Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS YURIDIS INDEPENDENSI KEJAKSAAN REPUBLIK


INDONESIA DALAM MENJALANKAN TUGAS FUNGSI DAN
WEWENANGNYA

Di Ajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Hukum (S1) Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Makassar

Disusun Oleh :
HERMAN SYAHPUTRA
NIM: 20091014051

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur bagi Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-nya berupa nikmat iman islam dan sehat badan serta akal. Shalawat Serta salam

tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad Saw, Serta kepada keluarga

dan sahabat dan semogah kita semua tergolong dan diakui sebagai umatnya sehingga

mendapatkan syafaat di yaumul akhir kelak. Amiin.

Atas izin Allah Swt, Allhamdulilah akhirnya penulis dapat menyelesaikan

proposal skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS INDENPENDENSI

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DALAM MENJALANKAN

TUGAS FUNGSI DAN WEWENANGNYA”.

Laporan proposal skripsi ini disusun sebagai salahsatu syarat untuk

mengerjakan skripsi pada program Strata-1(S1), Fakultas Hukum Universitas

islam makassar.

Penulis menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari berbagai

kekurangan, makadari itu penulis sangat mengharapkan agar kiranya mendapatkan

saran dan kritik guna untuk menyempurnakan dan memperbaiki sehingga laporan

proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan dunia

akademisi di lingkup Hukum, tentunya juga teruntuk teman-teman di Fakulutas

Hukum Universitas Islam Makassar.

Makassar,15 September 2023.

PENULIS

HERMAN SYAHPUTRA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia sudah

banyak kali mengalami perubahan baik itu secara kelembagaan maupun

pengaturannya didalam peraturan perundang-undangan. Jika kita melihat

rentetan sejarah sistem seperti kejaksaan sudah ada sejak zaman dahulu yakni

pada zaman kerajaan Majapahit. Dizaman Majapahit terdapat beberapa jabatan

yang dinamakan Dhyaksa, Adhyaksa dan Dharmadhyaksa. Dimana Gajah

Mada dalam urusan penegakan hukum tidak hanya sekedar sebagai Adhyaksa

tetapi juga sebagai pelaksana segala peraturan raja dan melaporkan perkara-

perkara sulit ke pengadilan. Jika kita lihat peranan Gajah mada dalam hal

penegakan hukum dan pelaksana peraturan raja ini tentunya sangat mirip

dengan tugas Jaksa di era yang saat ini. Gajah mada dimasa itu dapat

disimpulkan bahwa kedudukan Kejaksaan sejak zaman kerajaan majapahit

sebagai Alat Negara dimana dilihat pada pertanggng jawaban Gajah Mada

kepada kepala Negara yang pada saat itu adalah Raja Hayam Wuruk.

Sejak awal berdiri, kedudukan kejaksaan Republik Indonesia telah

mengalami banyak perkembangan di Indonesia. Pada awal masa proklamasi

kemerdekaan Indonesia tanggal 19 Agustus 1945, hasil putusan Rapat PPKI

(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) mengenai kedudukan Kejaksaan

berada di dalam lingkungan departemen kehakiman. Namun perubahan besar


terjadi ketika Presiden Soekarno membacakan Dekrit presiden pada 5 Juli

1959 dimana presiden menata ulang lembaga-lembaga dan Institusi

pemerintahan dengan versi terbaru dimasa itu. Berjalan setahun setelah

dikeluarkannya dekrit presiden oleh Presiden Soekarno, pemerintah dan juga

DPR kemudian Mengesahkan Undang-Undang Kejaksaan yang pertama

dalam Sejarah Negara Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun

1961 Tentang Pokok-Pokok Kejaksaan Republik Indonesia dan Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.

Didalam Undang-Undang tersebut ditegaskan bahwa Kejaksaan merupakan

alat negara sebagai penegak hukum dan alat Revolusi yang memiliki tugas

sebagai Penuntut Umum.

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang kejaksaan yang pertama

perubahan berikutnya yaitu kejaksaan disebut sebagai departemen kejaksaan

yang diselenggarakan oleh mentri. Atas dasar tersebut maka pengangkatan

Jaksa Agung tidak lagi melalui mentri Kehakiman melainkan langsung

diangkat Oleh presiden karena kedudukan Jaksa Agung adalah sebagai

anggota kabinet yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Ketika pergantian masa jabatan presiden soekarno digantikan oleh

presiden Soeharto, perubahan pada kejaksaan kembali terjadi. Meskipun

Undang-Undang No.15 tahun 1961 masih berlaku hingga tahun 1991,

akantetapi dalam praktiknya Kejaksaan Agung dan Departemen kejaksaan

tidak lagi disebut sebagai mentri Jaksa Agung. Institusi ini kemudian disebut

sebagai Kejaksan Agung yang dipimpin oleh Jaksa Agung dengan


kewenangan dalam hal pengangkatan dan pemberhentiannya tetap berada di

tangan presiden. Meskipun Jaksa agung tidaklagi disebut sebagai mentri akan

tetapi kedudukannya sejajar dengan mentri negara dan dipriode ini pula

muncul konvensi ketatanegaraan, yakni jaksa Agung Selalu Diangkat diawal

Kabinet dan masa jabatannya berkahir dengan berkahirnya pula masa Kabinet

itu.

Perubahan besar selanjutnya ketika dikeluarkanya Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik indonesai. Disebutkan dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 bahwa Kejaksaan merupakan lembaga

pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan

dalam susunan kekuasaan pada badan-badan penegak hukum dan keadilan. Isi

daripada konsideran ini mengalami perubahan penting yaitu terdapat

penegasan terhadap sudut pandang kedudukan institusi Kejaksaan yang

sebelumnya disebut sebagai alat negara setelah diberlakukannya undang-

undang ini kemudian berubah menjadi lembaga pemerintahan. Pemberlakuan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 hingga negara memasuki era reformasi.

Dalam Risalah Sidang Mahkama Konstitusi (Risalah Sidang Perkara Nomor

49/PUU-VIII/2010) perihal permohonan pengajuan undang-undang Nomor 16

tahun 2004 tentang kejaksaan Terhadap Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Prof Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc.

mengatakan banyak sekali dari kalangan akademisi mahsiswa, aktivis LSM,

yang berkeinginan agar kiranya tiap-tiap lembaga penegak hukum bisa

independen, sehingga banyak wacana yang berkembang agar dapat


memisahkan institusi Kejaksaan keluar dari rana eksekutif, mereka

berpandangan sudah seharusnya institusi Kejaksaan Republik Indonesia

berada pada ranah yudikatif, Namun pemerintah sebaliknya berkeinginan

kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan

negara dibidang penuntutan, Kekuasan negara dibidang penuntutan dilakukan

secara Independen dalam susunan kekuasaan badan penegak hukum dan

keadilan.

Dalam pembahasan RUU bersama dengan DPR pandangan tersebut

kembali di angkat dengan hasil DPR menarik satu usulan atas padangan

mereka tentang Kejaksaan Agung yang Independen dan akhirnya disepakati

Jaksa agung tetaplah pejabat negara yang di angkat dan diberhentikan oleh

presiden, karena dilihat dalam sistem peresidensil Kedudukan Kejaksaan

Agung memang berada dibawah ranah eksekutif, maka menjadi sebuah

kewenangan presidenlah untuk mengangkat dan memberhentikan Jaksa

Agung. Inilah yang kemudian memberikan banyak kesan bahwa bagaimana

mungkin suatu lembaga yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang

penuntutan akan tetapi pengangkatan dan pemberhentian Seorang Jaksa agung

diangkat dan diberhentikan oleh presiden walaupun jika dilihat presiden dalam

sistem presidensial memanglah seorang kepala negara dan kepala

pemerintahan namun terlepas daripada itu seorang presiden tetap saja berasal

dari partai politik sehingga menimbulkan kekhawatiran adanya satu

kepentingan politik golongan atau kepentingan pribadi.


Jika melihat kejaksaan menurut fungsinya maka kejaksaan memiliki fungsi

yang sentral serta sangat strategis didalam proses penegakan hukum, dengan

posisi fungsi tersebut maka kejaksaan sangat riskan mendapatkan intervensi

baik dari pemerintah ataupun pihak lain sehingga menghasilkan satu tuntutan

yang tidak berdasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku

sehingga tidak maksimalnya proses penegakan hukum. Kejaksaan Republik

Indonesia yang merupakan lembaga pemerintahan yang melaksanakan

kekuasaan negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan, suda seharusnya Kedudukan

kejaksaan Republik Indonesia sebagai salah satu subsistem yang berfungsi

menjalankan penegakan hukum di Indonesia bisa merdeka dalam praktiknya

dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya, hal ini juga tidak

terlepas dari prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh jaksa sebagai

salah satu bagian yang menjalankan fungsi peradilan, haruslah independen

dalam artian tidak adanya intervensi dari pihak lain, sekalipun lembaga

kejaksaan Republik Indonesia berada dibawah pemerintah. Hal tersebut

sejalan dengan apa yang diatur oleh “The 1985 U.N Basic Principle 1 diatur

sebagai berikut:

“The independence of the judiciary shall be guaranted by the state and

enshrined in the constitution or the law of the country. It is the duty of all

governmental and other institutions to respect and observe the independence

of the judiciary”.(Independensi peradilan harus dijamin oleh Negara dan

diabadikan dalam konstitusi atau hukum negara, ini adalah tugas semua
lembaga pemerintah dan lainnya untuk menghormati dan memperhatikan

independensi peradilan).1

Apa yang kemudian telah diatur oleh The 1985 U.N Basic Principle 1,

kemudian dipertegas kembali dalam fungsi jaksa didalam pasal 11On the Role

of Public Prosecution in the Criminal Justic System yang berbunyi: “States

should appropriate measures to ensure that public prosecutors are able to

perform their professional duties and responsibilities without unjustified

interference or unjustified exposure to civil, penal or other liability. However,

the public prosecution should account periodically and publicy for its

activities as a whole and, in particular, the way in which is priorities were

carried out”. (Negara harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk

memastikan bahwa jaksa penuntut umum mampu melaksanakan tugas dan

tanggung jawab profesionalnya tanpa campur tangan yang tidak dapat

dibenarkan atau terkena tanggung jawab perdata, pidana atau tanggung jawab

lainnya yang tidak dapat dibenarkan. Namun, penuntut umum harus

mempertimbangkan secara berkala dan terbuka mengenai kegiatan-

kegiatannya secara keseluruhan dan, khususnya, cara pelaksanaan

prioritasnya).2

1
UNITED NATIONS HUMAN RIGHTS_Basic Principles on the independence of the judiciary, 06
september 1985, yang di akses pada : https://www.ohchr.org/en/instruments-
mechanisms/instruments/basic-principles-independence-
judiciary#:~:text=1.,the%20independence%20of%20the%20judiciary.(15 september 2023)
2
UNITED NATIONS HUMAN RIGHTS OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER, Guidelines on the
role of Prosecutors, 07 september 1990, yang di akses pada : https://www.ohchr.org/en/instruments-
mechanisms/instruments/guidelines-role-prosecutors, (dikutip 18,September,2023).4
Dari apa yang telah dijelaskan pada UNITED NATIONS HUMAN

RIGHTS, jika kita melihat kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia dalam

Konstitusi Indonesia maka kita akan menemukan banyak ketidak pastian

hukum mengenai kedudukan kejaksaan baik secara umum ataupun secara

khusus, ini pula yang tentunya mempengaruhi Independensi Kejaksaan

Republik Indonesia hal ini dapat dilihat pada kedudukan jaksa Agung apakah

Jaksa Agung diposisikan sebagai pejabat didalam atau diluar Kabinet dalam

pertimbangan Mahkama Konstitusi yang menyatakan demikian bahwa

seharusnya masa jabatan jaksa Agung adalah sesuai dengan priode (masa

jabatan) presiden, meskipun demikian karena Undang-Undang tidak mengatur

secara tegas, maka implementasinya dalam praktik dilapangan, menimbulkan

masalah Konstitusionaliltas. 3

Sebagai suatu lembaga pemerintahan yang melakukan kekuasaan negara

suda seharusnya kedudukan kejaksaan harus jelas dan tegas agar Independensi

dan kemerdekaan Kejaksaan dalam menjalankan tugas, fungsi dan

wewenangnya betul-betul tercapai, akan tetapi dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kejaksaan sebagai

lemabaga yang melakukan kekuasaan negara dibidang penuntutan maka ini

tentunya mengandung makna bahwa kejaksaan merupakan suatu lembaga

yang berada disuatu kekuasaan Eksekutif, sedangkan jika dilihat dari sisi

kewenangan kejaksaan dalam melakukan penuntutan, ini menggambarkan

bahwa kejaksaan menjalankan kekuasaan yudikatif.

3
Pengarang, Oktober 2017, Prof.EQ. RM. Surachman, Eksistensi Kejaksaan Dalam Konstitusi
Diberbagai Negara, Jakarta Timur, Sinar Grafika, Hal 98.
Meskipun telah mengalami perubahan bebrapa kali akan tetapi problem

kekhawatiran akan independensi Kejaksaan Reublik Indonesia masih saja

berada pada satu perosalan yang banyak dipertanyakan oleh kalangan

mahasiswa, akademisi, dan aktivis hukum, ini dapat dilihat dalam isi Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik

Indonesia, pada pasal 2 ayat (1) “Kejaksaan dalam fungsinya yang berkaitan

dengan kekuasaan kehakiman dilaksanakan secara merdeka”. Ketentuan ini

bertujuan untuk melindungi profesi jaksa seperti yang digariskan dalam

Guidelines on the Role of Prosecutors dan International Association Of

Prosecutors (“mempromosikan dan meningkatkan standar-standar tersebut dan

prinsip-prinsip yang secara umum diakui secara internasional sebagai hal yang

diperlukan untuk penuntutan pelanggaran yang tepat dan independen” (pasal

1.3 (d)), namun pada pasal yang lain juga secara tidak langsung

menggugurkan apa yang dimaksud sebagai “merdeka” dalam pasal 2 ayat (1)

tersebut, disebutkan dalam pasal 19 ayat (1)Undang-Undang kejaksan “Jaksa

Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.” Pasal ini yang kemudian

berkemungkinan menjadi pintu untuk sebuah kesempatan yang besar kepada

presiden sebagai organ politik yang dimaksud disini adalah “hasil dari sebuah

proses politik berupa pemilihan umum dengan sebelumnya di usung oleh

sebuah partai politik berdasarkan ambang batas presidensial threshold”, baik

untuk kepentingan pribadi ataupun golongan tertentu berkemungkinan

melakukan sebuah intevensi kepada pelaksanaan tugas, fungsi, dan


kewenangan penegak hukum dalam hal ini adalah Kejaksaan Republik

Indonesia. Dengan itu sulitnya membentuk kejaksaan yang sifatnya merdeka

dan mandiri sehingga sehaursnya kejaksaan sebagai lembaga yudikatif dan

seharusnya tidak terpengarus pada kekuasaan eksekutif, namun kenyataanya

justru sulit untuk dipertegas.

Berdasarkan pernyataan diatas maka muncullah satu gagasan untuk

diajdikan sebagai jalan keluar dengan mengkedepankan konsep negara hukum

sebagai upaya untuk memberikan batasan terhadap kekuasaan agar kekuasaan

tersebut tidak disalah fungsikan dan tentunya agar dalam penegakan hukum

tidak terjadi berat sebelah akibat tumpang tindih kepentingan yang berakibat

merugikan rakyat (abuse of power umbus the Droid). Akan tetapi ini saja tidak

cukup tanpa satu pernyataan tegas yang dimuat dalam Undang-Undang yang

pada akhirnya konsep negara hukum akan terganggu akibat hal ini.

Sebagaimana independensi Kejaksaan Republik indonesia dalam struktur

ketatanegaraan mengenai posisi kejaksaan dalam Undang-Undang Dasar

Negara republik Indonesia tahun 1945 yang hanya menyebutkan secara

eksplisit dalam pasal 24 ayat (3) “ Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan

dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang”. Berdasarkan

alsan ini juga yang akan mempengaruhi perihal independensi Kejaksaan dalam

menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya.

Dari uraian latar belakang diatas yang menjelaskan mengenai independensi

Kejaksaan Republik Indonesia dari segi kedudukan dan peraturan Undang-


Undang yang mengatur Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam

menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang Kejaksaan, maka menarik perhatian

penulis untuk mengangkat Judul “ANALISIS YURIDIS INDEPENDENSI

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DALAM MENJALANKAN

TUGAS FUNGSI DAN WEWENANGNYA”.

B. Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Independensi kejaksaan dilihat dari aspek fungsional

(Ditinjau berdasarkan UU RI No 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan

Atas UU No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat 1)?

2. Bagaimanakah pengaruh ketentuan pasal 19 Undang-Undang Kejaksaan

terhadap Independensi Kejaksaan Republik indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Independensi kejaksaan dilihat dari aspek fungsional

(Ditinjau berdasarkan UU RI No 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan

Atas UU No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat 1).

2. Untuk mengetahui pengaruh dari ketentuan pasal 19 Undang-Undang

Kejaksaan terhadap Independensi Kejaksaan Republik Indonesia.


BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Tinjauan Al-Quran dan Hadis Mengenai Kejaksaan Sebagai

Lembaga Penegak Hukum yang adil.

Manusia adalah makhluk Allah yang memiliki kedudukan mulia,

dan sempurna ketimbang ciptaan Allah yang lainnya, manusia dibekali

pengetahuan dan nafsu dengan bekal inilah manusia dipercayaan untuk

menjalankan dan mengembangkan titah-titahnya dan pula mendapatkan

kasih saying yang begitu besar dari Allah.

Dengan wujud kesempurnaannya, manusia diciptakan oleh Allah

dengan memiliki tugas-tugas dimuka bumi, yaitu manusia bertugas

sebagai seorang hamba dimuka bumi dan berkewajiban memperbanyak

ibadah kepada Allah hakikat penghambaan ini sama dengan makhluk

ciptaan Allah yang lainnya yaitu ketundukan serta ketaatan penuh

kepada Allah, setiap makhluk ciptaan Allah yang beriman maka dia

akan selalu ingat posisi mereka sebagai hamba dan tetap selalu

istiqamah dan ingat itulah tujuan mereka diciptakan.

Selain hakikat manusia sebagai hamba sebagai bentuk hubungan

vertical manusia dan Allah, manusia juga memiliki hubungan horizontal

yaitu diamanatkan untuk menjadi khalifa dimuka bumi. Tugas ini

tentunya yang menjadi satu bentuk kesempurnaan manusia sebagai


makhluk Allah yang lebih sempurna dari makhluk yang lainnya. Ini pula

yang sebelumnya dikhawatirkan oleh malaikat jikalau manusia menjadi

pemimpin (khalifa) dibumi, ini disebutkan dalam QS. Al-Baqarah Ayat

30.

ۡ‫ٱلد َما ٰٓ َۡء‬ ُۡ َ‫ضۡ َخلِيفَةۡۖۡقَالُ ٰٓواۡۡأَتَجع‬


ِ ُۡۡ‫لۡفِي َہاۡ َمنۡيُف ِس ۡد ُۡفِي َہاۡ َويَسفِك‬ ۡ ِ ‫لۡ َربُّكَۡۡلِل َملَـ ٰٓ ِٕٮ َك ِۡةۡإِنِىۡ َجاعِلۡۡفِىۡٱۡلَر‬
َۡ ‫َوإِذۡۡقَا‬

ۡ َ ۡ‫ِىۡأَعلَ ُۡمۡ َما‬


َۡۡ‫لۡت َعلَ ُمون‬ َۡ ‫ِسۡلَكَۡۡۖۡقَا‬
ٰۡٓ ‫لۡإِن‬ ُۡ ‫حۡبِ َحمدِكَۡۡ َونُقَد‬ َ ُ‫نۡن‬
ُۡ ِ‫سب‬ ُۡ ‫َونَح‬

Yang artinya: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para

malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata,

“Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan

menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan

menyucikan nama-Mu?”,

Tentunya apa yang diamanatkan Allah kepada manusia agar manusia

dapat menjadi Khalifa dibumi bukanlah satu tugas yang mudah untuk

dilaksanakan oleh manusia sebab tugas ini Allah amanatkan agar

kiranya manusia dapat memakmurkan apa yang ada dibumi termaksud

manusia dengan sesamanya, tidak dengan saling bertumpah dara untuk

satu hal yang di laknat oleh Allah. Apa yang ada dibumi Allah titipkan

untuk kesejahteraan manusia dan sudah seharusnya manusia menjaga

dan melestarikannya inilah sebagai bentuk syukur sekaligus sebagai

bentuk pelaksanaan peran manusia sebagai Khalifa dibumi. Kiranya

manusia di era yang sedewasa ini untuk menjaga apa yang telah
dititipkan oleh Allah haruslah menggunakan perangkat Hukum dan

penegakan hukum melihat kondisi perkembangan zaman yang semakin

mengantarkan manusia pada satu sikap untuk berbuat semaunya untuk

kenikmatan individu, maka betul kiranya diperlukan suatu penegakan

hukum untuk mengkonter tiap perbuatan semaunya,

Kejaksaan sebagai Lembaga penegakan hukum yang di isi oleh

orang-orang yang memiliki kewajiban menegakkan keadilan, peranan

kejaksaan ini bersesuaian dengan surah An-Nisa ayat 135 Allah Swt

memerintahkan hamba-nya yang beriman menjadi penegak keadilan

(hukum)

Q.S An-Nisa 135

ِۡ ‫علَىٰٓۡۡأَنفُ ِسكُمۡۡأ َ ِۡوۡٱل َوٲ ِلدَي‬


ۡ‫نۡ َوٱۡلَق َر ِبينَۡۡۚۡإِن‬ َِّۡ ِ ۡ‫يَـٰٓأَيُّ َہاۡٱلَّذِينَۡۡ َءا َمنُواۡۡكُونُواۡۡقَ َّوٲمِينَۡۡبِٱلقِسطِۡۡشُ َہدَآٰ َۡء‬
َ ۡۡ‫لِلۡ َولَو‬

َّۡ ِ ‫لۡتَتَّبِعُواۡۡٱل َه َوىٰٓۡۡأَنۡت َع ِدلُواۡۚۡ َوإِنۡت َل ُۡوۡۥۤاۡۡأَوۡۡتُع ِرضُواۡۡفَإ‬


ََّۡ ۡ‫ن‬
َۡۡ‫ٱلِلۡكَان‬ ۡ َ َ‫ٱلِلُۡأَولَىۡۡبِ ِہ َماۡۖۡف‬
َّۡ ‫غنِيًّاۡأَوۡۡفَقِيراۡ َف‬
َ ۡۡ‫يَكُن‬

‫بِ َماۡت َع َملُونَۡۡ َخبِيرا‬

Yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu

orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah

biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika

ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari

kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan


menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui

segala apa yang kamu kerjakan”

Dalam tafsirnya Ibnu Katsir mengatkan, Allah Subhanahu wa Ta'ala

memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar

menegakkan keadilan, dan janganlah mereka bergeming dari keadilan

itu barang sedikit pun, jangan pula mereka mundur dari menegakkan

keadilan karena Allah hanya karena celaan orang-orang yang mencela,

jangan pula mereka dipengaruhi oleh sesuatu yang membuatnya

berpaling dari keadilan.4

Tanggung jawab manusia yang paling utama adalah bagaimana

seorang hamba memposisikan dirinya sebagai hamba dan memposisikan

dirinya dengan sesame hamba, dalam proses penegakan hukum yang

dilakukan oleh seorang jaksa ini menggambarkan hubungan antara

seorang hamba dengan hamba yang lainnya ( hubungan antara sesama

manusia), maka dalam penegakan yang diperankan oleh seorang jaksa

haruslah senantiasa membawa panji-panji keadilan, hal ini bersesuaian

dengan QS Al-Maidah 8.

QS Al-Maidah 8:

ۡ َّ َ ‫علَىٰٓۡۡأ‬
ۡۚۡ‫لۡت َع ِدلُوا‬ ُۡ ‫لۡيَج ِر َمنَّڪُمۡۡشَنَـَٔا‬
َ ۡۡ‫نۡقَوم‬ َِّۡ ِ َۡۡ‫يَـٰٓأَيُّ َہاۡٱلَّذِينَۡۡ َءا َمنُواۡۡكُونُواۡۡقَ َّوٲمِين‬
ۡ َ ‫لِلۡشُ َہدَآٰ َۡءۡبِٱلقِس ِطۡۖۡ َو‬

َۡ‫يرۡبِ َماۡت َع َملُون‬ ُۡ ‫ٱع ِدلُواۡۡه َُۡوۡأَق َر‬


َّۡ ِ‫بۡلِلتَّق َوىۡۖۡ َوٱتَّقُواۡۡٱلِلََّۡۚۡإ‬
ََّۡ ۡ‫ن‬
ُۡ ِ‫ٱلِلۡ َخب‬

4
Redaksi, Pesan Al Quran untuk Jaksa, Pengacara, Dan Polisi, dalam berita PRO RAKYAT,
Senin: 28 juni 2021 : 14:54:52, https://prorakyat.co/baca-1059-pesan-al-quran-untuk-jaksa-
pengacara-dan-polisi (Rabu,20 September, 2023, 10.41)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-

orang yang selalu menegakkan [kebenaran] karena Allah, menjadi saksi

dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu

kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,

karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada

Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Adapun pesan Rasulullah terhadap penegakan hukum,” Sejatinya

penegakan hukum itu dapat melebur dan menghapus dosa bagi pelaku

kejahatan di samping bertobat. Tapi ingat, penegakan hukum yang

dimaksud harus benar-benar adil”. Rasulullah Bersabda:

َ ۡ َ‫ط ُرواۡأَربَۡعِين‬
‫صبَاحا‬ َ ‫ضۡمِنۡأَنۡيُم‬
ِ ‫ضۡخَيرۡۡلَه ِلۡاۡلَر‬
ِ ‫دٌّۡيُع َملُۡبِهِۡفِىۡاۡلَر‬

Artinya:"Suatu hukum yang ditegakkan di bumi lebih baik baginya

daripada diberi hujan selama empat puluh hari." (HR an-Nasai, Ibnu

Majah)

Dikisahkan, seorang perempuan Mukhzumiyah terpandang

terlibat kasus pencurian. Orang-orang Quraisy berembuk siapakah

yang layak diutus untuk "membicarakan" kasus perempuan itu kepada

Rasulullah. Maka diutuslah Usamah bin Zaid menemui Rasulullah

agar kasus perempuan itu cukup diselesaikan secara kekeluargaan atau

permintaan maaf saja demi menjaga nama baik sukunya.


Lantas apa jawaban Rasulullah ? "Apakah kamu mau memintakan

keringanan penetapan keadilan hukum Allah?" sabda Rasulullah

kemudian berkhutbah: "Wahai manusia, sesungguhnya yang

merusak/membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa

mereka dulu apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, maka

mereka membiarkannya. Akan tetapi, jika orang lemah di antara

mereka yang mencuri, maka mereka menegakkan hukum atas orang

tersebut. Demi Allah, sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri,

sungguh aku akan potong tangannya".(HR Al-Bukhari).

B. Tinjauan Negara Hukum, Trias Politica, Dan Piramida Hukum.

Anda mungkin juga menyukai