Artikelilmiahsidangsarjana 2014
hidrofilik yang berupa ramnosa (Lang and
Wullbrandt, 1999). Adanya gugus hidrofobik dan
gugus hidrofilik pada biosurfaktan inilah yang
memberikan hipotesa bahwa biosurfaktan dapat
menjadi scale inhibitor. Gugus hidrofobik pada
biosurfaktan diharapkan akan dapat melarutkan
minyak mentah pada oil coated scale sedangkan
gugus hidrofilik pada biosurfaktan diharapkan
mampu melarutkan ion-ion penyebab scale.
Biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba
akan berbeda tergantung pada jenis mikroba dan
nutrien yang dikonsumsinya. Demikian pula untuk
jenis mikroba yang sama, jumlah surfaktan yang
dihasilkan berbeda berdasarkan nutrien yang
dikonsumsinya (Duvnjak et al. 1983 dalam Priyani
et al. 2011). Nutrien merupakan hal yang sangat
penting artinya bagi pertumbuhan mikroba
termasuk mikroba penghasil biosurfaktan. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa elemen makro yang memegang peranan
penting dalam menunjang pertumbuhan bakteri
penghasil biosurfaktan adalah elemen karbon dan
nitrogen (Horowitz et al. 2005 dalam Nugroho,
2006). Perbedaan sumber karbon dan panjang rantai
substrat hidrokarbon sering berakibat signifikan
terhadap konsentrasi akhir fermentasi biosurfaktan
(Georgiou, 1992). Sebagai contoh, Arthrobacter
hanya memproduksi 75% biosurfaktan ekstraseluler
ketika ditumbuhkan pada asetat dan etanol namun
dapat mencapai 100% biosurfaktan ekstraseluler
ketika ditambahkan pada substrat hidrokarbon
(Mulligan and Gibbs. 1993). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa sumber karbon yang
berbeda dengan konsentrasi yang berbeda akan
menghasilkan jumlah biosurfaktan yang berbeda
pula.
Telah banyak dilakukan penelitian untuk
mengetahui sumber karbon terbaik dalam proses
produksi ramnolipid. Adapun sumber karbon yang
telah digunakan pada proses produksi ramnolipid
adalah glukosa (Guerra-Santos et al. 1984), minyak
kedelai (Andriani, 2007), gasolin, paraffin oil, dan
whey (Rashedi et al. 2006), molase (Priyani et al.
2011), minyak sawit (Nurani dan Marsudi, 2013),
dan crude oil (Nugroho, 2006).
Sumber karbon yang akan digunakan pada
penelitian ini adalah molase, limbah minyak kelapa
sawit, dan crude oil. Limbah minyak kelapa sawit
digunakan sebagai sumber karbon dikarenakan
mengandung gliserol yang dapat langsung
dikonsumsi
oleh
mikroba
dalam
genus
Jurusan Kimia FMIPA Unsri
Sterilisasi Alat
Semua peralatan tahan panas disterilisasi
dengan autoklaf dengan suhu 121 C, sedangkan
peralatan lainnya disterilisasi dengan alkohol 70%
Page 2
Artikelilmiahsidangsarjana 2014
2.3.2
Pembuatan Media
Media NB dibuat dengan melarutkan 25
gram media NB (Nutrient Broth) dengan 1000 mL
akuades. Media dimasukkan ke dalam erlenmeyer
1000 mL, kemudian dididihkan di atas hot plate dan
dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Setelah
mendidih larutan disterilisasi dengan autoklaf pada
suhu 121 C dan tekanan 15 lbs selama 15 menit.
2.3.6
digunakan.
2.3.4 Pembuatan Starter Pseudomonas peli
Disiapkan Erlenmeyer 500 mL kemudian
ditambahkan crude oil sebagai sumber karbon
sebanyak 2% (v/v) dan. Selanjutnya , ditambahkan
Medium NB ke dalam erlenmeyer hingga total
volume 200 mL. Lalu, ke dalam Erlenmeyer
tersebut dimasukkan 5 ose isolat Pseudomonas peli.
Kemudian dilakukan proses aerasi (guna mensuplay
oksigen) dengan cara memasukkan selang plastik
yang telah disambungkan dengan aerator. Proses
aerasi tersebut dilakukan selama 24 jam (Munawar,
2014). Jumlah koloni bakteri dihitung sampai
kepadatan 107 cfu/mL dengan alat colony counter
sebelum starter bakteri digunakan untuk tahap
penelitian selanjtnya. Perlakuan yang sama juga
digunakan untuk variasi sumber karbon molase dan
limbah minyak kelapa sawit (Murdini, 2013).
2.3.5 Produksi Biosurfaktan
Dibuat media yang terdiri dari yeast extract
sebanyak 0,1 % dan crude oil masing-masing
sebanyak 2% (v/v), 3% (v/v), dan 4% (v/v)
dimasukkan ke dalam media NB dengan total
volume 200 mL, lalu dipindahkan ke dalam
Erlenmeyer 1000 mL. kemudian media disterilisasi
menggunakan autoklaf selama 15 menit. Lalu ke
dalam media diinokulasikan 10% (v/v) starter isolat
bakteri dengan kepadatan sel 107 cfu/mL. Kultur
diaerasi (guna mensuplay oksigen) dengan aerator
selama 24 jam. Biosurfaktan crude oil siap
digunakan untuk penelitian berikutnya. Perlakuan
yang sama juga digunakan untuk variasi sumber
karbon crude molase dan limbah minyak kelapa
sawit (Mirfat, 2011). Ada tidaknya biosurfaktan
diuji dengan menggunakan uji hemolisis. Uji
Jurusan Kimia FMIPA Unsri
Artikelilmiahsidangsarjana 2014
helium (kecepatan alir total 40 mL/menit). Jenis
kolom yang dipakai adalah Rtx-5MS dengan
panjang kolom 30 m dan diameter 0,25 mm.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan produksi biosurfaktan oleh
Pseudomonas peli dengan menggunakan sumber
karbon molase, crude oil, dan limbah minyak
kelapa sawit. Selanjutnya dimanfaatkan sebagai
agen anti kerak pada pipa pendistribusian minyak
bumi. Untuk menguji potensi produksi biosurfaktan
tersebut diukur beberapa parameter di antaranya
adalah jumlah bakteri, diameter zona bening, persen
kerak terlarut, dan analisis komposisi senyawa dari
ekstrak kerak terlarut dengan menggunakan GC.
Hasil penelitian tersebut ialah sebagai berikut :
3.1 Jumlah Bakteri
Perhitungan jumlah bakteri dilakukan pada
starter yang sebelumnya telah dilakukan aerasi
dengan menggunakan aerator selama 24
jam.Perhitungan jumlah bakteri dilakukan masingmasing untuk starter dari Pseudomonas peli yang
ditumbuhkan
pada
konsentrasi
yang
berbeda.Metode yang dilakukan untuk menghitung
jumlah Pseudomonas peli dilakukan dengan metode
SPC (Standard Plate Count). Rata-rata jumlah
Pseudomonas peli yang ditumbuhkan pada sumber
karbon limbah minyak kelapa sawit, crude oil, dan
molase disajikan pada Tabel 4.1 berikut :
No
Sumber Karbon
P-7
P-8
1.
Limbah minyak
183
55
kelapa sawit
2.
Crude oil
210
127
3.
Molase
TBUD
184
Keterangan : TBUD : Tidak Bisa Untuk Dihitung
Berdasarkan data di atas, Pseudomonas peli
mencapai jumlah yang paling tinggi pada sumber
karbon molase. Wahaibiet al., (2013) melaporkan
bahwa biosurfaktan mencapai konsentrasi yang
lebih tinggi dengan menggunakan sumber karbon
molase. Penelitian Shun et al. (2010) melaporkan
bahwa Enterobacter cloacae dapat menghasilkan
biosurfaktan
sebanyak
8,83
g/L
dengan
menggunakan molase sebagai sumber karbon
tunggal. Shavandi et al. (2010) melaporkan bahwa
Rhodococucus
TA6
dapat
memproduksi
biosurfaktan paling baik dengan menggunakan
sukrosa sebagai sumber karbon.
Hal ini menunjukkan bahwa produksi
biosurfaktan akan mencapai konsentrasi paling
Jurusan Kimia FMIPA Unsri
3.
Crude Oil
2
3
4
Molase
2
3
4
Berdasarkan Tabel 4 diketahui biosurfaktan
yang diproduksi di dalam sumber karbon molase
dengan konsentrasi 4% membentuk zona bening
dengan diameter yang paling besar yaitu 23,325
mm. Bakteri Pseudomonas peli membentuk zona
bening yang paling besar pada saat ditumbuhkan
dengan sumber karbon molase dengan konsentrasi
4%. Hal ini bersesuaian dengn data bahwa
Pseudomonas peli tumbuh dengan jumlah yang
paling banyak saat ditumbuhkan dengan sumber
karbon molase.
Page 4
Artikelilmiahsidangsarjana 2014
Hasil penelitian yang dilakukan secara
kualitatif oleh Sarafin et al. (2014) menunjukkan
bahwa Kocuria marina BS-15 dapat membentuk
zona bening di atas Blood Agar Plate dalam uji
haemolisis. Chandankere et al. (2013) melaporkan
bahwa Bacillus methylotropicus USTBa dapat
membentuk zona bening dengan diameter 2 cm.
Penelitian yang dilakukan oleh Bharali et al. (2011)
menyatakan bahwa Alcaligenes faecalis dapat
membentuk zona bening dengan diameter 1 cm
dengan metode uji haemolisis.
Pembentukan zona bening ini erat kaitannya
dengan kemampuan bakteri untuk menghasilkan
biosurfaktan ke lingkungan sekitarnya sehingga
mampu melisiskan sel-sel darah merah medium
Blood Agar (Manurung, 2014). Yudono dkk (2013)
menyatakan bahwa semakin besar zona bening yang
terbentuk, makasemakin besar pula potensi bakteri
tersebut untuk menghasilkan biosurfaktan.
3.3 Uji PotensiCrude Biosurfaktan dari
Pseudomonas peli sebagai Agen Anti Kerak pada
Pipa Pendistribusian Minyak Bumi
Uji potensi biosurfaktan dari Pseudomonas peli
sebagai agen anti kerak pada pipa pendistribusian
minyak bumi dilakukan masing-masing untuk
sumber karbon limbah minyak kelapa sawit, crude
oil,dan molase. Biosurfaktan yang digunakan
adalah biosurfaktan dari bakteri Pseudomonas peli
yang ditumbuhan dalam berbagai sumber karbon
dengan konsentrasi 2%, 3%, dan 4%. Hasil uji
potensi biosurfaktan dari Pseudomonas peli yang
ditumbuhkan dalam sumber karbon limbah minyak
kelapa sawit, crude oil, dan molase tersaji pada
grafik di bawah ini
12
Limbah minyak
kelapa sawit
10
8
Crude oil
4
2
0
0 5 10 15 20 25
konsentrasi biosrfaktan
14
12
10
Crude oil
Molase
6
4
2
0
10
15
20
konsentrasi biosurfaktan
18
16
14
Crude oil
12
10
persen kerak terlarut
Molase
6
4
2
0
10
15
20
konsentrasi biosurfaktan
Artikelilmiahsidangsarjana 2014
proses pelarutan kerak dengan lebih maksimal.
Semakin besar kandungan biosurfaktan maka
semakin banyak pula gugus hidrofob yang akan
mengekstrak minyak yang melapisi kerak dan
gugus hidrofil yang akan melarutkan ion-ion yang
menyusun kerak tersebut (Daryasafar, 2010).
Larutan biosurfaktan yang diproduksi pada
sumber karbon molase 4% dengan konsentrasi 20%
mampu melarutkan kerak dengan persentase kerak
terlarut paling tinggi sebesar 16,01%. Jain et al.
(2013) melaporkan bahwa biosurfaktan juga pernah
digunakan untuk mengekstrak minyak dari tanah
yang terkontaminasi minyak. Sebanyak 57-90%
minyak mampu diekstrak dengan menggunakan
biosurfaktan yang diproduksi oleh Pseudomonas
aeruginosa
SP4,
Bacillus
subtilis
PT2,
Rhodococcus rubber, dan Klebsiella sp. RJ-03 (Jain
et al., 2012; Urum et al., 2004; Whang et al., 2008;
Lai et al., 2009 dalam Jain et al., 2013).
3.4 Analisis Kromatogram Hasil GC pada
Biosurfaktan Limbah Minyak Kelapa Sawit dan
Biosurfaktan Molase Setelah Proses Uji Potensi
sebagai Senyawa Penghilang Kerak
Berdasarkan metode analisa gravimetri yang
telah dilakukan, didapatkan data yang menyatakan
bahwa biosurfaktan dapat melarutkan kerak yang
diketahui dari beratakhir kerak yang berkurang
setelah proses shaker berlangsung. Pada proses
kelarutan kerak, penambahan biosurfaktan yang
masih mengandung bakteri Pseudomonas peli dapat
mengurangi berat kerak yang menghasilkan fraksi
hidrokarbon yang larut dalam air dan bersifat
volatil. Susanti (2009) mengemukakan bahwa
senyawa yang mempunyai kisaran suhu penguapan
antara 50-350 bahkan 500C dapat dianalisa dengan
metode kromatografi gas. Pengukuran GC
dilakukan untuk melihat perubahan antara puncak
kromatogram yang ada pada biosurfaktan dari
sumber karbon yang paling potensial dalam
melarutkan kerak dengan biosurfaktan dari sumber
karbon yang tidak potensial untuk melarutkan kerak
yang dalam hal ini biosurfaktan dari sumber karbon
molase dan limbah minyak kelapa sawit.
Gambar4
merupakan
kromatogram
biosurfaktan molase setelah recovery menunjukkan
terdapat 22 puncak yang muncul pada waktu retensi
yang berbeda. Pada waktu retensi tertentu, terdapat
puncak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
puncak-puncak yang lainnya yaitu pada waktu
Jurusan Kimia FMIPA Unsri
Artikelilmiahsidangsarjana 2014
Pada suhu 183C yang ditunjukkan dengan menit
ke 17 pada proses GC terdapat satu puncak yang
muncul dengan waktu retensi 17,256. Puncak
tersebut adalah puncak terakhir yang muncul pada
proses GC. Hal ini menyatakan bahwa puncak
tersebut merupakan puncak dari senyawa yang
paling akhir mengalami proses penguapan pada
proses GC.
Yudono (1994) menyatakan bahwa dalam
analisis GC dapat digunakan metode temperatur
terprogram. Penggunaan temperatur terprogram
dapat mengidentifikasi fraksi karbon yang ada pada
kromatogram. Fraksi rantai karbon tersebut dapat
dikelompokkan berdasarkan kisaran temperatur
program seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Identifikasi Senyawa Hidrokarbon yang
Terdegradasi
Kisaran Temperatur
Fraksi rantai karbon yang
teridentifikasi
<100C
< C10
100C - 150C
C11 C14
150C - 200C
C15 C17
200C - 250C
C18 C21
250C - 300C
>C22
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan kesimpulan
bahwa terdapat persamaan antara kromatogram
biosurfaktan
molase
dengan
kromatogram
biosurfaktan limbah minyak kelapa sawit.
Persamaan tersebut terletak pada munculnya
puncak-puncak tinggi pada rentang menit kedua dan
ketiga proses GC. Senyawa dengan jumlah atom
karbon kurang dari 10 akan menguap pada suhu di
bawah 100C yang ditunjukkan dengan munculnya
puncak dengan waktu retensi
delapan menit
pertama pada kedua kromatogram tersebut.
Kedua
kromatogram
tersebut
juga
menunjukkan perbedaan yang dapat dilihat pada
jumlah puncak yang muncul pada waktu retensi 14
menit hingga 18 menit pada proses GC.
Kromatogram biosurfaktan molase menunjukkan
adanya tujuh puncak pada waktu retensi 14 menit
hingga 18 menit sedangkan kromatogram
biosurfaktan limbah minyak kelapa sawit hanya ada
satu puncak yang muncul pada waktu retensi empat
belas menit hingga delapan belas menit.Puncak
yang muncul pada waktu retensi tersebut
merupakan puncak yang mewakili senyawa
hidrokarbon dengan kisaran jumlah rantai karbon
antara 15 hingga 17 rantai karbon.
Artikelilmiahsidangsarjana 2014
2. Biosurfaktan dari Pseudomonas peli yang
paling potensial dalam melarutkan kerak
pada pipa pendistribusian minyak bumi
adalah biosurfaktan yang ditumbuhkan pada
sumber karbon molase dengan konsentrasi
sumber karbon 4% yang mampu melarutkan
kerak dengan persentase 16,01%.
4.2. Saran
Proses produksi biosurfaktan sangat bergantung
pada kondisi pertumbuhan seperti agitasi,
temperatur, pH, dan keberadaan oksigen sehingga
perlu dilakukan optimasi kondisi produksi
biosurfaktan agar dapat menghasilkan biosurfaktan
dengan persentase yield yang tinggi untuk
pengembangan penggunaan biosurfaktan sebagai
agen anti kerak pada pipa pendistribusian minyak
mentah pada skala yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Sulaimani,H. 2011. Microbial Biotechnology for
Enhancing Oil Recovery : Current
Developments
and
Future
Prospect.
Biotechnol.Bioinf. Bioeng. 2 : 147-158.
Al-Wahaibi,Y., Joshi, S., Al-Bahry, Elshafie, A., AlBemani, A., & Sributal, B. 2013.
Biosurfactant Production by Bacillus Subtilis
B 30 and Its Application in Enhancing Oil
Recovery. Colloids and Surfaces B:
Biointerfaces. 114 : 324-333.
Andriani, D. 2007. Produksi Biosurfaktan
Menggunakan Minyak kedelai Secara
Biotransformasi
oleh
Rhodococcus
rhodochrous dan Aplikasinya Untuk Recovery
Ion Logam Cd. Skripsi. Jurusan Kimia.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Page 8
Artikelilmiahsidangsarjana 2014
Jie Xia, W. Zhi, B.L., Han, P.D., Li Yu, Qing, F.C.,
&
Yong,
Q.B.
2012.
Synthesis,
Characterization,
and
Oil
Recovery
Application of Biosurfactant Produced by
Indigenous Pseudomonas aeruginosa WJ-1
Using Waste Vegetable Oil. Appl Biochem
Biotechnol. 166: 1148-1166.
Kosaric, N. 2001.Biosurfactants and Their
Application for Soil Bioremediation. Food
Technol. Biotechnol. 39 (4) : 295-304.
Muliawati, D. I., 2006.Sintesis Biosurfaktan dengan
Menggunakan Minyak Kedelai sebagai
Sumber
Karbon
Tambahan
Secara
Biotransformasi
Oleh
Pseudomonas
aeruginosa.Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sebelas Maret.
Mulligan, C.N., B.F. Gibbs. 1993. Factor
Influencing the Economics of Biosurfactants.
New York : Marcel Dekker Inc.
Munawar, A., 2007. Kajian Statistik Terhadap
Nutrien Organik dan Anorganik untuk In Situ
Tes Bioremediasi Tumpahan Minyak Bumi
dengan Metode Biostimulation di Lingkungan
Pantai. J. Ilmiah Teknik Lingkungan. 2. 41-54.
Murdini, L.A. 2013. Pengaruh Aerasi dan Nutrisi
pada Bioremediasi Limbah Cair Minyak Bumi
oleh Konsorsium Bakteri Petrofilik dan
Salvinia molesta D.S. Mitchell. Skripsi.
Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan
Ilmu
Pengetahuan
Alam.
Universitas
Sriwijaya. Tidak Dipubilkasi.
Nie, M., Yin, X., Ren, C., Wang, Y., Xu, F., & Shen,
Q. 2010. Novel Rhamnolipid Biosurfactants
Produced by a Polycylic Aromatic
HydrocarbonDegrading
Bacterium
Pseudomonas aeruginosa Strain NY3.
Biotechnology Advances. 28 : 635-643
Nugroho, A. 2006.Produksi Biosurfaktan oleh
Bakteri Pengguna Hidrokarbon dengan
Penambahan Variasi Karbon.Biodiversitas. 7:
312-316.
Artikelilmiahsidangsarjana 2014
Shavandi, M., Mohebali, G., Haddadi, A.,
Shakarami, H., & Nuhi, A. 2010.
Emulsification Potential of a Newly Isolated
Biosurfactant
Producing
Bacterium
Rhodococcus sp. Strain TA6. Colloids and
Surfaces B: Biointerfaces. 82: 477-482.
Simanjuntak, R. 2009. Studi Pembuatan Etanol dari
Limbah Gula (Molase).Skripsi. Jurusan
Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara Medan.
Singh, D., N., Tripathi, A. N. 2012. Coal Induced of
a Rhamnolipid by Pseudomonas stutzeri,
Isolated from The Formation Water of Jharia
Coalbed. Bioresorce Technology. 128 : 215221.
Sun,S., Zhang, Z., Luo, Y.,Zhang, W., Xiao,M., Yi,
W., Yu, L., & Fu, P. 2011. Exopolysaccharide
Production by A Genetically Engineered
Enterobacter cloacae Strain for Microbial
Enhanced Oil Recovery. Bioresources
Technology. 102 : 6153-6158.
Page 10