Artikel ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan yang diampu oleh
DISUSUN OLEH:
KARINA AULIA
(050032178)
AKUNTANSI
UNIVERSITAS TERBUKA
1
Keluarga dapat menciptakan lingkungan inklusif di mana setiap anggota
keluarga merasa dihargai tanpa memandang latar belakang budaya, agama, atau
pandangan politik. Dengan cara ini, anak-anak akan tumbuh dengan pemahaman yang
kuat tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia dan keberagaman dalam
suatu masyarakat demokratis.
Penting untuk diingat bahwa pembentukan demokrasi yang beradab dalam
keluarga tidak hanya tanggung jawab orang tua, tetapi juga melibatkan semua anggota
keluarga. Semua anggota keluarga memiliki peran dalam menciptakan lingkungan
yang mendukung pertumbuhan demokrasi. Ini termasuk dukungan terhadap
pendidikan, memastikan partisipasi setiap anggota keluarga dalam kegiatan bersama,
dan memberikan ruang untuk ekspresi pendapat tanpa takut dihakimi.
Melalui pendekatan ini, keluarga dapat berfungsi sebagai laboratorium kecil
untuk mempraktikkan dan mengasah nilai-nilai demokrasi. Hal ini tidak hanya akan
memberikan manfaat pada tingkat individual, tetapi juga membentuk pondasi yang
kokoh bagi keterlibatan aktif dalam masyarakat yang lebih luas. Seiring berjalannya
waktu, upaya ini akan menciptakan generasi yang tidak hanya paham tentang
demokrasi, tetapi juga mampu menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari,
membawa dampak positif bagi masa depan demokrasi yang beradab.
Dengan memahami peran penting keluarga dalam membentuk karakter dan
nilai-nilai demokrasi, kita dapat melihatnya sebagai laboratorium kecil di mana
generasi penerus belajar untuk menghargai kebebasan, partisipasi, dan tanggung
jawab kewarganegaraan. Keluarga dapat menciptakan lingkungan yang mendukung
pertumbuhan demokrasi, membimbing anak-anak untuk menjadi warga yang
bertanggung jawab, serta menyediakan fondasi yang kuat bagi keterlibatan aktif
dalam masyarakat yang lebih luas. Artikel ini membahas tentang bagaimana peran
keluarga tidak hanya sebagai unit terkecil dalam struktur sosial, tetapi juga sebagai
pelopor utama dalam membentuk dasar-dasar demokrasi yang beradab.
B. Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka, akan dibahas tentang nilai-nilai dalam pendidikan
karakter sebagai bentuk pendidikan demokrasi, ciri-ciri keluarga, peran keluarga
dalam membangun demokrasi beradab, kendala-kendala yang dihadapi dalam
keluarga, dan pola asuh orang tua.
2
C. Pembahasan
1. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Sebagai Bentuk Pendidikan Demokrasi
Karakter ialah perilaku nilai-nilai manusia yang berhubung dengan Tuhan Yang
maha Esa, sesama manusia, lingkungan, diri sendiri, dan kebangsaan yang terwujud
didalam adat istiadat, budaya, tata karma, hokum, pemikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama. Lickona mengatakan
bahwa karakter pendidikan ialah suatu upaya yang disengaja untuk membantu
seseorang sehingga seseorang tersebut dapat melakukan nilai-nilai etika yang inti,
memperhatikan dan memahaminya. Karakter pendidikan, membutuhkan metode
khusus yang tepat agar tujuan pendidikan bisa tercapai, Diantaranya metode
pembelajaran yang sudah sesuai ialah metode pujian dan hukuman, metode
pembiasaan, dan metode keteladanan. Karakter yang mutlak dibutuhkan bukan
hanya di lingkungan sekolah saja, tetapi di lingkungan sosial dan juga di lingkungan
rumah. Bahkan sekarang ini pesertanya bukan lagi anak usia dini hingga remaja,
tapi juga meliputi usia meliputi usia dewasa. Di zaman ini kita akan berhadapan
dengan persaingan termasuk rekan-rekan diberbagai belahan negara di dunia.
Bahkan kita pun yang masih berkarya di tahun ini pasti akan merasa perasaan yang
sama.
Pembentukan ialah bagian dari pendidikan nilai melalui sekolah yang
merupakan usaha mulia yang mendesak harus dilakukan. Ada 18 poin nilai-nilai
karakter pendidikan: Tanggungjawab, Peduli sosial, Peduli lingkungan, Gemar
membaca, Cinta Damai, Bersahabat/Komunikatif, Menghargai prestasi, Cinta tanah
air, Semangat kebangsaan, Rasa ingin tahu, Demokratis, Toleransi, Jujur, Disiplin,
Kreatif, Kerja keras, Religius, Mandiri.
Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values
education) melalui sekolah merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan.
Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggungjawab bukan
3
hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi, tetapi juga dalam jati diri, karakter dan kepribadian. Dan hal ini relevan
dan kontekstual bukan hanya di negara-negara yang tengah mengalami krisis watak
seperti Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara maju sekalipun.
Karakter pendidikan sekarang ini juga berarti melakukan usaha yang sungguh-
sungguh, sistematik dan tentunya berkelanjutan untuk membangun dan menguatkan
kesadaran pada keyakinan semua orang di Indonesia bahwa masa depan yang lebih
baik akan hilang tanpa dibangunnya dan dikuatkannya karakter rakyat Indonesia.
Seperti halnya, tidak akan ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan
tanpa kegigihan, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kejujuran, tanpa semangat
belajar yang tinggi, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa
mengembangkan rasa tanggungjawab, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan
bersama, dan serta tanpa optimisme. Untuk mendidik seseorang dalam aspek
kecerdasan otak bukan aspek moral adalah ancaman marabahaya kepada
masyarakat. Sekolah juga berperan untuk membentuk karakter seorang anak.
Pendidikan karakter merupakan langkah sangat penting dan strategis dalam
membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat
Indonesia baru. Tetapi penting untuk segera dikemukakan sebgaimana terlihat dalam
pernyataan Phillips bahwa pendidikan karakter haruslah melibatkan semua pihak;
rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah lebih luas (masyarakat).
Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali
hubungan dan educationl networks yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan
pendidikan ini. Pembentukan watak dan pendidikan karakter tidak akan berhasil
selama antara ketiga lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan
harmonisasi.
2. Ciri – Ciri Keluarga
Ciri – ciri sebuah keluarga yang baik harusnya memiliki:
a. Keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan untuk mempelajari
dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian
mengamalkan dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Keluarga di mana setiap anggotanya saling menghormati dan menyayangi,
saling asah dan asuh.
4
c. Keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihkan, tidak
ngoyo atau tidak serakah dalam usaha mendapatkan nafkah, sederhana atau
tidak konsumtif dalam pembelanjaan.
d. Keluarga yang sadar akan kelemahan dan kekurangannya, dank arena itu
selalu berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan setiap anggota
keluarganya melalui proses belajar dan pendidikan seumur hidup (life long
learning).
5
d. Membiasakan anak mengatur dan memelihara barang–barang yang
dimilikinya
e. Membiasakan dan mendampingi anak belajar/mengulang pelajaran/
mengerjakan tugas sekolahnya
f. Membiasakan anak pamit jika keluar rumah
g. Membiasakan anak mengucap salam saat keluar dari dan pulang ke rumah
h. Menerapkan pelaksanaan ibadah shalat sendiri dan berjamaah
i. Mengadakan pengajian Alquran dan ceramah agama dalam keluarga
j. Menerapkan Menerapkan musyawarah musyawarah dan mufakat mufakat
dalam keluarga keluarga sehingga sehingga dalam diri anak akan tumbuh
jiwa demokratis
k. Membiasakan anak bersikap sopan santun kepada orang tua dan tamu
l. Membiasakan anak menyantuni anak yatim dan fakir miskin
Pembinaan karakter anak yang dilakukan oleh keluarga. Secara etimologi
pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang artinya, pemimpin, pengelola,
membimbing. Oleh karena itu mengasuh disini adalah mendidik dan memelihara
anak itu, mengurus makan, minum, pakaiannya dan keberhasilannya dari periode
awal hingga dewasa. Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan anak adalah
mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja.
Dengan kata lain, tugas utama seorang anak dalam perkembangannya adalah
mempelajari “aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini. Berbagai pola asuh
orang tua dapat mempengaruhi kreaivitas anak antara lain, lingkungan fisik,
lingkungan sosial pendidikan internal dan eksternal. Intensitas kebutuhan anak untuk
mendapatkan bantuan dari orang tua bagi kepemilikan dan pengembangan dasar-
dasar kreativitas diri, menunjukan adanya kebutuhan internal yaitu manakala anak
masih membutuhkan banyak bantuan dari orang tua untuk memiliki dan
mengembangkan dasar-dasar kreativitas diri (berdasarkan naluri), berdasarkan nalar
dan berdasarkan kata hati.
4. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Keluarga
Kendala-kendala yang dihadapi dalam keluarga saat membangun karakter anak
sebagai demokrasi yang beradab, yaitu:
a. Tidak ada / kurangnya keteladanan / contoh penerapan yang diberikan oleh
orang tua.
6
b. Orang tua atau salah satuanggota keluarga (orang dewasa)yang tidak
konsisten dalam melaksanakan usaha yang sedang diterapkan.
c. Kurang terpenuhinya kebutuhan anak dalam keluarga, baik secara fisik
maupun psikis sebab ada ungkapan yang menyatakan bahwa kepatuhan
anak berbanding sama dengan kasih saying yang diterimanya.
d. Tempat tinggal yang tidak menetap.
Rumah tangga dalan keluarga sebagai lingkungan pembentukkan watak dan
pendidikan karakter pertama dan utama mestilah diberdayakan kembali.
Sebagaimana disarankan Phillips, keluarga hendaklah kembali menjadi
“school of love”, sekolah untuk kasih saying. Dalam perspektif islam,
keluarga sebagai “school of love” dapat disebut sebagai “madrasah
mawaddah wa rahmah” tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih
sayang.
5. Pola Asuh Orang Tua
a. Pola asuh otoriter, yaitu mempunyai ciri: kekuasan orang tua dominan, anak
tidak diakui sebagai pribadi, control terhadap tingkah laku anak sangat
ketat, orang tua menghukum anak jika tidak patuh.
b. Pola asuh demokratis, kerjasama antara orang tua - anak, anak diakui
sebagai pribadi, ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, control
orang tua tidak kaku.
c. Pola asuh permisif, mempunyai ciri, dominasi oleh anak, sikap longgar atau
kebebasan dari orang tua, kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang.
Melalui pola asuh yang dilakukan orang tua anak akan belajar banyak hal,
termasuk karakter. Artinya jenis pola asuh yang ditetapkan orang tua terhadap
anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh keluarga.
7
D. Penutup
1. Kesimpulan
Suasana keluarga juga memegang peranan penting dalam pendidikan demokrasi.
Cinta, kasih sayang dan kemesraan hubungan yang diperoleh anak-anak dalam
keluarga merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan perilaku sosial serta
nilai-nilai demokratis dalam diri anak. Jika anak-anak ditumbuhkan dalam suasana
cinta dan kasih sayang, akan membentuk karakter cinta, kasih dan sayang dalam
jiwa dan kehidupan mereka. Sebaliknya anak-anak yang tumbuh dalam suasana
kekerasan, akan mudah mentransformasikan kekerasan itu dalam perilaku sosial dan
politik mereka. Pola asuh orang tua juga dituntut untuk dapat melihat situasi dan
kondisi serta perkembangan anak. Seperti orang tua memberikan tugas kepada anak
tentang tanggung jawab di rumah, kebebasan dalam pergaulan, keadilan dalam
sebuah keputusan urusan keluarga dan memberikan seluas-luasnya anak untuk
mengemukakan pendapatnya, sehingga disebut sebagai orang tua yang demokratis
dalam membimbing dan mengasuh anaknya. Namun demikian, pemberian pola asuh
ini, harus diimbangi dengan pengawasan dan penguatan terhadap nilai, ilmu, agama,
akhlak (moral) dan karakter yang seimbang.
2. Saran
Untuk menanamkan karakter baik sebagaimana telah dipaparkan di atas, orang tua
sebagai pendidik pertama dan utama memiliki peran yang sangat urgen. Pola asuh
demokratis merupaka atis merupakan pola asuh pola asuh yang memiliki nilai yang
yang memiliki nilai yang cukup efektif diterapk cukup efektif diterapkan untuk
membangun karakter anak. Orang tua harus dapat sabar dalam mengerti pola asuh
8
yang tepat untuk anak dalam membangun karakter anak sebagai wujud demokrasi
beradab sejak dini.
Daftar Pustaka
Aunurrahman. (2009). Eksistensi dan Arah Pendidikan dan Arah Pendidikan Nilai.
Pontianak: STAIN Pontianak Press
Aziz Hamka Abdul. (2011). Pendidikan Karater Berpusat Pada Hati. Jakarta: Almawardi
Prima
Heri Gunawan. (2012). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Jakarta: Alfabeta
Keosoema, Doni. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak Di Zaman Gobal.
Jakarta: Grasindo
Kuncoro. (2023). Contoh Artikel Peran Keluarga Dalam Membangun Demokrasi yang
Beradab, Demi Menuju Indonesia Maju. Diakses pada 15/11/2023.
Unarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn untuk Perguruan Tinggi),
Yogyakarta: UNY Press.
Subianto, Juto. (2013). PERAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT DALAM
PEMBENTUKAN KARAKTER BERKUALITAS. Vol 8. No 2
Zubaedi. (2021). Desain Pendidikan Karakter Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana
9
10