Anda di halaman 1dari 34

UJI EFEK ANTIDIABETES JUS HERBAL KOMBINASI (BUNGA

ROSELA, JAHE MERAH, JERUK NIPIS, CUKA APEL, DAN MADU)

PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI DEXAMETASON

NAMA : ANGGI RAPIKA

NIM : 18.01.01.098

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2021). Peningkatan glukosa darah

berkaitan dengan tidak atau kurang memadainya sekresi insulin terhadap

pangkreas dengan atau tanpa gangguan efek insulin (Katzung dkk, 2013). Jika

tidak diatasi dengan tepat penyakit diabetes mellitus dapat menyebabkan

komplikasi makrovaskular (Jantung koroner, stroke dan penyakit vaskular) dan

mikrovaskular (Retinopati, neuropati, nefropati (Sukandar, dkk 2013).

Proposal ini akan diseminarkan di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFI)


Bhakti Pertiwi Palembang.
Hari/Tanggal :
Jam :
Tempat : STIFI Bhakti Pertiwi Palembang
Pembimbing : 1. apt. Ade Arinia Rasyad, M.Kes
2. apt. Yunita Listiani Imanda, M.Bmd

1
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu Penyakit Tidak Menular

(PTM) yang utama di masyarakat. Penyakit ini juga penyebab utama kebutaan,

penyakit jantung dan gagal ginjal. International Diabetes Federation (IDF)

menyatakan bahwa terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia

menderita diabetes mellitus pada tahun 2019 dengan prevalensi sebesar 9,3% pada

total penduduk pada usia yang sama. IDF memperkirakan prevalensi diabetes,

bedasarkan jenis kelamin pada tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65%

pada laki-laki. Prevalensi diabetes diperkirakan meningkat seiring bertambahan

umur penduduk menjadi 19.9% atau 111.2 juta orang pada umur 65-79 tahun.

Angka ini diprediksikan akan terus meningkat mencapai hingga 578 juta ditahun

2030 dan 700 juta ditahun 2045. IDF menyatakan penderita DM pada pada umur

20-79 tahun, terdapat 10 negara dengan jumlah penderita tertinggi dunia yaitu :

Cina 116,4 juta jiwa, India 77 juta jiwa, Amerika Serikat 31 juta jiwa, ketiga

negara ini menempati urutan 3 teratas pada tahun 2019. Indonesia berada

diperingkat ke 7 diantara 10 negara dengan jumlah penderita 10,7 juta jiwa (IDF,

2019).

Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang diderita seumur

hidup sehingga memerlukan terapi yang tepat, tergantung dari tipe diabetes

mellitus (Goodman & Gillman, 2012). Adanya efek samping yang merugikan

Kesehatan, yang dapat memicu masyarakat untuk menggunakan obat tradisional.

World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan tanaman tradisional

untuk pengobatan diabetes mellitus karena efektif, tidak beracun, dan dengan efek

2
samping yang lebih sedikit atau tidak ada sama sekali (Patel et al., 2012).

Berdasarkan bukti secara turun menurun dan pengalaman, obat tradisional sampai

saat ini masih digunakan oleh masyarakat di Indonesia dan di banyak negara lain

(Menkes, 2017)

Salah satu obat yang dapat menyebabkan diabetes mellitus adalah

deksametason. Deksametason adalah obat golongan glukokortikoid yang sangat

poten dengan tingkat afinitas 20 hingga 30 kali terhadap reseptor glukokortikoid.

Obat ini digunakan sebagai antiinflamasi, antiemetik, dan imunosupresan

(Zabirowicz & Gan, 2019). Akan tetapi, pemberian dosis yang salah dan

penggunaan obat dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan efek samping

pada penggunanya (Yasir, Goyal, Bansal, & Sonthalia, 2018).

Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Dewi (2016), efek

penurunan kadar gula total jus herbal kombinasi (bawang putih, jahe merah, jeruk

nipis, cuka apel, dan madu) pada pria penderita diabetes melitus. Menurut hasil

penelitian tersebut jus herbal kombinasi terbukti dapat menurunkan glukosa darah

penderita hiperglikemik dengan dosis 30 ml/hari setelah 14 hari pemakaian. Pada

penelitian sebelumnya yang telat dilakukan oleh Angga (2017), efek antidiabetes

jus herbal kombinasi (bunga rosella, jahe merah, jeruk nipis, cuka apel, dan madu)

pada mencit putih jantan yang diinduksi aloksan disimpulkan bahwa jus herbal

kombinasi dengan dosis 7,8 ml/kgbb pada hari ke-14 lebih efektif dalam

menurunkan kadar gula darah pada mencit putih jantan yang diinduksi aloksan.

Oleh karena itu penulis ingin mengetahui penurunan kadar gula darah jus herbal

3
kombinasi bunga rosela, jahe merah, jeruk nipis, cuka apel dan madu terhadap

tikus putih yang diinduksi dengan dexametason.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Apakah sediaan jus herbal kombinasi (bunga rosela, jahe merah, jeruk

nipis, cuka apel, dan madu) mempunyai efek antidiabetes terhadap tikus

putih yang diinduksi dexametason?

2. Berapakah dosis jus herbal kombinasi (bunga rosela, jahe merah, jeruk

nipis, cuka apel, dan madu) yang lebih efektif sebagai efek antidiabetes

terhadap tikus putih yang diinduksi dexametason?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan secara ilmiah jus herbal kombinasi (bunga rosela, jahe

merah, jeruk nipis, cuka apel, dan madu) memiliki efek antidiabetes

terhadap tikus putih yang di induksi dexametason.

2. Untuk menentukan dosis efektif yang dapat menimbulkan efek

antidiabetes dari jus herbal kombinasi (bunga rosela, jahe merah, jeruk

nipis, cuka apel, dan madu) terhadap tikus putih yang di induksi

dexametason.

1.4 Manfaat Penelitian

4
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa sediaan jus herbal

kombinasi (bunga rosela, jahe merah, jeruk nipis, cuka apel, dan madu) dapat

menurunkan kadar gula darah dan dapat dijadikan obat tradisional yang

bermanfaat bagi masyarakat serta sebagai bahan referensi bagi peneliti

selanjutnya.

1.5 Hipotesis

H0 : Jus herbal kombinasi (bunga rosela, jahe merah, jeruk nipis, cuka apel,

dan madu) tidak dapat menurunkan kadar gula darah terhadap tikus putih.

H1 : Jus herbal kombinasi (bunga rosela, jahe merah, jeruk nipis, cuka apel,

dan madu) dapat menurunkan kadar gula darah terhadap tikus putih.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunga Rosela (Hibicus sabdariffa L)

1. Klasifikasi Tanaman Rosela

Klasifikasi tanaman rosela menurut Global biodiversity Information Facility

(GBIF) (2021). adalah sebagai berikut:

Kindom : Plantae

Phylum : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae

Genus : Hibiscus L.

Spesies : Hibiscus sabdariffa L.

Asal tumbuhan rosella adalah dari daerah tropis Afrika, dengan genus

Hibiscus dan famili Malvaceae (Abdallah, 2016). Ada 2 jenis varietas rosella

berdasarkan warna kelopaknya yaitu rosella kuning dan rosella merah (Astuti

dan Darmanti, 2010). Bagian tanaman rosella yang sering digunakan adalah

kelopak bunga.

2. Kandungan dan Manfaat Bunga Rosella

Kelopak bunga rosella mengandung antosianin sebagai antioksidan (Nurnasari

dan Khuluq, 2018). Antosianin di kelopak bunga rosella akan membuat sari

buahnya menjadi merah. Gossipetin dan hibiscin (pigmen utama) merupakan

6
jenis antosianin dari kelopak bunga rosella. Tanaman rosella merah termasuk

dalam kingdom Plantae yakni tanaman berpembuluh. Rosella merah termasuk

kelas dicotyledoneae, famili malvaceae dengan genus Hibiscus dan spesiesnya

adalah Hibiscus sabdariffa L (Haidar, 2016).

2.2 Jahe Merah

1. Klasifikasi Jahe Merah

Klasifikasi tanaman Jahe Merah menurut Global biodiversity Information

Facility (GBIF) (2021). adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Phylum : Tracheophyta

Class : Lilopsida

Order : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Alpinia Roxb.

Species : Alpinia purpurata (Vieill.) K.Schum.

Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) merupakan salah satu

jenis tanaman yang termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Nama “Zingiber”

berasal dari bahasa. Sansekerta “Singabera” dan Yunani “Zingiberi” yang

berarti tanduk, karena bentuk rimpang jahe mirip dengan tanduk rusa. Jahe

merah/jahe sunti (Zingiber officinale var rubrum) memiliki rimpang dengan

bobot antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil

berlapislapis dan daging rimpangnya berwarna kuning kemerahan, ukuran

7
lebih kecil dari jahe kecil. Memiliki serat yang kasar. Rasanya pedas dan

aromanya sangat tajam. Diameter rimpang 4,2 -4,3 cm dan tingginya antara

5,2 - 10,40 cm. Panjang rimpang dapat mencapai 12,39 cm. sama seperti jahe

kecil, jahe merah juga selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki

kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi dibandingkan jahe kecil, sehingga

cocok untuk ramuan obat-obatan (Anonimousa, 2011).

2. Kandungan dan Aktivitas Jahe Merah

Menurut Kusumaningati RW (2009), kemampuan jahe sebagai

antioksidan alami tidak terlepas dari kadar komponen fenolik total yang

terkandung di dalamnya, dimana jahe memiliki kadar fenol total yang tinggi

dibandingkan kadar fenol yang terdapat dalam tomat dan mengkudu. Gingerol

dan shogaol telat didentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik jahe.

Rimpang jahe juga bersifat nefroprotektif terhadap mencit yang diinduksi oleh

gentamisin, dimana gentamisin meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS)

dan jahe yang mengandung flavonoida dapat menormalkan kadar serum

kreatinin, urea dan asam urat.

2.3 Tanaman Jeruk Nipis

1. Klasifikasis Jeruk Nipis

Klasifikasi jeruk nipis menurut Global biodiversity Information Facility

(GBIF) (2021). adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Phylum : Tracheophyta

8
Class : Magnoliopsida

Order : Sapindales

Family : Ruteceae

Genus : Citrus L.

Sistem perakaran Citrus aurantifolia adalah akar tunggang dimana akar

lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi

akar-akar yang kecil. Akarnya memiliki cabang dan serabut akar.

Batang tergolong dalam batang berkayu (lignosus), yaitu batang yang

biasanya keras dan kuat, karena sebagian besar tergolong kayu. Batang

berbentuk bulat (teres), berduri (spina) pendek, kaku dan juga tajam. Selain itu

arah tumbuh batangnya mengangguk (nutans), dimana batangnya tumbuh

tegak lurus ke atas tetapi ujungnya membengkok kembali ke bawah. Sifat

percabangan batang monopodial yaitu dimana batang pokok selalu tampak

jelas, karena lebih besar dan lebih panjang.

Daun berwarna hijau dan berwarna segar, tetapi jika sudah tua warna

kulitnya menjadi kuning, tangkai daun bersayap sempit. Helaian daun

berbentuk jorong , pangkal bulat, ujung tumpul, tepi beringgit, permukaan atas

berwarna hijau tua mengkilap, permukaan daun bagian bawah berwarna hijau

muda, daging daun seperti kertas, Panjang 2.5-9 cm, lebar 2.5 cm sedangkan

tulang daunnya menyirip dengan tangkai bersayap, hijau dan lebar 5-25 mm.

Duduk daun tersebar, karena disetiap buku-buku terdapat hanya satu daun.

Bunga berukuran majemuk/tunggal yang tumbuh di ketiak daun atau di

ujung batang dengan diameter 1,5-2,5 cm. Buahnya berbentuk bulat sebesar

9
bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm, warna kulit luar hijau atau

kekuning-kuningan. Buah jeruk nipis yang sudah tua rasanya asam (Ratnasari,

2016).

2. Kandungan dan Aktivitas Buah Jeruk Nipis

Senyawa organik yang terdapat di dalamnya antara lain vitamin, asam

amino, protein, steroid, alkaloid, sitronella (minyak atsiri), polifenol, alkaloid,

saponin, senyawa larut lemak, senyawa tak larut lemak, limonoid, dan

flavonoid. Senyawa yang khas adalah senyawa golongan terpenoid yaitu

senyawa limonoida. Senyawa-senyawa ini yang berfungsi sebagai insektisida.

Limonoida aglycones dibagi lagi menjadi 4 golongan yaitu limonin, colamin,

ichangensin dan 7a-acetate limonoida. Diantara empat golongan tersebut yang

paling dominan dan menyebabkan rasa pahit pada jeruk dan mempunyai efek

insektisida paling potensial adalah limonoida. Senyawa limonoid bekerja

sebagai racun perut. Senyawa limonoid masuk ke dalam tubuh serangga

masuk kepencernaan melalui ekstrak yang termakan pada beras. Insektisida

akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus

kemudian beredar bersama darah yang akan mengganggu metabolisme tubuh

serangga sehingga akan kekurangan energi untuk aktivitas hidupnya, sehingga

mengakibatkan serangga kejang dan akhirnya mati. Kandungan senyawa

limonoida paling tinggi pada tanaman jeruk didapatkan pada bagian biji yaitu

927 μg/100 mg, pada bagian daun tanaman adalah 36,6 μg/100mg, pada

bagian kulit 2,5 μg/100 mg, dan yang paling sedikit pada buah yaitu hanya 0,7

μg/100mg. (Ratnasari, 2016)

10
Senyawa alkaloid bertindak sebagai racun perut serta dapat menghambat

enzim asetilkolinestrase sehingga mengganggu sistem kerja saraf pusat, dan

dapat mendegradasi membran sel telur untuk masuk ke dalam sel dan merusak

sel telur. Senyawa flavonoid merupakan golongan fenol yang dapat

menyebabkan denaturasi protein sehingga menyebabkan permeabilitas dinding

sel dalam saluran pencernaan menurun. Flavonoid juga memiliki sifat anti

insektisida yaitu dengan menimbulkan kelayuan syaraf pada beberapa organ

vital serangga yang dapat menyebabkan kematian. Flavonoid yang bercampur

dengan alkaloid, phenolik dan terpenoid memiliki aktivitas hormon juvenil

sehingga memiliki pengaruh pada perkembangan serangga.

Senyawa saponin memiliki efek gangguan terhadap perkembangan dan

gangguan pergantian kulit. Senyawa tanin dapat menghalangi serangga dalam

mencerna makanan dan akhirnya mengganggu pertumbuhan serangga.

(Mayasari, 2016)

2.4 Cuka Apel

1. Klasifikasi Cuka Apel

Klasifikasi tanaman apel menurut Global biodiversity Information Facility

(GBIF) (2021). adalah sebagai berikut:

Kindom : Plantae

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Roseles

Famili : Rosaceae

11
Genus : Malus Mill.

Spesies : Malus sylvestris Mill.

2. Kandungan Kimia Cuka Apel

Cuka apel dikenal sejak ribuan tahun lalu, merupakan cairan yang

diproduksi oleh bahan yang mengandung pati gula melalui dua tahap

fermentasi alkoholik dan asetat, dan yang paling sedikit mengandung 4% (b/v)

asam asetat. Salah satu cuka yang berasal dari buah-buahan adalah cuka apel.

Cuka apel mengandung senyawa antioksidan alami yang dapat membantu

menetralkan radikal bebas hasil proses aksidasi dalam tubuh.

Cuka apel mengandung asam asetat, non valatil asam amalat, kalsium,

asam amino, gula, protein, polyphenol, phospat, gliserol, dan sorbitol. Asam

amino yang terdapat di dalam cuka apel dapat menggantikan sel-sel yang

rusak dan sebagai pemberi kalori dalam tubuh, membuat protein dalam darah

yang berguna untuk mempertahankan tekanan osmose darah, menurunkan

kadar kolesterol darah, menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh. Asam

amino dalam cuka apel kadarnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

bentuk buah apel segarnya (Zubaidah, 2011).

2.5 Madu

1. Klasifikasi Lebah Madu

Klasifikasi dari lebah madu menurut Global biodiversity Information Facility

(GBIF) (2021). adalah sebagai berikut:

12
Kingdom : Animalia

Filum : Artrophoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hymenoptera

Famili : Apiade

Genus : Apis Fabricius

3. Kandungan Kimia Madu

Kandungan antioksidan pada madu terdiri dari anti-oksidan enzimatis.

Antioksidan enzimatis pada madu yaitu katalase, glukosa oksidase, dan

peroksidase, sedangkan antioksidan non enzimatis yaitu asam askorbat,

flavonoid, asam amino, dan protein (Pontis dkk, 2014). Aktivitas antimikroba

pada madu disebabkan adanya efek osmotic, keasaman, hydrogen peroksida,

dan faktor fitokimia (Kino dkk, 2012)

2.6 Tinjauan Penyakit Diabetes Melitus

2. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau keduanya (PERKENI, 2021).

3. Klasifikasi Diabetes Melitus

a. DM tipe 1

DM tipe 1 adalah DM yang sering terjadi pada masa kanak-kanak,

namun onset dapat terjadi pada orang dewasa dan 84% orang yang hidup

13
dengan DM tipe 1 adalah orang dewasa (WHO, 2019). Karena sel beta di

pankreas mengalami kerusakan, sehingga pada kasus DM tipe 1 memerlukan

insulin ekstrogen seumur hidup. Penyebabnya bukan karena faktor keturunan

melainkan faktor autoimun (Febrinasari et al., 2020).

b. DM tipe 2

DM tipe II adalah DM umum, lebih banyak penderitanya di

bandingkan Tipe 1 Munculnya saat usia dewasa, Disebabkan beberapa faktor

seperti obesitas dan keturunan, Dapat menyebabkan terjadinya komplikasi

apabila tidak dikendalikan (Febrinasari et al., 2020)

c. Diabetes pada kehamilan (Gestational Diabetes)

Diabetes tipe ini adalah diabetes yang timbul saat kehamilan

Penyebab riwayat DM dari keluarga, obesitas, usia ibu saat hamil, riwayat

melahirkan bayi besar dan riwayat penyakit lainnya. Gejalanya sama seperti

DM pada umumnya Jika tidak ditangani secara dini akan beresiko komplikasi

pada persalinan, dan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan 4000gram

serta kematian bayi dalam kandungan (Febrinasari et al., 2020).

4. Gejala Diabetes Melitus

Penyakit diabetes mellitus umumnya ditandai dengan gejala 3P yaitu, poliuria

(sering buang air kecil), polidipsi (mudah merasa haus), dan polifagia (mudah

merasa lapar) (Tjay dan Rahardja 2015).

Gejala diabetes mellitus (Tjay dan Rahardja 2015) :

1. Gejala awal berhubungan dengan efek dari kadar glukosa darah yang

tinggi.

14
2. Adanya gula dalam urin (Glycosuria) serta banyak buang air kecil

akibat glukosa yang di keluarkan mengikat banyak air sehingga timbul

rasa cepat haus

3. Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, dan berkurangnya

energi serta mudah merasa letih, dan berat badan menurun sering juga

napas pasien berbau aseton

4. Pada penderita diabetes tipe-1, terjadi suatu keadaan yang disebut

ketoasidosis dimana tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi

kebutuhan energi yang disertai pembentukan zat-zat perombakan yang

membuat darah menjadi asam. Keadaan ini sangat berbahaya karena

dapat mengakibatkan pingsan (coma diabeticum).

5. Penderita diabetes mellitus tipe-2, bisa tidak menunjukkan gejala

selama beberapa tahun, namun jika kekurangan insulin semakin parah,

maka timbul gejala seperti buang air kecil, sering merasa haus dan

jarang terjadi ketoasidosis.

5. Teknik Perawatan Luka Diabetes Mellitus

Teknik perawatan luka terkini di dunia keperawatan yaitu dengan

menggunakan prinsip lembab dan tertutup, suasana lembab mendukung

terjadinya proses penyembuhan luka. Teknik perawatan luka lembab dan

tertutup atau yang dikenal dengan moist wound healing adalah metode untuk

mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan bahan balutan

penahan kelembaban sehingga menyembuhkan luka, pertumbuhan jaringan

15
dapat terjadi secara alami. Munculnya konsep moist wound healing menjadi

dasar munculnya pembalut luka modern (Rasli, Suhartatik, & Nurbaya, 2018).

Teknik perawatan luka Diabetes melitus telah berkembang pesat, yaitu

teknik konvensional dan modern :

a. Teknik konvensional adalah dengan menggunakan kasa, antibiotik, dan

antiseptik, sedangkan

b. Teknik modern menggunakan balutan sintetik seperti balutan alginat,

balutan foam, balutan hidropolimer, balutan hidrofiber, balutan hidrokoloid,

balutan hidrogel, balutan transparan film, dan balutan absorben.

6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes. Adapun tujuan penatalaksanaan lain diabetes mellitus

yaitu menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan

mengurangi risiko komplikasi akut, mencegah dan menghambat progresivitas

penyulit mikroangiopati dan makroangiopati, serta pengelolaan turunnya

morbiditas dan mortalitas DM. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam

penatalaksanaan diabetes,yang pertama pendekatan tanpa obat yang kedua

adalah pendekatan dengan obat (Perkeni, 2015).

1. Terapi Non Farmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat adalah aspek utama dari pengobatan diabetes

mellitus. Pendidikan dan dukungan merupakan salah satu penunjang terapi non

farmakologi yang disebut self-management education and support (DSMES)

pada pasien diabetes tipe 2 yang obesitas dapat terjadi resistensi insulin. Diet

16
rendah kalori terbukti dapat mengurangi A1c hingga 65% (48 mmol/mol) dan

gula darah puasa hingga 126 mg/dL tanpa menggunakan terapi obat

(American, 2019).

2. Terapi Farmakologi

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga)

belum berhasil mengendalikan kadar gula darah penderita, maka perlu

dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksaan terapi dengan obat, baik

dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi

keduanya (Perkeni, 2015).

a. Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe-1. Pada DM

Tipe-1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak

dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe 1

harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat

di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita

DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata

memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral (Depkes, 2005).

Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerjanya yaitu insulin kerja

cepat, insulin kerja sedang dan insulin kerja panjang (Perkeni, 2015).

b. Obat Antidiabetik Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antidiabetik oral dibagi menjadi 6

golongan yaitu:

1). Golongan Sulfonilurea

17
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin

oleh sel β pankreas (Katzung, 2013).Obat-obat yang termasuk golongan

sulfonilurea yaitu generasi pertama terdiri dari tolbutamid, klorpropamid.

Generasi kedua yang berpotensi hipoglikemik lebih besar glibenklamid,

glipizid, glikazid, glikidon dan glimepirid (Tjay dan Rahardja, 2015).

2). Golongan Meglitinid

Mekanisme kerja obat yaitu memodulasi pelepasan insulin sel β dengan

mengatur refluks kalium melalui saluran kalium. Sehingga terjadi tumpang

tindih tempat kerja molekuler dengan sulfonilurea karena meglitinid

memiliki dua tempat pengikat yang sama dengan sulfonilurea. Contoh obat

golongan ini adalah repaglinid (Katzung, 2013).

3). Golongan Biguanida

Mekanisme kerja obat golongan biguanida adalah dengan meningkatkan

kepekaan reseptor insulin, sehingga absorpsi glukosa di jaringan perifer

meningkat dan menghambat glukoneogenesis dalam hati dan peningkatan

penyerapan glukosa di jaringan perifer (Perkeni, 2015). Penderita biasanya

mengalami resistensi insulin, sehingga golongan sulfonilurea kurang efektif

(Depkes, 2005). Metformin memiliki waktu paruh 1,5 – 3 jam dan tidak

terikat pada protein plasma, tidak dimetabolisme serta diekskresi oleh ginjal

sebagai senyawa aktif. Pada pasien dengan insufiensi ginjal atau sistem

kardiovaskuler dapat meningkatkan kadar asam laktat dalam darah

sehingga dapat mengganggu keseimbangan elektrolit tubuh. Biguanida

tidak boleh diberikan pada ibu hamil, pasien dengan penyakit hepar berat,

18
penyakit ginjal dengan uremia, penyakit jantung kongesif dan penyakit

paru hipoksia kronik (Gunawan dkk, 2012).

4). Golongan Tiazolidindion (TZD)

Obat-obat yang termasuk kedalam golongan tiazolidindion yaitu

pioglitazone, rosiglitazone dan troglitazon namun rosiglitazone telah ditarik

dari perederan dikarenakan dapat menimbulkan toksisitas pada hati.

Bekerja dengan cara mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot dan

dapat mengurangi resistensi insulin (Gunawan dkk, 2012).

5). Inhibitor α-glukosidase

Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah Akarbose dan

Meglitol. Mekanisme kerja obat golongan ini yaitu menghambat α-

glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidat

kompleks dalam usus halus sehingga memperlambat dan menghambat

penyerapan karbohidrat (Tjay dan Rahardja, 2015).

6). Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV ini berkerja dengan menghambat kerja

enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam

konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 ini bertujuan

untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon. Contoh

obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin (Perkeni, 2015).

19
7. Metode Induksi Diabetes Melitus

a. Toleransi Glukosa

Prinsip metode ini adalah hewan uji dipuasakan selama kurang 20-24 jam,

diberikan larutan glukosa oral setengah jam sesudah pemberian sediaan obat

yang diuji. Pada awal percobaan pemberian oral, dilakukan pengambilan

cuplikan darah vena telingan dari masing-masing hewan uji sejumlah 0,5 ml

sebagai kadar glukosa awal. Pengambilan cuplikan darah vena diulangi

setengah perlakuan pada waktu-waktu tertentu (ravel, 1979).

b. Induksi Diabetes

Keadaan diabetes pada percobaan dapat ditimbulkan melalui zat

diabetogen yaitu:

1) Aloksan

Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 5,6-dioxyuracil) merupakan zat

kimia yang bersifat tidak stabil dan hidrofilik. Aloksan memiliki keefektifan

yang sangat tinggi, sehingga berperan penting dalam penelitian diabetes.

Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel β pankreas yang memproduksi

insulin karena terakumulasi secara khusus melalui transporter glukosa yaitu

GLUT-2. Aloksan bekerja dengan merusak substansi essensial di dalam sel β

pankreas sehingga dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus (Irdalisa dkk,

2015).

2) Streptozotocin

Streptozotocin bekerja terhadap sel β pankreas disertai dengan perubahan

karakteristik pada insulin dan konentrasi glukosa yang menyebabkan

20
hiperglikemia dan menurunkan insulin dalam darah. Streptozotocin

mempengaruhi oksidasi glukosa dan menurunkan biosintesis serta sekresi

insulin. Streptozotocin masuk ke sel β pankreas melalui transporter glukosa

GLUT-2 menyebabkan menurunnya ekskresi dari GLUT-2. Hal ini

mengakibatkan penurunan sensitifitas reseptor insulin perifer sehingga

berdampak pada meningkatnya resistensi insulin dan meningkatkan kadar

glukosa darah (Firdaus dkk, 2016).

3) Insulin Eksogen

Prinsip metode ini adalah memicu resistensi reseptor insulin karena terjadi

hiperinsulinemia dalam waktu yang lama sehingga dapat menginduksi

terjadinya DM Tipe-2. Sebelum diberikan sediaan uji, tikus diinduksi

menggunakan insulin eksogen kerja panjang dosis 1,8 UI/KgBB/hari selama

14 hari secara subkutan. Tikus yang diinduksi insulin eksogen dikatakan

mengalami DM Tipe-2 bila kadar GDP pada hari ke-17 >85 mg/Dl (Anas,

2015).

4) Dexamethasone

Dexamethasone merupakan obat golongan steroid dimana pemakaian

dengan dosis tinggi atau dalam jangka panjang dapat menghambat ambilan

glukosa oleh sel-sel otot sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa darah

yang disebabkan oleh adanya penurunan stimulasi insulin terhadap

perpindahan glucose transporter-4 (GLUT4) dari sitoplasma ke membrane

plasma (Aria dkk, 2014).

21
2.7 Hewan Uji

Hewan uji dalam penelitian ini adalah tikus. Tikus dan mencit termasuk famili

Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui) yang mempunyai peranan

penting bagi kehidupan manusia, baik menguntungkan maupun merugikan. Para

ahli zoologi sepakat menggolongkan ke dalam ordo rodentia (hewan pengerat).

Tikus putih sebagai hewan percobaan relative resisten terhadap infeksi dan sangat

cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat foto fobik seperti halnya mencit dan

kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.

Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat

yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus

putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat

esophagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai

kandungan empedu (Dahlia, 2014).

22
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitiaan ini akan dilakukan pada bulan Februari 2022 sampai

dengan selesai di Laboratorium Penelitian, dan Laboratorium Farmakologi

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

3.2 Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah berupa juicer, beker

gelas (pyrex), gelas ukur, timbangan analitik, timbangan hewan uji, kandang

hewan, sonde oral, kapas, erlenmeyer (pyrex), pipet gondok, lumpang, mortir,

labu ukur, spatel, pisau, jarum (lanset).

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dexamethasone,

metformin tablet, dextrose 40%, aquadest, bunga rosela, jahe merah, jeruk

nipis, cuka apel, madu, tween 80, NaCl fisiologi 0,9%, tissue, dan kapas.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar yang

berumur 2-3 bulan dengan bobot (180-200 gram). Tikus diaklimatisasi selama

1 minggu, diberi pakan standart BR2 (20g/tikus/hari) dan air ad libitum.

23
Perhitungan besar sampel dihitung dengan rumus Federer (1991)

sebagai berikut:

Rumus : (t-1) × (n-1) ≥15

Keterangan :

n = Besar sampel tiap kelompok

t = Banyaknya kelompok

(5-1) × (n-1) ≥ 15

4 (n-1) ≥15

4n-4 ≥15

4n≥ 19

n ≥ 4 ,75

n≥ 5

Rumus diatas menunjukan jumlah tikus yang dibutuhkan dalam tiap kelompok

5 ekort Sehingga jumlah tikus yang dibutuhkan untuk 5 kelompok perlakuan

adalah 25 ekor.

3.4 Rancangan Penelitian

Pada rancangan penelitian ini akan dilakukan penelitian terhadap jus

herbal kombinasi bunga rosela, jahe merah, jeruk nipis, cuka apel dan madu

yang telah dilakukan penelitian sebelumnya (Angga, 2017). Bunga rosella

dipercayai memiliki bau yang enak dan pada penelitian sebelumnya bunga

rosella mampu menurunkan kadar glukosa darah. Pada sediaan jus herbal

kombinasi, formula sediaan dibuat dengan orientasi jumlah dosis rosela

sebagai berikut:

24
Tabel 3.1 formula jus herbal yang akan diteliti

No Bahan Jumlah tiap 15 ml


Formula 1 Formula 2 Formula 3
1. Sari bunga rosela 1 ml 2 ml 3 ml
2. Sari jahe merah 3 ml 3 ml 3 ml
3. Sari jeruk nipis 1 ml 1 ml 1 ml
4. Sari cuka apel 1 ml 1 ml 1 ml
5. Madu alami 9 ml 8 ml 7 ml

Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor, kemudian hewan

diinduksi sehari satu kali dengan deksamethason 5mg/KgBB secara subkutan

(sc) dan diberikan larutan dektrosa 40% secara peroral (p.o) selama 14 hari.

Hewan yang telah mengalami hiperglikemia dibagi menjadi 5 kelompok yaitu

kelompok 1 diberi perlakuan sebagai kelompok kontrol negatif yaitu diberi

tween 80 1% , metformin sebagai pembanding, dan sediaan jus herbal

kombinasi untuk pengujian antidiabetes. Kemudian dilakukan tes dengan

menggunakan alat spektrofotometri dan catat kadar glukosa darah pada hari ke

0, dan 14. Hitung pengukuran kadar glukosa darah dan di Analisa statistik

dengan uji Anova.

3.5 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan

randomized matched pretest and post test control group design yang

menggunakan tikus jantan galur wistar.

25
3.6 Metode Penelitian

Metode pengujian efek antidiabetes pada penelitian ini menggunakan

metode induksi dengan senyawa kimia, senyawa kimia yang digunakan adalah

dexamethasone.

3.7 Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Sampel

Bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L), Jeruk nipis (Citrus

aurantifolia), cuka apel (Malus domestic asp), jahe merah (Zingiber

officinale), madu (Apis dorsanta), digunakan sebagai sampel ini di ambil di

daerah Palembang, Sumatera Selatan.

2. Pembuatan Jus Herbal

Pembuatan jus herbal yaitu dengan cara pertama bersihkan jahe merah

dari rambut akar dan jeruk nipis dari kulitnya kemudian cuci bersih dengan

air, lalu masing-masing bahan tersebut diekstraksi dengan menggunakan

juicer, sedangkan bunga rosela dibersihkan dan di ambil kelopaknya

kemudian dicuci dan diblender setelah diblender kemudian di ambil dan di

peras menggunakan kain yang tipis. Setelah homogen panaskan sari rosela,

sari jahe merah, sari jeruk nipis selama ± 5 menit kemudian dinginkan lalu

tambahkan cuka apel dan madu aduk hingga homogen.

26
3. Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar yang

berumur 2-3 bulan dengan bobot (180-200 gram). Tikus diaklimatisasi selama

1 minggu, diberi pakan standart BR2 (20g/tikus/hari) dan air ad libitum.

4. Perencanaan Dosis Jus Herbal Kombinasi

Dosis pada penelitian sebelumnya 15 ml/kgbb, 30 ml/kgbb ke manusia

yang dilakukan oleh (Angga, 2017). kemudian ditingkatkan menjadi 60

ml/kgbb. Dosis tersebut kemudian dikonversikan menggunakan faktor

konversi (0,018) pada tikus dan di dapat 3 variasi dosis yaitu masing-masing

terdiri dari dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tertinggi yaitu sebagai

berikut:

a. 0,27 ml/200 gbb (1,35 ml/kgbb)

b. 0,54 ml/200 gbb (2,7 ml/kgbb)

c. 1, 08 ml/200 gbb (5,4 ml/kgbb)

5. Perencanaan Dosis Sediaan Induksi

a. Dexamethason 5 mg/KgBB

Pengenceran sediaan induksi deksametason 5 mg/kgBB dengan cara

pengenceran 25 mg deksametason sediaan ampul 5 mg/ml (5 ampul) dengan

aqua pro injeksi sampai volume 50 ml di dalam labu ukur.

b. Dextorse 40% dengan dosis 4g/KgBB

27
Untuk penginduksi dextrose tidak dilakukan proses pengenceran karena

sudah ada yaitu dextrose 40% yang sudah jadi. Serta volume pemerian

diberikan sesuai dengan berat badan.

6. Pembuatan Larutan Sediaan Uji

a. Pembuatan Larutan dexamethasone (5 mg/kgbb)

Larutan induksi dexamethasone dibuat dengan cara melarutkan 5 mg

dexamethasone monohidrat dalam 10 ml NaCl fisiologis 0,9 %. Volume

pemberian untuk tiaptiap tikus adalah 2 ml/ 200 gbb tikus secara

intraperitonial.

b. Tween 80 1%

Sebanyak 0,1 ml tween 80 ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit,

masukkan ke dalam labu ukur 10 ml tambahkan aquadest hingga tanda

batas. Untuk tikus 200g diberikan 2 ml/200 gbb secara peroral.

c. Metformin (45 mg/kgbb)

Dalam pembuatan 25 ml suspensi metformin, ditimbang metformin

sebanyak 112,5 mg mg/25 ml. Suspensi dibuat dengan cara menggerus

halus metformin yang telah ditimbang dalam lumpang lalu tambahkan

tween 80 1% secukupnya dan encerkan dengan aquades sedikit gerus hingga

terbentuk supensi, cukupkan volume dengan aquades ad 25 ml

7. Pembuatan Sediaan Uji Jus Herbal

a. Dosis I 1,35 ml/kgbb: Ambil jus herbal sebanyak 1,35 ml masukkan dalam

gelas ukur tambahkan tween 80 1%. Cukupkan dengan aquadest ad hingga

28
10 ml, untuk tikus dengan berat badan 200 g diberikan 2 ml/200 gbb secara

peroral.

b. Dosis II 2,7 ml/kgbb: Ambil jus herbal sebanyak 2,7 ml kemudian

masukkan dalam gelas ukur tambahkan tween 80 1%. Cukupkan dengan

aquadest ad hingga 10 ml, untuk tikus dengan berat badan 200 g diberikan 2

ml/200 gbb secara peroral.

c. Dosis II 5,4 ml/kgbb: Ambil jus herbal sebanyak 5,4 ml kemudian

masukkan dalam gelas ukur tambahkan tween 80 1%. Cukupkan dengan

aquadest ad hingga 10 ml, untuk tikus dengan berat badan 200 g diberikan 2

ml/200 gbb secara peroral.

3.8 Pengujian Efek Diabetes

Tikus diaklimatisasi selama tujuh hari. Kemudian dilakukan

penimbangan berat badan tikus dan dilakukan pengukuran kadar GDP pada

semua hewan percobaan. Tikus dibuat DM Tipe-2 dengan cara di induksi

deksamethason 5mg/KgBB dan dektrosa 40% selama 14 hari. Selama massa

perlakuan tikus diberi makan dan minum ad libitum.

Selanjutnya, pada hari ke 15 dilakukan penimbangan berat badan dan

pengukuran GDP tikus pasca induksi deksamethason 5mg/KgBB dan dektrosa

40%. Hewan percobaan dengan kadar gula darah puasa > 126 mg/dl hewan

dikatakan mengalami DM Tipe-2. Terlebih dahulu tikus sudah dikelompokkan

menjadi 5 kelompok. Selanjutnya masing-masing kelompok diberikan

perlakuan sebagai berikut:

29
1. Kelompok kontrol diberikan tween 80 1% yang ditambah aquades.

2. Kelompok pembanding metformin dengan dosis 9 mg/200 gbb tikus

secara peroral.

3. Kelompok I diberikan sediaan jus herbal dengan dosis 1,35 ml/kgbb tikus.

4. Kelompok II diberikan sedijaan jus herbal dengan dosis 2,7 ml/kgbb tikus.

5. Kelompok III diberikan sediaan juis herbal dengan dosis 5,4 ml/kgbb

tikus.

Volume pemberian secara peroral sebanyak 2 ml/200 gbb tikus satu

kali sehari terhadap semua kelompok perlakuan selama 14 hari. Pengambilan

cuplikan darah dilakukan dengan cara vena ekor mencit dengan menggunakan

jarum (lanset). Pengukuran kadar asam urat darah dilakukan pada hari ke 0,

dan 14

3.9 Parameter

Pada penelitian ini parameter yang diukur berupa kadar gula darah

tikus yang telah diberi sediaan uji dan pengukuran dilakukan menggunakan

alat sepektrofotometri.

3.10 Analisa Data

Dari hasil penelitian berupa kadar glukosa dalam darah tikus yang

diukur pada hari ke 0, dan 14 dianalisa secara statistik menggunakan uji One

Way Anova dan Post Hoc.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abdallah, E. M. 2016. Antibacterial activity of Hibiscus sabdariffa L. calyces


against hospital isolates of multidrug resistant Acinetobacter baumannii.
Journal of Acute Disease. 5(6): 512-516.

Anonimousa. 2011. Dendeng giling. http : //www. Warintek. Ristek. Go. Id. /
pangan_kesehatan/ pangan/ PIWP/ dendeng giling. Pdf. 28 Mei 2011.

American Diabetes Association (ADA). (2019). Standards of medical care in


diabetes. Diabetes Care, 42, 1-187. DOI: 10.2337//dc19-SINT01.

Angga AA, 2017, Uji efek antidiabetes jus herbal kombinasi (bunga rosela, jahe
merah, jeruk nipis, cuka apel, dan madu) pada mencit putih jantan yang di
induksi aloksan. (Skripsi). Palembang: STIFI Bhakti Pertiwi

Annas, Y., Rositasati, R., Fitriana, R. M., dan Suharjono. (2015). Pengembangan
Model Hewan Percobaan Tikus Diabetes Mellitus Tipe 2 karena Resistensi
Insulin yang Diinduksi Insulin Jangka Panjang. Jurnal Ilmu Farmasi dan
Framasi Klinik, 12(2), 16-23.

Aria, M., Mukhtar, H., dan Mulianti, I. (2014). Uji Efek Antihiperglikemia
Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya (Aloe vera (L) Webb ) terhadap Mencit
Putih Jantan yang Diinduksi Deksametason. Scientia : Jurnal Farmasi
Dan Kesehatan, 4(2), 71.

Astuti, T. dan S. Darmanti. 2010. Produksi bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
yang diperlakukan dengan naungan dan volume penyiraman air yang
berbeda. Jurnal Penelitian Sains Dan Teknologi. 11(1): 19-28.

Dahlia, F, M. D. 2014. Pemberian Ekstrak Putih (Camellia sinesis) Oral


Mencegah Dislipidemia Pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Galur
Wistar Yang Diberikan Diet Tinggi Lemak. Tesis, Program Pascasarjana
Universitas Udayana Denpasar.s

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005). Pharmacetical care untuk


penyakit Diabetes Melitus. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dita Dewi A, 2016, Efek penurunan kadar gula darah total jus herbal kombinasi
bawang putih, jahe merah, jeruk nipis, cuka apel, dan madu pada pria
penderita diabetes melitus. (Skripsi). Palembang: STIFI Bhakti Pertiwi

Epi Mayasari, “Uji Efektivitas Pengendalian Hama Kutu Beras (Sitophilus


Oryzae) Dengan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanusamaryllifolius) ”,

31
(Skripsi) program sarjana Agroteknologi Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, 2016).

Febrinasari, R, P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N.,
Maret, U. S., Putra, S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku Saku Diabetes
Melitus Untuk Awam. 5-7.

Firdaus., Rimbawan., Marliyati, S. A., Roosita, K. (2016). Model Tikus Diabetes


yang Diinduksi Streptozotosin-Sukrosa Untuk Pendekatan Penelitian
Diabetes Mellitus Gestasional. Jurnal MKMI, 12(1), 29-34.

Global biodiversity Information Facility (GBIF). (2021). Alpinia purpurata K.


Diakses dari https://www.gbif.org/species/5301960. Diakses 20 januari
2022.

Global biodiversity Information Facility (GBIF). (2021). Apis Fabricius. Diakses


dari https://www.gbif.org/species/7799978. Diakses 20 januari 2022.

Global biodiversity Information Facility (GBIF). (2021). Citrus L.diakses dari


https://www.gbif.org/species/3190155. Diakses 20 januari 2022.

Global biodiversity Information Facility (GBIF). (2021). Hibiscus sabdariffa L.


Diakses dari https://www.gbif.org/species/3152582. Diakses 20 januari
2022.

Global biodiversity Information Facility (GBIF). (2021). Malus sylvestris Mill.


Diakses dari https://www.gbif.org/species/3001509. Diakses 20 januari
2022.

Goodman & Gilman. (2012). Dasar Farmakologi Terapi (Edisi 10, volume 2).

Gunawan, S. G., Nafrialdi, R. S., dan Elysabeth. (2012). Farmakologi dan Terapi
Edisi 5 (cetak ulang dengan tambahan, 2012). Jakarta: Departemen
Framakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran. UI, Hal 481-495.

Haidar, Z. 2016. Si Cantik Rosella : Bunga Cantik Berjuta Khasiat. Edumania,


Jakarta.

IDF. (2019). International Diabetes Federation. In The Lancet (Vol. 266, Issue
6881). https://doi.org/10.1016/S0140-6736(55)92135-8

Irdalisa., Safrida., Khairil., Abdullah., dan Sabri, M. (2015). Profil Kadar Glukosa
Darah Pada Tikus Setelah Penyuntikan Aloksan Sebagai Hewan Model
Hiperglikemik. Jurnal EduBio Tropika, 3(1), 1-50.

ISO Farmakoterapi. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.

32
Katzung, B.G., Masters, S. B., dan Trevor, A. J. (2013). Farmakologi dasar dan
klinik (edisi 12). Jakarta: EGC.

Kinoo, M.S., Mahomoodally, M.F. dan Puchooa, D. (2012). Anti-microbial and


physic-chemicalproperties of processed and raw honey of Mauriitus.
Advances in Infectious Diseases 2: 25-36.

Menkes. (2017). Formularium ramuan obat tradisional Indonesia. Occupational


Medicine, 53(4), 130.

Nurnasari, E. dan A. D. Khuluq. 2018. Potensi diversifikasi rosella herbal


(Hibiscus sabdariffa L.) untuk pangan dan kesehatan. Buletin Tanaman
Tembakau, Serat & Minyak Industri. 9(2): 82-92.

Op.Cit, Evy Ratnasari Ekawati, Setyo Dwi Santoso, Yeni Retno Purwanti. 2016.
h.3-4

Patel, D, K., Kumar, R., Laloo, D., & Hemalatha, S. (2012) Natural medicines
from plant source used for therapy of diabetes mellitus: An overview of its
pharmacological aspects. Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 2(3),
239-250. https://doi.org/10.1016/S2222-1808(12)60054-1

Perkeni. (2021). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia, Semarang: PB Perkeni.

Pontis, J.A., Costa, L.A.M.A.D., Silva, S.J.R.D. dan Flach, A. (2014). Color
phenolic and flavor content and antioxidant activity of honey from
Roraima Brazil. Journal of Food Science and Tecnology 34(1): 69-73.

Ravel, R. (1979). Clinical laboratory medicine : Clinical application of


laboratory data third edition. London, Chicago: Year Book Medicinal
Publisher Inc.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K., (2015). Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Gramedia.

Widiyanti, Ratna. 2009. Analisis Kandungan Jahe.Fakultas Kedokteran.

Yasir, Muhammad, Goyal, Amandeep, Bansal, Pankaj, & Sonthalia, Sidharth.


(2018). Corticosteroid adverse effects. Google Scholar

Zabirowicz, Eric S., & Gan, Tong J. (2019). Pharmacology of postoperative


nausea and vomiting. In Pharmacology and Physiology for Anesthesia (pp.
671–692). Elsevier.

Zubaidah, E., 2011. Pengaruh pemerian cuka apel dan cuka salak terhadap kadar
glukosa darah tikus wistar yang di beri diet tinggi gula. Universitas
Brawijaya.

33
34

Anda mungkin juga menyukai