Anda di halaman 1dari 9

114

Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Aktivitas Biosurfaktan Serratia Marcescens strain MBC1 dalam


Mengemulsikan Solar dengan Variasi pH dan Media

Biosurfactant Activity of Serratia Marcescens strain MBC1 in Dissolving


Diesel Fuel with pH and Media Variation

Cindy Lukyta Ratih Riyanto1, Sumardi1, Salman Farisi1, Christina Nugroho Ekowati1,
Achmad Arifiyanto1*
1Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Lampung,

Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brodjonegoro, Rajabasa Bandar Lampung 35141, Indonesia

*Email korespondensi : achmad.arifiyanto@fmipa.unila.ac.id

ABSTRAK

Resiko pencemaran lingkungan akibat tumpahan solar meningkat tiap tahunnya, oleh karena itu
diperlukan upaya ramah lingkungan dengan biaya produksi rendah. Penelitian ini
menggunakan bakteri Serratia marcescens strain MBC1 dengan tujuan menguji aktivitas
biosurfaktan yang dihasilkan dalam melarutkan solar. Bakteri ini ditumbuhkan pada media
produksi Trypton Water, limbah cair produksi tepung tapioka, dan limbah cair produksi tepung
maizena yang masing-masing telah diberi variasi pH yaitu 6, 7, dan 8 kemudian diinkubasi
selama 7 hari. Biosurfaktan dari media produksi dipanen dengan sentrifuse dan diuji aktivitas
biosurfaktan dengan 3 parameter uji yaitu uji drop collapse, uji oil displacement, dan uji emulsifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biosurfaktan yang dihasilkan dari ketiga jenis media
produksi mampu melarutkan solar. Biosurfaktan hasil produksi dari media limbah cair produksi
tepung maizena pH 7 menunjukkan aktivitas melarutkan solar paling optimum dengan indeks
emulsifikasi sebesar 63.88%.

Kata kunci: biosurfaktan, Serratia marcescens strain MBC1, solar

ABSTRACT

The risk of environmentall pollution due to diesel fuel spills increases every year therefore it takes
an effort that is safe for the environment with low production costs. These bacteria are grown in
the media productions that are Tryptone Water, cornstarch wastewater and tapioca wastewater
each of them had been given pH variation that are 6, 7, and 8 then incubated for 7 days.
Biosurfactants from media productions were harvested by centrifuge and tested for biosurfactant
activity with 3 test parameter there are drop collapse test, oil displacement test, and
emulsification test. The result showed that the biosurfactants produced from the three types of
media production were able to dissolve diesel fuel. Biosurfactant produced from cornstarch
wastewater pH 7 showed the most optimum dissolving of diesel fuel with emulsification index
is 63.88%

Keywords: biosurfactant, Serratia marcescens strain MBC1, diesel fuel

PENDAHULUAN cukup tinggi di Indonesia, salah satunya


solar. Menurut data dari Badan Pengelola
Kebutuhan energi meningkat seiring Hilir Minyak dan Gas Bumi (2019),
dengan peningkatan jumlah penduduk dan penggunaan solar mencapai 7.56 juta
pertumbuhan ekonomi. Energi dari bahan kiloliter (kL). Penggunaan solar dalam
bakar hidrokarbon menjadi kebutuhan yang jumlah yang berlebih sering kali berdampak

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3


115
Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada perubahan kualitas lingkungan.


Human error dan lemahnya pengawasan
menjadi salah satu faktor meningkatnya BAHAN DAN METODE
resiko pencemaran. Toksisitas yang tinggi
pada solar akibat panjangnya rantai Penelitian ini menggunakan Rancangan
hidrokarbon berpotensi mencemari air Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan
tanah, mengubah struktur tanah, dan Tween 80 sebagai kontrol positif dan
berakibat pada kematian mikroorganisme di akuades sebagai kontrol negatif. Data yang
habitat tersebut karena tidak mampu lagi diperoleh dianalisis menggunakan uji non
untuk beradaptasi (Jagtap et al., 2014). parametrik Friedman. Tahap perlakuan
Upaya penanganan cemaran bahan terdiri atas pembuatan starter, pembuatan
bakar khususnya solar menjadi sebuah media produksi, produksi biosurfaktan
kebutuhan. Penanganan cemaran diberbagai media, pemanenan biosurfaktan
lingkungan akibat solar seringkali dari berbagai media, dan pengujian aktivitas
dilakukan dengan pengaplikasian metode biosurfaktan.
kimia. Sayangnya, biaya dan toksisitas
senyawa yang digunakan cukup tinggi, Pembuatan Starter
selain itu resistensi senyawa kimia sulit Pembuatan starter dilakukan dengan
dipecah secara biologis sehingga berpotensi menambahkan 5 mL inokulum bakteri
menimbulkan pencemaran baru (Yasmin dengan kerapatan sel 108 sel.mL-1 ke dalam
dan Ria, 2018). Munculnya dampak buruk 100 mL media Tryptone Water kemudian
yang ditimbulkan mendorong eksplorasi diinkubasi pada incubator shaker selama 24
bahan alam yang lebih ramah lingkungan jam.
dengan biaya produksi yang terbilang
murah. Penggunaan mikroorganisme dari Pembuatan Media Produksi
golongan bakteri pada metode bioremediasi Media produksi yang digunakan antara lain
menjadi alternatif. Salah satu bakteri yang Tryptone Water, limbah cair produksi tepung
berpotensi menghasilkan senyawa yang tapioka dan limbah cair produksi tepung
dapat melarutkan hidrokarbon berasal dari maizena. Media Tryptone Water dibuat
genus Serratia. dengan melarutkan 5 g.L-1 sodium klorida
Serratia sp. merupakan genus bakteri dan 10 g.L-1 tryptic hydrolysate of casein ke
potensial dalam mengatasi permasalahan dalam 1000 mL akuades. Media limbah cair
ini. Genus bakteri ini digunakan karena produksi tepung maizena dan tapioka diberi
mampu mensintesis senyawa metabolit penambahan gula dan garam masing-
sekunder biosurfaktan berupa serrawettin masing sebanyak 0.5%. Ketiga media
yang memiliki kemampuan dalam tersebut diatur variasi pH menjadi 6, 7, dan
mengemulsi dan menurunkan tegangan 8. Penambahan gula berfungsi sebagai co-
permukaan hidrokarbon. Selain itu, Serratia substrate yang dapat meningkatkan
sp. mampu tumbuh diberbagai kondisi pertumbuhan bakteri, sehingga produksi
lingkungan dengan rentang pH yang cukup biosurfaktan yang dihasilkan semakin
luas. Untuk menekan biaya produksi yang banyak. Hal ini akan mempengaruhi emulsi
tinggi, maka digunakan media alternatif. atau kelarutan pada solar (Putri, 2014).
Pada penelitian ini dilakukan pengujian
aktivitas biosurfaktan dari bakteri Serratia Produksi Biosurfaktan di Berbagai Media
marcescens strain MBC1 koleksi Starter yang telah diinkubasi selama 24 jam
Laboratorium Mikrobiologi FMIPA ditambahkan sebanyak 1 mL ke dalam 40
Universitas Lampung dalam melarutkan mL masing-masing media produksi.
solar menggunakan media limbah cair Produksi biosurfaktan dilakukan selama 7
tepung tapioka, limbah cair tepung hari pada incubator shaker.
maizena, dan Tryptone Water dengan
masing-masing variasi pH 6, 7, dan 8 untuk Pemanenan Crude Biosurfaktan dari
mengetahui aktivitas optimum Berbagai Media
biosurfaktan. Hasil produksi yang telah diinkubasi selama
7 hari dimasukkan ke dalam botol valkon

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3


116
Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

dan disentrifuse selama 30 menit dengan Uji emulsifikasi dilakukan dengan


kecepatan 6000 rpm. Supernatan yang mencampurkan supernatan dengan solar
dihasilkan dipisahkan dari pelet untuk pada tabung reaksi dengan
selanjutnya digunakan pada pengujian perbandingan 1:1 kemudian
aktivitas biosurfaktan. dihomogenkan menggunakan vortex
selama 3 menit dan diinkubasi selama 24
Pengujian Aktivitas Biosurfaktan jam. Setelah itu diamati emulsi yang
Pengujian aktivitas biosurfaktan menurut terbentuk. Rumus perhitungan indeks
Walter, Syldatk, dan Hausmann (2010), emulsifikasi terdapata pada Persamaan
meliputi uji drop collapse, oil displacement, dan 2.
emulsifikasi. Ketiga pengujian ini
menggunakan Tween 80 sebagai kontrol Tinggi lapisan emulsi
E24 (%) = x 100%........(2)
positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Tinggi lapisan total

a. Uji drop collapse


Keterangan:
Pengujian ini dilakukan dengan
E24= Indeks emulsifikasi setelah 24 jam
meneteskan 20 µL solar di atas parafilm,
kemudian diteteskan 10 µL supernatan di
HASIL DAN PEMBAHASAN
atas permukaan solar. Setelah ditetesi
supernatan, diamati perubahan bentuk Pengujian aktivitas biosurfaktan dilakukan
permukaan droplet atau tetesan. dengan tiga parameter uji yaitu drop collapse,
b. Uji oil displacement oil displacement, dan emulsifikasi (Walter et
Pengujian ini dilakukan dengan al., 2010). Pengujian drop collapse
menuangkan 20 mL akuades ke dalam menunjukkan destabilisasi bentuk droplet
cawan Petri. Pada permukaan akuades menjadi datar akibat penurunan tegangan
tersebut ditetesi 20 µL solar. Sebanyak 10 permukaan yang diakibatkan oleh tetesan
µL supernatan diteteskan di atas supernatan yang mengandung
permukaan solar. Kemudian diamati biosurfaktan. Analisis kualitatif dilakukan
zona jernih yang terbentuk pada dengan mengamati bentuk droplet pada
permukaan solar. Rumus perhitungan masing-masing media dan variasi pH.
zona jernih dapat dilihat pada Persamaan Pada pengujian ini ketiga jenis media
1 dan Gambar 1. produksi dengan masing-masing variasi pH
menunjukkan droplet berbentuk datar, hal
Rumus pengukuran zona jernih: ini menunjukkan indikator positif yaitu
terdapat kemampuan biosurfaktan dalam
ab+cd+ef
aa ………..............……………...(1) menurunkan tegangan permukaan solar.
3 Pada pengujian ini Tween 80 digunakan
sebagai kontrol positif dan akuades sebagai
Keterangan: kontrol negatif yang dapat dilihat pada
ab = diameter vertikal zona jernih Tabel 1.
cd = diameter horizontal zona jernih
ef = diameter diagonal zona jernih Tabel 1. Bentuk droplet hasil pengujian drop collapse
Media pH Bentuk droplet
Tryptone Water 6 Datar
7 Datar
8 Datar
Limbah cair 6 Datar
jagung 7 Datar
8 Datar
Limbah cair 6 Datar
Gambar 1. Rumus Pengukuran Zona Jernih singkong 7 Datar
8 Datar
c. Uji emulsifikasi Kontrol Positif Datar
Kontrol Negatif Cembung

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3


117
Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

kontrol positif yang dapat dilihat pada


Gambar 5, 6, dan 7.

Hasil pengujian drop collapse didapatkan


dari mengamati perubahan bentuk droplet, Tabel 2. Diameter Zona Jernih Dari Pengujian Oil
namun tidak dilakukan pengukuran tinggi Displacement
ataupun waktu yang dibutuhkan droplet Diameter
Media pH
untuk berubah bentuk. Hasil yang didapat Zona (cm)
dibandingkan dengan bentuk droplet pada Tryptone Water 6 4.46
kontrol positif dan negatif. Hasil perlakuan 7 5.31
menunjukkan bentuk yang hampir sama 8 5.20
dengan kontrol positif (Gambar 2, 3, dan 4). Limbah Cair 6 3.46
Tepung Maizena 7 5.27
8 4.00
Limbah Cair 6 2.70
Tepung Tapioka 7 5.03
8 2.93
Kontrol Positif 6.93
Kontrol Negatif 0
Gambar 2. Droplet yang terbentuk oleh
biosurfaktan dari media Tryptone Water pH 6 (a),
7 (b), dan 8 (c).

Gambar 5. Diameter zona jernih oleh


Gambar 3. Droplet yang terbentuk oleh biosurfaktan dari media Tryptone Water pH 6 (a),
biosurfaktan dari media limbah cair produksi 7 (b), dan 8 (c).
tepung maizena pH 6 (a), 7 (b), dan 8 (c)

Gambar 4. Droplet yang terbentuk oleh Gambar 6. Diameter zona jernih oleh biosurfaktan
biosurfaktan dari media limbah cair produksi dari media limbah cair produksi tepung maizena
tepung tapioka pH 6 (a), 7 (b), dan 8 (c). pH 6 (a), 7 (b), dan 8 (c)

Pada pengujian ini, diameter zona jernih


yang paling besar dihasilkan oleh
biosurfaktan yang dihasilkan dari media
produksi Tryptone Water pH 7 sebesar 5.31
cm, sedangkan diameter zona jernih yang
paling kecil dihasilkan oleh biosurfaktan
yang dihasilkan dari media limbah cair Gambar 7. Diameter zona jernih oleh biosurfaktan
produksi tepung tapioka pH 8 sebesar 2.93 dari media limbah cair produksi tepung tapioka
cm yang terdapat pada Tabel 2. Diameter pH 6 (a), 7 (b), dan 8 (c).
zona jernih yang dihasilkan lebih kecil
dibandingkan dengan diameter zona jernih Pada pengujian ini, ketiga jenis media
dan variasi pH mampu menghasilkan

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3


118
Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

diameter zona jernih. Diameter zona jernih Gambar 8. Emulsi yang terbentuk oleh
paling optimum dihasilkan pada pH 7. biosurfaktan dari media Tryptone Water pH 6 (a),
Biosurfaktan yang dihasilkan dari ketiga 7 (b), dan 8 (c).
jenis media produksi menghasilkan
diameter zona jernih berturut-turut dari
yang paling besar adalah Tryptone Water,
dilanjutkan dengan media limbah cair
produksi tepung maizena dan limbah cair
produksi tepung tapioka.
Pada pengujian ini indeks emulsifikasi
paling besar dihasilkan oleh biosufaktan
hasil produksi dari media limbah cair
produksi tepung maizena dengan pH 7
sebesar 63.88% sedangkan indeks
emulsifikasi paling kecil terbentuk dari
biosurfaktan hasil produksi dari media
limbah cair produksi tepung tapioka dengan
Gambar 9. Emulsi yang terbentuk oleh
pH 8 sebesar 9.52%. Indeks emulsifikasi
biosurfaktan dari media limbah cair produksi
yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan
tepung maizena pH 6 (a), 7 (b), dan 8 (c).
dengan indeks emulsifikasi kontrol positif.
Seluruh data indeks emulsifikasi dapat
dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 8, 9, dan 10
menunjukkan emulsi yang terbentuk.

Tabel 3. Indeks Emulsifikasi Dari Pengujian


Emulsifikasi oleh Serratia marcescens Strain
MBC1
Indeks
Media pH
Emulsifikasi (%)
Tryptone Water 6 37.06
7 47.49
8 19.36
Limbah cair 6 36.82
Tepung Maizena 7 63.88 Gambar 10. Emulsi yang terbentuk oleh
8 40.09 biosurfaktan dari media limbah cair produksi
Limbah cair 6 13.92 tepung tapioka pH 6 (a), 7 (b), dan 8 (c)
Tepung Tapioka 7 28.46
8 9.52 Pada pengujian ini, ketiga jenis media
Kontrol Positif 91.45 dan variasi pH mampu menghasilkan
Kontrol Negatif 0 emulsi. Emulsi paling optimum terbentuk
pada pH 7. Biosurfaktan hasil dari media
produksi menghasilkan indeks emulsifikasi
berturut-turut dari yang paling besar adalah
limbah cair produksi tepung maizena,
dilanjutkan dengan media Tryptone Water
dan limbah cair produksi tepung tapioka.
Emulsi yang terbentuk berwarna putih
kekuningan di antara solar dan supernatan.
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui kemampuan biosurfaktan yang
disintesis oleh bakteri Serratia marcescens
strain MBC1 dalam melarutkan solar.
Biosurfaktan bekerja dengan cara

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3


119
Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

menurunkan tegangan permukaan solar. tetesan yang berbentuk datar menandakan


Pada Serratia marcescens strain MBC1 adanya kandungan biosurfaktan di dalam
senyawa biosurfaktan yang dihasilkan supernatan.
berupa serrawettin. Serrawettin merupakan
golongan biosurfaktan lipopeptida dengan
berat molekul 514.7 g.mol-1. Produksi
biosurfaktan dalam hal ini serrawettin
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain
substrat pertumbuhan, sumber nutrisi, pH,
salinitas, dan pertumbuhan bakteri (Araujo
et al., 2019).
Pengujian aktivitas biosurfaktan
dilakukan dengan tiga parameter uji yaitu
drop collapse, oil displacement, dan
emulsifikasi (Walter et al., 2010). Media
produksi yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain Tryptone Water dan dua jenis
low cost medium yaitu limbah cair produksi
tepung meizena dan tapioka. Selain mampu
menekan biaya produksi, limbah cair
tersebut masih memiliki beberapa Gambar 11. Ilustrasi Mekanisme Gaya
kandungan yang dapat memacu Kohesi dan Adhesi Dalam Mempengaruhi
pertumbuhan bakteri dan produksi Bentuk Droplet
biosurfaktannya. Limbah cair produksi
tepung maizena masih mengandung Biosurfaktan memiliki dua kepolaran
karbohidrat, mineral, dan fosfat (Furqani, sekaligus yaitu hidrofilik dan hidrofobik.
2018), sementara limbah cair produksi Pada kontrol negatif, bentuk droplet
tepung tapioka masih mengandung cembung karena sifat minyak yang
karbohidrat, mineral, fosfat, dan nitrogen hidrofobik tidak dapat menarik sifat
(Suryanti et al., 2014). hidrofilik pada parafilm. Pada kondisi ini,
Media produksi yang digunakan diberi gaya kohesi atau gaya tarik menarik partikel
variasi pH dengan tujuan mengetahui pH yang sejenis lebih besar dari pada gaya
optimum biosurfaktan dalam melarutkan adhesi, sehingga tidak terjadi penurunan
solar. Variasi pH yang dipilih adalah 6, 7, tegangan permukaan. Setelah minyak
dan 8. Beberapa hal yang mendasari ditetesi supernatan yang mengandung
pemilihan variasi pH antara lain pH 6, 7, biosurfaktan, maka daerah hidrofilik
dan 8 mewakili suasana asam, netral, dan supernatan akan berikatan dengan daerah
basa. Selain itu, kebanyakan bakteri hidrofilik parafilm, dan daerah hidrofobik
khususnya genus Serratia mampu tumbuh supernatan akan berikatan dengan daerah
pada kisaran pH 5-9 yang mana pH 5 dan 9 hidrofobik minyak, hal ini menyebabkan
adalah pH minimum dan maksimum gaya adhesi dan kohesi menjadi sama besar.
bakteri tersebut untuk tumbuh. Ciccyliona et Akibatnya terjadi penurunan tegangan
al. (2012) melakukan pengujian aktivitas permukaan yang ditandai dengan bentuk
biosurfaktan pada pH 6, 7, dan 8. Ketiganya datar pada droplet (Rodriguez et al., 2015).
menunjukkan terbentuknya indikator Pengujian ini tidak terlalu sensitif karena
positif pada masing-masing uji. Oleh karena bentuk tetesan tidak memiliki perbedaan
itu diduga pH optimum aktivitas yang signifikan pada masing-masing media
biosurfaktan berkisar antara 6, 7, dan 8. dan variasi pH. Namun destabilisasi droplet
Pengujian drop collapse adalah salah satu ini tetap bisa digunakan untuk deteksi awal
pengujian kualiatif untuk mendeteksi adanya senyawa biosurfaktan.
adanya kandungan biosurfaktan pada suatu Pengujian kedua yang dilakukan adalah
mikroba. Indikator pengujian ditentukan oil displacement yaitu metode yang
oleh destabilisasi bentuk dari droplet atau digunakan untuk mengetahui aktivitas
tetesan supernatan di atas minyak. Hasil biosurfaktan dengan indikator positif

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3


120
Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

berupa terbentuknya zona jernih pada pada waktu tersebut emulsi yang terbentuk
permukaan minyak. Pengukuran zona paling stabil.
jernih dilakukan menggunakan jangka Biosurfaktan memiliki daerah dengan
sorong berdasarkan rumus perhitungan dua kepolaran yang berbeda yaitu hidrofilik
diameter zona jernih. Perhitungan dengan dan hidrofobik. Daerah yang bersifat
rumus tersebut karena zona yang terbentuk hidrofilik akan berikatan dengan
pada pengujian oil displacement tidak supernatan dan daerah yang bersifat
berbentuk bulat sempurna, sehingga hidrofobik akan berikatan dengan minyak.
diperlukan pengukuran dari tiga sisi Kondisi ini menyebabkan biosurfaktan yang
berbeda. terkandung dalam supernatan mampu
Pengujian oil displacement adalah metode menjembatani penyatuan minyak dengan
yang mudah dan cepat dalam mendeteksi supernatan sehingga terbentuk emulsi
aktivitas biosurfaktan, dilakukan dengan (Reningtyas, 2015).
melihat zona perpindahan yang terbentuk Berdasarkan hasil yang didapat, indeks
di atas permukaan minyak seperti pada emulsifikasi yang paling tinggi terbentuk
gambar. Zona jernih menandakan adanya dari biosurfaktan yang dihasilkan dari
biosurfaktan yang terkandung dalam media limbah cair produksi tepung maizena
supernatan. Zona jernih membentuk misel dengan pH 7, sedangkan indeks
akibat bagian hidrofobik dan hidrofilik emulsifikasi paling rendah terbentuk dari
supernatan menyatu dan menyebabkan biosurfaktan yang dihasilkan dari media
terjadinya tekanan yang membuat tegangan limbah cair produksi tepung tapioka
permukaan solar menurun, sehingga dengan pH 8. Media limbah cair produksi
terbentuk zona jernih pada bagian yang tepung maizena memiliki kandungan gula
ditetesi supernatan (Gozan et al., 2014). dan protein yang cukup tinggi, hal ini
Berdasarkan hasil yang didapat, digunakan bakteri sebagai sumber karbon
diameter zona jernih pada media Tryptone dalam proses produksi. Hasil penelitian
Water paling besar dibandingkan dengan Rodriguez et al. (2015) melaporkan bahwa
media produksi lain. Hal ini karena Tryptone medium limbah cair produksi tepung
Water adalah media awal pertumbuhan maizena mampu meningkatkan produksi
Serratia marcescens strain MBC1 yang paling biosurafktan yang dihasilkan oleh Serratia
optimum dibandingkan media marcescens.
pertumbuhan lain. Media ini sangat cocok Penelitian Ciccyliona et al. (2012) terkait
digunakan untuk produksi family produksi biosurfaktan dengan variasi pH 6,
enterobacteriaceae. Selain itu, produksi 7, dan 8 menunjukkan bahwa ketiga pH
biosurfaktan akan meningkat seiring tersebut mampu memacu produksi
dengan pemberian sumber nitrogen yang biosurfaktan, hanya saja memiliki
tinggi (Yuliana et al., 2019), hal ini sesuai kemampuan yang berbeda. Perbedaan hasil
dengan komposisi Tryptone Water yang dapat terjadi akibat pertumbuhan optimum
terdiri atas Tryptone sebagai sumber jenis mikroba yang berbeda-beda.
nitrogen. Media Tryptone Water memiliki Komarawidjaja (2009) melaporkan bahwa
kisaran pH 7.0-7.5. Hal ini menjadi salah bakteri yang mensintesis biosurfaktan
satu alasan aktivitas biosurfaktan paling masih mendegradasi hidrokarbon pada pH
tinggi terbentuk pada pH 7, karena pH ini 5.5-8.0. Namun, aktivitas optimum terjadi
sangat sesuai dengan pH pertumbuhan pada pH netral sampai sedikit asam. Hal ini
genus Serratia. mendukung hasil penelitian yang didapat
Pengujian ketiga yang dilakukan adalah dalam penelitian ini.
uji emulsifikasi. Indikator positif ditandai Faktor selain pH adalah jenis substrat
dengan terbentuknya emulsi. Terbentuknya atau media yang digunakan. Pada
emulsi menandakan adanya aktivitas penelitian ini Tryptone Water dan limbah cair
biosurfaktan. Emulsi yang terbentuk produksi tepung maizena menunjukkan
dihitung indeks emulsifikasi menggunakan aktivitas yang lebih baik dari pada limbah
jangka sorong dengan rumus persentase cair produksi tepung tapioka. Hal ini terjadi
indeks emulsifikasi setelah 24 jam karena karena adanya perbedaan lama masa
penyimpanan, proses pemasakan, tingkat

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3


121
Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

kematangan, dan kandungan nutrisi dari Makanan. Penerbit Bhratara Karya


masing-masing media. Tryptone Water Aksara. Jakarta.
mengandung 10 g.L-1 protein dan 5 g.L-1 Furqani, L. H. (2018). Pemanfaatan air rebusan biji
garam, sementara dalam 100 g jagung dan tongkol jagung sebagai substrat produksi
kandungan protein sebesar 3.4 g, garam 1 bakteri Bacillus pumilus UAAC 21623 dan uji
mg, dan lemak 1.5 g. Dalam 100 g singkong aktivitas antibakterinya [skripsi, Universitas
kandungan protein hanya 1.0 g dan lemak Andalas]. Digital Library.
0.3 g (Direktorat Gizi Depkes RI, 1981). Gozan, M., Fatimah, I. N., Nanda, C., dan
Menurut Cooper et al. (1981), mikroba Haris, A. (2014). Produksi
membutuhkan protein dan garam yang biosurfaktan Pseudomonas aeruginosa
tinggi untuk tumbuh dan membentuk dengan substrat limbah biodiesel
biosurfaktan. Dalam hal ini limbah cair terozonasi untuk peningkatan
produksi tepung tapioka memiliki perolehan minyak bumi. Journal of
komposisi yang jumlahnya lebih rendah Agro-based Industry, 31(2), 39-44.
dari media produksi lain, tentunya Jagtap, S. S., Woo, M., Kim, T. S., Dhiman, S.
berdampak pada rendahnya aktivitas S., Kim, D., & Lee, J. K. (2014).
biosurfaktan yang dihasilkan. Phytoremediation of diesel
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa contaminated soil and
variasi pH dan media mempengaruhi saccharification of the resulting
kemampuan biosurfaktan yang dihasilkan biomass. Fuel, 116, 292-298.
oleh Serratia marcescens strain MBC1 dalam Komarawidjaja, W. (2009). Karakteristik dan
melarutkan solar. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan konsorsium mikroba
terbentuknya hasil positif pada ketiga lokal dalam media mengandung
parameter uji dengan nilai yang berbeda- minyak bumi. Jurnal Teknik
beda. Biosurfaktan paling baik dihasilkan Lingkungan, 10(1), 114-119.
dari media limbah cair produksi tepung Putri, L. K. (2014). Pengaruh penambahan
maizena pH 7 dengan aktivitas melarutkan glukosa sebagai co-substrat dalam
solar paling optimum yang ditunjukkan pengolahan limbah minyak solar
oleh indeks emulsifikasi sebesar 63.88%. menggunakan sistem High Rate Alga
Reactor (HRAR) [skripsi, Institut
DAFTAR PUSTAKA Teknologi Sepuluh November].
Digital Library.
Araujo, H. W. C., Andrade, R. F. S., Reningtyas dan Mahreni, R. (2015).
Rodriguez, D. M., Ribeaux, D. R., Biosurfaktan. Eksergi, 12(2), 12-22.
Silva, C. A. A., & Takaki, G. M. C. Rodriguez, D. M., Andrade, R. F. S., Ribeiro,
(2019). Sustainable biosurfactant D. L. R., Ribeaux, D. R., Lima, R. A.,
produce by Serratia marcescens UCP Araujo, H. W. J. & Takaki, G. M. C.
1549 and its suitability for agricultural (2015). Bioremediation of petroleum
and marine bioremediation derivative using biosurfactant
application. Microbial Cell factories, produced by Serratia marcescens
18(2), 1-13. Doi: 10.1186/s12934-018- UCP/WFCC 1549 in low cost
1046-0 medium. International Journal of
Ciccyliona, D. Y., dan Nawfa, R. (2012). Current Microbiology and Applied
Pengaruh pH terhadap produksi Science, 4(7), 550-562.
biosurfaktan oleh bakteri Pseudomonas Suryanti, Y., Hastuti, S., Handayani, D. S.,
aeruginosa lokal. Jurnal Sains dan Seni dan Windrawati. (2014). Biosintesis
Pomits, 1(1), 1-6. biosurfaktan oleh Pseudomonas
Cooper, D. D. G & Paddock, D. A. (1984). aeruginosa menggunakan limbah cair
Production of a biosurfactans from industri tapioka sebagai media.
torulopsis bombicola. Applied ALCHEMY jurnal penelitian kimia,
Environmental Microbiology, 47, 173-176. 10(1), 22-30.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Walter, V., Syldatk, C., Hausmann, R. (2010).
(1981). Daftar Komposisi Bahan Screening concepts for the isolation of
biosurfactant producing microorganisms.

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3


122
Riyanto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Adv Exp Med Biol., 672, 1-13. Doi: dan bioaugmentasi. Jurnal Reka Buana,
10.1007/978-1-4419-5979-9_1 3(1), 67-72. Doi:
Yasmin, Z., Wulansarie, R. (2018). Review 10.33366/rekabuana.v3i1.943
perbandingan pencemaran minyak di
perairan dengan proses bioremediasi
menggunakan metode biostimulus
Yuliana, C., Hertadi, R., dan
Wahyuningrum, D. (2019). Produksi
dan optimasi biosurfaktan dari
bakteri halofilik Chromohalobacter
japonicas BK-AB18. CHEESA: Chemical
Engineering Research Article, 2(2), 56-
65. Doi: 10.25273/cheesa.v2i2.5410

Volume 8 Nomor 3 : 114-122 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2021.008.03.3

Anda mungkin juga menyukai