Anda di halaman 1dari 4

MEMAKAN HARTA ANAK YATIM

Wardatut thoyyibah abror


Mahasiswa tarbiyah iain kediri
wardatuttoyyibahabror@gmail.com

Pernah dikisahkan dalam Islam, disuatu hari raya Rasulullah SAW, keluar
rumah untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, dan anak-anak kecil sedang bermain riang
dijalanan. Tetapi Rasulullah SAW mendapati seorang anak kecil yang duduk menjauh dari
kumpulan anak-anak yang sedang bermain. Pakaian anak itu sangat sederhana dan ia
tampak murung. Melihat anak tersebut Rasulullah segera menghampiri anak yang sendirian
itu, dan bertanya kepadanya : “Nak, mengapa kau menangis? Engkau tidak bermain
bersama anak-anak yang lainnya?”. Anak kecil yang tidak mengetahui orang tersebut
adalah Rasulullah SAW, menjawab, “Paman, ayahku telah wafat. Ia mengikuti Rasulullah
SAW dalam menghadapi musuh disebuah pertempuran.tetapi ia gugur di medan perang
tersebut.” Rasulullah SAW. terus mendengarkan cerita anak tersebut. “Ibuku menikah lagi,
ia memakan warisanku, peninggalan dari ayah. Sedangkan suami barunya mengusirku dari
rumahku sendiri. Kini aku tidak memiliki apapun. Makanan, minuman, pakaian, dan tempat
tinggal. Aku bukan siapa-siapa. Dan hari ini aku melihat teman-temanku merayakan hari
raya bersama ayah mereka lalu perasaanku dikuasai oleh nasib hampa tanpa ayah. Untuk
itulah aku menangis.” Mendengar cerita anak tersebut, Rasulullah SAW. yang duduk
dihadapannya segera mengusap kepala anak tersebut, dan berkata, “Nak, dengarkan baik -
baik. Apakah kau mau bila aku menjadi ayah, Aisyah menjadi ibumu, Ali menjadi
pamanmu, Fatimah menjadi kakakmu dan Hasan, Husein sebagai saudaramu?” Mendengar
tawaran Rasulullah, anak tersebut seketika langsung menyadari bahwa orang tersebut
adalah Rasulullah SAW. Lalu anak tersebut pun menerima tawaran Rasulullah dengan
senang hati, dan sejak saat itu anak kecil tersebut telah menjadi anak angkat Rasulullah
SAW, Dari kisah Rasulullah tersebut, dapat kita ketahui bahwa Rasulullah amat
menyayangi, mengasihi dan melindungi anak yatim.
Islam sebagai agama yang sempurna mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa
berbuat baik kepada semua makhluk hidup, dan salah satunya adalah anak yatim. Dan
bahkan Islam menganjurkan agar kita memelihara dan menyantuni anak yatim, karena
terdapat banyak keutamaan menyantuni anak yatim, dan menyantuni anak yatim
merupakan salah satu amalan 10 muharam yang menghasilkan pahala. Didalam sumber
syariat Islam terdapat banyak firman Allah dan hadits-hadits yang menganjurkan agar umat
Islam berbuat baik terhadap anak yatim.
Rasulullah SAW. bersabda : “Sebaik-baik rumah kaum muslimin adalah rumah yang
terdapat didalamnya anak yatim yang diperlakukan (diasuh) dengan baik, dan seburuk-
buruknya rumah adalah yang didalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu diperlakukan
dengan buruk.” (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah SAW. bersabda : “Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan
Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukannya kedalam surga,
kecuai apabila ia berbuat dosa besar yang tidak terampuni.” (HR. Tirmidzi)
Dari beberapa hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa memelihara, dan mengasihi
anak yatim memiliki banyak kebaikan. Dan seseorang yang menyantuni anak yatim akan
dimasukkan oleh Allah kedalam surga, diberi safaat pada hari akhir, orang tersebut akan
mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang menyantuni anak yatim.
Lalu bagaimana hukumnya dalam Islam apabila memakan harta anak yatim?
Memakan Harta Anak Yatim Menurut Islam, Dalam Islam telah dijelaskan betapa
Allah dan Rasulullah memuliakan dan menyayangi anak yatim, lalu sebagai hamba Allah
dan pengikut Rasulullah yang taat kita juga harus meneladani hal tersebut..Allah SWT.
dalam (QS. Al-Ma’un ayat 1-2) berfirman : “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama? Maka mereka itulah orang yang menghardik anak yatim.”
Maksud dari ayat tersebut menghardik anak yatim adalah yakni orang yang menolak
dengan keras anak yatim dan tidak mau memberikan haknya, termasuk berkata kasar dan
membentak mereka sehingga membuat mereka sedih dan bercucuran air mata.
Lalu hukum memakan harta anak yatim sama saja dengan hukum menyakiti hati anak yatim,
yaitu tidak diperbolehkan dan dosa.
Rasululullah SAW. pernah bersabda : “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang
merusak,” dan salah satu diantara perkara yang Rasulullah sebutkan adalah “Memakan
harta anak yatim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan dalam (QS. An-Nisa’ ayat 10) Allah SWT. berfirman : “Sesungguhnya orang-
orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api
dalam perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (nereka).”
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa orang yang memakan harta anak yatim maka
ia diibaratkan seperti menelan api dan kelak akan dimasukan kedalam neraka. dari As-Suddiy,
ia berkata : “Orang yang memakan harta anak yatim secara zalim akan dibangkitkan pada hari
kiamat kelak dalam keadaan keluar nyala api dari mulut, telinga, hdiung, dan matanya.
Siapapun yang melihatnya pasti akan mengetahui bahwa ia adalah pemakan harta anak yatim.”
(HR. Ibnu Jarir)
Dalam Islam, telah jelas disebutkan bahwa memakan harta anak yatim merupakan salah
satu dosa yang tak terampuni oleh Allah SWT., dan juga telah Allah SWT. melalui firmannya
di dalam Al-Qur’an telah memberikan gambaran azab bagi orang yang memakan harta anak
yatim. Oleh sebab itu, sebagai muslim yang baik dan takut kepada Allah, kita janganlah
memakan harta anak yatim ataupun harta yang bukan menjadi hak kita. Serta senantiasa
menyayangi, mengasihi, dan melindungi anak yatim, karena kita tidak tahu betapa berat beban
hidup dan beban kehilangan yang dideritanya.
Allah Swt memerintahkan wali yang mengurusi harta anak yatim, supaya melakukan
pengujian kepada anak yatim, guna mengetahui apakah si anak telah cerdas dan diyakini
mampu mengelola hartanya sendiri. Setelah diyakini mampu, barulah kemudian harta si anak
boleh diserahkan kepadanya.
Salah satu cara yang dipesankan Allah Swt. untuk menguji kecerdasannya adalah
dengan cara menunggunya sampai batas usia sanggup menikah, atau telah mempunyai
keinginan menikah dan atau bahkan telah menikah. Adanya keinginan si anak untuk menikah
atau bahkan telah menikah, merupakan indikasi yang kuat bahwa anak tersebut memiliki
kemampuan mengelola hartanya. Dengan demikian, maka bolehlah diserahkan hartanya
kepadanya.
Allah Swt. mengatakan “jika menurutmu anak tersebut telah cerdas”. Penggunaan
ungkapan ini dimaksudkan bahwa kecerdasan masing anak berbeda antara satu dengan lainnya.
Maka ukurannya tidaklah usia. Itulah sebabnya, Allah Swt. dalam ayat tersebut tidak
menjadikan usia si anak sebagai ukurannya, tetapi hasil pengujian oleh walinya.
Allah Swt. melarang para wali memakan harta anak yatim yang berada dalam
perwaliannya dengan cara yang berlebihan, dan dengan cara yang licik, yaitu menghabiskan
harta tersebut segera sebelum anak tersebut dewasa, lalu kemudian mengatakan kepada si anak
bahwa harta kekayaannya telah habis digunakan untuk keperluannya biaya hidup dan
pendidikan di masa kecilnya, padahal semuanya bohong, alias tidak benar, hanya akal-akalan
si wali.
Allah berpesan, supaya para wali yang mengelola harta anak yatim tidak mengambil upah
dari pengelolaanya terhadap harta tersebut jika ia kebetulan kaya. Akan tetapi boleh mengambil
alakadarnya jika wali tersebut merasa membutuhkannya. Misalnya, karena sang wali miskin,
atau banyak tersita waktunya dalam mengelola harta anak yatim tersebut. Upah yang boleh
diambil si wali tidak ditentukan Allah Swt. berapa jumlahnya. Allah hanya menyerahkannya
kepada ukuran patut menurut kebiasaan masyarakat setempat. Berapa upah yang layak bagi
pekerjaan yang dilakukannya, berarti sebanyak itulah yang boleh diambilnya. Berdasarkan ini,
maka wali tidak dibenarkan mengambil upah yang berlebihan, yakni diluar jumlah yang tidak
menurut penilaian masyarakat setempat.
Bila saatnya harta anak telah harus diserahkan kepadanya, maka dalam menyerahkannya,
Allah Swt. berpesan supaya dihadirkan saksi. Saksi ini dipahami, selain manusia juga termasuk
surat penyerahan, supaya bukti penyerahan berikut laporan pertanggungjawabannya benar-
benar dapat dijadikan rujukan bila dikemudian hari timbul masalah antara wali dan anak selaku
pemilik harta.
Mengapa Islam memberikan perhatian khusus terhadap harta anak yatim, dengan
mengecam keras orang yang mencoba berani memakan harta anak yatim? Bukankah
memakan harta anak yatim secara zalim seharusnya telah masuk dalam larangan
memakan harta orang lain dengan cara yang batil yang banyak ditegaskan dalam Al-
Quran? Jika demikian kenapa Allah Swt. membuat lagi tersendiri ayat-ayat kecaman
atas orang yang memakan harta anak yatim?
Tahir ibnu Asyur setelah menafsirkan firman Allah Swt. yang menganjurkan agar tidak
mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang terbaik, mengatakan: “Alasan kenapa
Allah Swt. secara khusus membuat anjuran memelihara harta anak yatim dengan baik tanpa
mengambil sedikit pun daripadanya secara zalim, karena dikhawatirkan wali yatimlah justru
yang akan menzaliminya dengan menggerogoti harta tersebut, dan tidak ada orang yang akan
membelanya. Sebab biasanya, jika seorang yang lemah dizalimi orang lain, maka orang-orang
terdekatnyalah (para walinya) yang akan membelanya. Sedangkan dalam hal harta anak yatim,
tidak akan ada orang yang akan membelanya, sebab yang menzaliminya adalah walinya
sendiri, yaitu orang yang terdekat dengannya

Anda mungkin juga menyukai