Anda di halaman 1dari 13

Kebijakan Perusahaan dan Konsekuensi Hukum Terkait "Staycation" Dalam

Kontrak Kerja Karyawan Pabrik Cikarang

Ilham Riski Ramadhan


Fakultas Teknik, Universitas Krisnadwipayana
ilhamadya@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan perusahaan terkait "staycation"


dan konsekuensi hukum yang terkait dalam kontrak kerja karyawan pabrik di Cikarang.
Staycation merujuk pada ajakan bos kepada karyawan untuk terlibat dalam hubungan
intim sebagai syarat untuk memperpanjang kontrak kerja. Metode penelitian ini
menggunakan pendekatan observasi dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan
mengamati praktik dan kebijakan perusahaan terkait "staycation" di beberapa pabrik di
Cikarang. Selain itu, studi literatur dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang
mendalam mengenai peraturan perburuhan, etika bisnis, dan konsekuensi hukum terkait
pelecehan seksual di tempat kerja. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang dampak kebijakan perusahaan terkait "staycation"
terhadap karyawan dan konsekuensi hukum yang mungkin timbul. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan rekomendasi terkait perlindungan karyawan, pencegahan
pelecehan seksual di tempat kerja, serta tindakan hukum yang dapat diambil oleh
karyawan yang menghadapi situasi ini. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan
bagi perusahaan untuk mengembangkan kebijakan yang adil dan menjunjung tinggi
hak-hak karyawan. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi kontribusi dalam upaya
pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja dan memberikan informasi yang berguna
bagi karyawan yang menghadapi situasi serupa.

Kata Kunci: Staycation, Cikarang, Kontrak Kerja, Karyawan

ABSTRACT
This study aims to analyze company policies regarding "staycation" and the legal
consequences associated with the employment contracts of factory employees in
Cikarang. Staycation refers to the boss's invitation to employees to engage in intimate
relationships as a condition for extending the employment contract. This research
method uses an observation approach and literature study. Observations were made by
observing company practices and policies regarding "staycation" at several factories in
Cikarang. In addition, a literature study was conducted to gain an in-depth
understanding of labor regulations, business ethics, and legal consequences related to
sexual harassment in the workplace. The results of this study are expected to provide a
better understanding of the impact of company policies regarding "staycation" on
employees and the legal consequences that may arise. This research is also expected to
provide recommendations related to employee protection, prevention of sexual
harassment in the workplace, and legal actions that can be taken by employees who
face this situation. It is hoped that this research can become a reference for companies
to develop policies that are fair and uphold employee rights. In addition, it is hoped that
it will also contribute to efforts to prevent sexual harassment in the workplace and
provide useful information for employees who are facing a similar situation.

Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana 1


TEMPLATE JURNAL BINAMULIA HUKUM

Keywords: Staycation, Cikarang, Employment Contract, Employees


A. PENDAHULUAN

Pelecehan seksual adalah perilaku ofensif atau perhatian yang bersifat seksual
dan menyebabkan penderitaan bagi korban1. Pelecehan seksual merujuk pada tindakan
atau perilaku yang tidak diinginkan dan tidak pantas dengan sifat seksual yang
menargetkan orang lain tanpa persetujuan mereka. Pelecehan seksual bisa berupa
kontak fisik, komentar yang tidak pantas, eksploitasi, atau upaya memaksa orang lain
untuk melakukan tindakan seksual yang tidak mereka inginkan. Dalam hal ini pelecehan
seksual dapat terjadi dimana saja, salah satunya di tempat kerja.
Pelecehan seksual di tempat kerja merupakan masalah serius yang melanggar
hak asasi manusia dan dapat memiliki konsekuensi yang merugikan bagi para korban.
Di Indonesia, kasus pelecehan seksual di tempat kerja masih menjadi permasalahan
yang perlu ditangani secara serius2. Salah satu bentuk pelecehan seksual adalah ketika
bos memanfaatkan posisinya untuk mengajak karyawan terlibat dalam hubungan intim
dengan ancaman pemutusan kontrak kerja jika tidak setuju. Fenomena ini dikenal
dengan istilah "staycation". Pada sektor industri pabrik di Cikarang, ada laporan dan
indikasi adanya praktik "staycation" yang dilakukan oleh beberapa perusahaan.
Kebijakan semacam ini menimbulkan masalah serius terkait keamanan dan hak-hak
karyawan. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang mendalam mengenai kebijakan
perusahaan terkait "staycation" dan konsekuensi hukum yang terkait untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik mengenai masalah ini. Tujuan penelitian ini adalah : 1)
Menganalisis kebijakan perusahaan terkait "staycation" di pabrik-pabrik di Cikarang. 2)
Mengidentifikasi konsekuensi hukum yang terkait dengan praktik "staycation" dalam
kontrak kerja karyawan. 3) Menyediakan rekomendasi untuk perlindungan karyawan
dan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja.
Anggota Komnas Perempuan Tiasri Wiandani menyatakan bahwa menggunakan
staycation sebagai persyaratan untuk memperpanjang kontrak kerja pekerja perempuan
merupakan bentuk eksploitasi seksual. Menurutnya, eksploitasi seksual termasuk dalam
kategori tindakan yang dapat dituntut secara hukum sesuai dengan Undang-Undang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Tiasri Wiandani juga menyatakan
bahwa pekerja perempuan yang menolak staycation berisiko tidak mendapatkan
perpanjangan kontrak. Hal ini mengindikasikan bahwa atasan memanfaatkan
ketidakseimbangan hubungan dan kerentanan pekerja perempuan untuk mendapatkan
layanan seksual sebagai keuntungan. Eksploitasi seksual terjadi akibat penyalahgunaan
kekuasaan dalam situasi ini,
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di Indonesia telah
mengatur hak, kewajiban, dan perlindungan bagi karyawan. Menurut Pasal 1 angka 11
undang-undang tersebut, pelecehan seksual di tempat kerja dianggap sebagai
1
Danendra Farrel Wicaksono, “Penindakan Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. (Bullying of Perpetrators of
Sexual Abuse of Women Under Act Number 19 in 2016 About Information and Electronic Transactions).”
(undergraduate, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2023), http://repository.untag-sby.ac.id/21586/.
2
Fiana Dwiyanti, “Pelecehan Seksual Pada Perempuan Di Tempat Kerja (Studi Kasus Kantor Satpol PP Provinsi
DKI Jakarta),” Jurnal Kriminologi Indonesia 10, no. 1 (March 27, 2017),
http://www.ijil.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/7515.

Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana 2


pelanggaran hukum yang melanggar perlindungan pekerja. Kementerian
Ketenagakerjaan Indonesia juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
No. 4 Tahun 2020 yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan pelecehan
seksual di tempat kerja. Peraturan ini memberikan pedoman dan tindakan yang harus
diambil oleh perusahaan untuk mencegah dan menangani kasus pelecehan seksual,
termasuk ketika ada ajakan atau ancaman terkait hubungan intim dalam kontrak kerja 3.
Data terkait kasus "staycation" dan pelecehan seksual di tempat kerja di
Indonesia dapat diperoleh dari laporan dan studi yang telah dilakukan oleh lembaga-
lembaga seperti Komnas Perempuan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM), dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang berfokus pada isu-isu
ketenagakerjaan dan keadilan gender. Melalui penelitian ini, diharapkan akan terungkap
fakta-fakta yang mendukung analisis kesenjangan atau permasalahan terkait kebijakan
perusahaan.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode gabungan antara observasi dan studi
literatur. Berikut ini adalah informasi ringkas mengenai materi dan metode yang
digunakan dalam penelitian ini:
Subjek Penelitian:
Subjek penelitian ini adalah karyawan pabrik di Cikarang yang menghadapi situasi
"staycation" dalam kontrak kerja mereka. Penelitian dilakukan dengan memperoleh data
dari beberapa pabrik yang memiliki laporan atau indikasi adanya praktik "staycation".
Teknik Pengambilan Data:
a. Observasi: Observasi dilakukan untuk mengamati praktik dan kebijakan perusahaan
terkait "staycation". Pengamat akan melihat langsung tindakan atau kegiatan yang
terkait dengan praktik tersebut, seperti interaksi antara bos dan karyawan.
b. Studi Literatur: Studi literatur dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang
mendalam mengenai peraturan perburuhan, etika bisnis, konsekuensi hukum terkait
pelecehan seksual di tempat kerja, serta penelitian sebelumnya yang relevan dengan
topik ini.
Metode Analisis:
a. Analisis Kualitatif: Data yang diperoleh dari observasi dan studi literatur akan
dianalisis secara kualitatif. Hal ini melibatkan pengorganisasian dan penafsiran data
yang bersifat deskriptif, dengan tujuan memahami konteks, praktik, dan implikasi dari
kebijakan perusahaan terkait "staycation".
b. Pendekatan Eksploratif: Penelitian ini menggunakan pendekatan eksploratif untuk
menjelajahi dan memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai fenomena
"staycation" dan konsekuensi hukum yang terkait. Pendekatan ini memungkinkan
peneliti untuk menemukan pola, tema, atau faktor yang mungkin mempengaruhi praktik
"staycation" dan dampaknya.

3
Siti Awaliyah, “Aspek Hukum Dalam Pelecehan Seksual Di Tempat Kerja,” Jurnal Ilmiah Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan 27, No. 1 (June 27, 2016), Https://Doi.Org/10.17977/Jppkn.V27i1.5514.

Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana 3


TEMPLATE JURNAL BINAMULIA HUKUM

Metode penelitian ini dipilih untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif


tentang kebijakan perusahaan terkait "staycation" dan konsekuensi hukum yang terkait.
Dengan menggabungkan observasi langsung dengan studi literatur, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang fenomena ini dan
memberikan dasar untuk rekomendasi perlindungan karyawan dan pencegahan
pelecehan seksual di tempat kerja.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Kebijakan Perusahaan Terkait “Staycation”


Dalam dunia kerja, kebijakan perusahaan memainkan peran penting dalam
membentuk budaya dan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Namun, terkadang
ada kebijakan yang tidak etis dan melanggar hak-hak karyawan, salah satunya adalah
kebijakan terkait "staycation". "Staycation" adalah fenomena di mana perusahaan
memanfaatkan posisi hierarkisnya untuk mengajak atau mengancam karyawan terlibat
dalam hubungan intim sebagai syarat memperpanjang kontrak kerja. Fenomena ini jelas
melanggar prinsip-prinsip integritas, keadilan, dan kesetaraan dalam dunia kerja.
Kebijakan semacam ini menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan yang serius
antara manajemen perusahaan dan karyawan. Karyawan yang berada dalam posisi
rentan dapat merasa terjebak antara mempertahankan pekerjaan mereka atau
menghadapi konsekuensi negatif jika menolak ajakan tersebut. Hal ini menciptakan
lingkungan yang tidak sehat, mengancam martabat dan hak asasi karyawan. Selain
melanggar etika bisnis, kebijakan "staycation" juga melanggar hukum. Undang-Undang
Ketenagakerjaan di indonesia melarang terjadinya pelecehan seksual ditempat kerja dan
melindungi hak-hak karyawan. Praktik "staycation" merupakan bentuk pelecehan
seksual yang mengabaikan keadilan dan kesetaraan dalam hubungan kerja4.
Perlindungan karyawan harus menjadi prioritas utama bagi setiap perusahaan.
Perusahaan perlu mengadopsi kebijakan yang menjunjung tinggi prinsip kesetaraan,
keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Keberadaan kebijakan yang
jelas dan terdokumentasi mengenai penanganan pelecehan seksual di tempat kerja
sangat penting. Selain itu penting bagi perusahaan untuk memberikan pelatihan dan
kesadaran kepada seluruh karyawan tentang hak-hak mereka, serta menjelaskan bahwa
praktik seperti "staycation" adalah tidak sah dan melanggar undang-undang. Melalui
pendekatan ini, perusahaan dapat menciptakan budaya yang inklusif dan menghindari
situasi yang memungkinkan terjadinya pelecehan seksual di tempat kerja5.
Kemenkum HAM mengungkapkan bahwa perusahaan yang memaksa karyawan
wanita untuk melakukan staycation dengan atasan sebagai syarat perpanjangan kontrak
kerja dapat menghadapi denda hingga Rp1 miliar. Menurut Dhahana Putra, Direktur
Jenderal HAM, jika hal ini terjadi, tidak hanya melanggar hukum tetapi juga melibatkan
pelanggaran HAM terhadap pekerja perempuan. Dalam konteks ini, perusahaan tersebut
dapat dikenai sanksi berdasarkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPSK)
Nomor 12 Tahun 2022. Pasal 12 dan 13 UU TPSK dengan jelas mengancam pihak
4
Zulfa Rahmatina and S. Psi Susatyo Yuwono, “Strategi Coping Generasi Millennial Terhadap Pelecehan Seksual Di
Media Sosial” (s1, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2019), https://doi.org/10/LAMPIRAN.pdf.
5
Krispina Adpenalia, “Government Making : Prokteksi Dan Penghapusan Kekerasan Seksual (Studi Literatur
Dinamika Pengesahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual)” (sarjana,
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA STPMD “APMD,” 2022),
http://repo.apmd.ac.id/1888/.

Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana 4


yang menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan melalui eksploitasi
seksual6.
Berdasarkan hal ini penting untuk memastikan perlindungan hak-hak pekerja
perempuan dan mencegah eksploitasi seksual di tempat kerja. Kewajiban perusahaan
adalah menciptakan lingkungan kerja yang aman, bebas dari pelecehan dan
penyalahgunaan kekuasaan. Selain sanksi denda, langkah-langkah lain seperti
penegakan hukum yang tegas, kampanye kesadaran, dan peningkatan regulasi yang
melindungi hak-hak pekerja perempuan juga perlu diperkuat. Selain itu, penting juga
bagi pekerja perempuan untuk mengetahui hak-hak mereka dan memiliki akses yang
mudah untuk melaporkan kasus-kasus pelecehan seksual atau penyalahgunaan
kekuasaan yang mereka alami7. Upaya ini harus didukung oleh lembaga penegak
hukum, organisasi pekerja, dan masyarakat secara keseluruhan agar pekerja perempuan
merasa aman dan dilindungi di tempat kerja. Kemudian perlu adanya sinergi antara
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam membangun budaya kerja yang
menghormati hak asasi manusia dan menghindari tindakan-tindakan yang merugikan
pekerja perempuan. Hal ini akan berdampak positif pada pembangunan sosial, ekonomi,
dan kesetaraan gender secara keseluruhan. Dengan mengedepankan kesadaran,
penegakan hukum yang kuat, dan kolaborasi yang baik antara semua pihak terkait,
diharapkan dapat tercipta lingkungan kerja yang adil, aman, dan berkeadilan bagi semua
pekerja, khususnya perempuan.
Setelah identifikasi kebijakan perusahaan terkait "staycation", penting untuk
melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan tersebut. Evaluasi ini melibatkan
beberapa aspek penting yang harus dinilai, antara lain:
1. Keadilan: a. Kesetaraan dan Perlakuan Adil: Evaluasi harus mempertimbangkan
apakah kebijakan tersebut memperlakukan semua karyawan dengan adil dan
setara. Apakah kebijakan tersebut memberikan perlindungan yang sama
terhadap semua karyawan tanpa membedakan jenis kelamin, posisi, atau hierarki
dalam organisasi? b. Keseimbangan Kekuasaan: Penting untuk
mempertimbangkan apakah kebijakan ini menciptakan ketidakseimbangan
kekuasaan antara manajemen perusahaan dan karyawan. Apakah karyawan
merasa terjebak dalam situasi yang mempengaruhi keputusan kontrak kerja
mereka secara tidak adil?
2. Etika Bisnis: a. Integritas dan Tanggung Jawab: Evaluasi harus menilai apakah
kebijakan tersebut mencerminkan prinsip-prinsip etika bisnis yang tinggi.
Apakah perusahaan bertindak dengan integritas dan bertanggung jawab terhadap
karyawan dalam mengambil keputusan terkait kontrak kerja? b. Perlindungan
Martabat Karyawan: Keberadaan kebijakan semacam ini harus memperhatikan
perlindungan martabat karyawan. Apakah kebijakan ini menghormati dan
melindungi hak asasi manusia serta memastikan karyawan dapat bekerja dalam
lingkungan yang menghargai martabat mereka?

6
Rumimpunu Fritje, “Sistem Hubungan Industrial Pancasila Di Indonesia Dengan Tenaga Kerja, Perusahaan Dilihat
Dari Aspek ( Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun 2003),” Jurnal Hukum Unsrat Ii, No. 2 (January 2014):
117–26.
7
“Geger Isu Syarat Staycation Karyawati Di Cikarang, Bupati Buka Suara,” Accessed May 17, 2023,
Https://Www.Cnnindonesia.Com/Nasional/20230504125153-20-945175/Geger-Isu-Syarat-Staycation-Karyawati-Di-
Cikarang-Bupati-Buka-Suara.

Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana 5


TEMPLATE JURNAL BINAMULIA HUKUM

3. Kesesuaian dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Peraturan yang


Berlaku: a. Kepatuhan Hukum: Evaluasi harus memastikan apakah kebijakan
tersebut sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan yang
berlaku di negara tersebut. Apakah kebijakan ini melanggar hukum, terutama
terkait dengan larangan pelecehan seksual di tempat kerja? b. Konsistensi
dengan Norma dan Standar: Evaluasi juga harus mempertimbangkan apakah
kebijakan tersebut konsisten dengan norma dan standar yang diterima secara
luas dalam masyarakat dan dunia kerja. Apakah kebijakan ini mendukung
prinsip-prinsip yang diterima secara umum, seperti kesetaraan gender dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia?
Dalam evaluasi kebijakan terkait "staycation", penting untuk mencari kebijakan
yang memenuhi kriteria keadilan, etika bisnis yang tinggi, dan kesesuaian dengan
undang-undang dan peraturan yang berlaku. Jika kebijakan tersebut dinilai tidak
memenuhi standar ini, perusahaan harus bersedia melakukan perubahan dan
penyempurnaan kebijakan untuk melindungi dan memastikan kesejahteraan karyawan.

2. Konsekuensi Hukum Terkait "Staycation"


a. Praktik "staycation" bisa melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia,
yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Undang-undang ini melindungi hak-hak
karyawan dan melarang pelecehan seksual di tempat kerja. Salah satu ketentuan dalam
undang-undang tersebut melarang adanya pelecehan seksual, yang didefinisikan sebagai
tindakan atau perilaku seksual yang tidak diinginkan atau memalukan yang dilakukan
dengan menggunakan kekuasaan, ancaman, atau paksaan dalam hubungan kerja.8.
Dalam konteks "staycation", jika ada situasi di mana karyawan diancam atau
dipaksa untuk terlibat dalam hubungan intim sebagai syarat memperpanjang kontrak
kerja, maka hal tersebut merupakan bentuk pelecehan seksual yang melanggar undang-
undang tersebut. Karyawan berhak bekerja di lingkungan bebas dari pelecehan seksual
dan berhak dihormati dan dilindungi. Undang-undang ini melindungi karyawan yang
mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Karyawan yang mengalami pelanggaran
tersebut dapat melaporkannya ke otoritas ketenagakerjaan atau mengajukan gugatan
hukum terhadap perusahaan yang melakukan atau memfasilitasi praktik "staycation".
Penting untuk menegakkan undang-undang ketenagakerjaan dan memberikan
sanksi yang tegas terhadap pelanggaran tersebut. Otoritas ketenagakerjaan memiliki
peran penting dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan dan memastikan
kepatuhan terhadap undang-undang ketenagakerjaan9, termasuk perlindungan terhadap
karyawan dari pelecehan seksual. Dalam rangka mencegah pelanggaran undang-undang,
penting bagi perusahaan untuk memiliki kebijakan yang jelas dan prosedur penanganan
pelanggaran, termasuk pelecehan seksual. Pelatihan dan kesadaran kepada seluruh
karyawan juga penting agar mereka dapat mengenali tindakan pelecehan seksual dan
tahu bagaimana melapor jika mengalaminya.

8
Sri Kurnianingsih, “Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Di Tempat Kerja,” Buletin Psikologi 11, No. 2
(September 29, 2015), Https://Doi.Org/10.22146/Bpsi.7464.
9
“Peranan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Dalam Menangani Masalah Ketenagakerjaan Menurut Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan | Lex Administratum,” Accessed May 17, 2023,
Https://Ejournal.Unsrat.Ac.Id/V3/Index.Php/Administratum/Article/View/11108.

Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana 6


Perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman, adil, dan
profesional bagi semua karyawan dengan menghormati dan melindungi hak-hak
karyawan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan..
b. Pelanggaran Etika Bisnis: Praktik "staycation" juga melanggar prinsip-prinsip etika
bisnis. Perusahaan diharapkan memiliki kebijakan dan standar yang menjunjung tinggi
integritas, keadilan, dan perlakuan yang adil terhadap karyawan.
Pelanggaran Etika Bisnis terkait dengan praktik "staycation" terjadi ketika
perusahaan tidak mematuhi prinsip-prinsip integritas, keadilan, dan perlakuan yang adil
terhadap karyawan. Dalam lingkungan bisnis yang sehat, perusahaan diharapkan
memiliki kebijakan dan standar yang menjunjung tinggi etika bisnis10, meliputi:
1. Integritas: Prinsip integritas menuntut perusahaan untuk bertindak dengan jujur,
jelas, dan konsisten dalam setiap aspek operasionalnya 11. Dalam konteks
"staycation", pelanggaran etika bisnis terjadi ketika perusahaan menggunakan
posisi hierarkisnya untuk mempengaruhi karyawan dalam hubungan intim
sebagai syarat memperpanjang kontrak kerja. Praktik ini jelas melanggar
integritas karena melibatkan pemaksaan atau penyalahgunaan kekuasaan.
2. Keadilan: Prinsip keadilan menekankan perlakuan yang adil dan setara terhadap
semua individu12. Dalam konteks "staycation", pelanggaran etika bisnis terjadi
ketika ada perlakuan tidak adil terhadap karyawan. Karyawan yang menolak
atau tidak setuju dengan ajakan "staycation" mungkin menghadapi konsekuensi
negatif, seperti kehilangan pekerjaan atau penilaian yang tidak adil. Hal ini
merusak prinsip keadilan dalam lingkungan kerja.
3. Perlakuan yang Adil terhadap Karyawan: Etika bisnis menekankan perlakuan
yang adil dan hormat terhadap karyawan. Praktik "staycation" yang melibatkan
ancaman atau paksaan dari manajemen perusahaan untuk terlibat dalam
hubungan intim merusak prinsip perlakuan yang adil terhadap karyawan.
Perlakuan semacam ini melanggar hak asasi manusia karyawan dan menciptakan
lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat.
Perusahaan diharapkan untuk mengembangkan kebijakan dan standar yang jelas
dan mengikuti prinsip-prinsip etika bisnis. Hal ini meliputi larangan terhadap praktik
"staycation" atau bentuk pelecehan seksual lainnya, serta penegakan perlindungan yang
kuat bagi karyawan. Selain itu, penting untuk menyediakan saluran pengaduan yang
aman dan anonim bagi karyawan yang ingin melaporkan pelanggaran etika bisnis atau
pelecehan seksual.
Dengan menjunjung tinggi prinsip integritas, keadilan, dan perlakuan yang adil
terhadap karyawan, perusahaan dapat membangun budaya kerja yang positif,
menghindari pelanggaran etika bisnis, serta menciptakan lingkungan yang aman dan
profesional bagi seluruh karyawan.

10
fritje, “sistem hubungan industrial pancasila di indonesia dengan tenaga kerja, perusahaan dilihat dari aspek
( undang-undang tenaga kerja no.13 tahun 2003).”
11
“Pengaruh Kompetensi, Independensi, Objektivitas, Akuntabilitas Dan Integritas Terhadap Kualitas Audit Dengan
Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi ( Studi Empiris Kap Di Semarang ) - Diponegoro University | Institutional
Repository (Undip-Ir),” Accessed May 17, 2023, Http://Eprints.Undip.Ac.Id/43848/.
12
“Prinsip-Prinsip Keadilan Distributif Dalam Pemikiran Sayyid Qutb - Digital Library Uin Sunan Gunung Djati
Bandung,” Accessed May 17, 2023, Https://Etheses.Uinsgd.Ac.Id/51869/.

Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana 7


TEMPLATE JURNAL BINAMULIA HUKUM

c. Konsekuensi hukum yang terkait dengan praktik "staycation" yang melibatkan


ancaman atau paksaan dari bos terhadap karyawan dapat mencakup beberapa aspek
yang melanggar hukum dan undang-undang di Indonesia. Berikut adalah beberapa
konsekuensi hukum yang mungkin dihadapi oleh karyawan yang mengalami
"staycation":
1. Tindakan Pelecehan Seksual: Praktik "staycation" yang melibatkan ajakan atau
paksaan untuk berhubungan intim dengan ancaman dari atasan dapat dianggap
sebagai bentuk pelecehan seksual di tempat kerja. Pelecehan seksual ini melanggar
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di Indonesia.
Karyawan yang mengalami pelecehan seksual dapat mengajukan gugatan hukum
terkait pelanggaran ini.
2. Pelanggaran Kontrak Kerja: Jika praktik "staycation" digunakan sebagai
persyaratan untuk memperpanjang kontrak kerja, hal ini dapat melanggar kontrak
kerja yang telah disepakati sebelumnya antara karyawan dan perusahaan. Karyawan
yang merasa terpaksa melakukan "staycation" dengan ancaman atau paksaan dapat
mengklaim pelanggaran kontrak kerja dan mengajukan gugatan hukum terkait hal
tersebut.
3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia: Praktik "staycation" yang melibatkan ancaman
atau paksaan dari atasan dapat melanggar hak asasi manusia karyawan, termasuk
hak atas integritas fisik dan psikologis, hak atas perlindungan dari perlakuan yang
tidak manusiawi atau merendahkan martabat, serta hak atas lingkungan kerja yang
aman dan bebas dari pelecehan. Karyawan yang mengalami pelanggaran hak asasi
manusia dapat mengajukan gugatan hukum berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang melindungi hak asasi manusia di Indonesia.13.
Dalam situasi ini, penting bagi karyawan yang mengalami "staycation" dengan ancaman
atau paksaan untuk mendapatkan bantuan hukum yang kompeten dan mengajukan
gugatan hukum terkait pelanggaran yang dialami. Pengadilan akan menilai bukti dan
fakta yang ada untuk menentukan apakah pelanggaran hukum dan undang-undang
terjadi serta memberikan keadilan kepada karyawan yang terkena dampak praktik
"staycation" yang melanggar hukum.
3. Perlindungan Karyawan dan Pencegahan Pelecehan Seksual
a. Berdasarkan penelitian ini, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diberikan
untuk memperkuat perlindungan karyawan terkait praktik "staycation" dan mencegah
terjadinya pelanggaran yang serupa di masa depan. Rekomendasi tersebut meliputi:
 Kebijakan dan Prosedur Internal14: a. Implementasikan Kebijakan Anti-
Pelecehan Seksual: Perusahaan harus memiliki kebijakan yang jelas dan tegas
terkait pelanggaran pelecehan seksual di tempat kerja, termasuk praktik
"staycation". Kebijakan ini harus memuat larangan yang tegas terhadap segala
bentuk pelecehan seksual dan konsekuensi yang jelas bagi pelanggar. b.
Penanganan Aduan yang Efektif: Perusahaan harus memiliki prosedur yang jelas
dan efektif dalam menangani aduan terkait pelecehan seksual. Proses pengaduan

13
Atie Ernawati, “Peningkatan Keahlian Tukang Bangunan Guna Menunjang Program K3 Dan Iso 9002 Dalam
Bidang Pekerjaan Jasa Konstruksi,” Faktor Exacta 3, No. 3 (July 14, 2015): 287–97,
Https://Doi.Org/10.30998/Faktorexacta.V3i3.24.
14
Adpenalia, “Government Making.”

Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana 8


harus dilakukan dengan kerahasiaan yang dijamin, dan tindakan penegakan
disiplin yang tepat harus diambil terhadap pelaku yang terbukti melakukan
pelanggaran. c. Pelatihan dan Kesadaran: Perusahaan harus memberikan
pelatihan yang berkala kepada seluruh karyawan tentang hak-hak mereka,
pentingnya menghindari dan melaporkan pelecehan seksual, serta kesetaraan
gender dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
 Regulasi dan Penegakan Hukum15: a. Perkuat Regulasi yang Ada: Pemerintah
dan lembaga terkait harus memperkuat regulasi yang ada terkait pelecehan
seksual di tempat kerja. Undang-undang dan peraturan harus diperbarui dan
disesuaikan agar memberikan perlindungan yang lebih baik bagi karyawan. b.
Penegakan Hukum yang Tegas: Diperlukan penegakan hukum yang lebih tegas
terhadap pelanggaran pelecehan seksual di tempat kerja, termasuk praktik
"staycation". Pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran harus dikenai sanksi
yang tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.
 Advokasi dan Kesadaran Masyarakat: a. Advokasi dan Kampanye Kesadaran:
Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, baik karyawan maupun
majikan, tentang pelecehan seksual di tempat kerja dan hak-hak karyawan.
Kampanye kesadaran publik dan advokasi harus dilakukan untuk
mempromosikan budaya kerja yang aman, inklusif, dan bebas dari pelecehan
seksual. b. Perusahaan dapat bekerjasama dengan lembaga pemerintah dan non-
pemerintah yang fokus pada pelecehan seksual di tempat kerja untuk
meningkatkan pemahaman, sumber daya, dan perlindungan karyawan.

Melalui implementasi kebijakan dan prosedur internal yang kuat, penguatan


regulasi dan penegakan hukum yang lebih baik, serta advokasi dan kesadaran
masyarakat yang meningkat, diharapkan karyawan dapat dilindungi dengan lebih efektif
dari praktik "staycation" yang melanggar hukum dan hak-hak mereka. Perlindungan
yang komprehensif ini akan menciptakan lingkungan kerja yang aman, adil, dan
menghormati martabat semua karyawan.
b. Kesadaran dan Pelatihan terkait "Staycation" dan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
Untuk mencegah dan mengatasi praktik "staycation" serta pelecehan seksual di tempat
kerja, perusahaan harus meningkatkan kesadaran dan memberikan pelatihan kepada
karyawan dan manajer. Berikut adalah deskripsi mengenai pentingnya kesadaran dan
pelatihan dalam konteks ini:
 Kesadaran akan Hak-Hak Karyawan: Perusahaan harus memastikan bahwa
semua karyawan memiliki pemahaman yang baik tentang hak-hak mereka di
tempat kerja. Ini meliputi hak untuk bekerja dalam lingkungan yang aman, bebas
dari pelecehan, perlakuan yang adil, dan menghargai martabat mereka. Dengan
meningkatkan kesadaran akan hak-hak ini, karyawan dapat lebih mudah
mengidentifikasi situasi yang melanggar hak-hak mereka, termasuk praktik
"staycation" yang tidak etis16.

15
“Dampak Positif Kebijakan Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Dalam Menangani Kasus
Kekerasan Seksual Terhadap Anak | Musamus Journal Of Public Administration,” Accessed May 17, 2023,
Https://Www.Ejournal.Unmus.Ac.Id/Index.Php/Fisip/Article/View/5144.

Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana 9


TEMPLATE JURNAL BINAMULIA HUKUM

 Lingkungan Kerja Bebas dari Pelecehan: Perusahaan harus menyadari


pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari pelecehan seksual
dan ancaman yang tidak sesuai. Pelatihan harus memberikan penekanan pada
pentingnya menjaga norma dan etika kerja yang sehat, serta menghargai
keberagaman dan kesetaraan di tempat kerja. Karyawan perlu diberikan
pemahaman yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai pelecehan seksual dan
tindakan apa yang dapat mereka ambil jika menghadapi situasi semacam itu.
 Tindakan yang Dapat Diambil: Pelatihan harus memberikan panduan kepada
karyawan dan manajer mengenai tindakan yang dapat mereka ambil jika
menghadapi situasi "staycation" atau pelecehan seksual di tempat kerja. Hal ini
mencakup melaporkan insiden ke pihak yang berwenang di perusahaan, seperti
tim sumber daya manusia atau manajemen yang bertanggung jawab, serta
memahami prosedur penanganan kasus pelecehan seksual dan mekanisme
pengaduan yang ada di perusahaan. Karyawan juga perlu diberikan perlindungan
terhadap represalias atau tindakan balasan negatif jika mereka melaporkan atau
mengambil tindakan terkait pelecehan.17
Melalui pelatihan yang tepat, perusahaan dapat membangun budaya yang sadar akan
hak-hak karyawan, mendorong penghargaan terhadap norma etika kerja yang tinggi, dan
memastikan bahwa karyawan memiliki pengetahuan dan alat yang diperlukan untuk
melindungi diri mereka dari situasi "staycation" yang melanggar etika bisnis dan
undang-undang18.
Pembahasan ini mencerminkan pentingnya kebijakan perusahaan yang etis dan sesuai
dengan undang-undang, serta perlindungan yang kuat terhadap karyawan. Penegakan
hukum yang tegas dan langkah-langkah pencegahan yang efektif diperlukan untuk
mencegah praktik "staycation" dan memastikan lingkungan kerja yang aman dan
profesional bagi semua karyawan.

PENUTUP
Dalam diskusi tentang kebijakan perusahaan dan konsekuensi hukum terkait
"staycation" di kontrak kerja karyawan pabrik di Cikarang, terdapat beberapa poin
penting yang dapat disimpulkan:
1. Praktik "staycation" yang melibatkan ancaman atau paksaan dari bos kepada
karyawan untuk hubungan intim adalah tindakan yang melanggar etika bisnis,
integritas, dan hak asasi manusia. Hal ini juga melanggar hukum
ketenagakerjaan yang melindungi karyawan.
2. Kebijakan perusahaan harus menghormati nilai-nilai kesetaraan, keadilan, dan
hak asasi manusia. Perlindungan karyawan harus menjadi prioritas utama, dan
perusahaan perlu memiliki kebijakan yang jelas dan terdokumentasi mengenai
penanganan pelecehan seksual di tempat kerja.

16
“panduan lengkap perencanaan csr - nurdizal m. rachman, asep efendi, emir wicaksana - google buku,” accessed
may 17, 2023,.
17
rizki pratama kamarulah, “perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban pelecehan seksual di tempat
kerja,” lex crimen 10, no. 13 (2021), https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/38575.
18
“penegakan hukum atas tindak pidana perdagangan orang perspektif hak asasi manusia | varia justicia,” accessed
may 17, 2023, http://journal.unimma.ac.id/index.php/variajusticia/article/view/1887.

Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana 10


3. Karyawan yang mengalami "staycation" dengan ancaman atau paksaan memiliki
hak untuk mengajukan gugatan hukum terkait pelecehan seksual, pelanggaran
kontrak kerja, dan pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan hukum yang
berlaku di Indonesia.
4. Otoritas ketenagakerjaan harus aktif dalam melakukan pengawasan terhadap
perusahaan, karyawan, dan lingkungan kerja. Kerjasama yang baik antara
perusahaan dan otoritas ketenagakerjaan penting untuk menciptakan lingkungan
kerja yang aman, adil, dan mematuhi peraturan.
Dalam kesimpulan ini, penting untuk menekankan integritas, etika bisnis, dan
perlindungan hak asasi manusia di tempat kerja. Semua pihak harus bekerja sama untuk
mencegah praktik yang merugikan karyawan dan menjaga lingkungan kerja yang sehat,
profesional, dan berdasarkan hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Adpenalia, Krispina. “Government Making : Prokteksi Dan Penghapusan Kekerasan
Seksual (Studi Literatur Dinamika Pengesahan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual).” Sarjana, Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa Stpmd “Apmd,” 2022.
Http://Repo.Apmd.Ac.Id/1888/.

Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana 11


TEMPLATE JURNAL BINAMULIA HUKUM

Awaliyah, Siti. “Aspek Hukum Dalam Pelecehan Seksual Di Tempat Kerja.” Jurnal
Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan 27, No. 1 (June 27, 2016).
Https://Doi.Org/10.17977/Jppkn.V27i1.5514.

“Dampak Positif Kebijakan Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak


Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak | Musamus Journal
Of Public Administration.” Accessed May 17, 2023.
Https://Www.Ejournal.Unmus.Ac.Id/Index.Php/Fisip/Article/View/5144.

Dwiyanti, Fiana. “Pelecehan Seksual Pada Perempuan Di Tempat Kerja (Studi Kasus
Kantor Satpol Pp Provinsi Dki Jakarta).” Jurnal Kriminologi Indonesia 10, No.
1 (March 27, 2017). Http://Www.Ijil.Ui.Ac.Id/Index.Php/Jki/Article/View/7515.

Ernawati, Atie. “Peningkatan Keahlian Tukang Bangunan Guna Menunjang Program


K3 Dan Iso 9002 Dalam Bidang Pekerjaan Jasa Konstruksi.” Faktor Exacta 3,
No. 3 (July 14, 2015): 287–97. Https://Doi.Org/10.30998/Faktorexacta.V3i3.24.

Fritje, Rumimpunu. “Sistem Hubungan Industrial Pancasila Di Indonesia Dengan


Tenaga Kerja, Perusahaan Dilihat Dari Aspek ( Undang-Undang Tenaga Kerja
No.13 Tahun 2003).” Jurnal Hukum Unsrat Ii, No. 2 (January 2014): 117–26.

“Geger Isu Syarat Staycation Karyawati Di Cikarang, Bupati Buka Suara.” Accessed
May 17, 2023. Https://Www.Cnnindonesia.Com/Nasional/20230504125153-20-
945175/Geger-Isu-Syarat-Staycation-Karyawati-Di-Cikarang-Bupati-Buka-
Suara.

Kamarulah, Rizki Pratama. “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai


Korban Pelecehan Seksual Di Tempat Kerja.” Lex Crimen 10, No. 13 (2021).
Https://Ejournal.Unsrat.Ac.Id/V3/Index.Php/Lexcrimen/Article/View/38575.

Kurnianingsih, Sri. “Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Di Tempat Kerja.” Buletin


Psikologi 11, No. 2 (September 29, 2015). Https://Doi.Org/10.22146/Bpsi.7464.

“Panduan Lengkap Perencanaan Csr - Nurdizal M. Rachman, Asep Efendi, Emir


Wicaksana - Google Buku.” Accessed May 17, 2023. “Penegakan Hukum Atas
Tindak Pidana Perdagangan Orang Perspektif Hak Asasi Manusia | Varia
Justicia.” Accessed May 17, 2023.
Http://Journal.Unimma.Ac.Id/Index.Php/Variajusticia/Article/View/1887.

“Pengaruh Kompetensi, Independensi, Objektivitas, Akuntabilitas Dan Integritas


Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi
( Studi Empiris Kap Di Semarang ) - Diponegoro University | Institutional
Repository (Undip-Ir).” Accessed May 17, 2023.
Http://Eprints.Undip.Ac.Id/43848/.

“Peranan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Dalam Menangani Masalah


Ketenagakerjaan Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan | Lex Administratum.” Accessed May 17, 2023.

Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana 12


Https://Ejournal.Unsrat.Ac.Id/V3/Index.Php/Administratum/Article/View/
11108.

“Prinsip-Prinsip Keadilan Distributif Dalam Pemikiran Sayyid Qutb - Digital Library


Uin Sunan Gunung Djati Bandung.” Accessed May 17, 2023.
Https://Etheses.Uinsgd.Ac.Id/51869/.

Rahmatina, Zulfa, And S. Psi Susatyo Yuwono. “Strategi Coping Generasi Millennial
Terhadap Pelecehan Seksual Di Media Sosial.” S1, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2019. Https://Doi.Org/10/Lampiran.Pdf.

Wicaksono, Danendra Farrel. “Penindakan Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual


Terhadap Perempuan Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik. (Bullying Of Perpetrators Of Sexual Abuse
Of Women Under Act Number 19 In 2016 About Information And Electronic
Transactions).” Undergraduate, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2023.
Http://Repository.Untag-Sby.Ac.Id/21586/.

Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana 13

Anda mungkin juga menyukai