaCl 0,9%) sebesar
Nuraini et al. (2004) terhadap ikan 25%.
selais (Kryptopterus limpok) dengan Induk ikan siban yang
rangsangan ovaprim dosis 0,5 ml/kg disuntik hormon ovaprim dengan
7
dosis 0,7 l/kg bobot tubuh spesies dan dosis yang di berikan
menunjukan hasil yang baik alam juga berbeda.
erangsang gonadotro pindah lam 7. Kelulus hidupan Larva SR (5
mempercepat proses penetasan. Hari)
Halini diduga karena dosis Ini Berdasarkan Tabel 1 bahwa
merupakan dosis yang optimal yang persentase kelulushidupan larva ikan
Siban (Cyclocheilichthys apogon)
dapat mpengaruhi derajat penetasan.
terbesar pada perlakuan P3 (0,7
Nuraini et al.(2013), ml/kg bobot tubuh) yaitu sebesar
menngemukakan bahwa penggunaan 79,98% diikuti perlakuan P2 (0,5
hormon ovaprim tidak hanya ml/kg bobot tubuh) dan P1 (0,3
mendorong induk untuk ovulasi saja, ml/kg bobot tubuh) yaitu sebesar
tetapi juga ada kaitannya dengan 61.95% dan 58.59%, serta yang
pembuahan, penetasan dan larva terendah pada perlakuan P0 (kontrol,
yang dihasilkan. Dosis yang optimal NaCl 0,9%) sebesar 40%.
dilihat pada dasarnya induk
mampu eningkatkan kinerja biologis
ikan yang diberi perlakuan dengan
terhadap targetnya. penyuntikan Ovaprim maupun yang
Pada penelitian ini dosis yang tanpa menggunakan hormon
terlalu rendah ternyata memberikan (kontrol, NaCL 0,9 %) akan
hasil yang menurun, hal ini diduga memberikan pengaruh terhadap
dosis yang diberikan tidak optimal kelulushidupan larva.
(bekerja normal) dalam Induk ikan siban
mempengaruhi kerja biologis ikan (Cyclocheilichthys apogon) yang
Siban. disuntik ovaprim dengan dosis 0,7
ml/kg bobot tubuh ikan menunjukan
Hasil Penelitian Saberil.
hasil yang baik bagi kelulushidupan
(1996), Penggunaan dosis ovaprim larva ikan Siban (Cyclocheilichthys
0,5 ml/kg bobot tubuh, 0,75 ml/kg apogon). Tapi ketika dosis
bobot tubuh dan 0,25 ml/kg bobot diturunkan menjadi 0,5 dan 0,3
tubuh pada ikan Mystus nemurus ml/kg bobot tubuh dan tanpa
menghasilkan daya tetas sebesar perlakuan dosis ovaprim, ternyata
70%, 45 % dan 49, 4 %. Manik menunjukan hasil yang kurang
(2016) terhadap ikan Mali ( berpengaruh lagi terhadap
kelulushidupan larva. Ini bisa
Labeobarbus festifus ) dengan dosis
dikarenakan ketidak cocokan dosis
Ovaprim 0,7 ml/kg bobot tubuh ovaprim akibat kelebihan atau
menghasilkan daya tetas yaitu kekurangan hormon. Menurut
sebesar 40,39%, dan Bkkara (2016) I’thisom (2008) mekanisme kerja
terhadap ikan Lelan (osteochilus hormon akan bekerja normal
pleurotania) menghasilkan daya tetas (optimal) pada kadar atau dosis
yaitu sebesar 19,43%. Pada tertentu, penurunan atau
penelitian ini dengan dosis Ovaprim peningkatannya diduga akan
menurunkan biologis hormon
0,7 ml/kg bobot tubuh menghasilkan
tehadap targetnya.
daya tetas yaitu sebesar 77,75%. Dari hasil Ramdhani, 2011
Terjadinya perbedaan pada penelitian
darjat yang diperoleh pada ikan
ini diduga karena perpedaan
Komet yang menggunakan Ovaprim
8