Anda di halaman 1dari 3

Umar bin Khattab

1.Biografi

ʿUmar bin Khattab adalah Khalifah Rasyidin kedua, yang memerintah dari Agustus 634 hingga pembunuhannya pada tahun 644. Ia
menggantikan Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah kedua Kekhalifahan Rashidun pada tanggal 23 Agustus 634. Umar adalah
sahabat senior dan ayah mertua dari nabi Islam Muhammad.

Kelahiran: 585 M Mekkah, Arab Saudi

Anak: Abdullah bin Umar, Hafsah binti Umar, Asim bin Umar, lainnya

Pasangan: Atikah binti Zaid bin Amru bin Nufail

Orang tua: Hantamah binti Hisyam, Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi

Dibunuh: November 644 M, Madinah, Arab Saudi

Tempat pemakaman: Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi

2.proses pengangkatan Umar bin Khattab menjadi Khalifah

Terpilih berdasarkan wasiat Abu Bakar Setelah wafatnya Nabi Muhammad pada 632, Abu Bakar resmi menjadi khalifah umat Islam
saat itu.Ketika Abu Bakar menjadi Khulafaur Rasyidin pertama, Umar bin Khattab berperan sebagai penasihat kepala.Begitu Abu
Bakar meninggal, Umar ditunjuk untuk menggantikan posisinya menjadi Khulafaur Rasyidin kedua.Ditunjuknya Umar sebagai khalifah
kedua merupakan peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam.Dalam riwayat, disebutkan bahwa Umar diangkat menjadi
khalifah pada Jumadilakhir (bulan keenam) tahun 13 Hijriah.Umar menjadi Khulafaur Rasyidin melalui wasiat yang diberikan oleh
Khalifah Abu Bakar sebelum meninggal pada 8 Jumadilakhir tahun 13 H.tersebut, Umar melakukan pengangkatan gubernur, ahlul
halli wal aqdi, pendirian pengadilan, dan juga mengangkat hakim.

3.kebijakan dan strategi yang dilakukan selama menjadi Khalifah

1. Kebijakan dalam bidang pendidikan dan pengajaran

Selama kepemimpinannya, Umar menerapkan banyak kebijakan. Termasuk juga yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran.
Di bawah kepemimpinannya, Al-Qur'an diajarkan dan disebarkan ke seluruh pelosok negeri.Bersama dengan itu, dibangun juga
berbagai tempat belajar dan madrasah yang mempelajari Al-Qur'an, hadits, fiqh, dan berbagai ilmu agama. Para siswa dari
madrasah tersebut diwajibkan untuk menghafal minimal 5 surat dari Al-Qur'an. Yaitu surat Al-Baqarah, An-Nisa, Al-hajj, An-Nur,
dan Al-Maidah.Ada beberapa madrasah yang dibangun di Makkah, Madinah, Bashrah, Kufah, Syam, dan Mesir. Setiap madrasah
tersebut memiliki guru besarnya masing – masing yang berasal dari kalangan sahabat.Beberapa sahabat yang ahli hadits dan fiqh
pun diminta untuk mengajar. Di antaranya adalah Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Muadz bin Jabal, Abu Darda, Ubadah bin
Shamit, Imran bin Hashim, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Mas'ud, Ali bin Abu Thalib, dan termasuk juga Aisyah binti Abu Bakar.

2. Kebijakan pembangunan masjid

Pembangunan masjid juga menjadi perhatian Umar bin Khattab. Beliau memerintahkan para gubernur di Bashrah, Kufah, Mesir,
dan para wali di sepanjang wilayah Syam untuk membangun masjid besar di pusat kota, dan juga satu masjid di setiap kampung
dan suku.Sementara Masjidil Haram dan masjid Nabawi pun juga dibangun agar menjadi lebih luas. Serta ditambahkan beberapa
fasilitas seperti lampu gantung, wewangian, dan juga alas tikar.

3. Kebijakan kesehatan masyarakat

Selain memperhatikan agama masyarakatnya, Umar juga memperhatikan kesehatan masyarakat yang dipimpinnya. Oleh karena
itu, beliau banyak mendirikan klinik dan rumah sakit, serta pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

4. Kebijakan pembagian wilayah administratif

Pada masa Umar juga pembagian wilayah administratif mulai diberlakukan. Umar membagi wilayah Islam menjadi beberapa
provinsi dan distrik. Yaitu Semenanjung Arabia, Semenanjuk Irak, Persia, Mediterania Timur, dan juga Afrika Utara.Setiap provinsi
tersebut memiliki struktur administratif masing – masing yang terdiri dari gubernur, sekretaris wilayah, perwira militer, dinas
perpajakan yang juga menjadi petugas zakat, pejabat keuangan negara, dan dinas kehakiman.

5. Kebijakan pemisahan antara eksekutif dan yudikatif

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, khalifah dan pejabat administratif memiliki rangkap jabatan sebagai hakim juga. Namun,
seiring perkembangan kekuasan kaum muslimin, Umar berpikir bahwa kaum muslimin membutuhkan mekanisme administratif
yang lebih mendukung sistem pemerintahan yang baik.

Karena itulah Umar memutuskan untuk memisahkan antara eksekutif dan yudikatif. Bersama dengan hal tersebut, Umar
melakukan pengangkatan gubernur, ahlul halli wal aqdi, pendirian pengadilan, dan juga mengangkat hakim.

6. Ahlul halli wal aqdi

Ahlul halli wal aqdi merupakan lembaga yang dibuat untuk menetapkan penyelesaian dan kesepakatan atas suatu hal. Anggota
lembaga ini berasal dari para ulama dan cendekiawan. Ada dua kriteria penting untuk anggota lembaga ini. Yaitu telah mengabdi di
dunia politik, militer, dan misi Islam setidaknya selama 8 – 10 tahun, dan juga memiliki pengetahuan Islam dan Al-Qur'an yang
memadai.

7. Kebijakan permusyawaratan terbuka

Di masa kepemimpinannya, Umar juga memulai kebijakan permusyawaratan terbuka. Musyawarah ini dilakukan di masjid ibu kota
dan dihadiri oleh anggota majelis atau oleh Umar sendiri. Dalam musyawarah ini, setiap masyarakat boleh menyampaikan keluhan
dan menyelesaikan masalah bersama.Termasuk juga oranng yang kontra dengan pemerintahan, wanita, anak-anak, orang tua, dan
non muslim. Seluruh lapisan masyarakat memiliki hak penuh dan pendapatnya akan dicatat dan disampaikan dengan baik.

8. Kebijakan pembangunan pusat perbendaharaan negara


Atas usul Walid bin Hisyam, Umar pun membangun Pusat Perbendaharaan Negara atau baitul maal di Madinah dan kota – kota
lainnya. Harta yang tersimpan di baitul maal kemudian digunakan untuk kepentingan umat. Untuk mengelola perputaran uang di
baitul maal, Umar pun membuat sistem tadwinud diwan atas usulan salah seorang warga.

9. Kebijakan pembangunan infrastruktur

Pada masa pemerintahannya, Umar juga membangun berbagai infrastruktur. Mulai dari pembangunan kota, saluran air, dan
bangunan penunjang pemerintahan seperti bangunan keagamaan, bangunan militer, dan bangunan sipil. Bersama dengan
pembangunan tersebut, dibangun juga fasilitas penunjang seperti jalan dan jembatan.Kota Madinah pun tidak luput dari
pembangunan. Pada 17 H, Umar memerintahkan perbaikan jalan di Madinah, pembangunan tempat berteduh antara Makkah dan
Madinah, pembersihan dan juga penggalian sumur baru. Dengan begitu, jamaah haji yang datang bisa menjalankan ibadah haji
dengan baik.

4.akhir hayat

Umar bin Khattab merupakan seorang sahabat sekaligus mertua Rasulullah SAW yang menjadi bagian dari Khulafaur Rasyidin.
Sosok Umar bin Khattab yang kuat, tegas, berani, dan bijaksana itu membekas di ingatan para kaum muslimin di masa itu sehingga
kisah meninggalnya Umar bin Khattab hal yang selalu dikenang dan tak lekang oleh waktu.Dikutip dari buku Teori dan Implementasi
Kepemimpinan Strategis yang disusun oleh Tri Cicik Wijayanti, penyebab kematian Umar bin Khattab adalah karena dendam pribadi
Abu Lukluk (Fairuz) yakni seorang budak yang fanatik. Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk pada saat menjadi imam sholat
subuh pada Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M.Sebelum meninggal, Umar bin Khattab memilih enam sahabatnya yakni Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, dan Sa'ad bin Abi Waqqash dan berwasiat pada mereka agar
memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah selanjutnya.Lalu, setelah peristiwa tertusuknya Umar bin Khattab
dan ia tengah merasa semakin dekat dengan kematian, Umar mengutus putranya Abdullah bin Umar untuk pergi mengunjungi
Aisyah istri Rasulullah SAW untuk menyampaikan salamnya pada Aisyah dan permohonannya agar diperkenankan dimakamkan di
samping Rasulullah SAW.Sebagaimana yang tercantum dalam buku Kisah-Kisah Inspiratif Sahabat Nabi karya Muhammad
Nasrulloh, Aisyah kemudian mengiyakan permohonan tersebut sebagai jawaban meski sebenarnya ia sangat menginginkan kelak
dimakamkan di samping suaminya Rasulullah SAW dan ayahnya, Abu Bakar ash-Shiddiq.Setelah Abdullah mengabarkan pada
ayahnya bahwa Aisyah mengizinkan, bergembiralah Umar sebab tempat itu adalah yang paling diinginkannya ketika
meninggal.Adapun dalam buku Kuliah Adab susunan 'Aabidah Ummu 'Aziizah, S. Pd. I, dkk., disebutkan bahwa muslim yang beriman
dan taat ketika menghadapi kematian perlu disampaikan kabar gembira sebab seseorang yang saleh dan terkenal baik hendaknya
digembirakan dengan pahala dari Allah sebagaimana janji-Nya atas orang-orang yang saleh.Ketika Umar bin Khattab menghadapi
kematian, ia didatangi seorang lelaki dari kaum Anshar. Lelaki itu berkata padanya, "Bergembiralah wahai Amirul Mukminin atas
kabar gembira dari Allah yang berupa ampunan atas dosa-dosamu yang terdahulu dengan masuknya engkau dalam Islam, juga
dijadikannya engkau sebagai pengganti Rasulullah dan engkau menjadi pemimpin yang adil, dan bergembira pulalah engkau atas
nikmat kesyahidan yang sebentar lagi kau dapatkan setelah ini semua."Kemudian, Umar bin Khattab menjawab, "Wahai anak
saudaraku, aku berharap cukuplah aku dimatikan dalam keadaan baik." (al-Munjid: t.t, 9).

Anda mungkin juga menyukai