Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

RESUME MANAJEMEN OPERASIONAL LANJUTAN

Disusun Oleh :

Muhammad Raihan Al Fikri (2210411019)

Anindha Sekar Nawang Wulan (2210411020)

Muhammad Fandi (2210411021)

Siti Zahara Sundar (2210411022)

Caisar Divo Aziz (2210411023)

Qhutsi Alfandito Pragustama (2210411024)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2023
1.1 Pengertian Break Event Poin
Break even point adalah posisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita
kerugian. BEP atau titik impas sangat penting bagi manajemen untuk mengambil keputusan untuk
menarik produk atau mengembangkan produk, atau untuk menutup anak perusahaan yang tidak
menguntungkan. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan atau revenue
(penghasilan) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk
menutup biaya tetap saja.
Menurut Djarwanto dalam buku Dr. H. Rusdiana, M.M, Break even point adalah suatu
keadaan impas, yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan
tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita rugi.
Horngren dkk mengatakan bahwa Break even point atau titik impas merupakan suatu tingkat
penjualan dimana laba operasinya adalah nol: Total pendapatan sama dengan total pengeluaran.
Menurut Henry Simamora Titik Impas adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan
dan jumlah bebannya sama, tidak ada laba maupun rugi bersi.
Menurut Hansen dkk,Titik Impas (break even point) adalah titik dimana total pendapatan sama
dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol.
Halim dkk mendefinisikan impas merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu
kondisi usaha, pada saat perusahaan tidak memperoleh laba tetapi tidak menderita rugi.
Sedangkan seperti dikatakan Mulyadi Impas (break-even) adalah keadaan suatu usaha yang
tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi.7 Sehingga dapat disimpulkan bahwa break even point
merupakan suatu titik, dimana jumlah biaya sama dengan jumlah pendapatan. Titik impas berkaitan
dengan batas keamanan (Margin of Safety).
Margin of safety menurut Abdul Halim dan Bambang S “Margin Keamanan adalah selisih
antara rencana penjualan (dalam unit atau satuan uang) dengan impas (dalam unit atau satua uang)
penjualan”. Margin of safety memberikan informasi tentang seberapa jauh realisasi penjualan dapat
turun dari rencana penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian. Penurunan realisasi penjualan
dari rencana penjualan maksimum harus sebesar magin of safety agar perusahaan tidak menderita
kerugian.
Margin of safety menurut Bambang Riyanto (2010 :366) adalah: “margin of safety merupakan
angka yang menunjukkan jarak penjualan yang direncanakan atau budget sales dengan penjualan break
even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan jarak batas jarak, dimana
jika penjualan melampaui batas tersebut maka penjualan akan mengalami kerugian”.
Sementara itu analisis impas(Break Event Point) adalah suatu cara untuk mengetahui volume
penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba (dengan
kata lain labanya sama dengan nol). Dalam analisis break even point memerlukan informasi mengenai
penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Laba bersih akan diperoleh bila volume penjualan melebihi
biaya yang harus dikeluarkan, sedangkan perusahaan akan menderita kerugian bila penjualan hanya
cukup untuk menutup sebagian biaya yang dikeluarkan, dapat dikatakan dibawah titik impas.
Analisis break even point tidak hanya memberikan informasi mengenai posisi perusahaan
dalam keadaaan impas atau tidak, namun analisis break even point sangat membantu manajemen dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan.Tujuan analisis titik impas adalah untuk mengetahui tingkat
aktivitas dimana pendapatan hasil penjualan sama dengan jumlah semua biaya variabel dan biaya
tetapnya. Analisa break even adalah teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara volume
penjualan dan profitabilitas.Analisa ini disebut juga sebagai analisa impas, yaitu suatu metode untuk
menentukan titik tertentu dimana penjualan dapat menutup biaya, sekaligus menunjukkan besarnya
keuntungan atau kerugian perusahaan jika penjualan melampaui atau berada di bawah titik tersebut.
Analisis break even adalah penting bagi manajemen untuk mengetahui hubungan antara biaya,
volume dan laba, khususnya informasi mengenai jumlah penjualan minimum dan besarnya penurunan
realisasi penjualan dari rencana penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian. Bila asumsi dasar
salah satunya mengalami perubahan, maka akan berpengaruh pada posisi titik impas, sehingga
perubahan tersebut akan berpengaruh juga terhadap laba perusahaan. Analisis break even point
digunakan oleh manajer sebagai sebuah perkiraan bukan kepastian, karena banyak perusahaan yang
tidak memenuhi asumsi-asumsi dasar secara tepat.
Analisa ini penting dalam tahap perencanaan manajemen keuangan, karena hubungan antara
biaya-volume-laba (oleh karenanya, analisa BEP juga disebut sebagai Cost-Profit-Volume Analysis)
dapat dipengaruhi oleh proporsi investasi dalam aktiva tetap, dan perubahan rasio aktiva tetap terhadap
aktiva variable ditentukan saat rencana keuangan disusun. Dengan kata lain, bila perusahaan hanya
mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break even. Ini terkait dengan sifat
dari biaya variable dan tetap itu sendiri.
Analisis break even merupakan suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya
tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena, analisa tersebut mempelajari
hubungan antara biaya keuntungan volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut „Cost
Profit Volume analysis” (CPV analysis).Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even
merupakan “profit-planning approach” yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan
penghasilan penjualan (revenue). Analisis break even point adalah suatu cara untuk mengetahui
volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba
dengan kata lain sama dengan nol).
Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam analisa impas adalah biaya-biaya operasi seperti gaji
staf, biaya penyusutan/depresiasi (yang termasuk biaya operasi tetap), dan komisi penjualan, bahan
baku& upah tenaga kerja langsung (sebagai contoh biaya operasi variabel). Dalam hal ini beban bunga
tidak termasuk biaya operasi sebab biaya bunga termasuk biaya keuangan. Oleh karenanya, sebagai
langkah awal pembahasan difokuskan pada rencana operasi perusahaan, yaitu perhitungan BEP
Operasional. Tahap selanjutnya adalah pembahasan tentang rencana pembiayaan atau BEP
Finansial.Dengan demikian pula, analisa break even ini terkait dengan konsep Degree of Operating
Leverage (DOL) & Degree of Financial Leverage (DFL).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul
masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul apabila suatau
perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya
variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan
besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume
produksi.
Adapun biaya yang termasuk golongan biaya variabel pada umumnya adalah bahan mentah,
upah buruh langsung (direct labor), komisi penjualan.Sedangkan yang termasuk golongan biaya tetap
pada umumnya adalah depresiasi aktiva tetap, sewa, bunga utang, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji
staf research, dan biaya kantor.
Karena adanya unsur variabel di satu pihak dan unsur tetap di lain pihak, maka dapat terjadi
bahwa suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita kerugian, karena penghasilan
penjualannya hanya menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dan
penghasilan penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap tidak cukup untuk menutup biaya
tetapnya. Penghasilan penjualan setelah dikurangi biaya variabel merupakan bagian dari penghasilan
penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap biasanya dinamakan “contribution margin” atau
“contribution to fried cost“. Apabila contribution margin lebih besar daripada biaya tetap, berarti
penghasilan penjualan lebih besar daripada biaya total, maka perusahaan mendapatkan
keuntungan.Berhubung dengan itu maka sangatlah bagi pimpinan suatu perusahaan untuk mengetahui
pada volume kegiatan atau volume produksi penjualan berapa penghasilan penjualan dapat tepat
menutup biaya totalnya untuk dapat menghindarkan kerugian. Volume penjualan dimana
penghasilannya (revenue) tepat sama besar dengan biaya totalnya, sehinggaperusahaan tidak
mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian dinamakan “brek-even point”.
Apabila digunakan konsep “contribution margin” maka break-even point akan tercapai pada
volume penjualan dimana contribution margin-nya tetap sama besarnya dengan biaya tetap-nya. Oleh
karena analisa break-even ini mempelajari perimbangan antara “revenue minus biaya variabel
(contribution to fixed cost) di satu pihak dengan biaya tetap di lain pihak, maka sering dikatakan bahwa
analisa break even merupakan salah satu alat untuk mempelajari “operating leverage “. Operating
leverage terjadi setiap waktu di mana suatu perusahaan mempunyai biaya tetap yang harus ditutup
betapapun besar biaya volume kegiatannya. “Leverage” dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva
atau dana untuk penggunaan mana perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar biaya tetap.
Ada dua macam leverage, yaitu “operating leverage” dan „financial leverage “.Operating laverage
bersangkutan dengan penggunaan aktiva atau operasinya perusahaan yang disertai dengan biaya tetap.
Dikatakan bahwa operating leverage itu menghasilkan leverage yang “favorable” atau positif kalau
revenue setelah dikurangi biaya variabel (contribution to fixed cost) lebih besar daripada biaya
tetapnya.
Dikatakan bahwa operasinya perusahaan yang disertai dengan biaya tetap itu (operating
leverage) merugikan atau menghasilkan leverage yang negatif kalau “contribution to fixed cost-nya
lebih kecil daripada biaya tetapnya. Dikatakan bahwa operasinya pemsahaan yang disertai dengan
biaya tetap itu dalam keadaan break-even kalau “contribution to fixed cost-nya tepat sama besarnya
dengan biaya tetapnya sebagaimana telah diuraikan di muka.
1.1.1 Asumsi Dasar Analisis Break Even Point (BEP)
Asumsi yang mendasari analisis break even point menurut Horngren et all.adalah sebagai
berikut:
1. Satu-satunya faktor yang memengaruhi biaya adalah perubahan volume.
2. Manajer menggolongkan setiap biaya ( atau komponen biaya gabungan ) baik sebagai biaya
variabel maupun biaya tetap.
3. Beban dan pendapatan adalah linier di seluruh cakupan volume relevannya.
4. Tingkat persediaan tidak akan berubah.
5. Penjualan atas gabungan produk tidak akan berubah. Penjualan gabungan merupakan
kombinasi produk yang membentuk total penjualan.
Sedangkan menurut Mulyadi beberapa asumsi yang berpengaruh dalam analisa break even
poinadalah sebagai berikut:
1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan. 4. Harga faktor-faktor produksi
dianggap tidak berubah.
5. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
7. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah.
8. Volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya Analisis Break Even
Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi.
Dalam kenyataan yang sebenarnya lebih banyak asumsi yang tidak dapat dipenuhi. Namun
demikian perubahan asumsi ini tidak mengurangi validitas dan kegunaan analisa BEP sebagai suatu
alat bantu pengambilan keputusan. Hanya saja diperlukan suatu modifikasi tertentu dalam
penggunaannya.

1.1.2 Manfaat Analisis Break Event Point (BEP)


BEP amatlah penting jika kita membuat sebuah usaha agar kita tidak mengalami kerugian,
baik itu usaha yang bergerak di bidang jasa atau manufaktur. Berikut manfaatdari BEP:
1. Alat perencanaan untuk menghasilkan laba.
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya
dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
3. Untuk mengetahui hubungan volume penjualan yang diproduksi, harga jual dan biaya-biaya
yang dikeluarkan, sehingga laba rugi perusahaan akan diketahui.
4. Untuk mengetahui jumlah penjualan minimum (dalam unit produk maupun satuan uang)
agar perusahaan tidak menderita rugi.
5. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan.
6. Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti.
7. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga jual.
8. Sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap hal-hal
berikut :
a. Jumlah penjualan minimalyang harus dipertahankanagar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
c. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
d. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan
terhadap keuntungan yang diperoleh.
Menurut Rony analisis titik impas atau analisis Break Even Point sangat bermanfaat bagi
manajemen dalam menjelaskan beberapa keputusan operasional yang penting dalam tiga cara berbeda
namun tetap berkaitan yaitu:
1. Pertimbangan tentang produk baru dalam menentukan berapa tingkat penjualan yang harus
dicapai agar perusahaan memperoleh laba.
2. Sebagai kerangka dasar penelitian pengaruh ekspansi terhadap tingkat operasional.
3. Membantu manajemen dalam menganalisis konsekuensi penggeseran biaya variabel
menjadi biaya tetap karena otomisasi mekanisme kerja dengan peralatan yang canggih.
Matz, Usry dan Hammer juga menjelaskan beberapa manfaat analisa break even untuk
manajemen, yaitu:
1. Membantu pengendalian melalui anggaran.
2. Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan.
3. Menganalisa dampak perubahan volume.
4. Menganalisa harga jual dan dampak perubahan biaya.
5. Merundingkan upah.
6. Manganalisa bauran produk.
7. Manerima keputusan kapitalisasi dan ekspansi lanjutan.
8. Menganalisa margin of safety.
Manfaat analisis break even poin sangat banyak, namun secara umum adalah untuk
mengetahui titik pulang pokok dari sebuah usaha.Dengan diketahuinya titik pulang pokok, manajemen
dapat mengetahui harus memproduksi atau menjual pada jumlah berapa unit agar peruasahaan tidak
mengalami kerugian.

1.1.3 Kelemahan Break Event Point (BEP)


Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat
dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa break
even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk
jangka waktu yang pendek:
1. Asumsi tentang linearity
Pada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per unit, tidaklah berdiri sendiri
terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat penjualan yang melewati suatu titik
tertentu hanya akan dicapai dengan jalan menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan garis renevue tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping itu variabel operating
cost per unit juga akan bertambah besar dengan meningkatkan volume penjualan mendekati kapasitas
penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya
upah lembur.
2. Klasifikasi biaya
Kelemahan kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam mengklasifikasikan
biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap sampai dengan tingkat tertentu dan
kemudian berubah-ubah setelah melewati titik tersebut.
3. Jangka waktu penggunaan
Kelemahan lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya yang terbatas,
biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama setahun. Apabila perusahaan
mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi ataupun biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari
pengeluaran tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang dekat sedangkan
operating cost sudah meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah pendapatan yang harus dicapai
menurut analisa break even point agar dapat menutup semua biaya-biaya operasi yang bertambah besar
juga.
Kelemahan dari analisa break even point yang lain adalah bahwa hanya ada satu macam barang
yang diproduksi atau dijual. Jika lebih dari satu macam maka kombinasi atau komposisi penjualannya
(sales mix) akan tetap konstan. Jika dilihat di jaman sekarang ini bahwa perusahaan untuk
meningkatkan daya saingnya mereka menciptakan banyak produk, jadi sangat sulit dan ada satu asumsi
lagi yaitu harga jual persatuan barang tidak akan berubah berapa pun, jumlah satuan barang yang dijual,
atau tidak ada perubahan harga secara umum.Analisa break even pointjangka waktu penerapanya
terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama setahun. Apabila
perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi ataupun biaya lainnya yang cukup besar
dimana hasil dari pengeluaran tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang dekat
sedangkan operating cost sudah meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah pendapatan yang harus
dicapai menurut analisa break even point agar dapat menutup semua biaya-biaya operasi yang
bertambah besar juga.

1.1.4 Metode Perhitungan Break Even Point (BEP)


Break even point umumnya dapat dihitung dengan tiga metode yaitu metode persamaan,
metode margin kontribusi dan metode grafis. Ketiga metode tersebut pada dasarnya adalah pendekatan
yang mempunyai hasil akhir sama, akan tetapi ketiga metode tersebut memiliki perbedaaan pada
bentuk dan variasi dari persamaan laporan laba rugi kontribusi. Dibawah ini akan diuraikan tiga
metode, sehingga akan jelas perbedaanya:
1. Metode Persamaan Metode Persamaan (equation method) adalah metode yang berdasarkan
pada pendekatan laporan laba rugi . Dengan persamaan dasar sebagai berikut menurut Halim:
Penghasilan total = Biaya total Penghasilan total = Biaya variabel + Biaya tetap
Persamaan tersebut dapat diuraikan dalam rumus berikut :
px = a + bx Keterangan:
p = Harga jual per unit produk
x= Unit produk yang dijual/yang diproduksi
a= Total Biaya Tetap
b= Biaya variabel setiap unit produk
Dari persamaan diatas, dapat diuraikan menjadi rumus break even point sebagai berikut :
a. Break even point dalam satuan uang penjualan

b. Break even point dalam unit produk

Pada keadaaan titik impas laba operasinya sama dengan nol, sehingga akan menghasilkan
jumlah produk ( dalam satuan unit maupun satuan uang penjualan ) yang dijual mencapai titik impas
ditambah biaya tetap.
2. Metode Kontribusi Unit Menurut Simamora Metode Kontribusi Unit merupakan variasi
metode persamaan. Setiap unit atau satuan produk yang terjual akan menghasilkan jumlah margin
kontribusi tertentu yang akan menutup biaya tetap. Metode kontribusi unit adalah metode jalan pintas
dimana harus diketahui nilai margin kontribusi.18 Margin Kontribusi adalah hasil pengurangan
pendapatan dari penjualan dengan biaya variabel.Sedangkan rasio margin kontribusi adalah margin
kontribusi dibagi dengan penjualan. Untuk mencari titik Impas rumusnya adalah sebagai berikut:
3. Metode Grafis
Manajer dapat menggambarkan titik impas melalui grafis. Grafis titik impas akan
menunjukkan volume penjualan pada sumbu x atau garis horizontal dan biaya akan terletak pada
sumbu y atau garis vertikal. Sedangkan titik impas akan terletak pada perpotongan antara garis
pendapatan dan garis biaya. Garis sebelah kiri garis impas menunjukkan sisi kerugian, sebaliknya sisi
kanan menunjukkan sisi laba usaha.
Dengan menggunakan metode grafis manajer dapat menghindari metode matematis pada
waktu tingkat penjualan yang berbeda tengah dipertimbangkan. Metode grafis akan membantu manajer
dalam mengevaluasi akibat perubahan volume tahun lalu dan dapat memproyeksikan volume
penjualan pada tahun yang akan datang.
Menurut Simamora grafis titik impas mempunyai beberapa hal penting yaitu selama harga jual
melebihi biaya variabel ( margin kontribusinnya positif), maka penjualan yang lebih banyak akan
menguntungkan perusahaan, baik dengan meningkatkan laba ataupun mengurangi kerugian. Oleh
karena itu, perusahaan lebih baik tetap beroperasi karena kerugian mereka akan lebih besar lagi jika
perusahaan menghentikan atau menutup kegiatan usahanya, hal ini pada umumnya sering terjadi pada
bisnis musiman(Maruta, 2018)

2.1 Metode Linear Programming


Menurut George B. Dantzig diakui umum sebagai pionir Linear Programming karena jasanya
dalam menemukan metode dalam mencari solusi masalah Linear Programming dengan banyak
variabel keputusan. Dantzig bekerja pada penelitian teknik matematika untuk memecahkan masalah
logistik militer ketika dia dipekerjakan oleh angkatan udara Amerika Serikat selama Perang Dunia II.
Penelitiannya didukung oleh ahli-ahli lainnya. Nama asli teknik ini adalah program saling
ketergantungan kegiatan-kegiatan dalam suatu struktur linear yang kemudian dipendekkan menjadi
Linear Programming. Linear Programming lahir tahun 40-an di Departemen Pertahanan Inggris dan
Amerika untuk menjawab masalah optimisasi perencanaan operasi perang melawan Jerman dalam
Perang Dunia ke-II dan dikembangkan oleh Dantzig (1947) dan para pakar lainnya. Wujud
permasalahan yaitu mengoptimumkan suatu fungsi linear yang terbatas oleh kendala-kendala berupa
persamaan dan pertidaksamaan linear.
Menurut Mulyono (2004) Program linear (Linear Programming yang disingkat LP) merupakan
salah satu teknik Operating Research yang digunakan paling luas dan diketahui dengan baik. Program
Linear merupakan metode matematika dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk
mencapai tujuan. Program Linear (Linear Programming) merupakan sebuah teknik matematika yang
didesain untuk membantu para manajer operasi dalam merencanakan dan membuat keputusan yang
diperlukan untuk mengalokasikan sumber daya berdasarkan pendapat Heizer dan Render (2006).
Program Linear menyatakan penggunaan teknik matematika tertentu untuk mendapatkan
kemungkinan terbaik atas persoalan yang melibatkan sumber yang serba terbatas. Program Linear
adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas di
antara aktivitas yang bersaing dengan cara terbaik yang mungkin dilakukan. Linear progamming
merupakan suatu teknik yang membantu pengambilan keputusan dalam mengalokasikan sumber daya
(mesin, tenaga kerja, uang, waktu, kapasitas gudang, dan bahan baku). Linear programming
merupakan penggunaan secara luas dari teknik model matematika yang dirancang untuk membantu
manajer dalam merencanakan dan mengambil keputusan dalam mengalokasikan sumber daya.
Sebelum melihat pemecahan program linear, syarat-syarat utama persoalan program linear
dalam perusahaan tertentu harus dipelajari. Berikut ini adalah syarat pembentukan model program
linear:
1.variabel keputusan merupakan unsur-unsur dalam persoalan yang dapat dikendalikan oleh
pengambil keputusan
2.persoalan Linear Programming bertujuan untuk memaksimalkan atau meminimalkan
kuantitas (pada umumnya berupa laba atau biaya)
3. fungsi tujuan (objective function) dari suatu persoalan Linear Programming : tujuan utama
suatu perusahaan pada umumnya untukmemaksimalkan keuntungan pada jangka panjang
(dalam kasus sistem distribusi suatu perusahaan angkutan atau penerbangan, tujuan pada
umumnya berupa meminimalkan biaya)
4. batasan (constraints) atau kendala, yang membatasi tingkat sampai di mana sasaran dapat
dicapai. Sebagai contoh, keputusan untuk memproduksi banyaknya jumlah unit dari tiap
produk dalam suatu lini produk perusahaan, dibatasi oleh tenaga kerja dan mesin yang tersedia.
Oleh karena itu, untuk memaksimalkan atau meminimalkan suatu kuantitas (fungsi tujuan)
bergantung kepada sumber daya yang jumlahnya terbatas (batasan) beberapa alternatif
tindakan yang dapat diambil. Sebagai contoh:
Jika suatu perusahaan menghasilkan tiga produk berbeda, manajemen dapat
menggunakan Linear Programming untuk memutuskan cara mengalokasikan sumber daya
yang terbatas (tenaga kerja, permesinan, dan seterusnya). Jika tidak ada alternatif yang dapat
diambil, Linear Programming tidak diperlukan, uji linearitas dipergunakan untuk melihat
apakah model yang dibangun mempunyai hubungan linear atau tidak. Uji ini jarang digunakan
pada berbagai penelitian karena biasanya model dibentuk berdasarkan telaah teoretis bahwa
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya adalah linear. Hubungan
antarvariabel yang secara teori bukan merupakan hubungan linear sebenarnya sudah tidak
dapat dianalisis dengan regresi linear, misalnya masalah elastisitas. Asumsi linearlitas adalah
asumsi yang menetapkan atau memastikan jika data yang kita miliki sesuai dengan garis linear
atau tidak. Dalam Linear Programming terdapat kesamaan dan ketidaksamaan. Meskipun
kesamaan lebih populer dibandingkan dengan ketidaksamaan, ketidaksamaan merupakan
suatu hubungan yang penting dalam program linear. Perbedaan antara ketidaksamaan dan
kesamaan yaitu kesamaan digambarkan dengan tanda ”=” dan merupakan pernyataan khusus
dalam matematika. Namun banyak persoalan perusahaan yang tidak dapat dinyatakan dalam
bentuk kesamaan yang jelas dan rapi. Hitungan yang dicari tidak selalu satuan bulat tetapi bisa
juga berupa angka kira-kira. Untuk itu dibutuhkan ketidaksamaan, yakni hubungan lain yang
dinyatakan dalam bentuk matematika. Sebagian besar batasan dalam persoalan program linear
dinyatakan sebagai ketidaksamaan. Untuk memecahkan masalah program linear bisa
dilakukan secara grafik sepanjang jumlah variabel (produk, misalnya) tidak lebih dari 2.
Metode grafik merupakan cara yang baik untuk mulai mengembangkan suatu pengertian
teknik kuantitatif. Tahap-tahap dalam menyelesaikan program linear dengan metode grafik, yaitu:
menentukan variabel keputusan atau barang apa saja yang akan diproduksi oleh suatu perusahaan atau
pabrik dengan memberikan pemisalan pada variabel keputusan; menentukan fungsi tujuan yaitu
memaksimalkan profit atau meminimalkan biaya; menentukan fungsi kendala yang ada (batasan yang
berkaitan dengan kasus); menyelesaikan permasalahannya atau persamaan fungsi yang ada dengan
persamaan atau petidaksamaan matematika, menentukan titik-titik yang memenuhi daerah yang
memenuhi syarat. Daerah bagian atas yang dibatasi titik-titik merupakan daerah minimum dan daerah
bawah yang dibatasi titik-titik merupakan daerah maksimum.

2.1.1 Penerapan Program Linear


Semua organisasi harus membuat keputusan bagaimana mengalokasikan sumber-sumbernya,
dan tiada organisasi yang beroperasi secara permanen dengan sumber yang tidak terbatas. Akibatnya,
manajemen harus secara terus-menerus mengalokasikan sumber yang langka untuk mencapai tujuan
organisasi, bagaimanapun caranya. Dan organisasi bisa mencapai banyak tujuan ini. Beberapa contoh
dari penerapan program linear. Pertama, sebuah bank hendak mengalokasikan dananya untuk
mencapai kemungkinan hasil tertinggi. Bank tersebut harus beroperasi dalam peraturan likuiditas yang
dibuat pemerintah, dan harus mampu menjaga fleksibilitas yang memadai untuk memenuhi permintaan
pinjaman dari nasabahnya. Kedua, agen periklanan juga harus mencapai kemungkinan terbaik bagi
nasabah produknya dengan biaya advertising terendah. Ada berlusinan kemungkinan yang dapat
dijadikan tempat, masing-masing dengan tarif dan pembaca yang berbeda. Ketiga, perusahaan mebel
juga harus memaksimumkan labanya. Kedua departemennya menghadapi batas waktu produksi yang
tidak bisa ditawar untuk memenuhi permintaan para pelanggannya. Keempat, membuat suatu jadwal
produksi yang akan mencukupi permintaan pada masa mendatang akan suatu produk
perusahaan dan pada saat yang bersamaan meminimalkan biaya persediaan dan biaya produksi
total. Kelima, memilih bauran produk pada suatu pabrik untuk memanfaatkan penggunaan mesin dan
jam kerja yang tersedia sebaik mungkin selagi memaksimalkan laba perusahaan. Keenam,
mengalokasikan ruangan untuk para penyewa yang bercampur dalam pusat pembelanjaan baru untuk
memaksimalkan pendapatan perusahaan penyewaan. Setiap organisasi mencoba untuk mencapai
tujuan tertentu (tingkat hasil atau pendapatan maksimum dengan biaya minimum), sesuai dengan
batasan sumber (tabungan, anggaran advertensi nasabah, tersedianya bahan-bahan).

2.1.2 Metode Simpleks (Simplex Method)


Metode simpleks merupakan prosedur algoritma yang digunakan untuk menghitung dan
menyimpan banyak angka pada iterasi-iterasi yang sekarang dan untuk pengambilan keputusan pada
iterasi berikutnya. Metode Simpleks merupakan suatu metode untuk menyelesaikan masalah-masalah
program linear yang meliputi banyak pertidaksamaan dan banyak variabel. Dalam menggunakan
metode simpleks untuk menyelesaikan masalah-masalah program linear, model program linear harus
diubah ke dalam suatu bentuk umum yang dinamakan ”bentuk baku”. Ciri-ciri dari bentuk baku model
program linear adalah semua kendala berupa persamaan dengan sisi kanan nonnegatif, fungsi tujuan
dapat memaksimumkan atau meminimumkan. Salah satu teknik penentuan solusi optimal yang
digunakan dalam pemrograman linear adalah metode simpleks. Penentuan solusi optimal
menggunakan metode simpleks didasarkan pada teknik eleminasi Gauss Jordan. Penentuan solusi
optimal dilakukan dengan memeriksa titik ekstrem satu per satu dengan cara perhitungan iteratif.
Sehingga penentuan solusi optimal dengan simpleks dilakukan tahap demi tahap yang disebut dengan
iterasi. Iterasi ke-i hanya tergantung dari iterasi sebelumnya.

2.1.3 Bentuk Baku dan Bentuk Tabel Metode Simpleks


Sebelum melakukan perhitungan iteratif untuk menentukan solusi optimal, pertama sekali
bentuk umum pemrograman linear diubah ke dalam bentuk baku terlebih dahulu. Bentuk baku dalam
metode simpleks tidak hanya mengubah persamaan kendala ke dalam bentuk sama dengan, tetapi juga
setiap fungsi kendala harus diwakili oleh satu variabel basis awal. Variabel basis awal menunjukkan
status sumber daya pada kondisi sebelum ada aktivitas yang dilakukan. Dengan kata lain, variabel
keputusan semuanya masih bernilai nol. Dengan demikian, meskipun fungsi kendala pada bentuk
umum pemrograman linier sudah dalam bentuk persamaan, fungsi kendala tersebut masih harus tetap
berubah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat bentuk baku, yaitu: (1) Fungsi
kendala dengan pertidaksamaan ≤ dalam bentuk umum, diubah menjadi persamaan (=) dengan
menambahkan satu variabel slack; (2) Fungsi kendala dengan pertidaksamaan ≥ dalam bentuk umum,
diubah menjadi persamaan (=) dengan mengurangkan satu variabel surplus; (3) Fungsi kendala dengan
persamaan dalam bentuk umum, ditambahkan satu variabel artifisial (variabel buatan). Dalam
perhitungan iterative, digunakan tabel. Bentuk baku yang sudah diperoleh, harus dibuat ke dalam
bentuk tabel. Semua variabel yang bukan variabel basis mempunyai solusi (nilai kanan) sama dengan
nol dan koefisien variabel basis pada baris tujuan harus sama dengan 0. Oleh karena itu, pembentukan
tabel awal harus dibedakan berdasarkan variabel basis awal.

2.1.4 Tahap-tahap Metode Simpleks


Berikut adalah tahap dalam menyelesaikan program linear dengan metode simpleks. Pertama,
memeriksa tabel layak atau tidak. Kelayakan tabel simpleks dilihat dari solusi (nilai kanan). Jika solusi
ada yang bernilai negatif, tabel tidak layak. Tabel yang tidak layak tidak dapat diteruskan untu k
dioptimalkan. Kedua, menentukan kolom pivot. Penentuan kolom pivot dilihat dari koefisien fungsi
tujuan (nilai di sebelah kanan baris z) dan tergantung dari bentuk tujuan. Jika tujuan maksimisasi,
kolom pivot adalah kolom dengan koefisien paling negatif. Jika tujuan minimisasi, kolom pivot adalah
kolom dengan koefisien positif terbesar. Jika kolom pivot ditandai dan ditarik ke atas, variabel keluar
akan diperoleh. Jika nilai paling negatif (untuk tujuan maksimisasi) atau positif terbesar (untuk tujuan
minimisasi) lebih dari satu, pilih salah satu secara sembarang. Ketiga, menentukan baris pivot. Baris
pivot ditentukan setelah membagi nilai solusi dengan nilai kolom pivot yang bersesuaian (nilai yang
terletak dalam satu baris). Dalam hal ini, nilai negatif dan 0 pada kolom pivot tidak diperhatikan,
artinya tidak ikut menjadi pembagi. Baris pivot adalah baris dengan rasio pembagian terkecil. Jika
baris pivot ditandai dan ditarik ke kiri, variabel keluar akan diperoleh. Jika rasio pembagian terkecil
lebih dari satu, pilih salah sau secara sembarang. Keempat, menentukan elemen pivot. Elemen pivot
merupakan nilai yang terletak pada perpotongan kolom dan baris pivot. Kelima, membentuk tabel
simpleks baru. Tabel simpleks baru dibentuk dengan pertama sekali menghitung nilai baris pivot baru.
Baris pivot baru adalah baris pivot lama dibagi dengan elemen pivot. Baris baru lainnya merupakan
pengurangan nilai kolom pivot baris yang bersangkutan dikali baris pivot baru dalam satu kolom
terhadap baris lamanya yang terletak pada kolom tersebut. Keenam, memeriksa jika tabel sudah
optimal. Keoptimalan tabel dilihat dari koefisien fungsi tujuan (nilai pada baris z) dan tergantung dari
bentuk tujuan. Untuk tujuan maksimisasi, tabel sudah optimal jika semua nilai pada baris z sudah
positif atau 0. Pada tujuan minimisasi, tabel sudah optimal jika semua nilai pada baris z sudah negatif
atau 0. Jika belum, kembali ke langkah kedua; jika sudah optimal, baca solusi optimal.

2.1.5 Metode Revised Simplex (Metode Simpleks yang Diperbaiki)


Metode ini didesain untuk mencapai hal yang tepat seperti pada metode simpleks yang asli.
Metode ini menghitung dan menyimpan hanya informasi yang diperlukan sekarang dan data yang
penting disimpan dalam bentuk lebih padat. Metode revised simplex secara eksplisit memakai
manipulasi matriks, maka masalah harus dinyatakan dalam notasi matriks.

2.1.6 Istilah-istilah dalam Metode Simpleks


Ada beberapa istilah yang sangat sering digunakan dalam metode simpleks, di antaranya:
(a) Iterasi adalah tahapan perhitungan dimana nilai dalam perhitungan itu tergantung dari nilai
tabel sebelumnya.
(b) Variabel nonbasis adalah variabel yang nilainya diatur menjadi nol pada sembarang iterasi.
Dalam terminologi umum, jumlah variabel nonbasis selalu sama dengan derajat bebas dalam sistem
persamaan.
(c) Variabel basis merupakan variabel yang nilainya bukan nol pada sembarang iterasi. Pada
solusi awal variabel basis merupakan variabel slack (jika fungsi kendala merupakan pertidaksamaan ≤
) atau variabel buatan (jika fungsi kendala menggunakan pertidaksamaan ≥ atau =). Secara umum,
jumlah variabel basis selalu sama dengan jumlah fungsi pembatas (tanpa fungsi nonnegatif). Solusi
atau nilai kanan merupakan nilai sumber daya pembatas yang masih tersedia. Pada solusi awal nilai
kanan atau solusi sama dengan jumlah sumber daya pembatas awal yang ada karena aktivitas belum
dilaksanakan.
(d) Variabel slack adalah variabel yang ditambahkan ke model matematika kendala untuk
mengonversikan pertidaksamaan ≤ menjadi persamaan (=). Penambahan variabel ini terjadi pada tahap
inisialisasi. Pada solusi awal, variabel slack akan berfungsi sebagai variabel basis.
(e) Variabel surplus adalah variabel yang dikurangkan dari model matematik kendala untuk
mengkonversikan pertidaksamaan ≥ menjadi persamaan (=). Penambahan ini terjadi pada tahap
inisialisasi. Pada solusi awal, variabel surplus tidak dapat berfungsi sebagai variabel basis.
(f) Variabel buatan adalah variabel yang ditambahkan ke model matematik kendala dengan
bentuk ≥ atau = untuk difungsikan sebagai variabel basis awal. Penambahan variabel ini terjadi pada
tahap inisialisasi. Variabel ini harus bernilai 0 pada solusi optimal karena kenyataannya variabel ini
tidak ada. Variabel hanya ada di atas kertas.
(g) Kolom pivot (kolom kerja) adalah kolom yang memuat variabel masuk. Koefisien pada
kolom ini akan menjadi pembagi nilai kanan untuk menentukan baris pivot (baris kerja).
(h) Baris pivot (baris kerja) adalah salah satu baris dari antara variabel basis yang memuat
variabel keluar.
(i) Elemen pivot (elemen kerja) adalah elemen yang terletak pada perpotongan kolom dan baris
pivot. Elemen pivot akan menjadi dasar perhitungan untuk tabel simpleks berikutnya.
(j) Variabel masuk adalah variabel yang terpilih untuk menjadi variabel basis pada iterasi
berikutnya. Variabel masuk dipilih satu dari antara variabel nonbasis pada setiap iterasi. Variabel ini
pada iterasi berikutnya akan bernilai positif.
(k) Variabel keluar adalah variabel yang keluar dari variabel basis pada iterasi berikutnya dan
digantikan oleh variabel masuk. Variabel keluar dipilih satu dari antara variabel basis pada setiap
iterasi. Variabel ini pada iterasi berikutnya akan bernilai nol.(Sriwidadi & Agustina, 2013)

3.1 Metode Agregat


Agregat Planning merupakan suatu proses penetapan tingkat output / kapasitas produksi secara
keseluruhan guna memenuhi tingkat permintaan yang diperoleh dari peramalan dan pesanan
dengen tujuan minimasi total biaya produksi. Ada dua metoda agregat planning yaitu : Metoda
Heuristik dan Metoda Optimasi. Pada penelitian ini, tiga Metoda Heuristik dicobakan yaitu :
Metoda Pengendalian tenaga kerja, Metoda Campuran-Subkontrak dan Metoda Campuran-
Overtime. Ketiga metoda tersebut diterapkan dalam menyelesaikan kasus pada salah satu industri
makanan.

3.1.1 Definisi Agregat Planning


Perencanaan agregat berarti menggabungkan sumber daya-sumber daya yang sesuai ke
dalam istilah-istilah yang lebih umum dan menyeluruh. Dengan adanya ramalan permintaan,
serta kapasitas fasilitas, persediaan jumlah tenaga kerja dan input produksi yang saling
berkaitan., maka perencana harus memilih tingkat output untuk fasilitas selama tiga sampai
delapan belas bulan ke depan. Perencanaan ini diantaranya bisa diterapkan untuk
perusahaan manufaktur, rumah sakit, akademi serta, pernerbit buku. Perencanaan agregat
merupakan bagian dari system perencanaan produksi yang lebih besar, sehingga pemahaman
mengenai keterkaitan antara rencana dan beberapa factor internal dan eksternal merupakan
sesuatu yang berguna. Di lingkungan perusahaan manufaktur, jadwal produksi utama yang
dihasilkan memberikan input untuk system MRP yang mengutamakan mengenai
perolehan atau produksi komponen-komponen yang diperlukan (Lihat bab tentang MRP).
Jadwal kerja yang mendetil untuk tenaga kerja dan penjadwalan berprioritas untuk produk
dihasilkan sebagai tahapan terakhir system perencanaan produksi.
3.1.2 Fungsi Perencanaan Agregat
Beberapa fungsi perencanaan agregat yaitu :
1.Menemukan metode yang tepat untuk digunakan sebagai strategi perusahaan dalam
menghadapi jumlah permintaan, sehingga ditemukan jumlah biaya terkecil.
2.Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategi
Perusahaan.
3.Alat ukur performansi proses perencanaan produksi.
4.Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi dan
membuat penyesuaian.
5.Memonitor hasil produk actual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian.
6.Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target dan membuat penyesuaian.
7.Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi

3.1.4 Tujuan Perencanaan Agregat Planning


Perencanaan agregat bertujuan untuk :
1.Mengembangkan perencanaan produksi yang feasible pada tingkat menyeluruh
yang akan mencapai keseimbangan antara permintaan dan suplai dengan
memperhatikan biaya minimal dari rencana produksi yang dibuat, walaupun biaya
bukan satu-satunya bahan pertimbangan.
2.Sebagai masukan perencanaan sumber daya sehingga perencanaan sumber daya
dikembangkan untuk mendukung perencanaan produksi.
3.Meredam (stabilisasi) produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi permintaan.
3.1.5 Input Perencanaan Agregat
Informasi yang diperlukan untuk membuat perencanaan agregat yang efektif:
1.Sumber daya yang tersedia sepanjang periode rencana produksi harus diketahui.
2.Data permintaan yang berasal dari peramalan dan pesanan yang kemudian
diterjemahkan kedalam tingkat produksi.
3.Memasukkan kebijakan perusahaan yang berkenaan dengan perencanaan
agregat, misalnya perubahan tingkat tenaga kerja, dan penentuan kebutuhan sumber daya.
3.1.6 Output Perencanaan Agregat
Output dari proses perencanaan agregat biasanya berupa jadwal produksi untuk
pengelompokkan produk berdasarkan “famili”. Misalnya untuk produsen mobil, output
memberikan informasi mengenai berapa mobil yang harus diproduksi , tetapi bukan pada berapa
mobil yang bermerk A, berseri B maupun berseri C. Jadi berupa jumlah keseluruhan output yang
dihasilkan tiap periode tertentu bukan berdasarkan tipe.
3.1.7 Metode – Metode Perencanaan Agregat
Metode – metode perencanaan agregat adalah metode heuristik (trial and error) dan metode
optimasi.
1.Metode heuristik (trial – and – error)Berikut ini adalah 5 tahapan dalam metode pembuatan
Metode heuristik :
•Tentukan permintaan pada setiap periode
•Tentukan berapa kapasitas pada waktu – waktu biasa, waktu lembur, dan tindakan
SubKontrak pada setiap periode.
•Tentukan biaya tenaga kerja, biaya pengangkatan dan pemberhentian tenaga kerja,
serta biaya penambahan persediaan.
•Pertimbangan kebijakan perusahaan yang dapat diterapkan pada para pekerja dan
tingkat persediaan.
•Kembangkan rencana – rencana alternatif dan amatilah biaya totalnya.
Beberapa metoda Heuristik antara lain :
•Metode pengendalian tenaga kerja Pada metode ini, jumlah yang diproduksi pada periode
pertama diinisialkan sebesar demand pada periode pertama. Jika demand pada periode
berikutnya mengalami kenaikan, maka akan dilakukan penambahan kapasitas. Jika
pada periode berikutnya demand mengalami penurunan, maka produksi akan diturunkan
sebesar demandnya.
•Metode pengendalian persediaan Metode ini menerapkan tingkat produksi sebesar
permintaan rata – ratanya . jika jumlah produksi lebih besar, maka kelebihannya akan
akan disimpan sebagai persedian. Jika kondisi yang terjadi sebaliknya maka persediaan
akan dikeluarkan untuk memenuhi permintaan. Selanjutnya akan dievaluasi apakah
selama masa perencanaan tetap akan terjadi kekurangan. jika masih ada kekurangan, maka
bagian produksi harus menyesuaikan persediaan awalnya sebesar maksimal kekurangan yang
terjadi selama masa periode perencanaan tersebut. Sehingga, tidak akan terjadi kekurangan pada
suatu periode. Kelemahan metode ini yaitu biaya persediaan yang membengkak.
•Metode pengendalian subkotrak Metode ini berproduksi pada tingkat demand yang paling
kecil selama periode perencanaan. Apabila pada suatu periode demand lebih besar
dibandingkan tingkat produksi, maka akan dilakukan SubKontrak.
•Metode campuran Pada metode campuran, tingkat produksi pada tingkat diset
berdasarkan kondisi actual. Tingkat produksi ini ditentukan berdasarkan jumlah lintasan
produksi atau mesin, jumlah hari kerja, tingkat efisiensi, tingkat utilitas mesin dan jumlah
shiftnya. Apabila terjadi kelebihan akan disimpan jika kekurangan akan dilakukan over time
untuk menaikkan kapasitas. Kenaikan kapasitas maksimal sebesar 25% dari kapasitas
reguler. Jika masih kekurangan diperbolehkan melakukan SubKontrak. Jadi pada metode
ini, variabel yang dikendalikan tidak hanya satu variabel produksi, tetapi bisa lebih dari 2
variabel produksi.
2. Metode Optimasi
Perencanaan agregrat dapat digunakan menggunakan metode optimasi yang terdiri atas
model programa linier dan model transportasi land. Metode ini mengijinkan penggunaan
produksi reguler, overtime, inventory, back order, dan SubKontrak. Hasil perencanaan
yang diperoleh dapat dijamin optimal dengan asumsi optimistik bahwa tingkat produksi
(yang dipengaruhi hiring dan training pekerja) dapat dirubah dengan cepat. Agar metode
ini dapat diaplikasikan, kita harus memformulasikan persoalan perencanaan ageregat sehingga
:
•kapasitas tersedia (supply) dinyatakan dalam kg yang sama dengan kebutuhan (demand).
•total kapasitas horizon perencanaan harus sama dengan total peramalan kebutuhan.
Bila tidak sama, kita gunakan variabel dummy sebanyak jumlah selisih tersebut dengan kg
cost nol.
•semua hubungan biaya merupakan hubungan linier.
a) Model progama linier
Program linier dapat digunakan sebagai alat perencanaan agregat. Model ini dibuat
karena avaliditas pendekata koefisien manajemen sukar dipertanggungjawabkan. Asumsi model
programa linier adalah :
•Tingkat permintaan (Dt) diketahui dan diasumsikan determistik.
•Biaya variabel – variabel ini bersifat linier dan variabel – variabel tersebut dapat berbentuk
bilangan riil.
•Batas atas dan bawah jumlah produksi dan inventory mempresentasikan batasan kapasitas
dan space yang bisa dipakai. Asumsi ini sering kali menyebabkan model program linier kurang
realistis jika diterapkan. Misalnya variabel berbentuk bilangan riil, sementara itu pada
kenyataannya nilai variabel – variabel tersebut adalah bilangan bulat.
Tujuan dari formulasi program linier adalah meminimasi ongkos total yang berbentuk
linier terhadap kendala – kendala linier.
b) Model transportasi
Untuk kepentingan yang lebih efisien, bigel mengusulkan model perencanaan produksi
agregat dengan menggunakan teknik transport shipment problem (TSP). Model ini dilakukan
dengan menggunakan bantuan tabel transportasi. Untuk memudahkan proses perencanaan
agregat, metode ini dibantu dengan supply demand, dimana baris baris menandakan alternatif
kapasitas yang ada dan kolom menunjukkan demand yang harus dipenuhi. Pada setiap cell,
terdapat biaya untuk masing – masing alternatif kapasitas.

3.1.8 Biaya Perencanaan Agregat


Sebagian besar metode perencanana agregat menentukan suatu rencana yang
minimasi biaya. Jika permintaan diketahui, maka biaya-biaya berikut harus dipertimbangkan:
1.Hiring cost (ongkos penambahan tenaga kerja) Penambahan tenaga kerja menimbulkan
ongkos - ongkos untuk iklan, proses seleksi, dan training. Ongkos training merupakan ongkos
yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga keja baru yang belum berpengalaman.
2.firing cost (ongkos pemberhentian tenaga keja) Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi
karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat
produksi akan menurun secara drastis ataupun karena persoalan teknis seperti produktivitas
yang menurun, serta factor yang ada pada diri tenga kerja itu sendiri.pemberhentian
ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan
yang di PHK, menurunkan moral kerja dan produktifitas karyawan yang masih bekerja, dan
tekanan yang bersifat social
3.Overtime cost dan undertime cost (ongkos lembur dan ongkos menganggur)
Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi,
tetapi konsekuensinya perusahaan harus mengeluarkan ongkos tambahan lembur yang biasanya
150% dari ongkos kerja regular. Disamping ongkos tersebut, adanya lembur biasanya akan
memperbesar tingkat absent karyawan dikarenakan faktor kelelahan fisik pekerja. Kebalikan dari
kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerjadimandingkan
dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih
inikadang – kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak
selamanya efektif. Bila tidak dapat dialokasikan yang efektif. Maka perusahaan dianggap
menanggung ongkos menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah yang tidak
terpakai dengan tingkat uaph dan tunjangan lainnya.
4.Inventory cost dan back order cost (ongkos persediaan dan ongkos kehabisan
persediaan)
Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada
saat – saat tertentu. Konsekuensi dari kebijakakan perusahaan adalah timbulnya ongkos penyimpanan
(Inventory cost dan back order cost) yang berupa ongkos tertahannya modal, pajak, asuransi,
kerusakan bahan, dan ongkos sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijakkan
tidak mengadaaanpersediaan. Seolah –olah menguntungkan tetapi sebenarnya dapat menimbulkan
kerugian dalam bentuk ongkos kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan ini dihitung
berdasarkan berapa permintaan yang datang tetapi tidak dilayani karena barang yang diminta
tidak tersedia. Kondisi ini pada sistem MTO. Akan mengakibatkan jadwal penyerahan order
terlambat, sedangkan pada sistem MTS akan mengakibatkan beralihnya pelanggan ke produk lain.
Kekecewaan pelanggan karen tidak tersedianya barang yang dibutuhkan sehingga akan
diperhitungkansebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut angakas dikelompokan
sebagai ongkos sebagai ongkos kehabisan persediaan. Ini sama nilainya dengan pemesanan kembali
bila konsumen masih bersedia menungu.
5. Sub-contract (ongkos SubKontrak)
Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas reguler, biasanya perusahaan
menSubKontrak kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya sendiri kepada perusahaan
lain. Konsekuensinya dari kebijakan ini adalah timbulnya ongkos SubKontrak, dimana
biasanya ongkos menSubKontrak ini menjadi lebih mahal dibandingkan memproduksi sendiri
dan adanya resiko terjadinya keterlambatan penyerahan dari kontraktor.
ASUMSI
Departemen produksi PT. NBFI mempunyai kebijakan sebagai berikut :
• Jumlah tenaga kerja di Nissin Crispy sebanyak
• Kapasitas pabrik dibatasi oleh labour-hour yang tersedia sebanyak 24 jam kerja per hari dan jumlah

Tabel 1. Data pesanan produk nissin crispy


No Periode Jumlah
1 April 2006 permintaan
397.342
2 Mei 2006 491.152
3 Juni 2006 527.737
4 Juli 2006 575.692
5 Agustus 2006 524.685
6 September 2006 530.250
7 Oktober 2006 563.662
8 November 2006 413.280
9 Desember 2006 256.687
10 Januari 2007 259.687
11 Februari 2007 480.645
12 Maret 2007 494.295

ANALISA

Peramalan
Hasil peramalan selama 6 bulan ke depan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Demand Forecast


No Periode Forecast
1 April 2007 395.953,5
2 Mei 2007 386.163,1
3 Juni 2007 376.372,6
4 Juli 2007 366.582,2
5 Agustus 2007 356.791,7
6 September 2007 347.001,3
Metode Campuran Dengan SubKontrak
Pada metode pengendalian SubKontrak, perusahaan melakukan pelimpahan order yang tidak bisa
terpenuhi kepada perusahaan lain dengan asumsi biaya perkg adalah sebesar Rp.1000,- dan tingkat
produksi perbulan diambil dari demand paling kecil, maka perhitungan untuk metode pengendalian
SubKontrak. Metode pengendalian SubKontrak ditunjukkan sebagai berikut :

Tabel 4. Rekapitulasi Metode Pengendalian SubKontrak


Tingkat
No Periode Demand (kg) Produks i Jumlah Sub Biaya Sub Tenaga Biaya Biaya Total
Kontrak Kontrak Kerja Tenaga kerja
1 Apr-07 395.953,50 347.001 48.952 48952200 207,63 117956650,1 166908850,1
2 Mei-07 386.163,10 347.001 39.162 39161800 207,63 117956650,1 157118450,1
3 Jun-07 376.372,60 347.001 29.371 29371300 207,63 117956650,1 147327950,1
4 Jul-07 366.582,20 347.001 19.581 19580900 207,63 117956650,1 137537550,1
5 Agust-07 356.791,70 347.001 9.790 9790400 207,63 117956650,1 127747050,1
6 Sep-07 347.001,30 347.001 0 0 207,63 117956650,1 117956650,1
Total Biaya 854596500,7

• Jumlah SubKontrak = Demand - tingkat Produksi


= 386.163,10 - 347.001 = 39.162
• Biaya = Jumlah SubKontrak x Biaya SubKontrak /
kg = 39.161,8 x 1000 = Rp. 39.161.800
• Tenaga = Tingkat Produksi : Output pekerja/bulan
= 347.001 : 1671,25 = 207,63
• Biaya TK = Tenaga kerja x Gaji pekerja/bulan
= 207,63 x 568.110 = Rp. 117956650,1
• Biaya Firing = (459.593,4 - 347.001) x Rp 340
= Rp.38.273.599,9

Metode Campuran Dengan Over Time


• tingkat produksi perbulan diset berdasarkan demand terkecil = 347.001
• Kapasitas Overtime = pekerja max x hari minggu x output pkj/hr = 275 x 5 x 64,28 = 66690,74
• Overtime diperkenankan sebesar dari jam kerja orang/periode dengan biaya lembur perhari =
Rp. 80.000,-
• Upah overtime perjam =
Rp80.000
= Rp3333,3,− /jam
24 jam
• Upah overtime per kg = Rp3333,3 = Rp 415,11 /kg

8,03
Tabel 5. Rekapitulasi Metode Campuran Dengan Over Time
No Period Hari produksi Demand Kekurangan kapasitas Biaya OT Tenaga Biaya tenaga Biaya Total
Mgg (kg) (kg) RT OT (kg) kerja kerja

1 Apr-7 5 347.001,3 395.953,5 -48.952 66690,74 20.320.548 207,62995 117956650 138.277.198


2 Mei-7 4 347.001,3 386.163,1 -39.162 53352,59 16.256.455 207,62995 117956650 134.213.105
3 Jun-7 4 347.001,3 376.372,6 -29.371 53352,59 12.192.320 207,62995 117956650 130.148.971
66690,74
4 Jul-7 5 347.001,3 366.582,2 -19.581 8.128.227 207,62995 117956650 126.084.878
53352,59
5 Agu-7 4 347.001,3 356.791,7 -9.790 4.064.093 207,62995 117956650 122.020.743
66690,74
6 Sep-7 5 347.001,3 347.001,3 0 0 207,62995 117956650 117.956.650
Total Biaya 768701544,5

• Kekurangan RT = Regular Time - Demand [3] Gasperz, Vincent, (2001), CQIA, CPIFM,
= 347.001,3 - 395.953,50 = -48.952 Production Planning and Inventory Control.
• Biaya OT = kekurangan RT x biaya OT Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
= 48.952 x Rp.415,11 = Rp. 20.320.548,- [4] Sipper Daniel, Bulfin Robert, (1997),
• Tenaga Kerja = Planning
ProductionControl and Integration, Mc Graw
Tingkat Produksi : Output pekerja/bulan Hill,
= 347.001,3 : 1671,25 = 207,63 [5] Tjiptono, Fandy , Anastasia Diana, (1996),
USA.
Total
• Biaya TK = Tenaga kerja x Gaji pekerja/bulan
= 222,275 x 568.110 = Rp. 126.276.836
• Biaya Firing
= (459.593,4 - 347.001) x Rp 340 = Rp.38.273.599,9

Biaya Total yang harus dikeluarkan perusahaan jika menggunakan metode ini
= Rp.38.273.599,9 + Rp.768.701.544,5
= Rp.806.975.144,4

PERBANDINGAN

Tabel 6. Perbandingan Metoda Agragate Planning


Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta.
Metode Total Biaya Urutan total
biaya terkecil
Pengendalian tenaga Kerja 807.934.676,- 2
Pengendalian Sub Kontrak 857.596.500,- 3
Campuran dengan Overtime 806.975.144,- 1
DAFTAR PUSTAKA:
Maruta, H. (2018). Laba, Perencanaan Manajemen, Bagi. Jurnal Akuntasi Syariah, 2(1), 9–28.
Sriwidadi, T., & Agustina, E. (2013). DENGAN LINEAR PROGRAMMING MELALUI METODE
SIMPLEKS Teguh Sriwidadi ; Erni Agustina. Binus Business Review, 4(9), 725–741.
Bedworth David, Bailay James, (1987), IntegratedProduction Control
Systems, John Wiley &Sons Canada.
Sugiyono, Andre, (2005), Diktat Sistem Produksi Unissula, Unissula.

Anda mungkin juga menyukai