Anda di halaman 1dari 3

Biru Kelabu Laut Indahku

Desir angin laut yang membelai halus rambutku yang lurus. Hangat cahaya jingga mentari dan
alunan nada indah benturan ombak dan karang bagaikan suatu rapsodi indah suatu kesempurnaan
harmoni. Sejak dini telah kusaksikan keindahan pasti dan laut biru yang telah kuanggap rumah
sendiri.

Namun tak lama ini besi dan bangunan besar itu berdiri, mengusik keindahan biru laut yang harusnya
abadi. Bayu namaku, biru ada di nadiku dan tak akan kubiarkan tangan kotor mengubahnya menjadi
kelabu. Seorang saksi yang akan menjaga laut ini agar keindahannya tetap abadi.

Aku dan semua orang dengan rasa peduli yang sama akan laut biru, kami adalah pelindung yang
dengan segenap hati akan menjaga anugerah Tuhan ini. Kami akan terus melawan orang orang
industri meskipun itu akan menjadi perang yang abadi dan meskipun taruhannya adalah mati.
Layaknya pada siang hari ini, sengatan kuat dari panasnya mentari yang serasa menusuk-nusuk ubun
ubun kami. Namun tetap badan ini akan tegap berdiri meneriakkan harapan-harapan akan rasa sakit
yang mereka berikan kepada laut kami Ini.

“Berhenti merusak laut kami, buang sampah kalian di tempat lain”

“Bersihkan sampah itu”

“Bersihkan sampah itu”

Kami teriakan kalimat itu berkali kali, namun berakhir hanya Kami yang membersihkan sampah
sampah itu sendiri dan lebih parah lagi besok kondisinya akan menjadi kotor kembali. Sungguh kami
akan terus seperti ini dengan penuh dedikasi asal apa yang kami perjuangkan bisa terbayar nanti.

Terik mentari itu berangsur menjadi jingga menyala bersama dengan turunnya sang baskara, saatnya
untuk pulang bagi orang orang industri dan tentu merupakan waktu istirahat bagi kami. Semuanya
berpindah menuju camp camp kecil yang kami bangun bersama yang lokasinya tak jauh dari pantai
ini.

Jingga itu ikut padam,mentari yang tertidur digantikan oleh rembulan dan angin malam yang
merayap perlahan. Aku duduk memandangi laut dan pantulan rembulan di kesunyian malam yang
terasa kelam. Tidak ada lagi yang kupikirkan selain bagaimana cara membuat laut ini kembali senang.
Di tengah kesunyian malam samar samar kudengar langkah kaki seseorang, berjalan perlahan
mendekati kursiku sekarang.

Dia berada dihadapan, tidak lain tidak bukan adalah suruhan orang industri namun kali ini mereka
mengirim orang yang spesial. Seorang teman lama yang sekarang menjadi musuh bebuyutan,
Chandra teman masa kecilku dengan masa lalu kami yang telah tenggelam.

“Jika kau datang kesini hanya untuk bernegosiasi, atau mengancam kami untuk berhenti kau sudah
tahu jawaban yang akan ku berikan nanti” bisikku dengan ekspresi yang datar tanpa gentar.

“Aku datang kesini atas kehendakku sendiri, ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan perintah
dari orang industri”

Aku hanya diam membiarkan dia untuk menyelesaikan apa yang ingin ia katakan.
“Bayu Aku tau jika pertemanan kita sudah tidak segar dan menjadi layu, tapi bagaimanapun juga Aku
adalah temanmu. Aku harap kali ini aku mau mendengarkanku”

“Cepat,apa yang ingin kau katakan”

Sahutku memotong kalimatnya.

“Sebagai temanmu Aku hanya ingin memperingatkanmu untuk segera berhenti, seberapa keras pun
kau berusaha kekuatan prajurit biru akan tetap kalah dengan kuasa yang dimiliki orang industri”

“Bagaimana seorang bisa mendengarkan saran dari musuhnya Chandra, jika dengan ancaman seperti
itu membuatku gentar maka lebih baik Aku sudah berhenti sejak dulu”

“Kukatakan sekali lagi Chandra, bahwa birunya laut ini sudah mengalir deras di dalam tubuhku.
Asalkan bisa ku kembalikan lagi keindahan seperti masa lalu maka tidak masalah jika yang menjadi
bayarannya adalah nyawaku”

Balasku kepada Chandra yang sepertinya membuatnya menjadi geram.

“Kau dulu bukan orang yang naif, mengatakan omong kosong untuk melindungi laut yang kotor ini.
Kau bisa mencari ratusan atau ribuan laut yang berjuta kali lipat lebih indah daripada laut ini. Kenapa
teman cerdasku yang dulu menjadi seperti ini..”

Chandra menaikkan intonasi dan berbicara dengan sedikit menghentak.

“Hahaha,itu adalah pertanyaan yang seharusnya kuajukan padamu. Bagaimana bisa kau lupa dimana
rumahmu sendiri, Kau dan Aku tumbuh besar di atas pasir putih yang sama dengan birunya lautan
yang sama pula. Jika memang kau merasa cerdas Chandra, orang cerdas mana yang membakar
rumahnya hanya untuk uang semata”

Chandra hanya diam tak bergeming di sana.

“Namun ironisnya Chandra, Aku memang mengenal dirimu sebagai orang yang cerdas. Aku tau
bahwa kau hanya membohongi dirimu sendiri “

“Dari lubuk hatimu yang terdalam cinta antara kau dan Aku kepada laut ini adalah sama, kau hanya
tidak ingin mengakuinya akibat kekangan dari statusmu sebagai bagian dari orang industri”

Chandra tetap terdiam disana dan tak ingin melakukan atau mengatakan apa apa.

“Kita berdua pernah membuat janji dengan laut ini sebagai saksi, dua pemuda yang menanamkan
cinta pada samudra. Mengikatkan kelingking mereka untuk terus bersama menjaga keindahan abadi
dari rumahnya, mereka adalah Bayu dan Chandra. Bukankah begitu kisah yang kau tuliskan pada guru
bahasa kita dulu. Janji itu terus mengalir di dalam diriku, dan akan semakin deras dengan berjalannya
waktu. Lalu apa yang terjadi dengan janji itu padamu, tidakkah perasaanmu sama denganku”

Dia hanya terdiam dan kemudian berjalan pergi , meninggalkan Aku sendiri tanpa tahu apakah dia
mengalami perubahan intuisi atau hanya lari dan terus membohongi dirinya sendiri.

Esok hari kudengar orang orang industri akan menjalankan pembangunan lagi, dan tentu akan
semakin mengancam kebersihan laut ini. Tentu kami tidak akan tinggal diam dan membiarkan
harapan kami tenggelam, kami membangun camp camp lagi untuk menghalangi jalur transportasi
utama pembangunan orang orang industri. Sekali lagi kami berdiri menghadap mereka yang ingin
merusak alam kami, baner baner berisi harapan yang kami angkat kembali. Kami berjuang bersama
lagi setidaknya sampai kakiku tak sanggup untuk berdiri. Pandanganku memudar, Aku kemudian
batuk dengan batuk yang keras dan betapa terkejutnya Aku melihat bercak bercak darah mewarnai
telapak tanganku dengan begitu merahnya. Aku kehilangan kesadaran dan terjatuh ke tanah.

Aku terbangun di sebuah ruangan berpendingin, tercium bau bau obat dan kudapati diriku terbaring
lemas di atas ranjang, Aku berada di rumah sakit. Tak lama, kumendengar suara pintu yang dibuka
perlahan. Di sana tidak lain dan tidak bukan adalah Chandra dengan wajah murungnya.

“Apa kau disini untuk mentertawakanku, Chandra?”

Dia kemudian ia melepas topinya, mendekat ke arahku dan duduk tepat di sebelah ranjangku.

“Orang orang mu mundur, para pekerja Industri benar benar mendesak mereka. Dan tanpamu tentu
mereka menjadi kebingungan”

“Lantas apa yang kau lakukan disini, bukankah kau ingin membantu sekutumu untuk mensukseskan
pembangunan di sana”

Dia menggelengkan kepala,dan kemudian meraih tanganku.Ia mengikatkan jari kelingking kami.

“Kau benar selama ini Aku membohongi diriku sendiri,Aku disini untuk membayar janji dan tidak
akan kubiarkan kau berjuang sendiri lagi. Aku akan ikut menjaga laut ini selamanya sampai mati”

Sebuah kalimat yang tidak kuduga akan keluar dari Chandra sekarang, ia membuatku terharu
harusnya Aku tau ikatan kami tidak akan berubah sejak dulu.

“Sekarang kau bisa beristirahat dengan tenang, serahkan semuanya padaku sahabat sematiku Bayu”

Semuanya menjadi gelap,nafasku sudah tidak berat lagi,Aku terbang mengelilingi langit yang begitu
biru, layaknya warna laut yang kuimpikan. Samar samar kumendengar, suara lantang mendengung
yang getarannya membentang di pantai.

Di sana ku melihat Chandra yang berdiri tegap memegang pengeras suara.

“Mulai sekarang Saya umumkan, Saya Chandra Gunawan sebagai ketua pembangunan akan
melakukan mogok kerja jika sampah dari perusahaan tetap di buang kelaut”

Diikuti dengan itu ia merobek seragamnya dan menginjak nya ke tanah. Ia idak sendiri, setelah itu
banyak pekerja industri lain yang bergabung dengan Chandra dan merobek seragam mereka.

Chandra benar benar menepati janjinya, sekarang Aku yakin untuk menitipkan laut ini kepadanya.
Dan ikatan kami akan selamanya tetap abadi walau tak terbatas bumi dan surga.

Anda mungkin juga menyukai