Anda di halaman 1dari 10

Studi Perencanaan Unit Perombakan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) dengan Menggunakan Bakteri

Pseudomonas fluorescens (Kajian : Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi) Andry Prasetyo Putro1 ;
Wignyanto2 ; Maimunah Hindun Pulungan2 1) Alumni Jurusan Tek Industri Pertanian FTP Unibraw 2)
Staf Pengajar Jurusan Tek Industri Pertanian FTP Unibraw Abstrak Salah satu bentuk pengolahan Alkyl
Benzene Sulfonate adalah secara biologis, yaitu dengan menggunakan bakteri perombak ABS, bakteri
tersebut adalah Pseudomonas fluorescens. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim lipase dan enzim
alkylsulphatases yang dapat memotong rantai Alkyl Benzene Sulfonate (ABS). Proses perombakan ABS
merupakan proses aerob sehingga pengaturan kecepatan aerasi sangat diperlukan untuk
memaksimalkan hasil degradasinya. Selain kecepatan aerasi, volume medium juga mempengaruhi
perencanaan unit perombakan ABS, sehingga diperlukan pengaturan peningkatan volume medium yang
sesuai untuk mendapatkan hasil perombakan yang maksimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan volume medium NPK memberikan pengaruh nyata terhadap persentase perombakan ABS dan
jumlah bakteri, perlakuan kecepatan aerasi memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bakteri dan
interaksi antara perlakuan volume medium NPK dan perlakuan kecepatan aerasi memberikan pengaruh
nyata terhadap persentase perombakan ABS tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bakteri.
Persentase perombakan ABS tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 500 ml
dengan kecepatan aerasi 1 vvm yaitu sebesar 81,91%, jumlah sel bakteri tertinggi diperoleh pada
kombinasi perlakuan volume medium NPK 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 1,75 .
107 cfu / ml, nilai pH medium tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 500 ml
dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm dan volume medium NPK 2500 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm
yaitu sebesar 6,85. Keywords : Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Pseudomonas fluorescens, Kecepatan
aerasi, Volume medium NPK PENDAHULUAN Deterjen merupakan bahan pembersih yang banyak
digunakan oleh masyarakat umum sebagai bahan pembersih pakaian dan alat-alat rumah tangga, rumah
sakit dan industri. Pemakaian deterjen ini didasarkan atas kemampuan deterjen dalam mengemulsikan
kotoran berminyak dan tingkat kelarutannya yang tinggi dan stabil di dalam air serta tidak bersifat
korosif, karena kelebihannya itu maka deterjen digunakan oleh sebagian besar masyarakat sebagai
desinfektan dan sanitasi (Pelczar, 1988). Penggunaan deterjen yang semakin meningkat tersebut dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan, khususnya lingkungan perairan karena deterjen menimbulkan
buih. Buih yang ditimbulkan tersebut disebabkan oleh bahan aktif deterjen yaitu alkyl benzene sulfonate
(ABS) (Ekowati, 1992). Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) merupakan salah satu jenis surfaktan anionik yang
merupakan komponen utama pembentuk deterjen anionik yang bersifat sebagai zat aktif permukaan
(surface aktive agent), yaitu zat yang menyebabkan turunnya tegangan permukaan air sehingga air
dapat dengan mudah meresap ke Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi
Pertanian 3 (2): 103 – 120 104 dalam kain yang dicuci. Hampir semua deterjen yang digunakan di
Indonesia mengandung ABS. Penggunaan ABS sebagai bahan aktif deterjen dikarenakan harganya yang
relatif lebih murah dan kemampuannya yang tinggi dalam membersihkan kotoran. Deterjen yang
mengandung ABS ternyata mempunyai kekurangan, yaitu bentuknya tetap stabil dalam lingkungan
sesuai bentuk aslinya, sehingga apabila terakumulasi dalam jumlah yang banyak akan merusak
keindahan lingkungan (Purnomo, 1992) dan dapat mengganggu kehidupan flora dan fauna air, karena
buih yang ditimbulkan dapat mengganggu aliran oksigen dari udara ke air (Ramos and Leyva, 1989). ABS
juga dapat mengganggu kesehatan hewan dan manusia, yaitu menyebabkan iritasi pada kulit dan mata,
kerusakan pada hati dan ginjal. Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu pengolahan
ABS untuk meminimasi jumlahnya di alam. Salah satu bentuk pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate
adalah secara biologis, yaitu dengan menggunakan bakteri perombak hidrokarbon. Pengolahan secara
mikrobiologis ini didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang dalam
ABS yang merupakan sumber energi potensial yang dapat tereduksi menjadi senyawa karbon yang lebih
sederhana, dimana senyawa karbon ini digunakan untuk pertumbuhan mikroorgnisme tersebut. Proses
perombakan ABS merupakan proses aerob sehingga pengaturan kecepatan aerasi sangat diperlukan
untuk memaksimalkan hasil degradasinya, karena konsentrasi oksigen terlarut mempengaruhi
pertumbuhan sel mikroba. Jika konsentrasi oksigen terlarut terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka akan
meracuni bakteri perombak ABS. Selain kecepatan aerasi, volume medium juga mempengaruhi
perencanaan unit pengolahan limbah ABS, sehingga diperlukan pengaturan peningkatan volume
medium yang sesuai untuk mendapatkan hasil perombakan yang maksimum. Bakteri Pseudomonas
fluorescens merupakan salah satu mikroorganisme yang mampu merombak ABS, hal ini dikarenakan
bakteri Pseudomonas fluorescens menghasilkan enzim lipase dan enzim alkylsulphatases yang dapat
memotong rantai Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) yang terdapat di dalam deterjen (Ratledge, 1994).
Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 220C dan pada pH basa. METODE PENELITIAN
Rancangan untuk penelitian ini menggunakan Rancangan Acak yang disusun secara Kelompok (RAK)
dengan dua faktor. Faktor pertama adalah volume medium NPK yang terdiri dari tiga level, yaitu 100 ml,
500 ml, dan 2500ml. Faktor kedua adalah kecepatan aerasi dalam medium NPK yang terdiri dari tiga
level, yaitu 1 vvm; 1,5 vvm dan 2 vvm. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Pengamatan dilakukan
pada hari ke-0, hari ke-6, hari ke-12, hari ke-18, hari ke-24, dan hari ke-30. Data yang diperoleh dari hasil
penelitian dianalisis sidik ragam, lalu dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dan uji Jarak
Duncan (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dengan menggunakan Microsoft Excel
2000. Pembuatan Medium NPK Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan medium NPK,
meliputi : pupuk NPK sebanyak 4 gram dengan konsentrasi N sebesar 12% per kilogram, P dalam bentuk
P2O5 sebesar 10% per kilogram, K dalam bentuk K2O sebesar 18% per kilogram dan Mg dalam bentuk
MgO sebesar 2% per kilogram, MgSO4. 7 Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi
Pertanian 3 (2): 103 – 120 105 H2O sebanyak 0,5 gram dan NaCl sebanyak 0,5 gram. Bahan-bahan
tersebut dicampur dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 1000 ml dan direbus hingga semua
komponen tersebut larut. Larutan stok ABS sebanyak 100 ml dapat ditambahkan setelah proses
perebusan selesai. Pembuatan Starter Isolat bakteri Pseudomonas fluorescens dari medium Nutrien
Agar miring yang telah berumur 24 jam diambil semuanya dan diinokulasikan ke dalam 10 ml, 50 ml, dan
250 ml medium NPK yang telah mengandung ABS sebanyak 100 ppm. Kemudian medium NPK tersebut
diinkubasi selama 48 jam pada suhu 320C, dan inokulum tersebut digunakan sebagai starter. Sebelum
starter tersebut diinokulasikan ke dalam medium NPK, maka starter tersebut diuji viabilitasnya terlebih
dahulu dan dihitung jumlah bakterinya. Starter tersebut harus mengandung sel bakteri yang hidup
sebanyak 107 cfu / ml. Pencarian Kecepatan Aerasi Penentuan kecepatan aerasi dilakukan dengan
menghitung volume udara per satuan waktu untuk volume medium tertentu. Misalnya pada kecepatan
aerasi 1 vvm, cara mencarinya adalah dengan menghubungkan selang yang sudah terhubung dengan
aerator yang sudah ada pengatur kecepatan aliran udaranya (regulator) ke dalam gelas ukur 100 ml
kemudian pada gelas ukur tersebut dihubungkan selang ke dalam botol fermentor yang volumenya 1000
ml, untuk mencari kecepatan aerasinya maka dalam 1 menit volume udara yang dialirkan tersebut harus
sebesar 100 ml. Demikian juga halnya dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm dan 2 vvm. Pembuatan Larutan
Stock Dan Larutan Standart ABS Pembuatan larutan stock Larutan stock ABS 1000 ppm dibuat dari ABS
teknis 96% yang ditimbang sebanyak 1,0417 gram dengan neraca analitik, kemudian ABS tersebut
dilarutkan dengan aquades pada labu takar 1000 ml dan diencerkan sampai tanda batas. Larutan yang
sudah jadi disimpan dalam refrigerator untuk menonaktifkan aktivitas mikroorganisme. Parameter
Pengamatan Pada penelitian ini parameter yang diamati adalah sebagai berikut : 1. Kadar Alkyl Benzene
Sulfonate (ABS) dengan Metode Methylene Blue Active Substance (MBAS) (Clesceri, 1989). 2. Total
Bakteri dengan Metode Pengenceran Penuangan (Total Plate Count) (perhitungan secara tidak langsung)
(Volk and Wheeler, 1984). 3. pH (Derajat Keasaman) Medium NPK (Fardiaz dan Srikandi, 1993). Analisis
Keputusan Pada penelitian ini analisa keputusan yang digunakan adalah metode “Multiple Attributes”
untuk memilih alternatif terbaik dari beberapa kombinasi perlakuan. Pemilihan alternatif terbaik
tersebut berdasarkan perbandingan pengukuran obyektif yang meliputi kadar ABS, total bakteri dan pH
medium NPK. Perencanaan Unit Pengolahan Limbah ABS Setelah diperoleh perlakuan yang terbaik
dengan menggunakan metode “Multiple Attributes”, maka akan dilakukan perencanaan unit
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 106
pengolahan limbah deterjen. Perencanaan tersebut meliputi : perencanaan fasilitas pendukung seperti
kolam penampungan, dimana kolam penampungan tersebut diletakkan sebelum bioreaktor; kolam
klorinasi dan pengendapan yang diletakkan sesudah bioreaktor; perencanaan kapasitas atau volume dari
bioreaktor pengolahan limbah deterjen, perencanaan peningkatan skala bioreaktor, dan analisa biaya.
Bioreaktor perombakan ABS yang direncanakan mengunakan sistem sinambung atau continou. Caranya
dengan menghitung laju perombakan ABS pada perlakuan terbaik (pada sistem batch), setelah laju
perombakan ABS diketahui maka dapat diketahui dilution ratenya kemudian dihitung volume bioreaktor
yang akan direncanakan dengan memperhatikan debit limbah deterjen yang dikeluarkan oleh pabrik
sirup LEO setiap harinya, yaitu 5000 liter. Analisa biaya meliputi modal tetap yang dikeluarkan untuk
membiayai pembuatan unit pengolahan limbah deterjen dan modal kerja untuk membiayai operasional
awal sehingga unit pengolahan limbah tersebut dapat berjalan dengan baik. Kemudian dilakukan
perhitungan atas biaya operasional dan biaya penyusutan dari unit pengolahan limbah yang membebani
perusahaan setiap tahunnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Pengujian
isolat bakteri Pseudomonas fluorescens dalam merombak ABS pada medium mineral yang mengandung
100 ppm ABS, selama 30 hari menunjukkan kecenderungan penurunan kadar ABS. Pada Gambar 1
menunjukkan bahwa persentase perombakan ABS pada hari ke-30 berkisar antara 63,05% (perlakuan
volume medium mineral 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm) sampai 81,91% (perlakuan volume
medium mineral 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm). Kurva Perombakan ABS y = 2,2647x + 11,675 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 6 12 18 24 30 36 Waktu Inkubasi (hari) Persentase Perombakan ABS (%)
Gambar 1. Kurva Tren Perombakan ABS Pada Gambar 1 dapat dilihat tren peningkatan persentase
perombakan ABS selama 30 hari. Peningkatan persentase perombakan ABS dalam medium mineral yang
selaras dengan penambahan waktu inkubasi menunjukkan kadar ABS dalam medium mineral semakin
sedikit. Perombakan ABS dalam medium mineral disebabkan oleh aktivitas metabolisme bakteri
Pseudomonas fluorescens, sehingga terjadi pemutusan rantai karbon yang terdapat dalam ABS.
Terjadinya proses pemutusan rantai karbon tersebut dikarenakan adanya enzim lipase yang dihasilkan
oleh bakteri Pseudomonas fluorescens dan bakteri ini juga bersifat khemoorganotrof yang artinya
mampu menggunakan ABS sebagai satu-satunya sumber karbon (Ratledge, 1994). Berdasarkan
persamaan regresi pada Gambar 12, maka jika diasumsikan semua ABS habis terurai, proses
perombakan ABS oleh bakteri Pseudomonas fluorescens akan berlangsung selama kurang lebih 39 hari.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase perombakan ABS tertinggi diperoleh pada perlakuan
volume medium NPK 2500 ml yaitu r = 0,957 Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal
Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 107 sebesar 77,26%, tetapi persentase perombakan ABS tersebut
tidak berbeda nyata dengan perlakuan volume medium NPK 500 ml yaitu sebesar 75,02%, hal ini
dikarenakan pada volume medium NPK 2500 ml dan 500 ml jumlah sumber nutrisi yang terdapat di
dalam substrat tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan bakteri untuk proses metabolisme pada
tubuh bakteri dalam merombak ABS, sedangkan persentase perombakan ABS terendah diperoleh pada
perlakuan volume medium NPK 100 ml yaitu sebesar 67,61%, hal ini disebabkan pada volume medium
NPK 100 ml jumlah substratnya sedikit sehingga sumber nutrisi yang terdapat di dalam substrat tersebut
tidak mencukupi kebutuhan bakteri dalam melakukan proses perombakan ABS. Tabel 1. Rerata
Persentase Perombakan ABS Pada Berbagai Volume Medium NPK (%) (Transformasi arcsin) (Pada
Pengamatan Hari Terakhir) Volume Medium NPK Rata-rata Persentase Perombakan ABS dalam persen
(%) Transformasi arcsin 100 ml 67,614 1 55,5152a 500 ml 75,021 5 60,2564b 2500 ml 77,261 61,5995b
BNT 5% 4,2503 Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada p = 0,05 Pada Tabel 2 terlihat bahwa persentase perombakan ABS tertinggi
diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium mineral NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1
vvm yaitu sebesar 81,91%. Persentase perombakan ABS terendah diperoleh pada kombiasi perlakuan
volume medium mineral NPK 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 63,05%. Tabel 2.
Rerata Persentase Perombakan ABS Pada Berbagai Kombinasi Antara Perlakuan Volume Medium NPK
dan Kecepatan Aerasi (%) (Transf. arcsin) dengan Uji DMRT (Pada Pengamatan Hari Terakhir) Volu me
Medi um NPK Kecepata n Aerasi Rata-rata Persentase Perombakan ABS dalam persen (%) Transf. arcsin
100 ml 1 vvm 64,083 53,369 a 1,5 vvm 63,049 52,700 a 2 vvm 75,711 60,477 ab 500 ml 1 vvm 81,912
65,114 d 1,5 vvm 75,194 60,130 ab 2 vvm 67,959 55,525 ab 2500 ml 1 vvm 73,643 59,180 ab 1,5 vvm
78,295 62,284 bc 2 vvm 79,845 63,335 bc Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0,05 Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk
Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 108 Hal tersebut disebabkan pada volume medium 500 ml
dengan kecepatan aerasi 1 vvm merupakan komposisi yang tepat pada penelitian ini dalam proses
perombakan ABS, karena pada volume medium tersebut dan kecepatan aerasi 1 vvm, jumlah substrat
dan kadar oksigen terlarutnya sudah mencukupi kebutuhan bakteri dalam merombak ABS. 6 2 .8 2 2 5 7
2 .4 0 3 7 8 1 .9 8 4 9 9 1 .5 6 6 1 1 0 1 .1 4 7 . 1 0 0 .0 0 7 0 0 .0 0 1 3 0 0 .0 0 1 9 0 0 .0 0 2 5 0 0 .0 0 1 .0 0
1 .2 5 1 .5 0 1 .7 5 2 .0 0 A : V o lu m e M e d iu m B : K e c a e r a s i Gambar 2. Kurva Persentase
Perombakan ABS Terhadap Kombinasi Antara Perlakuan Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada kecepatan aerasi 1 vvm semakin besar volume medium maka
persentase perombakan ABS nya semakin tinggi, tetapi peningkatan persentase perombakan ABS
tersebut hanya sampai pada volume medium 1300 ml, setelah volume medium 1300 ml persentase
perombakan ABS-nya menurun, pada kecepatan aerasi 1,5 vvm semakin besar volume medium maka
persentase perombakan ABS semakin tinggi tetapi pada volume medium 1300 ml sampai 2500 ml
persentase perombakan ABS nya konstan atau tetap, dan pada kecepatan aerasi 2 vvm menunjukkan
penurunan persentase perombakan ABS dari volume medium 100 ml sampai 1300 ml tetapi pada
volume 1300 ml sampai 2500 ml persentase perombakan ABS nya meningkat. Hal tersebut disebabkan
kecepatan aerasi pada medium NPK, kecepatan aerasi tersebut mempengaruhi kadar oksigen terlarut
dalam medium sehingga mempengaruhi aktivitas bakteri untuk melakukan proses metabolisme pada
tubuh bakteri dalam merombak ABS. Pada volume medium 100 ml menunjukkan bahwa semakin tinggi
kecepatan aerasinya maka persentase perombakan ABS nya semakin besar, tetapi pada volume medium
500 ml menunjukkan bahwa semakin rendah kecepatan aerasinya maka persentase perombakan ABS
nya semakin besar, sedangkan pada volume medium 2500 ml menunjukkan bahwa semakin tinggi
kecepatan aerasinya maka persentase perombakan ABS nya semakin besar (Tabel 3). Pada volume
medium 100 ml dengan kecepatan aerasi 2 vvm, volume medium 500 ml dengan kecepatan aerasi 1
vvm, dan volume medium 2500 ml dengan kecepatan aerasi 2 vvm menunjukkan kecepatan aerasi
tersebut paling tepat untuk menghasilkan oksigen terlarut yang cukup digunakan untuk merombak
senyawa aromatis dari ABS. Pendapat ini didukung oleh Lee (1980) dan Sardjoko (1991) yang
menyatakan bahwa proses perombakan ABS yang terjadi didalam sel bakteri berlangsung secara aerob
karena perombakan senyawa aromatis pada ABS memerlukan oksigen. Tetapi pengaruh kecepatan
aerasi terhadap persentase perombakan ABS sangat kecil, hal ini terbukti pada uji F yang menunjukkan
bahwa kecepatan aerasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase perombakan ABS.
Total Bakteri Pertumbuhan bakteri dalam suatu medium dapat dilihat dengan Persentase Perombakan
ABS (%) Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 109
bertambahnya jumlah sel bakteri pada medium tersebut. Bertambahnya jumlah sel bakteri dalam
medium mineral yang mengandung ABS menunjukkan adanya suatu pola pertambahan jumlah bakteri
dan juga menunjukkan bahwa senyawa ABS yang kompleks dapat terombak menjadi senyawa yang lebih
sederhana, sehingga senyawa tersebut dapat digunakan sebagai sumber karbon yang sangat diperlukan
oleh bakteri untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhannya. Kurva Pertumbuhan Bakteri 6,900 6,950
7,000 7,050 7,100 7,150 7,200 7,250 0 6 12 18 24 30 Waktu Inkubasi (hari) Jumlah Bakteri (dlm log)
Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Jumlah Bakteri Pada Gambar 3 dapat dilihat pola
pertumbuhan sel bakteri yang menunjukkan kecenderungan meningkat selaras dengan semakin
lamanya waktu inkubasi, tetapi pada hari ke-30 jumlah sel bakterinya menurun. Terjadinya penurunan
jumlah sel bakteri tersebut disebabkan aktivitas metabolisme dari bakteri dalam merombak ABS. Dalam
aktivitas metabolisme itu dihasilkan metabolit sekunder yang berupa asam dari gugus sulfonat, asam
sulfonat tersebut mengakibatkan penurunan pH medium (Harijati dkk, 1994). Penurunan pH medium
dapat menghambat aktivitas bakteri Pseudomonas fluorescens dalam merombak ABS karena kerja
enzim lipase dari bakteri tersebut menjadi terganggu (Suriawiria, 1986). Sistem tertutup (batch culture)
yang digunakan selama penelitian dapat juga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan
mikroorganisme, karena dalam sistem tertutup tidak ada penambahan nutrisi sehingga sumber nutrisi
yang terdapat dalam substrat menjadi berkurang atau bahkan habis. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
jumlah sel bakteri tertinggi diperoleh pada perlakuan volume medium mineral NPK 100 ml yaitu sebesar
1,29889.107 cfu/ml, sedangkan jumlah sel bakteri terendah diperoleh pada perlakuan volume medium
mineral NPK 500 ml yaitu sebesar 9,7556.106 cfu/ml. Hal ini tidak sesuai pada Tabel 1, yaitu pada
volume medium 100 ml persentase perombakan ABS nya sebesar 67,6141% sedangkan pada volume
medium 500 ml persentase perombakan ABS nya sebesar 75,0215%. Data tersebut membuktikan bahwa
energi yang dihasilkan pada proses metabolisme tidak hanya digunakan untuk merombak ABS tapi juga
digunakan untuk proses pertumbuhan sel bakteri. Tabel 3. Rerata Jumlah Sel Bakteri Pada Berbagai
Volume Medium NPK (cfu/ml) (Transformasi log) (Pada Pengamatan Hari Terakhir) Volume Medium NPK
Rata-rata Jumlah Sel Bakteri (105 ) cfu/ml Transformasi log 100 ml 129,889 7,092b 500 ml 97,556 6,975a
2500 ml 107,889 7,020ab BNT 5% 0,0797 Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0,05 Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah sel
bakteri tertinggi Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 –
120 110 diperoleh pada perlakuan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 1,24.107 cfu/ml, sedangkan
jumlah sel bakteri terendah diperoleh pada perlakuan kecepatan aerasi 2 vvm yaitu sebesar 9,6.106
cfu/ml. Tabel 4. Rerata Jumlah Sel Bakteri Pada Berbagai Kecepatan Aerasi (cfu/ml) (Transformasi log)
(Pada Pengamatan Hari Terakhir) Kecepatan Aerasi Rata-rata Jumlah Sel Bakteri (105 ) cfu/ml Transfor
masi log 1 vvm 115,1111 7,045ab 1,5 vvm 124,1111 7,075b 2 vvm 96,1111 6,968a BNT 5% 0,0787
Keterangan : Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada p = 0,05 Hal ini dikarenakan pada kecepatan aerasi 1,5 vvm kadar oksigen terlarut di dalam
medium NPK sudah cukup baik untuk digunakan oleh bakteri Pseudomonas fluorescens untuk proses
pertumbuhan selnya, sedangkan pada kecepatan aerasi 2 vvm kadar oksigen terlarut yang terdapat
dalam medium NPK sudah berlebihan sehingga dapat menyebabkan autolisis bagi bakteri, hal tersebut
dapat menghambat pertumbuhan sel bakteri. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah sel bakteri
tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium mineral NPK 100 ml dengan kecepatan
aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 1,75 . 107 cfu/ml. Jumlah sel bakteri terendah diperoleh pada kombinasi
perlakuan volume medium mineral NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 2 vvm yaitu sebesar 7,3 . 106
cfu/ml. Hal ini tidak sesuai pada Tabel 2, yaitu pada volume medium 100 ml dengan kecepatan aerasi 1,5
vvm persentase perombakan ABS nya sebesar 63,049% sedangkan pada volume medium 500 ml dengan
kecepatan aerasi 2 vvm persentase perombakan ABS nya sebesar 67,959%. Tabel 5. Rerata Jumlah Sel
Bakteri Pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi (cfu/ml)
(Transformasi log) dengan Uji DMRT (Pada Pengamatan Hari Terakhir) Volume Medium NPK Kecepatan
Aerasi Rata-rata Jumlah Bakteri Notasi (105 ) fu/ml Transformasi log 100 ml 1 vvm 87 6,937 ab 1,5 vvm
175 7,238 e 2 vvm 127,667 7,128 cde 500 ml 1 vvm 121 7,070 bcd 1,5 vvm 93,67 6,971 abc 2 vvm 78
6,886 a 2500 ml 1 vvm 137,33 7,128 de 1,5 vvm 103,667 7,015 abcd 2 vvm 82,667 6,916 a Keterangan :
Rata-rata yang didampingi oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0,05
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 111 6 .5 5 3 9 3
6 .7 1 5 4 2 6 .8 7 6 9 2 7 .0 3 8 4 1 7 .1 9 9 9 1 . 1 0 0 .0 0 7 0 0 .0 0 1 3 0 0 .0 0 1 9 0 0 .0 0 2 5 0 0 .0 0 1 .0
0 1 .2 5 1 .5 0 1 .7 5 2 .0 0 A : Vo lu m e M e d iu m N P K B : K e c e p a ta n A e ra s i Gambar 4. Kurva
Jumlah Sel Bakteri Terhadap Kombinasi Antara Perlakuan Volume Medium NPK dan Kecepatan Aerasi
Data tersebut membuktikan bahwa energi yang dihasilkan pada proses metabolisme tidak hanya
digunakan untuk merombak ABS tapi juga digunakan untuk proses pertumbuhan sel bakteri. Pada
Gambar 4 dapat dilihat bahwa jumlah sel bakteri mengalami penurunan pada volume medium 500 ml
dan 2500 ml, tetapi penurunan jumlah sel bakteri tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh volume
medium saja tapi juga dipengaruhi oleh kecepatan aerasi. Pada kecepatan aerasi 1 vvm dan 1,5 vvm
jumlah sel bakterinya banyak tapi pada kecepatan aerasi 2 vvm jumlah sel bakterinya sedikit. Hal
tersebut disebabkan oleh jumlah substrat dan kadar oksigen terlarut yang terkandung dalam medium,
jumlah substrat tersebut mempengaruhi pertumbuhan sel bakteri karena di dalam substrat tersebut
terdapat sumber karbon dan sumber nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh bakteri untuk proses
pertumbuhan sel bakteri (Mangunwidjaja dan Suryani, 1994). Kecepatan aerasi juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan sel bakteri, karena kecepatan aerasi digunakan untuk mengatur konsentrasi
oksigen terlarut, oksigen terlarut tersebut diperlukan untuk memecah rantai karbon dan senyawa
aromatis dari ABS menjadi senyawa karbon yang lebih sederhana, senyawa karbon tersebut digunakan
untuk proses metabolisme dan pertumbuhan sel (Lily dan Barnet, 1951) dan pengaruh yang diberikan
sama dengan pengaruh nutrisi terhadap kecepatan pertumbuhan dan reaksi metabolisme (Wibowo,
1990). Derajat Keasaman (pH) Pada Tabel 6 menunjukkan rata-rata nilai pH medium adalah sebesar
6,69. Nilai rata-rata pH medium tersebut menunjukkan penurunan dari nilai pH awal medium yaitu 6,95.
Penurunan nilai pH medium yang terjadi pada akhir waktu pengamatan tersebut disebabkan oleh
aktivitas bakteri dalam merombak senyawa ABS, dalam perombakan tersebut dihasilkan residu gugus
sulfonat dari ABS yang kemudian teroksidasi menjadi asam sulfat (Harijati dkk, 1994). Gugus pada asam
sulfonat tersebut mudah terombak di alam karena merupakan gugus polar yang mudah larut di dalam
air (Anonim, 1991; Bailey, 1989; Grayson, 1983; Parker, 1993). Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro,
dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 112 Tabel 6. Pengamatan Nilai pH Medium NPK Pada
Pengamatan Hari Terakhir Volume Medium NPK Kecepatan Aerasi pH medium pada hari ke-30 100 ml 1
vvm 6,63 1,5 vvm 6,68 2 vvm 6,75 500 ml 1 vvm 6,78 1,5 vvm 6,85 2 vvm 6,82 2500 ml 1 vvm 6,54 1,5
vvm 6,85 2 vvm 6,70 Analisis Pemilihan Alternatif Terbaik Analisis pemilihan alternatif terbaik
menggunakan metode “Multiple Attributes” didasarkan pada hasil analisis terhadap kadar ABS, jumlah
total bakteri dan pH medium NPK. Nilai ideal dari setiap kombinasi perlakuan yang dijadikan sebagai
dasar dalam pemilihan alternatif terbaik pada metode ini adalah nilai yang sesuai dengan harapan. Hasil
perhitungan dengan menggunakan metode “Multiple Attributes” dapat dilihat pada Tabel 7. Masing-
masing atribut dihitung derajat kerapatannya (dk 1) terhadap alternatif yang ada sesuai dengan fungsi
tujuannya yaitu maksimum atau minimum. Selanjutnya dihitung jarak kerapatan (Lp) alternatif terhadap
atribut tertentu. Alternatif terbaik yang dipilih adalah alternatif yang memiliki nilai jarak kerapatan (Lp)
terkecil. Tabel 7. Hasil Perhitungan Analisis Data Atribut, Derajat Kerapatan (dk) dan Jarak Kerapatan (Lp)
Atribut Alternatif V1A1 V1A2 V1A3 V2A1 V2A2 V2A3 V3A1 V3A2 V3A3 (%) Perom. ABS 53,36 52,70 60,47
65,11 60,13 55,52 59,18 62,28 63,33 Tot. Bak (Transf. log) 6,937 7,238 7,101 7,070 6,971 6,886 7,128
7,015 6,916 pH (Transf.a kar+½) 2,671 2,679 2,692 2,698 2,711 2,706 2,653 2,712 2,684 d k 1 0,819
0,809 0,929 1,000 0,924 0,853 0,909 0,957 0,973 d k 2 0,958 1,000 0,981 0,977 0,963 0,951 0,985 0,969
0,956 d k 3 0,985 0,988 0,993 0,995 0,999 0,998 0,978 1,000 0,989 L1 0,079 0,068 0,033 0,009 0,038
0,066 0,043 0,025 0,027 L2 0,062 0,064 0,025 0,008 0028 0,052 0,032 0,018 0,018 L∞ 0,060 0,064 0,024
0,008 0,026 0,049 0,030 0,015 0,015 Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai jarak
kerapatan minimum untuk L1 = 0,0094 yaitu alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 113 kecepatan
aerasi 1 vvm, L2 = 0,0079 yaitu alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan
aerasi 1 vvm, dan L∝ = 0,0077 yaitu alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan
aerasi 1 vvm, sehingga didapatkan bahwa alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan
kecepatan aerasi 1 vvm dipilih sebagai alternatif terbaik. Selanjutnya alternatif terbaik tersebut
digunakan untuk merencanakan unit pengolahan limbah yang mengandung Alkyl Benzene Sulfonat
(ABS). Perencanaan Unit Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Perencanaan Peningkatan Skala
Bioreaktor Berdasarkan informasi yang diperoleh, yaitu jumlah limbah deterjen yang dibuang oleh
pabrik sirup LEO sebesar 2500 liter sampai 5000 liter per hari dan rancangan volume biorekator skala
laboratorium, maka akan dilakukan perencanaan peningkatan skala bioreaktor untuk merombak ABS
yang merupakan bahan aktif dari deterjen. Pada hasil penelitian ini diperoleh alternatif terbaik untuk
pengolahan limbah deterjen, yaitu perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi
sebesar 1 vvm. Bioreaktor yang akan direncanakan dibuat dengan sistem kontinyu. Caranya dengan
menghitung nilai µ atau laju perombakan ABS oleh bakteri Pseudomonas fluorescens pada perlakuan
volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm. Kurva Perombakan ABS pada perlakuan
V2A1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 6 12 18 24 30 36 Waktu Inkubasi (hari) Persentase Perombakan (%)
Gambar 5. Kurva Perombakan ABS pada Perlakuan Terbaik Berdasarkan Gambar 5, maka dapat dihitung
laju perombakannya (k) dengan rumus : k = Data yang diambil untuk menghitung laju perombakan ABS
adalah data pada hari ke-6 dan data pada hari ke30. Pengambilan data pada hari tersebut dikarenakan
perombakan ABS oleh bakteri Pseudomonas fluorescens pada hari ke-6 sampai hari ke-30 menunjukkan
peningkatan persentase perombakan ABS yang tinggi, dari data di atas maka dapat dihitung laju
perombakan ABS oleh bakteri Pseudomonas fluorescens. X hari ke-6=27,52; X hari ke30=81,91; t1=6
hari; t2=30 hari sehingga k = k = 0,065571 / hari dari nilai k dapat diketahui nilai µ, yaitu : µ = k ln 2 µ =
0,065571 x 0,69 logXt – logX0 0,301 x t log (81,91) – log (27,52) 0,301 x 24 Perencanaan Unit Perombak
ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 114 µ = 0,045451 / hari = 0,001894 / jam
Jadi nilai µ yang diperoleh sebesar 0,001894 / jam, dari nilai µ tersebut dapat ditentukan nilai D atau
dilution ratenya. µ = D = 0,045451 / hari Setelah diketahui nilai D-nya, maka selanjutnya dapat dihitung
kapasitas dari bioreaktor yang akan direncanakan dengan memperhatikan debit limbah setiap harinya.
Debit limbahnya sebesar 5000 liter / hari (F). Setelah itu dihitung kapasitas bioreaktor V = V = 110009,3
liter = 110,0093 m3 Setelah diketahui kapasitas bioreaktor, maka selanjutnya dihitung dimensi ruangnya
dengan acuan dimensi ukuran bioreaktor skala laboratorium (pada penelitian), dari perhitungan luas
alas x tinggi maka diperoleh ukuran bioreaktor, yaitu berdiameter 8,54 meter dengan tinggi 1,93 meter.
Fasilitas Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Fasilitas pengolahan ABS ini terdiri dari fasilitas
utama dan fasilitas pendukung. Fasilitas utamanya adalah bioreaktor dan aerator. Ukuran bioreaktor
yang digunakan sesuai dengan perencanaan peningkatan skala bioreaktor, yaitu bioreaktor berdiameter
8,54 meter dengan tinggi 1,93 meter yang berkapasitas 110,0093 m3 . Aerator juga merupakan fasilitas
utama dari pengolahan ABS yang berfungsi sebagai penyedia oksigen. Aerator yang digunakan dalam
pengolahan ABS berupa kompresor. Kompresor tersebut diatur kecepatan aerasinya sesuai dengan
alternatif terbaik, yaitu 1 vvm. Pengaturan kecepatan aerasi dapat dilakukan dengan menggunakan pipa
tube, caranya dengan menghubungkan pipa dari kompresor ke pipa tube kemudian dari pipa tube
dihubungkan dengan pipa aerasi pada bioreaktor. Kompresor yang digunakan dalam pengolahan ABS
adalah kompresor yang berkapasitas 1 psi per menit dengan kecepatan aliran sebesar 3,65 CFM. Fasilitas
pendukung yang diperlukan dalam pengolahan ABS adalah alat penyaringan yang berfungsi untuk
mencegah terikutnya sampah lain seperti kertas ke dalam bioreaktor, pompa air dengan kapasitas 340
liter per menit untuk memompa limbah deterjen dari kolam penampungan ke dalam bioreaktor, pipa
penyaluran yang berdiameter 2 inch untuk mengalirkan limbah deterjen dari kolam penampungan ke
bioreaktor dan dari bioreaktor ke kolam desinfeksi, pipa penyaluran yang berdiameter 3/4 inch untuk
mengalirkan oksigen dari kompresor ke bioreaktor, kolam desinfeksi yang berfungsi untuk mengurangi
jumlah bakteri patogen (bakteri Pseudomonas fluorescens) yang terkandung dalam limbah yang sudah
diolah sebelum limbah tersebut dibuang ke alam, saluran air atau selokan yang berfungsi untuk
mengalirkan limbah yang sudah diolah dari kolam desinfeksi ke sungai, keran yang berfungsi untuk
mengatur pengaliran limbah deterjen ke biorekator dan dari bioreaktor dan regulator yang berfungsi
untuk mengatur pengaliran oksigen dari kompresor ke bioreaktor Tenaga Kerja Tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk mengoperasikan unit pengolahan ABS adalah sebanyak 3 orang, dari ketiga pekerja
tersebut 5000 liter / hari 0,045451 / hari Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi
Pertanian 3 (2): 103 – 120 115 dibutuhkan satu pekerja yang memiliki keahlian khusus, yaitu dalam
bidang mikrobiologi, sedangkan kedua pekerja lainnya tidak dituntut memiliki keahlian tertentu. Pekerja
yang memiliki keahlian khusus dalam bidang mikrobiologi bertugas untuk membuat starter pengolahan
limbah ABS dan mengatur kecepatan aerasi, sedangkan kedua pekerja lainnya bertugas untuk
mengoperasikan pompa, mengatur pengaliran limbah dari kolam penampungan ke bioreaktor, dari
bioreaktor ke kolam desinfeksi dan dari kolam desinfeksi ke saluran pembuangan. Pekerja juga
melakukan perawatan pada fasilitas utama dan fasilitas pendukung dari unit pengolahan ABS. Sistem
Pengoperasian Bioreaktor Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Sebelum mengoperasikan
fermentor, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat starter untuk pengolahan limbah
ABS. Pembuatan starter harus dilakukan secara bertahap mulai dari volume kecil sampai volume yang
sesuai dengan keinginan kita, sehingga pada saat diinokulasikan ke dalam medium, bakteri dalam fase
logaritmik. Jumlah bakteri yang akan diinokulasikan harus memenuhi syarat hidup yaitu 107 cfu / ml.
Setelah mendapatkan starter yang baik, maka limbah deterjen yang tertampung dalam kolam
penampungan dan sudah mengalami proses penyaringan, dimasukkan ke dalam bioreaktor dengan
menggunakan pompa air. Limbah dalam bioreaktor tersebut kemudian ditambah dengan starter yang
sudah disiapkan sebanyak 10 persen dari volume limbah deterjen yang dimasukkan ke dalam bioreaktor.
Kompresor yang sudah diatur kecepatan aerasinya dan sudah dihubungkan dengan bioreaktor
dihidupkan, untuk menyediakan oksigen pada bioreaktor tersebut, karena proses perombakan senyawa
aromatis pada ABS memerlukan oksigen (Lee, 1980 dan Sardjoko, 1991) dan bakteri yang digunakan
dalam proses perombakan ini adalah bakteri yang bersifat aerobik (Brock, Madigan and Parker, 1994).
Pada saat itu nutrisi NPK dan garam-garam mineral lainnya dapat ditambahkan ke dalam bioreaktor
untuk membantu kerja enzim pada proses metabolisme pada tubuh bakteri dalam merombak senyawa
ABS (Wignyanto, 1998). Pada hari ke-30, limbah yang sudah diolah yang terdapat dalam bioreaktor
disalurkan ke kolam desinfeksi sebanyak 5000 liter dan pada waktu yang bersamaan tersebut limbah
deterjen yang baru dibuang ke kolam penampungan sebanyak 5000 liter dimasukkan ke dalam
bioreaktor dan kemudian ditambah dengan starter yang sudah disiapkan sebanyak 10 persen dari
volume limbah deterjen tersebut. Limbah yang sudah disalurkan ke kolam desinfeksi kemudian
ditambah dengan klorin (Ca(OCl)2) untuk membunuh bakteri patogen yang terdapat dalam limbah
tersebut. Klorin yang dibutuhkan sebanyak 25 mg per liter (Linsley dan Franzini, 1985). Limbah tersebut
dibiarkan selama 2 hari dalam kolam desinfeksi, sehingga jumlah bakteri patogen tersebut menurun.
Waktu 2 hari dilakukan karena dalam waktu tersebut klorin dapat membunuh bakteri patogen secara
efektif (Linsley dan Franzini, 1985). Setelah itu limbah ABS dapat langsung dibuang ke alam. Model unit
pengolahan limbah deterjen dapat dilihat pada Gambar 6. Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk
Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 116 Gambar 6. Model Unit Pengolahan Alkyl Benzene
Sulfonate (ABS) dengan Sistem Kontinyu Keterangan Gambar : • Pompa Air • Kompresor − Kr1: Stop
keran inlet starter ke bioreaktor (diameter : 2 “) − Kr2: Stop keran inlet limbah ke bioreaktor (diameter :
2 “) − Kr3: Stop keran inlet nutrisi ke bioreaktor (diameter : 2 “) − Kr4: Stop keran outlet limbah dari
bioreaktor (diameter : 2 “) − Kr5: Stop keran outlet limbah dari kolam desinfeksi pertama ke kolam
desinfeksi kedua (diameter : 2 “) − Kr6: Stop keran outlet limbah dari kolam desinfeksi kedua ke selokan
(diameter : 2 “) − R1: Regulator (pengatur kecepatan aerasi) (berdiameter : 0,75 “) − T1: Tabung
penampungan nutrisi − T2: Tabung penampungan starter − Br1: Bioreaktor berkapasitas 110,0093 m3 (Ø
: 8,54 m T : 1,93 m) − K1: Kolam Penampungan (PxLxT : 2 m x 1,5 m x 1,8 m) − K2 - K3: Kolam Desinfeksi
(PxLxT : 2 m x 1,5 m x 1,8 m) − : Arah aliran (pipa PVC diameter : 2 inchi) − Selokan : Saluran
pembuangan Br1 Pipa aerasi T2 K1 Pompa K2 K3 Kompresor Selokan R1 Kr5 Kr6 Kr3 Kr4 Kr1 Kr2 T1
Perencanaan Unit Perombak ABS – Putro, dkk Jurnal Teknologi Pertanian 3 (2): 103 – 120 117 Biaya
Perencanaan Fasilitas Pengolahan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) Biaya yang dibutuhkan untuk
membangun fasilitas pengolahan limbah ABS dengan kapasitas bioreaktor 110,0093 m3 adalah sebesar
Rp96.361.900,00 untuk modal tetap. Pengeluaran yang paling besar untuk modal tetap adalah biaya
pembuatan bioreaktor, yaitu sebesar Rp34.350.800,00. Biaya operasional unit pengolahan ABS yang
harus dikeluarkan oleh pemilik industri setiap tahunnya adalah sebesar Rp109.526.350,00 KESIMPULAN
DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan volume medium NPK
memberikan pengaruh nyata terhadap persentase perombakan ABS dan jumlah bakteri tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai pH medium. Perlakuan kecepatan aerasi memberikan pengaruh nyata
terhadap jumlah bakteri tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH medium dan kombinasi
perlakuan volume medium NPK dan perlakuan kecepatan aerasi memberikan pengaruh nyata terhadap
persentase perombakan ABS tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bakteri dan tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai pH medium. Persentase perombakan ABS tertinggi diperoleh pada
kombinasi perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm yaitu sebesar 81,91%,
jumlah sel bakteri tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan volume medium NPK 100 ml dengan
kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 1,75 . 107 cfu/ml, nilai pH medium tertinggi diperoleh pada
kombinasi perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm dan volume
medium NPK 2500 ml dengan kecepatan aerasi 1,5 vvm yaitu sebesar 6,85. Alternatif terbaik yang
didapatkan adalah alternatif perlakuan volume medium NPK 500 ml dengan kecepatan aerasi 1 vvm
dengan L1 = 0,0094, L2 = 0,0079 dan L∝ = 0,0077. Berdasarkan alternatif terbaik tersebut maka dibuat
perencanaan fasilitas pengolahan limbah ABS dengan kapasitas bioreaktor 110,0093 m3 liter yang
berdiameter 8,54 m dengan tinggi 1,93 m. Kapasitas yang direncanakan tersebut untuk menampung
limbah deterjen sebanyak 5000 liter per hari. Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan fasilitas ini
adalah sebesar Rp96.361.900,00 untuk modal tetap dan untuk biaya operasional sebesar
Rp109.526.350,00 per tahun. Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan skala bioreaktor
jika ingin diterapkan untuk unit pengolahan limbah deterjen, sehingga proses perombakan yang terjadi
di dalam bioreaktor tidak berubah dan juga dihasilkan keluaran yang tidak mengandung ABS.

Anda mungkin juga menyukai