Anda di halaman 1dari 27

Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

Bayu Suta Wardianto


Email: sutasartika@gmail.com

Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto,
Jl. A. Yani, No. 40A, Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah

Abstrak

Membaca cerpen-cerpen Indonesia merupakan membaca penggambaran sosial dari pengarang


terhadap pembaca. Dari cerita pendek tersebut, realitas sosial tersaji dalam sebagai unsur dalam
pendekatan sosiologi sastra. Berangkat dari uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi, mengurai, dan menganalisis bentuk-bentuk realitas sosial pada cerita pendek
Indonesia 2020—2021 yang terdapat dapat kumpulan buku cerita pendek pilihan kompas pada tahun
2020—2021. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deksriptif. Pemerolehan
data penelitian ini dengan melakukan teknik simak-catat. Sumber data dalam penelitian ini adalah
narasi berupa kutipan kalimat yang terdapat pada kumpulan buku cerita pendek pilihan kompas pada
tahun 2020—2021, kemudian data dianalisis berdasarkan reduksi dan klasifikasi realitas sosial yang
ada. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini berupa terdapatnya sembilan (9) bentuk realitas sosial,
antara lain (1)Kemiskinan; (2)Alkoholisme; (3)Intoleransi dalam beragama; (4)Konflik lahan; (5)Budaya
lokal; (6)Pelacuran & Pemerkosaan; (7)Pandemi/ wabah kesehatan; (8)Konflik kemanusiaan dalam
Tragedi ’65; dan (9)Urbanisasi. Realitas sosial yang terdapat dalam cerita pendek merupakan hasil
penggambaran pengarang terhadap realitas sosial dalam lingkungan kehidupannya yang digambarkan
dalam cerita pendek yang ditulis.
Kata Kunci: realitas sosial, cerita pendek, sosiologi sastra

PENDAHULUAN
Sastra sebagai penanda peradaban, memiliki fungsi sebagai penggambar sosial dalam
sejarah. Pada perkembangannya sastra menjadi sebuah penggambaran dalam beragam
bingkai peristiwa yang terjadi dalam masyarakat suatu bangsa. Pada perkembangannya,
tema-tema dan unsur-unsur pembahasan yang terdapat dalam karya sastra mengikuti pula
perkembangan yang terjadi pada masyarakatnya. Romantika dan dinamika yang terjadi dalam
perkembangan masyarakat menjadi tema yang selalu mengalami perubahan dalam karya
sastra. Dalam paradigma sosiologi sastra, unsur-unsur sosial tersebut merupakan bentuk yang
di dalamnya bercerita banyak terkait dengan realitas kehidupan yang ada di sekeliling
masyarakat.
Sastra sebagai cerminan kondisi sosial masyarakat lebih menganggap sastra sebagai
sebuah dokumenter yang isinya dapat menggambarkan masyarakat. Sastra dianggap sebagai
potret yang memberitahu kehidupan masyarakat saat karya sastra tersebut lahir. Lalu,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memahami tentang sastra sebagai
cermin masyarakat. Pertama, karya sastra mungkin sudah tidak dapat dikatakan

1
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

mencerminkan masyarakat di saat waktu ditulis akibat banyaknya ciri-ciri masyarakat yang
ditampilkan sudah tidak berlaku lagi (terjadi perubahan). Kedua, sifat pengarang yang
cenderung mempengaruhi pemilihan dan juga penampilan gambaran kehidupan sosial dalam
karyanya. Ketiga, karya sastra tersebut merupakan gambaran sosial mengenai suatu
masyarakat tertentu, bukan gambaran sosial seluruh mayarakat. Keempat, yang terakhir,
sastra yang berusaha untuk menggambarkan masyarakat secermat-cermatnya mungkin tidak
dapat dipercaya sebagai cermin dari masyarakat. (Ian Watt dalam Damono, 1978). Sebaliknya,
sastra yang sama sekali tidak bertujuan menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat
digunakan sebagai cermin masyarakat: mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu
(Pramudyaseta, 2021).
Aspek hubungan karya sastra dengan lingkungan masyarakat merupakan bagian dari
konsep yang berhubungan pada kondisi manusia sebagai sosial ataupun individu dengan
manusia lainnya (Haryanto, 2022). Karya sastra dipandang memiliki hubungan dengan realitas
sosial yang ada di masyarakat sehingga dikatakan karya sastra adalah cerminan dalam
lingkungan realis (Dewi, dkk., 2019; Musdolifah, 2018). Selain itu, karya sastra terkandung
suatu nilai yang ada di masyarakat. Nilai merupakan gagasan yang memiliki nilai berarti atau
tidak berarti. Nilai adalah suatu sikap yang dikatakan berharga dan berguna dalam kehidupan
masyarakat (Tarsinih, 2018).
Sebagai penggambaran terhadap suatu nilai-nilai dalam masyarakat, karya sastra
adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan yang dipadu dengan gaya imajinasi
dan kreasi yang didukung oleh pengalaman dan pengamatannya atas kehidupan tersebut
(Djojosuroto, 2006). Terciptanya sebuah karya sastra tidak dapat lepas dari situasi dan kondisi
masyarakat pada saat sebuah karya sastra diciptakan. Pendekatan terhadap sastra
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan atau pendekatan sosio kultural terhadap
sastra (Jabrohim, 2012). Sapardi Djoko Damono (dalam Faruk, 2019) mengemukakan
beberapa pendapat mengenai aneka ragam pendekatan terhadap karya sastra yang memiliki
pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu: (a) Sosiologi pengarang yang
memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang
sebagai penghasil karya sastra, (b) sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu
sendiri, dan (c) Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya
sastra. Selain itu, sebagai penggambaran sosial sastra juga memiliki fungsi sosial, meliputi: (a)
Sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakatnya, (b) Sejauh mana
sastra hanya berfu sngsi sebagai penghibur saja, (c) sejauh mana terjadi sintesis antara dua
kemungkinan di pada poin sebelumnya.
Pendekatan atau kajian yang lebih khusus membahas terkait dengan penggambaran
unsur-unsur sosial dapat dilakukan dengan mencari atau menganalisis kenyataan atau
realitas-realitas yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Realitas sosial merupakan suatu
peristiwa yang memang benar-benar terjadi di tengah masyarakat. Istilah ini digunakan untuk
menunjukkan suatu kondisi yang disuguhkan secara nyata dalam kehidupan masyarakat. Hal
ini lahir dari perilaku manusia dalam kehidupan sosialnya dan membentuk suatu kondisi-
kondisi sosial menjadi sebuah fakta atau peristiwa tertentu (Amriani, 2014; Putri, 2017).

2
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

Realitas sosial bukanlah sesuatu yang bersifat alamiah, tetapi merupakan hasil dari
interpretasi manusia itu sendiri (Marlina, 2017). Oleh sebab itu, realitas sosial menurut orang
lain berbeda dikarenakan tergantung pada pengalaman masing-masing individu, gender,
agama, ras dan lain sebagainya.
Georg Lukacs menggambarkan bahwa realitas sosial di sekitar para
sastarawan/seniman realis terbentuk oleh “budaya” politik sezaman. Boleh dikatakan bahwa
Lukacs ingin menjelaskan bahwa karya realis adalah gambaran pergulatan manusia yang ingin
membebaskan diri dari penderitaan akibat suatu sistem kekuasan (Lukacs, 2011). Realitas
sosial dalam karya sastra menunjukkan sebuah peristiwa yang terjadi di dunia nyata yang
diimajinasikan kembali oleh pengarang dalam sebuah karya yang menimbulkan gejala
sosial dalam karya sastra. Gejala tersebut merupakan hasil dari rekaan pengarang yang
dihasilkan dari kenyataan yang dikonstruksikan secara imajinatif. Hubungan antar rekaan
pengarang dengan kenyataan tersebut yang menunjukkan realitas dalam karya sastra
(Kartikasari, dkk., 2014; Putri, 2018).
Realitas sosial dapat dijadikan sebagai dasar pembuatan dari sebuah karya sastra.
Berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat dapat menjadi inspirasi bagi pengarang
untuk diangkat menjadi sebuah karya, berbekal dari pengalaman dan daya khayal pengarang
itu sendiri (Sembada & Andalas, 2019; Rosdiani, dkk., 2021). Realitas sosial sendiri di
dalamnya terdapat struktur-struktur masyarakat, negara dan keluarga, nilia-nilai seperti
kedaulatan, agama, adat, norma-norma kesusilaan, perbuatan bunuh diri, dan sebagainya ini
belum dikenal atas cara ilmiah (Veeger, 1985). Oleh sebab itu, fenomena-fenomena sosial
tidaklah langsung terang bagi akal budi manusia. Manusia tidaklah dapat langsung
diterangkan dengan akal budi mereka sendiri, justru sifat dasar merekalah menjadikan
tekanan atas kesadaran dan kepaksaan suatu perilaku terhadap individu.Contoh realitas
sosial dalam masyarakat seperti adanya interaksi antara individu dengan keluarga, individu
dengan kelompok, individu dengan pemerintah, memberi bantuan bencana alam, mengikuti
kegiatan organisasi di masyarakat, mengikuti pos kampling dan lain sebagainya (Wirawan,
2012).
Penggambaran unsur-unsur realitas sosial dalam sastra tersebut dapat lebih mudah
ditemukan pada karya sastra berbentuk prosa. Prosa lebih muda dipahami karena berisikan
narasi-narasi cerita yang mudah dicerna daripada puisi yang cenderung menggunakan
serangkaian diksi dan kalimat-kalimat konotasi. Cerpen sebagai baagian dari prosa
merupakan bentuk karya sastra yang banyak ditemui dan mudah dipahami dalam artian
karena memerlukan waktu yang singkat dalam proses membacanya. Cerita pendek atau lebih
dikenal dengan cerpen merupakan cerita atau karangan fiktif yang menceritakan kehidupan
seseorang (tokoh) atau sesuatu yang melibatkan problematika tentang kehidupannya.
Problematika tersebut terganbar dalam tokoh, alur, dan latar yang dapat berupa unsur sosial,
politik, ekonomi, agama, dan budaya yang ditulis secara rinci serta ringkas, namun tetap
memiliki pesan dan pemaknaan (Rampan, 2013; Wardianto, 2021).
Cerita pendek (cerpen) merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mengalami
perkembangan di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya media massa sampai

3
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

media digital yang menjadi wadah dalam memuat karya-karya sastra tersebut. Dari
banyaknya media massa dan digital yang tersebar di penjuru tanah air, salah satu media yang
memuat cerpen-cerpen penulis se-Indonesia adalah surat kabar Kompas.
Penerbitan cerpen-cerpen dalam surat kabar Kompas dimulai sejak tahun 1992. Pada
tahun 1998 Kompas tidak menerbitkan kumpulan cerpen pilihannya. Kumpulan cerpen
pilihan Kompas tersebut jika diurut dari 1992—2021 adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Cerpen pilihan Kompas 1992—2021
No. Judul Penulis Tahun
1 Kado Istimewa Jujur Prananto 1992
2 Pelajaran Mengarang Seno Gumira Ajidarma 1993
3 Lampor Joni Ariandinata 1994
4 Laki-Laki yang Kawin dengan
Kuntowijoyo 1995
Peri
5 Pistol Perdamaian Bakdi Soemanto 1996
6 Anjing-Anjing Menyerbu
Kuntowijoyo 1997
Kuburan
7 Derabat Budi Darma 1999
8 Dua Tengkora Kepala Motinggo Busye 2000
9 Mata yang Indah Budi Darma 2001
10 Jejak Tanah Danarto 2002
11 Waktu Nayla Djenar Maesa Ayu 2003
12 Sepi pun Menari di Tepi Hari Radhar Panca Dahana 2004
13 Jalan Asmaradana Kuntowijoyo 2005
14 Ripin Ugoran Prasad 2006
15 Cinta di Atas Perahu Cadik Seno Gumira Ajidarma 2007
16 Smokol Agus Noor 2008
17 Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan
Avianti Armand 2009
Radian
18 Dodolit Dodolit Dodolibret Seno Gumira Ajidarma 2010
19 Dari Salawat Dedaunan sampai
Kunang-kunang di Langit Agus Noor 2011
Jakarta
20 Laki-laki Pemanggul Goni Budi Darma 2012
21 Klub Solidaritas Suami Hilang Intan Paramaditha 2013
22 Di Tubuh Tarra, Dalam Rahim
Faisal Oddang 2014
Pohon
23 Anak ini Mau Mengencingi
Ahmad Tohari 2015
Jakarta?
24 Tanah Air Martin Aleida 2016
25 Kasur Tanah Muna Masyari 2017

4
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

26 Raudal Tanjung Banua &


Doa yang Terapung 2018
Faisal Oddang
27 Mereka Mengeja Larangan
Ahmad Tohari 2019
Mengemis
28 Macan Seno Gumira Ajidarma 2020
29 Sunline Thomas
Keluarga Kudus 2021
Alexander

Sampai saat ini, penghargaan Anugerah Cerpen Kompas telah menganugerahi


sebanyak 26 penulis cerpen Nusantara. Beberapa diantaranya adalah nama-nama sastrawan
termahsyur Indonesia seperti Kuntowijoyo, Ahmad Tohari, Budi Darma, dan Seno Gumira
Ajidarma. Cerpen pilihan kompas setiap tahunnya dapat dikatakan sebagai cerpen-cerpen
terbaik. Selain itu, Kompas juga memberikan penghargaan khusus atas cerpen terbaik
(Jayawati, dkk., 2004). Dari pertimbangan tersebut, maka cerpen-cerpen yang termaktub
dalam kumpulan cerpen pilihan Kompas merupakan representatif cerpen-cerpen terbaik
Indonesia yang terangkum dalam media massa.
Penelitian terkait dengan cerpen-cerpen pilihan Kompas pernah dilakukan oleh Jawati,
dkk (2004) dengan penelitian berjudul Cerpen Pilihan Kompas 1992—2002: Analisis Struktur
yang diterbitkan dalam bentuk buku. Selain itu, penelitian tentang cerpen pilihan Kompas
terdapat pada penelitian Haryanto (2022) yang berjudul Nilai-nilai Sosial dalam Cerpen Pilihan
Kompas 2020 Macan, penelitian ini mendeksripsikan tentang nilai-nilai sosial berupa etika,
budaya, dan agama. Selanjutnya, penelitian terbaru tentang cerpen pilihan Kompas terdapat
pada penelitian Pratama dan Setyawan (2023) berjudul Analisis Kritik Sosial dalam Antologi
Cerpen Pilihan Kompas “Macan” (Kajian Sosiologi Sastra), penelitian ini mendeksripsikan
tentang kritik sosial seperti peperangan, problematika ekologi, kejahatan, dan disorganisasi
keluarga.
Kebaruan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan cerpen-cerpen pilihan
Kompas 2020 “Macan” dan cerpen-cerpen pilihan Kompas 2021 “Keluarga Kudus” dengan
menggunakan kajian realitas sosial melalui pendekatan sosiologi sastra. Berdsasarkan uraian
di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan realitas sosial dalam bentuk
deksripsi dan uraian dalam cerpen-cerpen pilihan Kompas 2020—2021.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deksriptif. Penelitian kualitatif
bertujuan untuk memperoleh wawasan terkait konstruksi realitas dalam objek penelitian
untuk ditafsirkan (Cropley, 2019). Deskriptif adalah jenis penelitian atau metode yang
dilaksanakan atas dasar fenomena dan fakta yang dilakukan dengan cara mengamati dari
sumber data penelitian yang telah ditentukan, sehingga mendapatkan hasil berupa deretan
kata dan kalimat, catatan atau narasi yang bersifat menjelaskan atau memaparkan (Sugiyono,
2011). Deksriptif kualitatif ini diterapkan untuk menjawab permasalahan dan memecah

5
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

permasalahan yang tersaji dengan cara kompleks dan aktual menggunakan langkah-langkah
berupa mengumpulkan, memulai penyusunan, mengklarifikasi objek, menganalisis, dan
menginterpretasi dari objek penelitian yang telah ditentukan (Ratna, 2007). Pada penelitian
ini, objek yang menjadi sumber penelitian yaitu dua buku kumpulan cerita pendek pilihan
kompas tahun 2020 dan 2021.
Proses pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu dengan
melaksanakan teknik studi pustaka sebagai proses pencarian dan pengumpulan informasi dan
bahan yang dibutuhkan berdasarkan library atau sumber pustaka yang mempunyai
keterkaitan dengan objek atau data penelitian yang dilakukan (Faruk, 2012). Kemudian,
peneliti menjalankan teknik simak, proses kegiatan pengumpulan data yang telah ditentukan
dan didapatkan maka selanjutnya dilakukan simakkan tulisan-tulisan yang sekait dengan
klasifikasi objek penelitian yang dipilih. Langkah terakhir dalam pengumpulan data yaitu
dengan menerakan teknik catat, guna membuat hasil simpulan dari studi pustaka dan hasil
menyimak dari objek atau data yang diteliti.
Langkah yang dilakukan dalam proses analisis penelitian adalah dengan tiga tahapan:
(1) tahap pengumpulan data, (2) tahap reduksi data, dan (3) tahap penyajian data. Data yang
digunakan dalam penelitian ini didapat dari proses penggalian dengan mencari kutipan
berupa kalimat atau dialog yang mengandung unsur realitas sosial yang akan menjadi objek
atau data yang digunakan dalam penelitian ini. Tahapan selanjutnya yang dilaksanakan adalah
mereduksi data. Data yang telah diperoleh selanjutnya akan direduksi berdasarkan kelompok
data yang sesuai dengan jenis atau klasifikasi data yang sudah ditentukan ditentukan
sebelumnya. Langkah terakhir, setelah data sudah terkumpul dan sudah direduksi, maka
dilaksanakan penganalisisan dari tiap-tiap data sehingga menghasilkan sebuah deksripsi,
gambaran, dan juga penafsiran dari realitas sosial yang terdapat pada cerpen-cerpen pilihan
kompas 2020—2021 yang dijadikan sebagai bahan atau sumber data penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Realitas sosial tergambarkan berdasarkan kehidupan nyata yang menjadi sumber ide
pengarang dalam menuliskan cerita pendeknya, hal tersebut berkaitan dengan tindakan atau
aktivitas manusia dalam kehidupan sosialnya. Segala bentuk aktivitas tersebut berupaya
mempengaruhi orang lain dan menimbulkan gejala-gejala sosial yang menjadi fakta atau
kondisi tertentu dan benar-benar terjadi dan berkaitan erat dengan kegiatan manusia dalam
kehidupan (Lukacs, 2011; Amriani, 2014; Putri, 2017). Gejala tersebut merupakan hasil dari
rekaan pengarang yang dihasilkan dari kenyataan yang dikonstruksikan secara imajinatif.
Hubungan antar rekaan pengarang dengan kenyataan tersebut yang menunjukkan realitas
dalam karya sastra (Kartikasari, dkk., 2014).
Fenomena-fenomena dan prilaku realitas sosial yang digambarkan dalam cerpen-
cerpen Indonesia 2020—2021 ini merupaan daya rekaan dan gagasan ide pengarang yang
disampaikan untuk menyuarakan kondisi sosialnya terhadap pembaca. Cerpen-cerpen
Indonesia 2020—2021 yang tersarikan dalam kumpulan cerita pendek pilihan Kompas

6
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

tersebut memuat realita sosial yang kompleks. Beberapa di antaranya terjadi berdasarkan
nyata secara kehidupan, buah dari suatu sistem, serta peristiwa kemanusiaan masa
lalu.bentuk-bentuk realita sosial yang ditemukan dalam cerpen-cerpen Indonesia 2020—
2021 antara lain: 1)Kemiskinan; 2)Alkoholisme; 3)Intoleransi dalam beragama; 4)Konflik
lahan; 5)Budaya lokal; 6)Pelacuran & Pemerkosaan; 7)Pandemi/ wabah kesehatan; 8)Konflik
kemanusiaan (Tragedi ’65); dan 9)Urbanisasi. Data-data tersebut dimuat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Perolehan Data Realitas Sosial dalam Kumpulan Cerpen Macan (2020)
Bentuk Realita Sosial Judul Cerpen Halaman
Tak Ada Jalan Balik ke Buru 105
Kemiskinan Kandang Kambing Nurjawilah 123
Ulat Daun Emas 138
128
Intoleransi Kandang Kambing Nurjawilah 130
131
Mengantar Benih Padi Terakhir ke Ladang 47
Konflik Lahan
Makam 49
Macan 19
Budaya Lokal
Mengantar Benih Padi Terakhir ke Ladang 45
Pelacuran/
Kita Gendong Bergantian 158
Pemerkosaan
Apa yang Paul McCartney Bisikkan di Telinga
Pandemi/ Wabah 82
Janitra
Kesehatan
Sendiri-sendiri 92
Brewok 74
Konflik Kemanusiaan
Tak Ada Jalan Balik ke Buru 109
(Tragedi ’65)
Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan 114
Total Cerpen 11
Total Kutipan 16

Tabel 3. Perolehan Data Realitas Sosial dalam Kumpulan Cerpen Keluarga Kudus (2021)
Bentuk Realita Sosial Judul Cerpen Halaman
29
31
Akhirnya Kita Semua Menjadi Maling
32
Kemiskinan 33
Keluarga Kudus 48
Metamorfosa Rosa 175
Kabar di Malam Natal 198
Alkoholisme Keluarga Kudus 49

7
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

90
Konflik lahan Rahasia Bubur Pedas
92
Budaya lokal Toya 148
“Aku Ngenteni Tekamu...” 14
Pelacuran/
Cakar Dubuk Tutul 37
Pemerkosaan
Metamorfosa Rosa 178
Pandemi/ wabah Akar Bahar Tiga Warna 4
kesehatan Redian dan Kulkas Barunya 58
“Aku Ngenteni Tekamu...” 13
Konflik kemanusiaan 165
(’65) Toko Wong 166
167
Kota Ini adalah Sumur 19
Urbanisasi
Toya 149
Total Cerpen 12
Total Kutipan 22

Cerpen yang terhimpun dalam kumpulan cerpen pilihan Kompas 2020 memiliki 17
cerita pendek yang 11 di antaranya terdapat unsur realitas sosial. Sedangkan dalam kumpulan
cerpen pilihan Kompas 2021, jumlah cerpen yang terhimpun berisi 22 cerpen yang 12 di
antaranya terdapat unsur realita sosial. Jika disajikan dalam bentuk grafik presentase,
penyajian data dalam kumpulan cerpen pilihan Kompas 2020—2021 adalah sebagai berikut.

Grafik 1. Realitas Sosial dalam Cerpen Pilihan Kompas 2020 Berdasarkan Jumah Cerpen

8
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

Grafik 2. Realitas Sosial dalam Cerpen Pilihan Kompas 2020 Berdasarkan Jumah Kutipan

Grafik 3. Realitas Sosial dalam Cerpen Pilihan Kompas 2021 Berdasarkan Jumah Cerpen

9
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

Grafik 4. Realitas Sosial dalam Cerpen Pilihan Kompas 2021 Berdasarkan Jumah Kutipan

Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sulit dalam pengukurannya.
Secara sederhananya, kemiskinan diartikan sebagai kondisi saat seorang atau sekelompok
orang tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya dalam mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan (Syawie, 2011). Pada kumpulan cerita pendek pilihan Kompas
2020, kemiskinan menjadi unsur dominan dalam tema cerita pendeknya, unsur kemiskinan
ini menjadi topik yang tidak bisa dilepaskan dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia
yang memang masih berkutat dalam kondisi hidup tersebut. Kemiskinan dapat dijumpai pada
kutipan cerpen Tak Ada Jalan Balik ke Buru, Kandang Kambing Nurjawilah, dan Ulat Daun
Emas berikut.

Rumah ini memang sudah jompo. Bata sudah menyeringai dari celah plester di sana-sini.
Memang terletak di tengah kota. Sudah sejak dua tahun lalu spanduk “Dijual Cepat Tanpa
Perantara” digantungkan di pagar. Huruf-hurufmya yang dulu terang dan berteriak-berteriak
mengundang pembeli langsung, tapi yang datang bergantian cuma perantara yang gigih
seperti lalat keras kepala. Penantian pesangon, kalau rumah ini laku terjual, kelihatannya
hanya akan menemukan kekecewaan.
(Tak Ada Jalan Balik ke Buru, Martin Aleida, hal. 105).

Begitulah dunia Nurjawilah. Rumah reyot. Tumpukan rumput, tali-tali kambing, kandang
lapuk, dan Toko Chien Bi di kampung Cina, tempat ia menjual kambing-kambing piaraannya,
bila sudah tiba waktunya.
(Kandang Kambing Nurjawilah, Damhuri Muhammad, hal. 123—124).

10
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

Sebagaimana petani kurang mampu di desa ini, modal tanam tembakau hingga panen
kau utang dari H Sappak. Selain tanpa bunga, mau berutang berapapun tak pernah
pulang dengan tangan hampa.
(Ulat Daun Emas, Muna Masyari, hal. 138).

Ketiga kutipan tersebut menggambarkan dua kondisi kemiskinan, dalam cerpen Tak
Jalan Balik ke Buru dan Kandang Kambing Nurjawilah, kemiskinan yang tergambakan
merupakan kondisi kemiskinan karena kondisi ekonomi yang didera oleh individu-individu
tokoh yang bersangkutan. dalam cerpen Tak Jalan Balik ke Buru, kemiskinan terjadi karena
tokoh di dalamnya merupakan seorang eks tahanan politik yang memang sudah berusia lanjut
dan tidak bekerja karena alasan mengurus rumah dan satu penghuni yang memerlukan
penanganan khusus.
Kemiskinan dalam cerpen Tak Jalan Balik ke Buru tergambar pada papan penjualan
sebuah rumah tua yang sudah tidak layak kondisinya, yang dijual untuk menyambung hidup
para penghuninya (dua orang manusia dan seekor anjing penjaga). Kondisi hidup yang
semakin sempit karena tidak kunjung mendapat pekerjaan dan donasi dari lembaga/
masyarakat umum, akhirnya berujung pada penjualan rumah tinggal. Hingga akhirnya rumah
tersebut tidak kunjung terjual, dan tokoh dalam cerpen tersebut berusaha untuk dapat
kembali bekerja seperti ketika ia di pula Buru.
Seperti kemiskinan dalam cerpen Tak Jalan Balik ke Buru, cerpen Kandang Kambing
Nurjawilah pun punya kondisi yang sama. Dalam cerpen bahkan terdapat kutipan “Rumah
reyot. Tumpukan rumput, tali-tali kambing, kandang lapuk,” untuk melegitimasi
kemiskinannya. Kondisi kemiskinan tersebut tak lain dikarenakan Nurjawilah sendiri
merupakan seorang janda yang tinggal sendiri di rumah yang sudah tidak layak lagi. Untuk
menyambung kehidupannya tersebut, Nurjawilah berkutat pada penggembalaan dan
pemeliharaan kambing-kambingnya dalam kandang yang lapuk dan digambarkan hampir
roboh.
Kemiskinan yang terjadi dalam dua cerpen tersebut merupakan dampak ekonomi
yang harus ditanggung oleh kedua tokoh dalam cerita pendek tersebut. Kemiskinan tersebut
menjadi bukti bahwa masyarakat atau lingkungan dalam kedua cerpen tersebut tidak
memiliki dampak yang baik guna membantu atau setidaknya meringankan beban kamiskinan
pada kedua cerpen. Masyarakat yang tidak lagi menghatapkan tokoh eks tapol dalam cerpen
Tak Jalan Balik ke Buru dan masyarakat yang juga tidak membantu Nurjawilah dalam cerpen
Kandang Kambing Nurjawilah.
Berbeda dengan kedua cerpen yang ‘dimiskinkan’ oleh diri sendiri, cerpen ketiga yang
berjudul Ulat Daun Emas, memiliki unsur kemiskinan yang disebabkan oleh sistem, dalam
artian oleh orang lain/ pihak yang menyebabkan pihak lain tetap berada dalam lingkarang
kemiskinan. Pada cerpen Ulat Daun Emas, kemiskinan yang terjadi pada tokoh disebabkan
karena H. Sappak yang dalam cerpen diceritakan sebagai ‘Tengkulak Tembahkau” yang selalu
meminjami modal kepada petani-petani tembakau dengan catatan petani tembakau tersebut
menjadi hasil panen mereka kepadanya. Karena itulah, H. Sappak melakukan monopoli

11
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

perdagangan untuk menjerat petani dalam cengkaraman kemiskinan, atau dalam istilah
ekonomi disebut dengan kapitalisme.
Pada kumpulan cerita pendek pilihan Kompas 2021, kemiskinan menjadi unsur
dominan dalam tema cerita pendeknya, unsur kemiskinan ini menjadi topik yang tidak bisa
dilepaskan dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang memang masih berkutat
dalam kondisi hidup tersebut. Kemiskinan dapat dijumpai pada kutipan cerpen Akhirnya Kita
Semua Menjadi Maling, Keluarga Kudus, dan Metamorfosa Rosa berikut.

“Hasil sadapanku tak cukup lagi untuk makan,” kata Badal sambil menunduk. “Tagihan motor
pun sudah hampir tiga bulan tertunggak,” sambungnya lagi.
(Akhirnya Kita Semua Menjadi Maling, Zaidinoor, hal.31).

“Saya kira bukan soal ikhlas atau tidak ikhlas, tapi jumlah yang ditentukan Romo Linus itu
kelewat besar. Banyak umat kita hanya hidup pas-pasan. Memangnya siapa saja yang punya
HP mahal di sini selain Oom Titus dan Bapa Andrean sendiri? HP saya masih HP jadul yang
layarnya sonde bisa disentuh.”
(Keluarga Kudus, Sunline Thomas Alexander, hal. 48).

Keluarga Rosa tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka sadar diri kalau mereka miskin dan tidak
mungkin memberikan penghidupan yang layak untuk si anak. Apalagi mengingat kondisi Rosa
yang tidak mampu menjadi ibu untuk si anak membuat mereka mengikhlaskan anak itu
dibawa pergi.
(Metamorfosa Rosa, Aliurridha, hal. 175).

Ketiga kutipan dalam kumpulan cerita pendek pilihan Kompas 2021 tersebut
menggambarkan kemiskinan yang disebabkan karena kondisi masyarakat tersebut memang
didera kemiskinan, atau dengan kata lain, kemiskinan tersebut disebabkan karena individu
atau kelompok dalam cerpen tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan kehidupannya
karena dirinya memang berada dalam kondisi kemiskinan. Pada cerpen Akhirnya Kita Semua
Menjadi Maling, tokoh Badal merupakan individu yang terjerat kemiskinan karena hasil
sadapan karetnya sudah tidak lagi mencukupi kebutuhannya, sehingga ia harus menyadap
karet di kebun orang lain dengan cara mencuri. Kebutuhan yang menjeratnya tersebut
mengakibatkan Badal harus mencari atau berusaha apa saja untuk memenuhi kebutuhan
kehidupannya, termasuk mencuri.
Kemiskinan yang digambarkan dalam cerpen Keluarga Kudus juga merupakan
kemiskinan yang bersumber dari internal atau keadaan individu itu tersendri. Cerpen
Keluarga Kudus tersebut menggambarkan satire kemiskinan dan balutan keagamaan. Tokoh-
tokoh dalam cerpen tersebut berada dalam realitas kemiskinan yang harus dikenai beban
untuk membayar uang iuran terhadap Paroki yang dikenakan jumlah minumum oleh tokoh
bernama Romo Linus sebesar “Lima ratus ribu rupiah”. Kondisi uang iuran yang menjerat
masyarakat tersebut menjadi sebuah beban tersendiri karena masyarakat yang dibebankan

12
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

berada dalam kondisi miskin. Berbeda jika masyarakat tersebut berada dalam kondisi yang
berkecukupan atau bahkan lebih, iuran wajib Paroki tersebut tidak menjadi beban.
Kutipan ketiga yang mengandung unsur kemiskinan terdapat pada cerpen berjudul
Metamorfosa Rosa. Kemiskinan dalam cerpen tersebut diakibatakn karena kondisi internal
tokoh Rosa yang dianggap ODGJ (orang dalam gangguan jiwa). Keadaan Rosa tersebut
menjadikan dirinya tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari nafkah guna
memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan anaknya. Kondisi kejiwaan Rosan yang tergganggu
tersebut akhirnya melahirkan mata rantai kemiskinan yang mendera Rosa dan
mengakibatkan ia melakukan kekerasan terhadap anaknya hingga diberi penggambaran ‘ibu
yang tidak waras’ dan akhirnya anaknya diambil oleh pihak keluarga suaminya yang khawatir
terhadap perkembangan anak dalam kemiskinan dan Rosa yang dianggap sebaga ibu yang
tidak waras.
Kemiskinan-kemiskinan dalam cerpen-cerpen Indonesia 2020—2021 tersebut
menggambarkan bahwa penyebab terjadinya kemiskinan masih berkutat dalam dua hal
dalam masyarakat, yaitu faktor internal atau dirinya/ individunya yang memang miskin dan
belum berupaya untuk mengubah hidup, dan kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh orang
lain, seperti adanya penggambaran tokoh ‘tengkulak’ dalam cerpen Ulat Daun Emas dan
Akhirnya Kita Semua Mejadi Maling yang menjadi faktor kemiskinan bagi masyarakat di
sekitarnya.

Alkoholisme
Alkoholisme dapat dikatan juga sebagai ketergantungan (pecandu) alkohol sebagai
bagian dari gaya hidup yang dapat memberikan dampak-dampak tertentu. Dampak-dampak
tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada bagian otak tertentu yang berdampak pada
ketidakmampuan mengambil keputusan dengan baik (King, 2012; Prabowo & Pratisti, 2017).
Pada cerpen-cerpen Indonesia 2020—2021 yang termuat dalam kumpulan cerpen pilihan
Kompas, alkoholisme tidak menjadi topik populer dan hanya terdapat pada 1 cerpen yang
berjudul Keluarga Kudus (cerpen pilihan Kompas 2021) yang terdapat pada kutipan berikut.

Namun, bagaimana mungkin Oom Titus bakal terpilih sebagai keluarga kudus jika istrinya
sudah hampir lima tahun lari ke Jakarta lantaram tak tahan menerima tamparan setiap kali
lelaki itu mabuk sopi?
(Keluarga Kudus, Sunline Thomas Alexander, hal. 49).

Penggambaran alkoholisme dalam cerpen tersebut berdampak pada tokoh Oom Titus
yang menjadi tempramental sehingga sering melakukan kekerasan terhadap istrinya berupa
tamparan setiap kali dirinya mabuk sopi. Alkoholisme ini memberikan dampak buruk
terhadap orang yang meminum minuman alkohol dan juga orang-orang terdekatnya. Pada
cerpen ini digambarkan oleh tokoh Oom Titus yang ditinggal istirnya karena istirnya tersebut
sudah tidak kuat lagi menerima kekerasan ketiak Oom Titus dalam pengaruh minuman keras.
Alkoholisme dalam cerpen ditandakan dengan adanya kutipan tokoh atau alur cerita yang
menandakan adanya peristiwa minum alkohol dan pengaruhnya (mabuk) sehingga

13
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

berdampak buruk terhadap orang-orang di sekitarnya hingga menimbulkan tindakan di luar


batas atau bahkan masuk dalam bentuk tindakan kriminal. Dalam cerpen-cerpen pilihan
Kompas 2020—2021 alkoholisme menjadi realitas sosial yang ada akan tetapi sedikit
diceritakan.

Intoleransi
Intolerasi kebalikan dari kata toleransi yang berupaya untuk menerima dan menjaga
keharmonisan antar masyarakat dengan latar yang berbeda. Kata “in” memiliki arti tidak.
Intoleransi dalam artian agama merupakan bentuk ketidaksukaan (bahkan) menolak
keragaman agama dalam masyarakat (Kamaluddin, dkk., 2021). Intoleransi merupakan
bentuk realitas sosial yang pada beberapa tahun ini menjadi isu hangat yang seringkali
dibahas. Baik dalam hal intoleransi agama, ras, dan bentuk-bentuk ketidaak sukaan terhadap
kelompok tertentu. Dalam cerpen-cerpen pilihan Kompas 2020—2021 intoleransi diceritakan
secara rinci dalam cerpen Kandang Kambing Nurjawilah. Berikut kutipannya.

“Salib merah-putih itu adalah pangkal soal keributan kambing-kambing ini. Pemilik kangang
tak segan-segan melakukan kristenisasi di kampung kita. Ia mulai dengan memurtadkan
kambing-kambing piaraannya terlebih dahulu. Astagfirullah...” kata Buya Naimin lagi.
“Sekarang kambing-kambing itu. Nanti anak-cucu kita dikristenkan, Buya!” sambung Syafrial,
si guru ibtidaiyah.
(Kandang Kambing Nurjawilah, Damhuri Muhammad, hal. 128).

Penggambaran intoleransi dalam beragama ini kental dalam cerpen Kandang Kambing
Nurjawilah, cerpen ini menggambarkan begitu liarnya asumsi masyarakat terhadap ‘tanda
salib’ yang ada di dalam sebuah kandang kambing. Damhuri Muhammad menggambarkan
dengan begitu satirenya kondisi masyarakat Indonesia dalam memandang sesuatu yang
berbeda, khususnya agama. Intoleransi dalam ranah agama ini menjadi topik utama yang
dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi isu yang ‘digoreng’ untuk kepentingan
tertentu. Lewat cerpen Kandang Kambing Nurjawilah ini, kita sekan diberi tahu bahwa entitas
agama dalam masyarakat Indonesia memang dipegang sangat teguh, sehingga memberikan
ketakutan-ketakukan terhadap adanya daya atau kegiatan dari agama tertentu yang berbeda
dari agamanya menjadi sebuah aktivitas yang ditakuti, bahkan dihindari. Penggunaan simbol-
simbol agama dan ritual-ritual peribadatan agama tertentu yang berbeda yang dipeluk
menjadi cikal-bakal intoleransi seperti yang diceritakan dalam cerita pendek ini. Bahkan,
satire dalam cerpen ini menggambarkan bahwa seorang ‘tokoh’ yang dianggap mengerti
agama seperti tokoh Buya dan Guru Ibtidaiyah yang harusnya menjadi patron dalam menjaga
keberagam agama, justru terjebak dalam sumber utama provokasi intoleransi yang terjadi.

3.4. Konflik Lahan


Konflik lahan merupakan bentuk penguasaan individu atau kelompok terhadap tanah
(lahan) guna memenuhi keinginannya dalam pengelolaan lahan (Sembiring, 2009). Pada
kumpulan cerita pendek pilihan Kompas 2020—2021, konflik lahan menjadi tema yang ramai

14
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

digaungkan cerita pendeknya, unsur konflik lahan kini menjadi topik yang tidak bisa
dilepaskan dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia sebagian besar wilayahnya berupa
hutan dan lahan-lahan subur. Konflik lahan dapat dijumpai pada kutipan cerpen Mengantar
Benih Terakhir ke Ladang, Makam, dan Rahasia Bubur Pedas berikut.

“Kalian harus berhenti dan tak boleh melanjutkan ini kegiatan! Ini tanah siap dieksekusi
untuk dibangun hotel berbintang,” kata salah seorang dari mereka dengan nada sedikit
mengancam. “Tanah ini milik kami. Bagaimana bisa kalia suruh kami berhenti?” tantang ayah.
Perdebatan kian menjadi. Suasana semakin panas. Seorang bertubuh besar kehilangan akal
sehatnya lantas menendang sokal padi hingga berhamburan. Spontan ayah meraih
tombaknya. Beberapa letusan terdengar. Jerit pecah. Lengang.
(Mengantar Benih Terakhir ke Ladang, Silvester Petara Hurit, hal. 47).

Berulang kali Abdul dan keluarga menolak pembebasan tanah di belakang rumahnya.
Meskipun tanah itu tidak terlalu luas, dan dihargai dua kali lipat dari harga sebelumnya, Abdul
tetap menolak. “Ada makan Pak Teungku di sana,” alasan Abdul.
(Makam, Herman RN, hal. 49).

Mak Len tidak. Dia tetap melawan. Dia menantang para juru sita, menantang polisi dan
tentara, menantang kibasan rotan, pentungan karet, moncong bedil, dan deru buldoser. Dia
berseru, dunia akhirat tak kurelakan kalian menginjak tanahku!
Namun, seberapalah kekuatannya. Mak Len segera jatuh dan terseret-seret. Tubuhnya penuh
luka. Pun dia terus menantang, dan baru berhenti setelah benar-benar tak sadarkan diri. Mak
Len meninggal enam minggu kemudian. Luka-luka di tubuhnya mulai mengering, tetapi luka
di hatinya tak tertanggungkan. (Rahasia Bubur Pedas, T Agus Khaidir, hal. 92).

Konflik lahan ini menjadi tema yang santer digaungkan dalam kesusastraan Indonesia
semenjak maraknya terjadi penggusuran, deforestasi, dan perampasan ruang hidup demi
terlaksananya proyek pembangunan yang melibatkan pihak swasta dan pemerintah.
Beberapa tahun lalu, sempat viral lomba puisi nasional kategori SD yang di dalamnya terdapat
puisi berjudul Sepedah, Ikan, dan Batubara yang ditulis oleh Wahyu Hendrawan siswa SDN
204 Palembang yang didalamnya dengan lugas menceritakan tentang transisi ekologi sungai
yang mulai ditinggalkan ikan karena tambang batubara. Dalam cerpen pilihan Kompas 2020—
2021, realitas sosial berbentuk konflik lahan menjadi tema yang paling banyak setelah
kemiskinan dan tragedi kemanusiaan.
Konflik lahan yang terjadi dalam cerpen-cerpen Indonesia 2020—2021 ini secara
gamblang dapat terbaca pada ketiga kutipan di atas. Pada cerpen berjudul Mengantar Benih
Terakhir ke Ladang, konflik lahan terjadi di akhir cerita pendek ketika prosesi ritual adat
terjadi, di mana tanah yang akan digunakan untuk menanam padi secara paksa ternyata
sudah berpindah tangan kepada seorang pengusaha yang nantinya akan dibangun hotel
berbintang. Konflik lahan yang tersebut menimpa masyarakat adat yang ternyata tanah
leluhurnya sudah diambil alih oleh pihak asing (pengusaha hotel) untuk dibangun menjadi
hotel berbintang. Kejadian perampasan ruang hidup ini tak jarang menimbulkan konflik fisik

15
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

berupa intimdinasi, ancaman, bentrokan masyarakat, hingga tak jarang terjadi pertumpahan
darah antara masyarakat yang menempati dan memiliki hak tanah dengan eksekutor lahan
(aparat kepolisian atau tentara) yang diberikan tugas oleh negara untuk menyiapkan dan
mengamakan lahan untuk selanjutnya dibangun. Dalam cerpen Mengantar Benih Terakhir ke
Ladang ini pertumpahan darah tidak bisa dielakkan yang dibuktikan dengan adanya diksi
“beberapa letusan terdengar,” yang dapat diartikan terdapat tembakan yang dilakukan oleh
eksekutor terhadap masyarakat yang mempertahakankan tanahnya.
Pertumpahan darah yang diakibatkan oleh konflik lahan terjadi juga pada cerpen
Rahasia Bubur Pedas. Dalam cerpen ini, konflik lahan yang diceritakan tedapat narasi, “Mak
Len tidak. Dia tetap melawan. Dia menantang para juru sita, menantang polisi dan tentara,
menantang kibasan rotan, pentungan karet, moncong bedil, dan deru buldoser. Dia berseru,
dunia akhirat tak kurelakan kalian menginjak tanahku!” “Namun, seberapalah kekuatannya.
Mak Len segera jatuh dan terseret-seret. Tubuhnya penuh luka. Pun dia terus menantang, dan
baru berhenti setelah benar-benar tak sadarkan diri. Mak Len meninggal enam minggu
kemudian”. Mak Len merupakan sebagian dari banyaknya korban konflik lahan yang terjadi
di Indonesia. Dalam data Konorsium Pembaruan Agraria tercatat bahwa sepanjang 2022 ada
497 korban kriminalisasi dalam konflik lahan (konflik agraria) di Indonesia (Thea, 2023). Dalam
beberapa tahun ini kita mengenal Ibu Patmi (dalam konflik lahan pegunungan Kendeng),
Masyarakat Temon, Kulonprogo (dalam konflik lahan Bandara YIA), Salim Kancil (dalam konflik
lahan di Lumajang), Masyarakat Wadas Purworejo (dalam konflik lahan tambang di desa
Wadas), dan korbang dalam konflik lainnya di seluruh wilayah Indonesia.
Selain menimbulkan pertumpahan darah dalam eksekusinya, proses sengketa lahan
ini juga diwarnai dengan iming-iming ganti rugi yang dalam prosesnya sering disebut dengan
“ganti untung” seperti yang digambarkan pada cerpen Makam yang dinarasikan, “Meskipun
tanah itu tidak terlalu luas, dan dihargai dua kali lipat dari harga sebelumnya, Abdul tetap
menolak. “Ada makan Pak Teungku di sana,” alasan Abdul.” Dalam pengambilan lahan,
pengembang atau pengusaha berusaha dengan cara apapun sehingga mendapatkan
kemauannya, mulai dari ganti rugi berkali-kali lipat hingga sampai pada pertumpahan darah.

Budaya Lokal
Budaya lokal dalam sastra merupakan penggambaran sistem kultur dalam kedaerahan
tertentu yang terdapat dalam narasi-narasi karya sastra. Budaya lokal tersebut berupa kultur,
kearifan, serta lokalitas khas daerah tertentu (Wardianto, 2021). Budaya lokal yang terdapat
dalam cerpen pilihan Kompas 2020—2021 terdiri dari beberapa unsur seperti, penyebutan
lokal (kebahasaan), tradisi budaya, dan kepercayaan. Berikut kutipannya.

“Hujan begini Simbah tidak ke mana-mana, kan?”


“Oooh, kurasa hujan seperti ini tidak banyak artinya untuk Simbah, justru ini saatnya keluar
untuk mencari mangsa yang menggigil kedinginan.”
(Macan, Seno Gumira Ajidarma, hal. 19).

16
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

Kutipan tersebut memperlihatkan penyebutan ‘Mbah’ pada sebuah hewan Macan


yang menurut bahasa Jawa disebut juga dengan nenek/ kakek leluhur. Penyebutan ‘Mbah’
kepada Macan ini juga terdapat pada ‘Datuk” di Sumatera. Hewan Macan (harimau) memang
bagi sebagian masyarakat daerah yang masih tradisional dianggap sebagai hewan sakti atau
penjelmaan makhluk tertentu sehingga mendapatkan julukan atau nama penyebutan lain.
Budaya lokal selanjutnya berupa tradisi budaya yang dilakukan oleh masyarakat tertentuk
sebelum dimulainya kegiatan menanam padi. Berikut kutipannya.

Nara, ayah, sejumlah kerabat dan tetua kampung turut serta ke ladang, mereka berdiri
melingkari mezbah batu tempat duduk dan berdiamnya padi. Di situ ditanam sebuah tiang
pancang sebagai sandaran tempat padi akan melahirkan. Di sana duduk hikmat saudari dan
ibunya menjaga sokal berisi benih padi. Doa-doa mulai dirapalkan, beberapa butir telur
diedarkan, kemudian dipecahkan. Ayam, seekor anak babi, dan kambing turut dikurbankan.
Ada yang harus mati supaya kehidupan terus berlanjut.
(Mengantar Benih Terakhir ke Ladang, Silvester Petara Hurit, hal. 46).

Kutipan tersebut menggambarkan tradisi atau kegiatan yang telah dilaksanakan


secara turun temurun dalam suatu daerah tertentu dalam proses sebelum ditanamnya padi
ke tanah. Ritual tersebut merupakan bentuk ungkapan rasa syukur manusia terhadap sang
pencipta melalui kesuburan tanah yang telah menghasilkan pangan bagi kehidupan. Proses
ritual tersebut juga merupakan bentuk mempertahankan tradisi leluhur yang sarat akan
makna kehidupan. Ritual dan pengorbanan ini dimaksudkan untuk doa kepada sang pencipta
agar senantiasa menjaga tanah dan kehidupan manusia. Tradisi semacam itu dalam berbagai
daerah di Indonesia juga dikenal dengan sedekah bumi, proses ungkapan rasa syukur karena
Tuhan telah menyediakan tanah yang subur dan tanaman yang baik sebagai sumber pangan
manusia. Budaya lokal juga terdapat dalam kepercayaan yang ditandai pada kutipan berikut.

Tak mudah bagi orang kampung Toya bepergian jauh, apalagi harus keluar kota. Ada
beberapa ritual yang harus dilakukan sebelum seseorang bepergian jauh. Di antaranya,
mencari hari baik, jam berapa ia harus sudah tiba di tujuan, dan dari arah mana ia mesti
memasuki tempat tinggalnya, jenis barang apa yang harus dibawa dan ditaburkan ketika tiba
di tempat tujuan. Tanpa itu semua, mereka akan memilih tidak pergi daripada celaka di
tempat perantauan.
(Toya, Mahwi Ait Tawar, hal. 148).

Penggambaran kepercayaan terhadap kegiatan tertentu merupakan bentuk budaya


atau kearifan lokal tertentu. Kepepercayaan terhadap tata cara seseorang atau
kelompok untuk pergi jauh dari daerahnya (merantau) merupakan bentuk kearifan
lokal yang berkaitan dengan persiapan fisik dan batin individu/ kelompok dalam
menghadapi sesuatu yang tak terduga di tanah rantau. Bentuk kepercayaan dalam
tradisi mencari hari baik, barang bawaan, serta menziarahi makam leluhur merupakan
bentuk pengingat terhadap kampung halaman. Sehingga ritual kepercayaan ini

17
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

menjadi sebuah tradisi untuk dijalankan sebelum individu/ kelompok dalam


masyarakat tertentu pergi ke luar kota dalam rangka memperbaiki hidup.
Budaya lokal yang teradapat dalam cerpen-cerpen pilihan Kompas 2020—2021 ini merupakan
penggambaran realitas sosial masyarakat kita yang hidup berdampingan dengan segala
kearifan lokal yang ada. Kearifan lokal ini membentuk budaya khas dari suatu masyarakat di
daerah tertentu yang akhirnya menjadi identitas sosial dan daerahnya masing-masing.

Pelacuran dan Pemerkosaan


Pelacuran dan pemerkosaan merupakan bentuk kejahatan klasik yang sudah ada dari
dulu, tindak pelanggaran norma ini merupakan bentuk penindasan terhadap gender tertentu
yang menyebabkan relasi kekerasan baik fisik maupun psikis bagi korbannya (Amrullah,
2020). Pada kumpulan cerpen pilihan Kompas 2020—2021 realitas sosial seperti pecaluran
pemerkosaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kondisi masyarakat kita. Dalam
kumpulan cerpen pilihan Kompas 2020 (Macan), unsur pelacuran dapat ditemukan dalam
cerpen berjudul Kita Gendong Bergantian, perhatikan kutipan berikut.

Misbahul pulang, menunduk lesu, matanya membasah. Memang, dia sudah mendengar,
ibunya diculik, dan dia juga sudah mendengar, ibunya dijadikan “gula-gula” oleh kepala
penjara Koblen.
(Kita Gendong Bergantian, Budi Darma, hal. 158).

Kita Gendong Bergantian merupakan cerita pendek karya Budi Darma yang
berlatarkan era penjajahan Jepang. Seperti kita tahu dalam sejarah, pemerintahan Jepang
yang sebentar cukup meninggalkan luka mendalam, khususnya pada masyarakat yang
perempuannya dijadikan sebagai ‘gula-gula’. Sebagai perekam peristiwa sejarah, cerpen ini
menunjukkan bentuk realitas sosial yang terjadi pada masa itu. Realitas pelacuran pada era
penjajan Jepang di Indonesia merupakan fakta sejarah yang banyak terjadi di daerah-daerah
Indonesia saat itu. Realitas sosial ini banyak ditemui dalam cerpen-cerpen Indonesia, seperti
cerpen Faisal Oddang yang berjudul Kapotjes dan Batu yang Terapung yang juga
mendapatkan penghargaan cerpen pilihan Kompas pada tahun 2018. Pada kumpulan cerpen
pilihan Kompas 2021 (Keluarga Kudus), realitas sosial berupa pemerkosaan terdapa dalam
cerpen berjudul Cakar Dubuk Tutul dan Metamorfosa Rosa. Perhatikan kutipan berikut.

Orangtua saya membayar seorang Dubuk Tutul untuk berhubungan intim dengan saya. Saya
sudah pernah menjalani satu kali dan masih trauma. Ini pemerkosaan, Dok. Saya tidak mau
lagi,” ucap Kulunga pelan. Mimik wajahnya ketakutan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri.
(Cakar Dubuk Tutul, Naning Scheid, hal. 37).

Realitas sosial berupa pemerkosaan tergambar dalam cerpen berjudul Cakar Dubuk
Tutul, akan tetapi latar dalam cerpen tersebut mengisahkan tentang peristiwa yang terjadi
pada masyarakat Afrika. Dalam cerpen tersebut, penggambaran pemerkosaan dilakukan
secara terang-terangan dengan diliputi prosesi ritual adat yang dipercaya dapat

18
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

‘membersihkan’ tubuh dan jiwa bagi perempuan yang sudah dewasa (melewati masa
menstruasi) dan telah ditinggal wafat oleh suaminya. Pemerkosaan berbalut ritual adat ini
digambarkan sangat apik dalam cerpen Cakar Dubuk Tutul. Selanjutnya, realitas sosial
pemerkosaan juga ditemukan pada cerpen berjudul Metamorfosa Rosa, perhatikan kutipan
berikut.

Merasakan ada yang memasuki kamarnya, Rosa terbangun. Abdul langsung mengajak Rosa
untuk meranjang. Rosa menolak. “Saya punya suami di rumah, saya punya anak...” Ketika
Rosa hendak melanjutkan apa yang dikatakannya, tangan Abdul membekap mulutnya. Lalu
dengan mudah ia mengangkat tubuh Rosa yang hanya setinggi dadanya ke ranjang. Malam
itu Rosa harus melayani Abdul yang menginginkan cara berhubungan bada yang bahkan tidak
pernah terlintas di kepalanya.
(Metamorfosa Rosa, Aliurridha, hal. 178).

Realitas sosial berupa pemerkosaan dalam cerpen berikut tergambarkan pada cerpen
yang menceritakan tentang seorang tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang mengalami
pemerkosaan. Dampak dari tragedi tersebut ternyata berpengaruh besar kepada psikis dan
kondisi kehidupannya saat dikembalikan oleh pihak majikan ke daerah asalnya. Metamorfosa
Rosa merupakan cerpen yang menerangkan perkembangan tokoh Rosa secara terbalik
dengan mengenalkan alur secara mundur. Metamorfosa ini menggambarkan asal atau sebab
perubahan kejiwaan Rosa setelah mendapatkan perlakuan berupa pemerkosaan saat dirinya
bekerja di luar negeri.
Realitas sosial berupa pemerkosaan dalam cerpen-cerpen piihan Kompas 2020—2021
ini tergambarkan dalam bentuk realias sosial yang terjadi di luar negeri. Kedua cerpen yang
terkandung unsur pemerkosaan berlatarkan Afrika dan Arab Saudi, di mana tempat tersebut
menjadi latar di balik terjadi pemerkosaan terhadap tokoh dalam cerpen. Menariknya, satu
dari kedua cerpen yang dikutip dengan mengandung unsur pemerkosaan, merupakan cerpen
yang berlatarkan Afrika keseluruhan. Sedangkan, yang lain berlatarkan dua negara. Satu
negara sebagai sumber awal kejadian dan negara selnjutnya sebagai dampak dari kejadian.

Pandemi/ Wabah Kesehatan


Pandemi merupakan tema baru dalam realitas sosial dalam cerpen-cerpen Indonesia.
Wabah kesehatan global ini menjadi bumbu baru dalam khazanah kesuastraan Indonesia,
khususnya. Sejak diumumnya pada awal 2020 silam, pandemi menjadi tema utama dalam
berbagai macam karya, salah satunya karya sastra, yaitu cerpen. Dalam cerpen-cerpen
Indonesia 2020—2021 yang terangkum dalam cerpen pilihan Kompas, sebagian besar cerpen-
cerpen yang dikirimkan oleh penulis ke redaksi, hanya ada 2 cerpen yang masuk dalam
kategori pilihan Kompas 2020 (cerpen Apa yang Paul McCatney Bisikkan di Telinga Janitra dan
Sendiri-sendiri), kedua cerpen itu di rasa paling kuat dalam beragam cerpen bertema serupa
(komentar juri dalam kata pengantar).
Pada cerpen-cerpen Indonesia dalam Kompas 2020—2021, cerpen yang mengandung
realitas berupa pandemi atau wabah kesehatan global terdapat 2 cerpen dari masing-masing

19
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

kumpulan cerpen pilihan. Pada kumpulan cerpen pilihan Kompas 2020, terdapat cerpen Apa
yang Paul McCatney Bisikkan di Telinga Janitra dan Sendiri-sendiri, sedangkan dalam
kumpulan cerpen pilihan Kompas 2021 terdapat cerpen berjudul Akar Bahar Tiga Warna dan
Redian dan Kulkas Barunya). Berikut kutipannya.

Janitra menghentikan senandungnya. Momen kesunyian itu musnah semenjak hotel tempat
Gupta kerja mulai sepi dan para karyawan dirumahkan dengan menerima setengah gaji.
(Apa yang Paul McCatney Bisikkan di Telinga Janitra, Sasti Gotama, hal. 82).

Awal bulan lalu, saya dirumahkan. Di masa susah demikian, pekerjaan, uang, dan kesempatan
berkali-kali kabur dari rengkuhan. Pun nyawa ibarat randa tapak terbang dari pangkal batang.
(Redian dan Kulkas Barunya, Teguh Affandi, hal. 58).

Realitas sosial yang terjadi karena dampak pandemi adalah ‘pemutihan’ atau
pemutusan kontrak sepihak oleh perusahaan karena tidak mampu lagi memberikan insentif
kepada banyak pegawainya. Kedua kutipan dalam cerpen yang berbeda tersebut telah
menggambarkan bagaimana peristiwa gelombang PHK mewarnai perjalanan pandemi atau
wabah kesehatan global. Pandemi merupakan fenomena sosial baru yang menyebabkan
berbagai dampak, salah satunya adalah pengurangan pendapatan dalam masyarakat. Dalam
kedua cerpen di atas, penggambarakan pengurangan pendapatan ditandai dengan narasi
para karyawan dirumahkan dengan menerima setengah gaji (dalam cerpen Apa yang Paul
McCatney Bisikkan di Telinga Janitra). Keadaan serupa juga digambarkan dalam cerpen
Redian dan Kulkas Barunya dengan kutipan, “Di masa susah demikian, pekerjaan, uang, dan
kesempatan berkali-kali kabur dari rengkuhan. Pun nyawa ibarat randa tapak terbang dari
pangkal batang. Narasi-narasi demikian menggambarkan betapa sulitnya tantangan hidup
kala pendemi. Suana-suana tersebut juga tergambar dalam kutipan cerpen berikut.

Diam-diam aku tersenyum kecil setiap akli ada pesan masuk ke WhatsApp Group
mengabarkan ada sesama penghuni asrama yang kini harus dirawat di rumah sakit. Mereka
tertular virus saat perjalanan pulang; saat tak sengaja bersentuhan di dalam kereta, saat
sedang menunggu di bandara, saat sedang di dalam pesawat, dan tentu saja dalam berbagai
kesempatan saat sudah tiba di kota mereka.
(Sendiri-sendiri, Okky Madasari, hal. 92).

Suasana yang tergambarkan pada cerpen di atas merupakan bentuk realitas sosial
yang terjadi kala pandemi. Suasana kesepian, orang-orang berbondong terbawa dan dibawa
ke rumah sakit. Segala keadaan seperti sekolah dan ruang publik berganti suasana sunyi,
bahkan untuk kota sekalipun. Kebiasaan-kebiasaan bersentuhan seperti bersalaman,
berpelukan, dan lain sebagainya harus berganti dengan kebiasaan baru. Dengan tidak boleh
bersentuhan secara fisik yang dikhawatirkan dapat memindahkan virus dari satu orang ke
orang lainnya. Dalam pengangannya, realitas sosial berupa pandemi juga memiliki berbagai
macam variasi oleh masyarakat Indonesia. Obat-obatan kimia dan pengobatan tradisional

20
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

menjadi primadona dalam mencegah menyebarnya virus tersebut. Hal tersebut yang
terdapat dalam kutipan cerpen berikut.

Jadilah dua hari lalu ia berdoa agar akar putih ini susah didapat. Ia ingin gelangnya
manjur agar dapat mengobati Ibu yang sudah sebulan terbaring demam. Musim
pandemi seperti saat ini, ia takut Ibu terserang virus. Naspin membulatkan tekad
membuat gelang tiga warna, setelah mendengar di kampung sebelah ada yang kena
virus, keadaannya persis seperti Ibu, dipakaikan gelang, dan minum rebusan akar
bahar tiga warna, kini bugar, tak perlu ke rumah sakit.
(Akar Bahar Tiga Warna, Lina PW, hal. 4).

Cerpen di atas menggambarkan bagaimana penanganan peredaran virus dalam


masyarakat Indonesia. Dalam berbagai bagian masyarakat, menggunakan obat-obataan kimi
menjadi salah upaya, sebagian lainnya menggunakan obatan-obatan tradisional (ramuan atau
jamu). Dalam cerpen Akar Bahar Tiga Warna, cara menangani wabah pandemi digambarkan
dengan menggunakan akar bahar tiga warnya di menurut masyarakat dalam cerpen tersebut
mampu meredakan bahkan membuat orang yang terserang demam menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Cara tersebut menjadi bagian penting dalam pola masyarakat mengangani
peredaran virus.
Tema-tema dalam pandemi memberi warna baru dalam khazanah sastra Indonesia,
khususnya dalam cerita pendek. Pandemi atau wabah global menjadi wahana baru dalam
menuangkan kegelisahan kondisi hidup karena dampak dan kondisi yang ditimbulkan dari
pandemi tersebut. Dalam cerpen-cerpen Indonesia yang termuan dalam Kompas 2020—2021
pandemi menjadi tema baru di antara beragam tema klasik seperti kemiskinan dan tragedi
kelam kemanusiaan masa lalu.

Konflik Kemanusiaan (Tragedi ’65)


Persoalan politik dalam tragedi 1965 terekam dalam narasi yang direpresentasikan
dalam karya sastra karena tragedi 1965 itu sendiri merupakan fakta tragis dalam sejarah
manusia Indonesia yang membawa dampak penderitaan terhadap begitu banyak korban dari
pihak anggota dan simpatisan yang dianggap bagian dari partai komunis hingga sampai pada
keluarga dan anak-cucunya (Taum, 2015). Konflik kemanusiaan ini menjadi latar cerita yang
populer dalam karya-karya sastra di Indonesia. Pasalnya, tragedi ’65 merupakan peristiwa
sejarah kemanusiaan yang tidak bisa dilupakan bagi masyarakat Indonesia.
Pasca terjadinya peristiwa G30S/PKI, ribuan bahwa jutaan manusia Indonesai harus
‘dimusnahkan’ oleh sesama manusia Indonesia. Tahun-tahun setelahnya, pasca peristiwa
tersebut terjadi, masyarakat menjadi antipati terhadap sesuatu yang berbau komunisme.
Sejarah tersebut tercatat dalam banyak karya sastra, seperti halnya dalam narasi novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari atau Pulang karya Leila S. Chudori. Karya sastra
best seller tersebut menceritakan tragedi-tragedi dalam narasi karya sasrtranya. Selain itu,

21
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

cerpen-cerpen yang mengangkat tema serupa juga dapat ditemui pada karya bersejarah
Pramoedya Ananta toer dalam Paman Martil.
Narasi peristiwa masa kelam tersebut terus mengalir dalam cerpen-cerpen Indonesia
pada tahun-tahun berikutnya hingga sekarang. Pada cerpen-cerpen pilihan Kompas 2020
(Macan), konflik kemanusiaan yang bertemakan tragedi ’65 terdapat dalam cerpen berjudul
Tak Ada Jalan Balik ke Buru dan Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan. Perhatikan kutipan
berikut.

“Maaf, Pak, tanda eks tahanan politik itu seharusnya sudah tak perlu ada di situ. Saya yang
lalai mengurusnya. Maaf...”
“Merapat di Saumlaki, kita bisa dapat perkara besar gegara KTP ini.”
(Tak Ada Jalan Balik ke Buru, Martin Aleida, hal. 109).

Narasi penggambaran akibat adanya tragedi ’65 dalam cerpen Tak Ada Jalan Balik ke
Buru dapat langsung terbaca pada cerpen tersebut. Akibat tragedi ’65, banyak simpatisan
kaum ‘merah’ yang ditempatkan di pulau buru sebagai penjara dan tempat pengasingan.
Setelah masa penjara dan pengasingan tersebut selesai, kartu tanda penduduk dari orang-
orang tersebut memiliki tanda ‘Eks Tahanan Politik” atau disingkat E.T. yang terdapat setelah
nomor KTP. Realitas politik yang telah menjadi isu utama selama bertahun-tahun di negeri ini
menghadirkan kesulitan-kesulitan pada masyarakat ‘terdampak’. Dalam cerpen berikut
diceritakan bagaimana tokoh dalam cerpen ingin sekali kembali ke Buru. Pada masanya, Buru
menjadi kehidupan baru saat masa pengasingan orang-orang yang dianggap sebagai anggota
partai komunis. Akan tetapi, pulau Buru adalah silent memory tentang pembuangan,
penyekapan dan kerja paksa yang kini sudah musnah. Selain permasalahan identitas yang
termasuk ke dalam realitas sosial setelah tragedi ’65, terdapat pula penggambaran tentang
peristiwa masa silam. Perhatikan kutipan berikut.

Kasak-kusuk berkembang semakin liar. Tentang kuburan Salamah yang akan digali. Tentang
organisasi lama yang akan bangkit lagi.
(Salamah dan Malam yang Tak Terlupakan, Lilik H.S, hal. 114).

Kutipan tersebut menggambarkan pembongkaran atau penggalian kembali ‘kasus


lama’ yang belum selesai. Penggambaran pengusutan peristiwa sejarah tersebut merupakan
bentuk realitas sosial masyarakat kita yang memiliki rasa antipati terhadap komunisme.
Dampak tragedi ’65 yang dirasakan pada saat ini adalah ‘takutnya’ masyarakat atas
kebangkitan kembali paham komunisme di tanah air. Kedua cerpen yang menggambarkan
situasi dan dampak dari adanya gerakan politik ’65 mewarnai khazanah sastra hingga kini.
Cerpen-cerpen pilihan Kompas 2021 (Keluarga Kudus) narasi berlatarkan tragedi
kemanusiaan ’65 juga muncul dalam kembali dalam cerpen karangan Martin Aleida yang pada
tahun sebelumnya juga menulis cerpen berjudul Tak Ada Jalan Balik ke Buru, berdasarkan hal
itu, narasi konflik kemanusiaan masa lalu tersebut memang menjadi tema yang masih relevan
bagi masyarakat hingga kini. Dalam Cerpen-cerpen pilihan Kompas 2021 (Keluarga Kudus),

22
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

cerpen yang bertemakan tragedi ’65 terdapat pada cerpen yang berjudul “Aku Ngenti
Tekanmu...” dan Toko Wong. Perhatikan kutipan berikut.

Pada hari, bulan, serta tahun pengejaran terhadap “orang-orang merah”, penumpasan
terhadap para pembagi tanah kepada yang tidak punya, jasad Gumontan Hutajulu ditemukan
mengapung di Brantas yang merah anyir. Gumontan mengapung bersama puluhan, ratusan,
kawan-kawan senasib seperjuangannya.
(“Aku Ngenti Tekanmu...”, Martin Aleida, hal. 13).

Kutipan berikut menggambarkan peristiwa ‘pembasmian’ terhadap orang-orang yang


dicap sebagai anggota partai komunis. Mengalami peristiwa pembunuhan, pengejaran, dan
penumpasan dalam beragam cara. Cara-cara pemusnahan orang-orang anggota partai
tersebut dilakukan dengan pengumpulan massa pada suatu tempat, kemudian dilakukan
pembunuhan massal dengan senjata tajam ataupun dengan senjata api. Kemudian dilakukan
penguburan massal. Selain itu, pembunuhan yang dilakukan terhadap anggota PKI juga
dengan cara pembunuhan massal dan pembuangan jasad di sungai. Dalam narasi yang
digambarkan dalam cerpen “Aku Ngenti Tekanmu...” pembunuhan itu bahkan diceritakan
dengan kalimat, jasad Gumontan Hutajulu ditemukan mengapung di Brantas yang merah
anyir, yang menandakan ada puluhan atau bahkan ratusan jasad yang dibunuh menggunakan
senjata tajam kemudian dibuang di sungai yang merah karena darah-darah manusia yang
mengalir. Kekejaman dalam tragedi kemanusiaan tersebut juga terdapat dalam cerpen
berjudul Toko Wong, perhatikan kutipan berikut.

Banyak cerita beredar tentang Toko Wong sehubungan dengan huru-hara politik ’65. Di
sanalah dulu tempat pembantaian orang-orang yang dianggap partai terlarang. Ada yang
bilang semua dilakukan menggunakan pistol. Sebab, ada banyak selongosng peluru
ditemukan serta bekas lubang di dinding. Tapi, lebih banyak lagi menggunakan senjata tajam
atau kombinasi keduanya. Konon, pada masa itu, di dalam bangunan itu darah menggenang
semata kaki membuat algojonya terpaksa harus memakai sepatu bot.
(Toko Wong, Raudal Tanjung Banua, hal. 165).

Kutipan tersebut menggambarkan betapa mengerikannya pembantaian terhadap


orang-orang yang dianggap sebagai anggota partai terlarang. Dalam huru-hara politik ’65
tersebut, penangkapan yang berujung pembunuhan seringkali terjadi pada tahun-tahun
setelah terjadinya tragedi G30S/PKI, dimulai dari tahun 1965—1970’an. Proses penangkapan
yang terjadi disinyalir merupakan sebuah usahan dalam melenyapkan ideologi komunis
beserta orang-orang yang menganut ideologi tersebut.
Cerpen-cerpen yang termuan dalam Kompas 2020—2021 menyimpan tema-tema
tragedi kemanusiaan pasca terjadinya huru-hara tragedi ’65. Sastra sebagai perekam
persitiwa sejarah dalam hal ini melakukan tiga cara perlawanan menurut (Taum, 2014) yang
menyebutkan bahwa dalam sastra, tragedi kemanusiaan ’65 dapat dilakukan dengan
menggunakan pandangan (1) perlawanan aktif terhadap pembunuhan itu antara lain dengan

23
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

meminta pertanggungjawaban pejabat militer maupun sipil, melakukan tindakan yang


melawan kehendak main stream seperti menyelamatkan atau melindungi keluarga orang-
orang PKI yang teraniaya; (2) perlawanan pasif, yaitu perlawanan dengan cara tidak mengikuti
kehendak main stream atau memutuskan untuk tidak terlibat dalam arus pembunuhan
massal; (3) perlawanan humanistik, yang menawarkan fenomena kemanusiaan kepada
kekuasaan untuk dinilai dengan akal sehat dan hati nurani. Dalam cerpen-cerpen Kompas
2020—2021 ketiga poin tersebut terlihat dalam karya-karya di dalamnya.

Urbanisasi
Arus urban (urbanisasi) merupakan bentuk aktivitas yang diakibatkan oleh
perkembangan sosial politik ketika pemerintah dan perangkat sistem sosial mengarah pada
sistem yang lebih modern. Kota-kota mulai tumbuh, bahkan perangkat perkotaan dan
modernisme ini telah menyentuh dan menjadi bagian masyarakat hingga ke pedesaan atau
masyarakat rural (Sudarmoko, 2016). Arus urban masyarakat dari desa ke kota dalam cerpen-
cerpen pilihan Kompas 2020—2021 terwakili oleh cerpen berjudul Toya, perhatikan kutipan
berikut.

Toya memutuskan pulang ke kampung setelah tersiar kabar bahwa orang-orang kampunya
memilih merantau, menjaga toko kelontong ketimbang tinggal di kampung, tak terkecuali
Mattalwan. Sejak orang-orang kampungnya merantau dan sukses dengan membuka toko
kelontong, orang-orang yang sebelumnya hanya berkutat di kampung memilih menyusul,
lebih-lebih ketika melihat orang-orang yang lebih dulu merantau dan sukses di Jakarta.
(Toya, Mahwi Air Tawar, hal. 149).

Dalam cerpen pilihan kompas 2020—2021 cerpen berjudul Toya merupakan


representatif dalam menggambarkan unsur realitas sosial berupa urbanisasi. Dalam cerpen
tersebu tergambarakan bagaimana orang-orang pada suatu daerah terntu melakukan
urbanisasi. Arus perantauan memang tidak bisa dibendung dalam perkembangan waktu.
Desa-desa yang dulu ramai dengan garapan-garapan sawah dan perkebunan perlahan mulai
ditinggalkan masyarakatnya untuk lebih memilih bekerja di kota agar mendapatkan
penghasilan lebih daripada menggarap tanah. Persoalan urbanisasi ini menjadikan desa-desa
sebagai tempat yang tertinggal karena kekurangan SDM unntuk mengembangkannya.
Arus urban dalam cerita pendek pilihan kompas 2020—2021 merupakan persoalan
kompleks yang berkaitan dengan kemiskinan, pencukupan gaya hidup, dan ‘gengsi’ yang
ditimbulkan pada kehidupan sosial masyarakat desa sendiri. Kota menjadi perayu terhadap
masyarakat desa yang rural untuk mendapatkan kesempatan agar mendapatkan pundi-pundi
rupiah lebih banyak guna mencukupi kebutuhan hidup yang semakin banyak.

SIMPULAN
Berdasarkan penelahaan terhadap cerpen-cerpen Indonesia yang terhimpun dalam
kumpulan cerpen pilihan Kompas 2020—2021, realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat
Indonesia meliputi kenyataan kondisi masyarakat yang kompleks. Realitas sosial tersebut

24
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

mulai dari kemiskinan dan urbanisasi merupakan unsur yang saling menyebabkan sebab-
akibat. Konflik kemanusiaan masa lalu dan konflik tanah merupakan penggambaran terhadap
‘penyingkiran’ pihak-pihak atau kelompok masyarakat kecil yang akan digeser oleh kelompok
masyarakat besar. Intoleransi, alkoholisme, serta pelacuran pemerkosaan merupakan
penggambaran masyarakat yang pada prinsipnya menjunjung tinggi nilai-nilai norma sosial,
namun di satu sisi menjatuhkannya. Unsur realitas sosial berupa budaya lokal merupakan
bentuk penggambaran sebagian masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh prinsip-
prinsip dan tradisi berupa pelesterian budaya leluhur. Pendami atau wabah kesehatan
merupakan bentuk realitas sosial yang baru yang membuat manusia menjadi lebih adaptif
dalam menghadapi perkembangan dan kemajuan terknologi dalam kehidupan. Unsur-unsur
realitas sosial tersebut saling memiliki ketergantungan sebab-akibat dan terjadi dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan beberapa yang berlatar global.

Daftar Pustaka
Ajidarma, G. S. , dkk. (2021). Macan: Cerita Pendek Pilihan Kompas 2020. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara.
Alexander, T. S., dkk. (2022). Keluarga Kudus: Cerita Pendek Pilihan Kompas 2021. Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara.
Amriani. (2014). Realitas Sosial dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari.
Jurnal Sawerigading, Vol. 20, No. 1, Hal. 99—108.
Amrullah, Salam. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan.
Jurnal Andi Djemma, Vol. 3, No. 1, Hal. 59—65.
Cropley, A. (2019). Introduction to Qualitative Research Methods. Riga, Latvia: Zinātne.
Damono, Sapardi Djoko. (1978). Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Dewi, I. Q., Sarwono, S., & Agustina, E. (2019). Analisis Nilai Sosial Dalam Kumpulan Cerpen
Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis. Jurnal Ilmiah Korpus, 2(2), 174–178.
Https://Doi.Org/10.33369/Jik.V2i2.6521
Djojosuroto, Kinayati. (2006). Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya. Yogyakarta: Penerbit
Pustaka.
Faruk. (2012). Mertode Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar.
Faruk. (2019). Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haryanto. (2022). Nilai-Nilai dalam Cerpen Pilihan Kompas 2022 Macan. Edukatif: Jurnal Ilmu
Pendidikan, Vol. 4, No. 3, Hal. 4567—4583.
Jabrohim. (2012). Teori penelitian sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jayawati, T. M., dkk. (2004). Cerpen Pilihan Kompas 1992—2002. Jakarta: Pusat Bahasa.
Kamaluddin, dkk. (2021) Intoleransi Menurut Tokoh Agama Islam dan Kristen. Studia Sosia
Religia, Vol. 4, No. 1, Hal. 1—13.

25
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

Kartikasari, Ratih, dkk. (2014). Realitas Sosial dan Representasi Fiksimini dalam Tinjauan
Sosiologi Sastra. Publika Budaya, Vol. 2, No. 1, Hal. 50—57.
King, L. A. (2012). Psikologi Umum. Jakarta: Salemba Humanika.
Lukacs, Georg. (2011). Dilaketika Marxis: Sejarah dan Kesadaran Kelas. Terjemahan Inyiak
Ridwan Muzir. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Marlina, H. H. (2017). Realitas Sosial Kehidupan Tokoh Utama dalam Novel Toba Dreams
Karya TB Silalahi. Jurnal Bastra, Vol. 1, No. 4.
Musdolifah, Ari. (2018). Memaknai Nilai-Nilai Sosial pada Novel Napas Mayat Karya Bagus Dwi
Hananto. Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Vol. 11, No. 1, Hal. 25—34.
Prabowo, G. A & Pratisti, D, W. (2017). Studi Fenomenologis: Perilaku Agresif pada Pecandu
Alkohol. Prosiding Temu Ilmiah X Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia, 2017, Hal.
256—266.
Pramudyaseta, Dito. (2021). Realitas Sosial dalam Puisi Keluarga Khong Guan Karya Joko
Pinurbo. Seulas Pinang: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 3, No. 2, Hal.
1—8.
Pratama, Y. A. & Setyawan, A. (2023). Analisis Kritis Sosial dalam Antologi Cerpen Pilihan
Kompas 2020 “Macan” (Kajian Sosiologi Sastra. Journal of Educational Language and
Literature, Vol. 1, No. 1, Hal. 46—53.
Putri, D. S. (2018). Realitas Sosial dalam Novel Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany (Kajian
Sosiologi Sastra). Jurnal Sapala, Vol. 5, No. 1.
Putri, M. P. (2017). Realitas Sosial dalam Novel Kelomang Karya Qizink La Aziva (Kajian
Realisme Sosialis George Lukacs). Jurnal Bapala. Vol. 4, No. 1, Hal. 1—11.
Putri, Prayitna Mega. (2017). Realitas Sosial dalam Novel Kelomang Karya Qizink La Aziva
(Kajian Realisme Sosialis Georg Lukacs). Jurnal Bapala, Vol. 4, No. 1, Hal. 1—11.
Rampan, K. L. (2013). Antologi Apresiasi Sastra Indonesia. Penerbit Narasi.
Ratna, N. K. (2007). Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga
Postrukturalisme. Pustaka Pelajar.
Ritzer, George. (2014). Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosdiana, Sari, dkk. (2021). Realitas Sosial dalam Novel Perempuan yang Menangis kepada
Bulan Hitam Karya Dian Purnomo. Jurnal Metamorfosa, Vol. 9, No. 2, Hal. 82—100.
Sembada, Zuliyani Ema & Andalas, Intan Maharani. (2019). Realitas Sosial dalam Novel Laut
Bercerita Karya Leila S. Chudori : Analisis Strukturalisme Genetik. JSI: Jurnal Sastra
Indonesia, Vol. 8, No. 2, Hal. 129—137.
Sembiring, J. (2006). Konflik Tanah di Indonesia. Jurnal Hukum, Vol. 13, No. 2, Hal. 279—292.
Sudarmoko. (2016). Sastra, Kota, dan Sumatera Barat: Perbuahan Masyarakat Perkotaan
dalam Karya Sastra. Jurnal Jentera, Vol. 5, No. 1. Hal. 22—41.

26
Realitas Sosial dalam Cerita Pendek Indonesia 2020—2021

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Afabeta.


Syawie, Mochamad. (2016). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial. Jurnal Informasi, Vol. 16, No.
3, Hal. 214—219.
Tarsinih, E. (2018). Kajian Terhadap Nilai-Nilai Sosial Dalam Kumpulan Cerpen “Rumah Malam
Di Mata Ibu” Karya Alex R. Nainggolan Sebagai Alternatif Bahan Ajar. Bahtera Indonesia;
Jurnal Penelitian Bahasa Dan Sastra Indonesia, 3(2), 70–81.
Https://Doi.Org/10.31943/Bi.V3i2.18
Taum, Y. Y. (2015). Sastra dan Politik: Representasi Tragedi 1965 dalam Negara Orde Baru.
Yogyakarta: Sanata Dharma Press.
Taum, Y. Y. (2014). Tragedi 1965 dalam Karya-karya Umar Kayam: Perspektif Antonio Gramsci.
Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Vol. 8, No. 1, Hal. 11—22.
Thea, Ady. (2023). KPA: Sepanjang 2022 Ada 497Korbang Kriminalisasi dalam Konflik Agraria.
Artikel Berita: hukumonline.com (10 Januari 2023) yang dikutip pada 19 Juni 2023.
Veeger, K. J. (1985). Realitas Sosial Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu-
Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: PT Gramedia.
Wardianto, Bayu Suta. (2021). Identitas Sosial dan Kearifan Lokal pada Kumpulan Cerpen
Celurit Hujan Panas Karya Zainul Muttaqin. Jurnal Totobuang, Vol. 9, No. 2, Hal. 301—
313.
Wirawan. I.B. (2012). Teori-Teori Sosial. Jakarta: Prenadamedia Group.

27

Anda mungkin juga menyukai