Anda di halaman 1dari 3

Kebijakan Umar bin Khatab saat menjadi Khalifah

Kebijakan dalam bidang pendidikan dan pengajaran


Selama kepemimpinannya, Umar menerapkan banyak kebijakan. Termasuk juga yang berkaitan
dengan pendidikan dan pengajaran. Di bawah kepemimpinannya, Al-Qur’an diajarkan dan disebarkan
ke seluruh pelosok negeri.
Bersama dengan itu, dibangun juga berbagai tempat belajar dan madrasah yang mempelajari Al-
Qur’an, hadits, fiqh, dan berbagai ilmu agama. Para siswa dari madrasah tersebut diwajibkan untuk
menghafal minimal 5 surat dari Al-Qur’an. Yaitu surat Al-Baqarah, An-Nisa, Al-hajj, An-Nur, dan
Al-Maidah.
Ada beberapa madrasah yang dibangun di Makkah, Madinah, Bashrah, Kufah, Syam, dan Mesir.
Setiap madrasah tersebut memiliki guru besarnya masing – masing yang berasal dari kalangan
sahabat.
Beberapa sahabat yang ahli hadits dan fiqh pun diminta untuk mengajar. Di antaranya adalah Abu
Hurairah, Abdullah bin Abbas, Muadz bin Jabal, Abu Darda, Ubadah bin Shamit, Imran bin Hashim,
Abdullah bin Umar, Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abu Thalib, dan termasuk juga Aisyah binti Abu
Bakar.

Kebijakan pembangunan masjid


Pembangunan masjid juga menjadi perhatian Umar bin Khattab. Beliau memerintahkan para gubernur
di Bashrah, Kufah, Mesir, dan para wali di sepanjang wilayah Syam untuk membangun masjid besar
di pusat kota, dan juga satu masjid di setiap kampung dan suku.
Sementara Masjidil Haram dan masjid Nabawi pun juga dibangun agar menjadi lebih luas. Serta
ditambahkan beberapa fasilitas seperti lampu gantung, wewangian, dan juga alas tikar.

Kebijakan kesehatan masyarakat


Selain memperhatikan agama masyarakatnya, Umar juga memperhatikan kesehatan masyarakat yang
dipimpinnya. Oleh karena itu, beliau banyak mendirikan klinik dan rumah sakit, serta pelayanan
kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kebijakan pembagian wilayah administratif


Pada masa Umar juga pembagian wilayah administratif mulai diberlakukan. Umar membagi wilayah
Islam menjadi beberapa provinsi dan distrik. Yaitu Semenanjung Arabia, Semenanjuk Irak, Persia,
Mediterania Timur, dan juga Afrika Utara.
Setiap provinsi tersebut memiliki struktur administratif masing – masing yang terdiri dari gubernur,
sekretaris wilayah, perwira militer, dinas perpajakan yang juga menjadi petugas zakat, pejabat
keuangan negara, dan dinas kehakiman.

Kebijakan pemisahan antara eksekutif dan yudikatif


Pada masa pemerintahan Abu Bakar, khalifah dan pejabat administratif memiliki rangkap jabatan
sebagai hakim juga. Namun, seiring perkembangan kekuasan kaum muslimin, Umar berpikir bahwa
kaum muslimin membutuhkan mekanisme administratif yang lebih mendukung sistem pemerintahan
yang baik.
Karena itulah Umar memutuskan untuk memisahkan antara eksekutif dan yudikatif. Bersama dengan
hal tersebut, Umar melakukan pengangkatan gubernur, ahlul halli wal aqdi, pendirian pengadilan, dan
juga mengangkat hakim.

Ahlul halli wal aqdi


Ahlul halli wal aqdi merupakan lembaga yang dibuat untuk menetapkan penyelesaian dan
kesepakatan atas suatu hal. Anggota lembaga ini berasal dari para ulama dan cendekiawan. Ada dua
kriteria penting untuk anggota lembaga ini. Yaitu telah mengabdi di dunia politik, militer, dan misi
Islam setidaknya selama 8 – 10 tahun, dan juga memiliki pengetahuan Islam dan Al-Qur’an yang
memadai.

Kebijakan permusyawaratan terbuka


Di masa kepemimpinannya, Umar juga memulai kebijakan permusyawaratan terbuka. Musyawarah
ini dilakukan di masjid ibu kota dan dihadiri oleh anggota majelis atau oleh Umar sendiri. Dalam
musyawarah ini, setiap masyarakat boleh menyampaikan keluhan dan menyelesaikan masalah
bersama.
Termasuk juga oranng yang kontra dengan pemerintahan, wanita, anak-anak, orang tua, dan non
muslim. Seluruh lapisan masyarakat memiliki hak penuh dan pendapatnya akan dicatat dan
disampaikan dengan baik.

Kebijakan pembangunan pusat perbendaharaan negara


Atas usul Walid bin Hisyam, Umar pun membangun Pusat Perbendaharaan Negara atau baitul maal di
Madinah dan kota – kota lainnya. Harta yang tersimpan di baitul maal kemudian digunakan untuk
kepentingan umat. Untuk mengelola perputaran uang di baitul maal, Umar pun membuat sistem
tadwinud diwan atas usulan salah seorang warga.

Kebijakan pembangunan infrastruktur


Pada masa pemerintahannya, Umar juga membangun berbagai infrastruktur. Mulai dari pembangunan
kota, saluran air, dan bangunan penunjang pemerintahan seperti bangunan keagamaan, bangunan
militer, dan bangunan sipil. Bersama dengan pembangunan tersebut, dibangun juga fasilitas
penunjang seperti jalan dan jembatan.
Kota Madinah pun tidak luput dari pembangunan. Pada 17 H, Umar memerintahkan perbaikan jalan
di Madinah, pembangunan tempat berteduh antara Makkah dan Madinah, pembersihan dan juga
penggalian sumur baru. Dengan begitu, jamaah haji yang datang bisa menjalankan ibadah haji dengan
baik.

Penerapan Hukuman Cambuk Bagi Peminum Minuman Keras


Dengan ketaatannya sebagai sahabat yang mendapatkan tempat istimewa dihadapan
Rasulullah, sangat tidak mungkin mengambil sebuah kebijakan tanpa dasar yang pasti untuk dijadikan
pijakan. Tentunya sebelum menentukan kebijakan dalam hal penambahan hukuman cambuk bagi
peminum minuman keras Umar telah berfikir matang akan kebijakan yang dikeluarkannya. Dari
riwawat Ibnu Abbas bahwa orang yang meminum minuman keras pada zaman Rasulullah di pukul
dengan tangan, sandal atau tongkat. Kemudian Rasulullah SAW wafat jumlah mereka semakin
banyak, sehingga khalifah Abu Bakar mengambil keputusan untuk menjatuhkan hukuman cambuk
sebanyak empat puluh kali. Sepeninggal Abu Bakar, ketentuan hukuman ini masih dilaksanakan pada
zaman Umar.
Umar bin Khhatab meletakan prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya.
Keberhasilan Umar bin Khattab mengembangkan Islam hingga ke luar jazirah Arab berdampak pada
dinamika sosial umat muslim. Sebelum penaklukan, penduduk negara islam terdiri dari etnis Arab
dan minoritas Yahudi. Setelah penaklukan, jumlah orang yang beragama Islam naik pesat, sehingga
kelompok-kelompok sosial dalam komunitas Islam semakin beragam dan kompleks. Bersamaan
dengan hal tersebut, terjadi pula asimilasi antar berbagai kelompok, terutama dibangunnya Kota
Kufah sebagai tempat bertemunya berbagai kelompok dan suku. Mobilitas penduduk semakin intens.
Ibu kota Madinah tidak hanya dikunjungi suku Arab, melainkan orang-orang nin arab. Begitu juga
sebaliknya, orang-orang Arab dapat mengunjungi dan menetap di Mesir, Syria, Persia dan wilayah-
wilayah kekuasan. Hal tersebut menimbulkan kontak dan saling mengambil unsur-unsur kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai