Ada bermacam metode yang digunakan dalam berdakwah pada masa Khulafaur Rasyidin
diantaranya sebagai berikut:
1. Metode Ceramah
2. Metode Missi(Bi’tsah)
Penyebaran Agama Islam ke berbagai wilayah dilakukan dengan cara mengutus para da’i.
Apabila ada yang menentang atau memberontak maka dilakukan peperangan atau jihad.
3. Metode Ekspansi
Penyebaran Agama Islam dilakukan dengan cara ekspansi atau perluasan wilayah.
Ekspansi yang dilakukan meliputi kawasan Syiria dan Palestina, Irak dan Persia, Mesir, Khurasan,
Armenia, Afrika Utara.
4. Metode Tanya-jawab
7. Metode Diskusi
Pada Abu Bakar, beliau berdiskusi dengan Chyrus, pemimipin Romawi dan terjadi
kesempatan untuk berdamai .
8. Metode Kelembagaan
Pada masa khalifah umar bin khatab sudah mampu mengatur dalam sebuah
kelembagaan yang di sebut Baitul Mal yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta
kekayaan Negara .
1) Dakwah pada masa Abu Bakar As-Shidiq
Abu Bakar yang memerintah selama dua setengah tahun tepatnya dua tahun tiga bulan dua
puluh hari. Walau masa pemerintahannya sangat singkat, namun sarat dengan amal dan jihad. Di
saat Abu Bakar memerintah, tiba-tiba Madinah dikejutkan oleh gerakan yang menggerogoti
sistem Islam yang meluas hampir ke semenanjung Arabia.
Bentuk gerakan tersebut ialah : murtad dari agama Islam karena mengikuti nabi palsu yaitu
Musailamah al-Kadzab, Thulaihah al-Asad dan al-Aswad al-Anasi dari Yaman. Kemudian
muncul gerakan keengganan (membangkang) untuk membayar zakat karena mengikuti Malik ibn
Nawiroh dari Bani Tamim. Ada pula yang kembali menyembah berhala,mereka beranggapan
bahwa mereka hanya loyal thdp perjanjian nabi muhammad saja,dengan wafatnya nabi tidak ada
lagi alasan utk tetap loyal kepada islam.
Dengan adanya gerakan tersebut,abu bakar mulai menunjukkan sikap tegasnya. Sehingga
ada yang tunduk kepada pemerintahan islam dan adapula yang membangkang. sehingga Ia
memerangi orang-orang murtad.
Gerakan dakwah yang paling menonjol pada Khalifah Abu Bakar, ialah pengumpulan Al-
Qur’an. Alasan utama dikumpulkannya Al-Qur’an, ialah rasa kekhawatiran seorang Umar ibn
Khatthab terhadap masa depan Islam jika kadar intinya yang menjaga Islam dengan Al- Qur’an
(Qurra dan Huffadz) gugur satu per satu di medan perang.[5]
Abu Bakar juga melakukan ekspansi wilayah keluar daerah dengan melakukan damai
dengan daerah lain. Sasaran dakwahnya adalah wilayah yang berada dibawah kekuasaan persia
( meliputi:daerah yang luas dari irak bagian barat,suriah/syam,hingga bagian utara jazirah arab )
dan kekuasaan bizantium,didaerah inilah terjadi perperangan sengit karena kekuatan tentara
bizantium sehingga abu bakar meninggal dunia.
Perluasan wilayah masih menjadi salah satu kebijakan guna mengembangkan Islam ke
seluruh dunia. Selama pemerintahannya Umar melakukan invasi ke berbagai daerah di Jazirah
Arab. Bermula dengan kemenangan umat Islam pada pertempuran di Ajnadin pada 16 H/ 636
mengalahkan tentara Romai. Selanjutnya Pasukan Umat Islam melakukan invasi ke Syria,
Palestina, Persia dan Mesir.
Beberapa kota di pesisir Syria dan Palestina dapat ditundukkan pada 18 H/638 M. Kota-
kota tersebut seperti Jaffa, Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon dan Beirut.
2. Mengeluarkan Undang-Undang
Kebijakan dalam negeri Umar Bin Khattab salah satunya adalah disusunya sebuah
undang-undang. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menertibkan pemerintahan. Kebijakan
undang-undang tersebut meliputi ketertiban pasar, ukuran dalam jual beli, aturan kebersihan
jalan dan lain-lain
Berbeda dengan Abu Bakar yang memberlakukan pemerintahan secara terpusat, Umar
Bin Khattab membagi beberapa daerah menjadi daerah pemerintahan, yakni pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah. Khalifah memegang pemerintahan pusat dan pemerintah
daerah dipegang oleh gubernur. Gubernur tersebut memiliki tugas untuk membantu tugas
pemerintahan khalifah di daerah-daerah.
4. Membentuk Dewan
Selain pembagian daerah pemerintahan, Umar Bin Khattab juag membentuk beberapa
dewan. Dewan yang dibentuk saat itu diantaranya, Dewan Pembendaharaan Negara dan Dewan
Militer. Umar Bin Khattab juga membentuk utusan kehakiman. Hakim yang terkenal saat itu
adalah Ali Bin Abi Thalib.
a. Perluasan Wilayah
Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam di luar kota Madinah,
khalifah Ustman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para pemberontak yang
melakukan maka di daerah Azerbaijan dan Rai, karena mereka enggan membayar pajak, begitu
juga di Iskandariyah dan di Persia.
b. Standarisasi Al-Qur’an
Pada masa Ustman, terjadi perselisihan di tengah kaum muslimin perihal cara baca Al-
qur’an (qiraat). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan beragam
cara baca. Karena perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini dilaporkan oleh
Hudzaifah al Yamani kepada khalifah Ustman. Menanggapi laporan tersebut, khalifah Ustman
memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara baca inilah yang
akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan demikian, perselisihan dapat
diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari.
Dalam menyusun cara baca Al-Qur’an resmi ini, khalifah Ustman melakukannya
berdasarkan cra baca yang dipakai dalam Al-Quran yang disusun oleh Abu Bakar. Setelah
pembukuan selesai, dibuatlah beberapa salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah,
Basrah dan Makkah. Satu mushaf disimpan di Madinah. Mushaf-mushaf inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Mushaf Ustmani. Khalifah Ustman mengharuskan umat Islam
menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang telah disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al-
Qur’an dengan cara baca yang lainnya dibakar.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak kecewa terhadap kepemimpinan Ustman
adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting
diantaranya adalah Marwan Ibnu Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan
pemerintahan, sedangkan Ustman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah banyak anggota
keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Ustman laksna boneka dihadapan
kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya.
Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh keluarganya
dibagi-bagikan tanpa kontrol oleh Ustman sendiri.
d. Pembangunan Fisik
Mekipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Ustman tidak ada kegiatan-kegiatan
yang penting. Ustman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar
dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia jiga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan,
masjid-masjid, dan memperluas masjid nabi di Madinah.
Ali juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Ustman kepada penduduk dengan
menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan kembali memakai sistem distribusi pajak
tahunan diantara orang-orang Islam sebagaiman pernah diterapkan oleh Umar Ibnu Khatab.
Setelah kebijakan tersebut diterapkan, Ali bin Abu Thalib menghadapi pemberontakan
Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Ustman,
dan mereka menuntut bela terhadap darah Ustman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali
sebenarnya ingin menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar
keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara tersebut secara damai. Namun ajakan
tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dasyat terjadi. Perang ini dikenal dengan nama
Perang Jamal (Perang Unta), karena Aisyah dalam pertempuran ini menunggang Unta. Ali
berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri,
sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak
dari Kuffah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Muawiyah di Siffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tetapi ternyata tahkim
tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga yaitu Khawarij,
artinya orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya diujung masa pemerintahan Ali bin
Abu Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Muawiyah, Syi’ah (pengikut)
Ali dan Khawarij atau orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Keadaan ini tidak menguntungkan
Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin melemah, sementara
posisi Muawiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah
satu anggota kelompok Khawarij yakni ibnu Muljam. Ali terbunuh setelah ditikam dengan
pedang beracun.
Kedudukan Ali sebagai Khalifah kemudian dijabat oleh putranya yang bernama Hasan bin
Ali selama beberapa bulan. Namun karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyah kuat,
maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat menyatukan umat Islam kembali
dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abu Sufyan. Disisi lain, perjanjian itu
juga menyebabkan Muawiyah jadi penguasa Absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun
persatuan ini dikenal dalam sejarah sebagai tahun Amul Jamaah. Dengan demikian berakhirlah
apa yang disebut dengan Khulafaur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam
sejarah politik Islam.