Anda di halaman 1dari 12

THE WIND OF CHANGE:

BREAKTHROUGH PEMBINAAN SDM TNI AD UNTUK MENGHADAPI ERA


REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Oleh Mayor Jenderal TNI Heri Wiranto, M.M., M.Tr. (Han)

Dalam pengantar pembekalannya pada Rapim TNI 2020, Panglima TNI


menampilkan lagu The Wind of Change sebagai pengantar pesan perlunya kita
terbuka terhadap perubahan. Lagu itu diciptakan sebagai reaksi atas runtuhnya
Tembok Berlin pada tahun 1989. Ada satu lirik lagu yang penting untuk direnungkan
bersama " The world is closing in; And did you ever think that we could be so close,
like brothers?" (Dunia semakin mendekat; Dan apakah Anda pernah memikirkannya
bahwa kita menjadi sangat dekat seperti saudara?). Lirik itu mau memberi pesan
bahwa perubahan yang sangat cepat dan yang tidak pernah terpikirkan oleh siapa
pun sudah melanda hidup kita saat ini. Runtuhnya Tembok Berlin yang menyatukan
masyarakat Berlin Barat dan Berlin Timur merupakan sebuah peristiwa besar yang
mengagetkan dan tidak pernah dibayangkan akan terjadi. Penghapusan tembok
Berlin merupakan sebuah terobosan (breakthrough) besar dari Mikhail Gorbachev
yang mau mengimplementasikan kebijakan glasnost (keterbukaan) dan perestroika
(reformasi) menghadapi jaman yang sudah berubah.
Terobosan tersebut merupakan reaksi atas munculnya fenomena globalisasi
sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dunia tidak
dapat lagi dibatasi oleh sekat-sekat kekuasaan politik. Munculnya internet pada
awal-awal tahun 1980-an dan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi tidak
sanggup lagi untuk membendung komunikasi antar umat manusia di dunia ini.
Revolusi Industri 4.0 yang terjadi saat ini semakin mempercepat terjadinya
perubahan dalam kehidupan manusia, bahkan perubahan itu lebih sering terjadi
tanpa dapat diduga sebelumnya. Menyikapi perubahan itu, semua organisasi
termasuk TNI AD dituntut untuk terbuka terhadap perubahan dan bersedia
mereformasi diri agar organisasi tidak tenggelam ditelan oleh perubahan jaman.
Yuval Noah Harari dalam bukunya yang berjudul 21 Lessons for the 21st Century
mengatakan "harus diakui bahwa model lama tidak lagi cukup untuk menghadapi
tantangan saat ini....diperlukan cara-cara baru agar organisasi selamat berhadapan
2

dengan perubahan jaman yang sangat cepat di era Revolusi Industri 4.0 ini".1
Kecerdasan buatan (artificial intelligent) dan robot (robotics) telah mengubah semua
aspek pekerjaan sehingga semua pekerjaan rutin dan berulang yang semula
dikerjakan oleh manusia telah digantikan oleh mesin-mesin canggih yang akan
menyelesaikan semua pekerjaan tersebut secara lebih cepat dan lebih teliti. Bisa
diambil contoh bagaimana penerapan jalan berbayar di Singapura. Jalan berbayar
(Electronic Road Pricing - ERP) di negara kota itu dijalankan tanpa menggunakan
tenaga manusia tetapi dikelola oleh mesin berupa alat pemindai dan kamera CCTV
yang dipasang di atas jalan. Dengan kartu elektronik yang terpasang di mobil
masing-masing, alat pemindai secara otomatis akan menarik bayaran dari kartu
yang terpasang di mobil. Bagi kendaraan yang tidak membayar, akan dikirimkan
surat tilang ke rumah masing-masing.

Revolusi Industri 4.0 Menuntut Perubahan Paradigma Pembinaan Personel


Nampaknya model ERP yang dipraktekkan di Singapura, mulai diterapkan di
berbagai pintu gerbang tol di Indonesia. Sistem swabayar mulai diberlakukan di
semua gerbang tol di Indonesia dengan menggunakan alat pemindai dan kartu uang
elektronik (E-money). Bahkan, saat ini telah muncul aplikasi uang elektronik yang
terhubung dengan rekening di bank untuk menghindari kekurangan saldo kartu uang
elektronik saat berada di gerbang pintu tol. Dari fenomena ini, bisa dibayangkan,
berapa ribu orang harus kehilangan pekerjaan karena penggunaan kartu uang
elektronik ini. Tetapi bagi perusahaan jasa tol, penggunaan uang elektronik ini
sangat menguntungkan, karena selain belanja pegawai bisa diefektifkan, juga
pelayanan kepada pengguna jalan tol bisa semakin ditingkatkan kenyamanannya.
Pertanyaan yang selalu muncul adalah akankah Revolusi Industri 4.0
meningkatkan angka pengangguran? Berdasarkan contoh kasus penggantian
tenaga manusia di gerbang pintu tol dengan penggunaan kartu uang elektronik,
secara sekilas nampak bahwa Revolusi Industri 4.0 akan menghasilkan banyak
pengangguran. Mesin-mesin otomatis akan menggantikan pekerjaan manual yang
dilakukan secara rutin dan berulang (routine and repetitive jobs). Namun, Schwab
dalam tulisannya yang berjudul The Fourth Industrial Revolution mengatakan bahwa
anggapan Revolusi Industri 4.0 akan meningkatkan angka pengangguran adalah
tidak benar. Penelitian yang dilakukan oleh Oxford University menunjukkan bahwa
1
Yuval Noah Harari, 21 Lessons for the 21st Century (London: Jonathan Cape, 2018), hal.35 dan 39.
3

penggantian mesin-mesin otomatis hanya akan mengurangi 0,5% tenaga kerja tetapi
menciptakan lapangan kerja baru sekitar 8% dalam satu dekade ke depan. 2 Menurut
Schwab, kemajuan teknologi akan meningkatkan permintaan (demand) akan
produk-produk bermutu tinggi sehingga produksi ditingkatkan, perusahaan-
perusahaan baru dibuka dan dengan demikian lapangan-lapangan kerja baru akan
semakin bertambah.
Menurut penelitian itu pula, pasar tenaga kerja dalam Revolusi Industri 4.0
akan mengalami pergeseran signifikan, dari semula pasar tenaga kerja yang
didominasi oleh tenaga kerja dengan keterampilan tengahan (mediocer skills) untuk
mengerjakan pekerjaan rutin dan berulang, berubah menjadi kebutuhan tenaga kerja
dengan tingkat keterampilan tinggi. Menurut Schwab, dalam Revolusi Industri 4.0,
tenaga kerja tengahan sudah tidak dibutuhkan lagi karena pekerjaan rutin dan
berulang sudah digantikan oleh mesin-mesin otomatis. Tenaga kerja tengahan ini
merupakan tenaga kerja yang memperoleh keterampilan dari kebiasaan mereka
melakukan pekerjaan secara berulang, tanpa perlu mendapatkan pelatihan secara
khusus. Berbeda dengan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi, mereka adalah
orang-orang yang memperoleh keterampilan melalui proses panjang dan
membutuhkan ketekunan yang luar biasa.
Perubahan tuntutan tenaga kerja itu dengan sangat tajam disampaikan oleh
Rhenald Kasali dalam pengantar bukunya yang berjudul The Great Shifting, "...tak
akan ada lagi tempat (dalam dunia kerja) bagi kelompok medioker yang kurang
menuntut diri untuk belajar kembali atau bermental penumpang. Bahkan, ijazah dari
perguruan tinggi terbaik pun tidak cukup untuk mengantarkan diri ke jenjang yang
lebih tinggi bila penggemblengan mental diri tidak dilakukan"3 Para ahli manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM) sependapat bahwa tenaga kerja berketerampilan
tinggi yang dibutuhkan dalam Revolusi Industri 4.0 adalah tenaga kerja yang
memiliki mental untuk belajar terus menerus (continous learning). Ijasah dari
perguruan tinggi yang terbaik pun menurut Kasali tidak akan menjamin SDM mampu
menghadapi perubahan yang sangat cepat. Menurutnya, di era saat ini, pusat
belajar tidak lagi di sekolah, tetapi 80% pengetahuan diperoleh dari tengah-tengah
masyarakat. Sekolah hanya memberikan perasaan gengsi tetapi tidak memberikan

2
Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution (Geneva: World Economic Forum, 2016), hal.38-39
3
Rhenald Kasali, The Great Shifting Series on Disruption (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2018), hal. xix
4

keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi realitas yang sudah berubah. 4


Pendapat ini senada dengan pendapat Whetten dalam tulisannya yang berjudul
Developing Management Skills. Ia mengatakan bahwa kecerdasan tidak cukup
untuk menghantarkan seseorang menjadi SDM yang handal. Menurutnya, dalam
kurun waktu 100 tahun terakhir kecerdasan manusia telah meningkat sebesar 25
poin, akan tetapi bersamaan dengan itu skor kecerdasan emosional mengalami
penurunan.5 Manusia jaman sekarang lebih cerdas ketimbang jaman dulu, tetapi
manusia jaman sekarang kalah dalam hal kualitas mental.
Lalu apa yang harus dimiliki oleh manusia agar dapat menjadi sumber daya
yang siap menghadapi Revolusi Industri 4.0? Para ahli manajemen SDM sepakat
bahwa SDM yang siap menghadapi Revolusi Industri 4.0 adalah SDM yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan tingkat tinggi serta keterampilan manajerial
(managerial skills) terutama kemauan untuk belajar terus menerus dalam rangka
pengembangan diri secara berkelanjutan dan kemampuan untuk membangun
komunikasi serta kolaborasi atau kerja sama dengan banyak orang. Teknologi-
teknologi baru yang bermunculan secara cepat di era Revolusi Industri 4.0 tidak
hanya menuntut SDM memiliki pengetahuan dan keterampilan tingkat tinggi untuk
mengoperasikan dan mengembangkannya tetapi juga harus mampu membangun
komunikasi dan berkolaborasi dengan stakeholder lainnya. Kemampuan
membangun komunikasi dan kolaborasi menjadi salah satu aspek penting bagi SDM
saat ini sebab kemajuan teknologi digital dan online telah melahirkan kegiatan
ekonomi kolaboratif dan sharing resources. Organisasi-organisasi menjadi sangat
kolaboratif dan saling membutuhkan satu sama lain. Big data yang disimpan dalam
cloud bisa diakses oleh berbagai macam stakeholder untuk kepentingan masing-
masing. Produk industri saat ini pun telah berubah menjadi platform yaitu kolaborasi
dari berbagai macam produk yang saling mendukung dalam rangka memanjakan
konsumen.6 Kita bisa melihat kolaborasi Apple dengan berbagai macam aplikasi dari
aneka perusahaan dalam App Store, atau Google yang berkolaborasi dengan
berbagai macam aplikasi dari berbagai jenis perusahaan dalam Play Store. Dunia
bisnis telah mengubah paradigmanya dari bisnis adalah perang yang dikembangkan
berdasarkan teori Sun Tzu menjadi paradigma laut biru (blue ocean) yang digagas
oleh W. Chan Kim dan Renée Mouborgne.
4
Lih. Rhenald Kasali, Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger? (Jakarta: Mizan, 2014), hal. 75-77
5
David A. Whetten et al, Developing Management Skills (Boston: Prentice Hall, 2011), hal.63
6
Rhenald Kasali, The Great Shifting, hal. xxxv
5

Perubahan paradigma bisnis tersebut lahir dari SDM yang memiliki


keterampilan tinggi, terus menerus belajar, ulet dan terbuka untuk bekerja sama atau
berkolaborasi. Menyikapi pentingnya keterampilan tingkat tinggi dan keterampilan
manajerial, banyak organisasi di dunia telah mengubah paradigma manajemen karir
dari manajemen karir tradisional yang mengedepankan kekuatan organisasi menjadi
manajemen karir protean (protean career) dan karir lintas organisasi (boundaryless
career). Perubahan paradigma ini dipengaruhi oleh dua hal yaitu kondisi psikologis
Gen Y yang tidak mau terikat pada satu organisasi dan kemajuan teknologi yang
menjadikan organisasi menjadi sangat ramping. Manajemen karir lintas organisasi
memungkinkan terjadinya perpindahan karir seseorang pada satu organisasi ke
organisasi lainnya. Proses ini mirip dengan dunia sepak bola dimana pemain sepak
bola bisa dengan cepat berpindah ke klub lainnya dengan kontrak yang lebih mahal.
Karir lintas organisasi membuka peluang terjadinya pasar tenaga kerja. Tenaga
kerja yang memiliki keterampilan tinggi akan dikontrak oleh organisasi lain dengan
bayaran yang lebih tinggi. Dengan demikian, karir seseorang sangat ditentukan dari
dirinya sendiri yaitu dari hasil kerja keras mereka sendiri untuk terus menerus belajar
agar keterampilannya meningkat. Ada pun karir protean erat terkait dengan kondisi
psikologis manusianya. Tujuan karir protean adalah kepuasan diri, atau dalam istilah
teori Mazhab Ketiga Maslow sebagai mencapai aktualisasi diri. Dengan karir protean
ini, kesuksesan karir ditentukan dari kondisi psikologis seseorang yaitu rasa bangga
atas hasil pekerjaan yang dicapai, bukan karena berada pada jenjang jabatan yang
tinggi atau banyaknya harta yang berhasil dikumpulkan.7
Tuntutan SDM yang berkualitas unggul di era Revolusi Industri 4.0 dijawab
dengan sangat baik oleh paradigma manajemen karir protean dan lintas organisasi.
Kedua aliran manajemen karir ini sangat mengedepankan dimensi pembelajaran
secara terus menerus (continuous learning) dan memperkembangkan kondisi
psikologis yang sehat untuk dapat mencapai tingkat aktualisasi diri. Bekerja di era
Revolusi Industri 4.0 tidak cukup asal hadir absen atau hadir apel pagi saja tetapi
harus profesional yaitu fokus pada pekerjaan, membaktikan diri sepenuhnya pada
profesi yang digeluti dengan mau memperkembangkan diri terus menerus agar
mendapatkan hasil pekerjaan yang unggul.

7
Lih. Kartinah, "Protean Career sebagai Paradigma Baru Efektivitas Boundaryless Career", Jurnal
Ekonomi dan Kewirausahaan Vol.5 No.2, Oktober 2005: 65-75
6

Untuk menjadi SDM yang profesional dan unggul sesuai dengan perubahan
jaman saat ini, paradigma pembinaan personel harus juga berubah. Pembinaan
personel TNI AD perlu mengubah paradigma dari organisasi sentris menjadi pribadi
sentris. Pembinaan personel tidak lagi hanya mengandalkan upaya yang dilakukan
oleh komandan satuan sehingga prestasi dan keberhasilan personel semata-mata
karena kerja keras Dansat tetapi pembinaan personel pertama-tama harus muncul
dari kerja keras masing-masing personel untuk membekali diri terus menerus
dengan keterampilan yang dibutuhkan agar menjadi profesional dan unggul.
Kepuasan dan rasa bangga atas keberhasilan harus tumbuh dari masing-masing
pribadi bukan dari organisasi.

Talent Management sebagai Jawaban atas Perubahan


Perlunya personel TNI AD yang mau belajar terus menerus
memperkembangkan diri menjadi salah satu bahan diskusi penting saat Roadmap
Personel TNI AD mulai disusun. Personel yang duduk dalam jabatan memiliki
kualitas yang masih jauh dari harapan. Kemauan untuk belajar memperkembangkan
diri menjadi faktor utama rendahnya keterampilan yang dimiliki oleh personel TNI
AD. Akibatnya, manajemen karir dipaksa untuk memilih personel yang mayoritas
memiliki keterampilan medioker. Tambahan lagi, ketiadaan data kemampuan
personel, menjadikan manajemen karir lebih banyak mengandalkan pertemanan dan
perkenalan. Personel yang berkualitas unggul dalam jumlah yang sangat sedikit
menjadi tidak terpantau karena tidak dikenal dan jauh dari pusat kekuasaan.
Sementara itu, demokratisasi dan reformasi birokrasi yang menuntut transparansi
dan akuntabilitas tidak bisa lagi dapat menerima manajemen karir yang demikian.
Karir seseorang harus didasarkan pada kriteria yang dapat diukur sehingga
manajemen karir berkorelasi positif dengan pencapaian visi dan misi organisasi.
Menyikapi hal tersebut, pembinaan personel TNI AD perlu membuat langkah-
langkah terobosan (breakthrough) untuk menghadapi jaman yang telah berubah.
Manajemen SDM di era sekarang ini harus dapat memberikan stimulus bagi
personel TNI AD untuk terus menerus memperkembangkan diri secara mandiri. 8
Kemajuan TNI AD hanya dapat diraih manakala personel TNI AD merupakan
pribadi-pribadi yang memiliki keterampilan tinggi dan mampu beradaptasi dengan

8
Bdk. Garry W. Carter et al, Career Paths: Charting Courses to Succes for Organizations and Their
Employees (Oxford: Willey-Blacwell, 2009), hal. 64-65
7

cepat terhadap setiap dinamika perubahan yang terjadi. Big Data harus menjadi
unsur penting dalam pembinaan personel agar transparansi dan akuntabilitas itu
dapat diwujudkan. Untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan tersebut, Roadmap
Bidang Personel TNI AD disusun berdasarkan kerangka teori Talent Management
yang akan menjadi kerangka pokok dalam pembinaan personel TNI AD.
Mengimplementasikan Talent Management membutuhkan proses yang panjang
sebab ada begitu banyak hal yang harus dikerjakan. Roadmap Bidang Personel TNI
AD merupakan peta jalan yang menjadi tahapan penting untuk mewujudkan
perubahan di dalam dunia yang telah berubah secara cepat ini.
Manajemen Talenta (Talent Management) adalah manajemen strategis untuk
mengelola aliran talenta dalam suatu organisasi dengan tujuan memastikan
tersedianya pasokan talenta untuk menyelaraskan orang yang tepat dengan
pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat berdasarkan tujuan strategis
organisasi, prioritas kegiatan organisasi atau bisnis perusahaan. 9 Manajemen
Talenta ini merupakan penyempurnaan manajemen SDM berbasis kompetensi
(Competency-Based Human Resources Management-CBHRM) yang dipandang
tidak cukup mampu untuk membangun strategi suksesi kepemimpinan di masa
depan. Manajemen Talenta menyediakan perangkat (tools) calon-calon pemimpin
masa depan melalui talent pool yaitu kumpulan personel yang memiliki potensi dan
kompetensi tinggi yang dapat diperkembangkan untuk menduduki posisi-posisi
strategis di masa depan. Talent pool sesungguhnya merupakan data base hasil
penilaian (assesment) terhadap potensi dan kompetensi yang dimiliki oleh
seseorang dimana data base ini di kelak kemudian hari sangat dibutuhkan untuk
memilih SDM yang tepat untuk menduduki posisi strategis dalam suatu organisasi.
Talenta dan kompetensi menjadi kata kunci dalam manajemen talenta.
Talenta dalam pengertian manajemen ini diartikan sebagai SDM yang diidentifikasi
memiliki potensi menjadi pemimpin masa depan karena memiliki kelebihan sehingga
harus dipelihara agar tetap bertahan dalam organisasi atau perusahaan. 10
Sedangkan kompetensi adalah karakteristik yang dimiliki dan digunakan individu
secara tepat dan konsisten untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Karakteristik ini

9
Darmin Ahmad Pella et al, Talent Management: Mengembangkan SDM untuk Mencapai
Pertumbuhan dan Kinerja Prima (Jakarta: Gramedia, 2011) hal.82
10
Ibid.
8

meliputi pengetahuan, keterampilan, aspek citra diri, motif sosial, sifat, pola pikir dan
cara berpikir, perasaan, dan cara bertindak.11
Karakteristik dalam kompetensi ini harus dapat diukur. Dubois mengatakan
ada berbagai macam cara untuk mengukur kompetensi ini dan salah satu yang
ditunjukkan Dubois adalah melalui indikator perilaku (behavior indicators), yaitu
pernyataan mengenai suatu tindakan atau serangkaian tindakan yang menghasilkan
keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan, baik aspek yang kelihatan yaitu
pengetahuan dan keterampilan dan maupun aspek yang tak kelihatan seperti sifat,
nilai-nilai pribadi, pola pikir, gambaran mengenai diri sendiri dan orang lain,
motivasi.12 Indikator perilaku ini disusun dalam Kamus Kompetensi dan Standar
Kompetensi Jabatan yang akan menjadi kriteria yang obyektif dalam penilaian
kompetensi seseorang yang dilakukan dalam assesment centre.
Kamus Kompetensi dan Standar Kompetensi Jabatan ini memberikan
manfaat yang sangat besar bagi peningkatan kualitas SDM di TNI AD. Disamping
dapat menjadi alat untuk kepentingan penempatan jabatan, kompetensi yang
tercantum dalam Kamus Kompetensi dan Standar Kompetensi Jabatan dapat
menjadi stimulus bagi personel TNI AD untuk mengembangkan diri secara mandiri,
baik pengembangan aspek yang kelihatan maupun aspek yang tidak kelihatan. Cita-
cita untuk menduduki suatu jabatan tertentu akan diimbangi dengan kerja keras
untuk mengembangkan diri secara terus menerus. Dengan demikian proses belajar
terus menerus (continous learning) akan menjadi sebuah habit atau kebiasaan bagi
setiap personel TNI AD dalam sistem ini.
Kebiasaan (habit) untuk belajar terus menerus menjadi sangat penting sebab
dalam pola komposisi personel yang berbentuk piramida terbalik, semakin ke atas
jumlah SDM yang dibutuhkan semakin sedikit sehingga sangatlah wajar bahwa
mereka yang tidak dapat masuk dalam piramida itu akan tersingkir. Untuk mengatasi
hal tersebut, TNI AD telah membuat program karir kedua (second career). Rhenald
Kasali dalam bukunya yang berjudul Self Driving: Menjadi Driver atau Passengger?
menjelaskan bahwa hakekat dari karir kedua adalah belajar kembali karena mereka
mengambil inisiatif untuk berganti halauan setelah sekian lama berkarir di dunia
militer. Baginya, karir kedua, tidak hanya berarti mantan prajurit menjadi pegawai di
sebuah perusahaan di bidang pengamanan saja, tetapi bisa juga menduduki posisi
11
David D. Dubois et al, Competency-Based Human Resource Management (California: Davis-Black
Publishing, 2004), hal.16
12
Ibid, hal.20
9

yang sesuai dengan kompetensinya atau melakukan kegiatan lainnya seperti


menjadi dosen, penulis, pekerja sosial atau wiraswastawan.13 Program karir kedua
ini akan berhasil manakala setiap personel TNI AD telah memiliki habit untuk belajar
secara terus menerus. Sebaliknya, tanpa habit ini, personel TNI AD akan kalah
bersaing dengan SDM lain sebagai akibat dari kekurangan kompetensi.
Dalam dunia yang menuntut tenaga kerja yang memiliki keterampilan tingkat
tinggi, pendidikan harus berfungsi sebagai salah satu cara untuk mengembangkan
kompetensi yang dibutuhkan. Selama ini terjadi diskursus mengenai apakah
pendidikan merupakan kebutuhan pribadi atau kebutuhan organisasi? Dalam
manajemen talenta, pendidikan merupakan kebutuhan dari kedua belah pihak. Bagi
organisasi, pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan keterampilan SDM
guna meningkatkan produktivitas dan kinerja. Sementara itu, bagi individu yang
bersangkutan, pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan kompetensi
yang sangat dibutuhkannya. Dengan paradigma ini, pendidikan yang digelar akan
disesuaikan dengan tingkat kompetensi yang ingin diraih oleh organisasi dan
individu. Ada semacam target yang harus dicapai oleh lembaga pendidikan terhadap
output atau keluaran dari proses pendidikan tersebut. Begitu pun, bagi peserta didik,
ada semacam target capaian kompetensi yang diharapkan setelah menyelesaikan
pendidikan.
Dengan penekanan pada aspek kemampuan mengembangkan diri secara
mandiri, aspek-aspek perawatan personel berfungsi sebagai insentif agar personel
terus menerus bersedia mengembangkan dirinya. Dalam manajemen talenta,
kesejahteraan juga dijadikan insentif bagi SDM yang berkinerja tinggi agar mereka
terus bertahan di dalam organisasi.14 Kesejahteraan juga menjadi sarana untuk
memberikan daya tarik dalam merekrut SDM yang berkualitas unggul.
Kesejahteraan yang diberikan oleh organisasi dalam sistem manajemen talenta
bukanlah hak dari personel tetapi merupakan rewards atau hadiah sekaligus
stimulus atau perangsang agar mereka tetap berkinerja tinggi.
Model kesejahteraan seperti ini sudah mulai diadopsi pemerintah melalui
pemberian tunjangan kinerja kepada seluruh personel TNI. Bila kita mencermati

13
Rhenald Kasali, Self Driving, hal.33-34
14
Lih. Paul Conley, "Using Long-Term Incentives to Retain Top Talent: Super Rewards for
Superkeepers" dalam Lance A. Barger et al (Eds), Talent Management Handbook: Creating
Organizational Excellence by Identying, Developing and Promoting Your Best People (New York:
McGraw-Hill: 2004), hal. 403-405
10

Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di
Lingkungan TNI dalam Pasal 5 ayat 3 dikatakan bahwa tunjangan kinerja yang
diberikan setiap bulan kepada prajurit TNI dan PNS di lingkungan TNI "diberikan
dengan memperhitungkan capaian kinerja pegawai setiap bulannya". Dengan
demikian, sesungguhnya tunjangan kinerja bukan persoalan masuk kantor atau
mengikuti apel pagi dan apel sore, tetapi hakekat dari pemberian tunjangan kinerja
adalah persoalan capaian kinerja yaitu hasil kinerja atau output yang unggul.
Kebijakan Presiden mengenai flexi work, yaitu bekerja tanpa harus masuk kantor,
membuktikan bahwa tunjangan kinerja yang diberikan sama sekali tidak berkorelasi
dengan masuk kantor atau hadir pada apel pagi. Bagi pemerintah output dari hasil
kinerja menjadi hal terpenting, tidak peduli mau dikerjakan dimana. Dengan
memanfaatkan secara optimal Internet of Things, semua pekerjaan di kantor dapat
dengan mudah dipindahkan ke rumah masing-masing.

Perubahan itu Nyata: Harus Terbuka terhadap Perubahan


Bila kita mencermati Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil nampak sekali kerangka teori manajemen
talenta dijadikan basis pemikiran atas kedua regulasi tersebut. Bila kita cermati lebih
lanjut kedua regulasi tersebut, kita akan menemukan kata kompetensi di semua
bagian. Nampak kelihatan sekali bahwa kompetensi menjadi kata kunci dalam dua
regulasi tersebut sehingga untuk dapat mengimplementasikan kedua regulasi
tersebut, birokrasi harus mengelola SDM-nya dengan menggunakan pendekatan
kompetensi. Bila digabungkan dengan Peraturan Presiden mengenai tunjangan
kinerja dan kebijakan reformasi birokrasi, menjadi sangat kelihatan ada upaya yang
sangat konkret untuk menerapkan manajemen talenta dalam mengelola birokrasi di
Indonesia.
Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam memodernisasi
birokrasinya bukanlah tanpa alasan. Revolusi Industri 4.0 tidak bisa dihadapi dengan
cara-cara yang biasa. Harus ada perubahan dan terobosan-terobosan agar SDM di
birokrasi mampu memanfaatkan secara optimal Revolusi Industri 4.0. SDM yang
berkualitas unggul tidak bisa dihasilkan dengan himbauan atau ceramah, tetapi
harus dibangun dengan sistem yang mendorong dan memaksa SDM untuk
11

berkembang. Dengan demikian, sesungguhnya, pemerintah sudah mulai mengubah


paradigma pembinaan personelnya dari paradigma lama menjadi paradigma baru
agar semua pegawai negara siap memanfaatkan hadirnya Revolusi Industri 4.0.
Disadari atau tidak, sesungguhnya saat ini kita semua sudah berada pada titik
dimana kita semua harus siap dengan tantangan baru. Perubahaan itu sudah nyata
di depan kita. Tinggal diri kita mau terbuka dengan perubahan itu atau tidak.
Revolusi Industri 4.0 harus dihadapi dengan perubahan. Kita harus mulai berubah
seperti yang diserukan oleh Yuval Noah Harari pada akhir tulisannya mengenai
dunia kerja di era Revolusi Industri 4.0 "Di masa lalu, tenaga kerja tidak terampil
dapat berfungsi sebagai jembatan yang aman untuk melintasi jurang ekonomi
global, dan bahkan jika harus berjalan secara lambat pun, pada akhirnya semua
negara bisa berharap akan selamat menyeberang jurang tersebut. Di masa lalu,
mengambil langkah yang tepat lebih penting daripada bergerak maju secara cepat.
Tetapi sekarang jembatan itu sudah bergoyang, dan tak lama lagi jembatan itu akan
runtuh. Mereka yang sudah melintasinya karena tidak lagi memiliki SDM
berketerampilan rendah, akan baik-baik saja. Tetapi mereka yang tertinggal akan
menemukan diri mereka terjebak di sisi jurang yang salah, tanpa ada cara untuk
menyeberang. Revolusi Industri 4.0 harus dihadapi dengan cara-cara baru, tidak
bisa terus menerus mempertahankan cara-cara lama yang sudah usang.

Jakarta, Februari 2020


Aspers Kasad

Heri Wiranto, M.M., M.Tr. (Han)


Mayor Jenderal TNI

Daftar Pustaka
Barger, Lance A. et al (Eds). 2004. Talent Management Handbook: Creating
Organizational Excellence by Identying, Developing and
Promoting Your Best People. New York: McGraw-Hill.

Carter, Garry W. et al. 2009. Career Paths: Charting Courses to Succes for
Organizations and Their Employees. Oxford: Willey-Blacwell.
12

Dubois, David D. et al. 2004. Competency-Based Human Resource Management


California: Davis-Black Publishing.

Harari, Yuval Noah. 2018. 21 Lessons for the 21st Century. London: Jonathan Cape.

Kartinah, "Protean Career sebagai Paradigma Baru Efektivitas Boundaryless


Career", Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol.5 No.2,
Oktober 2005: 65-75

Kasali, Rhenald. 2014. Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?. Jakarta:
Mizan.

____________. 2018. The Great Shifting Series on Disruption. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Pella, Darmin Ahmad et al. 2011. Talent Management: Mengembangkan SDM untuk
Mencapai Pertumbuhan dan Kinerja Prima. Jakarta: Gramedia.

Schwab, Klaus. 2016. The Fourth Industrial Revolution. Geneva: World Economic
Forum.

Whetten, David A. et al. 2011. Developing Management Skills. Boston: Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai