Npm :2324055
Tabel 4.1
Daftar Masalah Pada Penerima Pelayanan Kefarmasian
No Masalah Pada Penerima Penyebab Solusi
Pelayanan Kefarmasian
A Masalah Perolehan Obat
Pada Penerima Pelayanan
Kefarmasian
1. Meminta antibiotik atau obat 1.karena adanya Menurut permenkes no 28
keras lainnya tanpa indikasi penjualan obat antibiotik tahun 2021 pedoman
yang jelas berdasarkan: secara bebas. penggunaan
2. Pasien mengalami antibiotik,penggunaan
a. Resep yang sudah
rasa sakit yang sama antibiotik harus menggunakan
dilayankan;
seperti sebelumnya akan resep dokter karena
b. Anjuran, saran, tapi tidak
pengalaman teman atau Antibiotik yang tidak
kedokter,langsung
digunakan secara bijak dapat
keluarga; dan/atau c. membeli obat yang
sudah pernah digunakan memicu timbulnya masalah
Merasa cocok dengan resistensi. Penggunaan
obat yang pernah antibiotik secara bijak
dipakai. merupakan penggunaan
antibiotik secara rasional
dengan mempertimbangkan
dampak muncul dan
menyebarnya bakteri resisten.
2. Meminta obat non resep 1.Apoteker tidak Apoteker di Apotek juga dapat
(swamedikasi) berdasarkan memberikan informasi melayani Obat non Resep atau
keluhan tanpa pemastian kepada pasien untuk pelayanan
indikasi dan ada tidaknya obat non resep tentang swamedikasi. Apoteker harus
alarm sign/warning syndrome PIO memberikan edukasi kepada
2. Kurangnya interaksi pasien yang
apoteker kepada memerlukan Obat non Resep
pasien tentang indikasi untuk penyakit ringan dengan
obat non resep dan memilihkan
efek samping Obat bebas atau bebas terbatas
yang sesuai.
C. Pelayanan Informasi Obat
(PIO)
Pelayanan Informasi Obat
merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian
informasi mengenai Obat yang
tidak
memihak, dievaluasi dengan
kritis dan dengan bukti terbaik
dalam
segala aspek penggunaan Obat
kepada profesi kesehatan lain,
pasien
atau masyarakat. Informasi
mengenai Obat termasuk Obat
Resep, Obat
bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis,
bentuk sediaan, formulasi
khusus, rute dan
metoda pemberian,
farmakokinetik, farmakologi,
terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan
menyusui,
efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga,
sifat fisika atau
kimia dari Obat dan lain-lain.
PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2014
TENTANG STANDAR
PELAYANAN
KEFARMASIAN DI
APOTEKK
BAB III hal 13
3. Meminta psikotropika tanpa 1. mereka tidak Undang-Undang Nomor 5
resep dokter menganggap gejala Tahun 1997 Tentang
yang mereka alami Psikotropika
cukup serius sehingga
perlu mengunjungi Pasal 62 Barangsiapa secara
klinik kesehatan atau tanpa hak, memiliki,
pusat psikiatri, diikuti menyimpan dan/atau membawa
dengan tingginya biaya psikotropika dipidana dengan
layanan psikiatris. pidana penjara paling lama 5
2. Mereka (lima) tahun dan pidana denda
mengonsumsi obat- paling banyak Rp.
obatan psikotropika 100.000.000,00 (seratus juta
tanpa resep terutama rupiah).
untuk mengatasi gejala Dalam hal ini dijelaskan
“merasa sedih atau bahwasanya tidak boleh
depresi, kecemasan penggunaan psikotropika secara
umum, tidak dapat bebas apalagi dapat di berikan
menikmati hidup lagi , tanpa resep dokter akan
kesulitan tidur dan bersangkutan dengan pihak
fobia sosial. hukum sesuai dengan
3. Mahalnya biaya UNDANG-UNDANG
klinik psikiatri, REPUBLIK INDONESIA
Kurangnya NOMOR 5 TAHUN 1997
kepercayaan pada TENTANG
psikiater dan
kurangnya waktu PSIKOTROPIKA.
4. Memperoleh obat yang 1. Kondisi 1. Beli dari Sumber Terpercaya
berkualitas rendah, tidak Penyimpanan yang 2. Periksa Kemasan
terjamin mutunya, rusak Tidak Tepat dan 3. Perhatikan tanggal
karena kesalahan teknik pada Ketidaksesuaian kadaluwarsa
pengiriman atau penyimpanan dengan Petunjuk
Penyimpanan 4. simpan obat dengan benar
2. Pengaruh Suhu 5. laporkan masalah ini kepada
Ekstrem otoritas kesehatan setempat
atau badan pengawas obat.
3. Paparan Cairan atau
Kelembaban undang-undang no 36 tahun
2009
4. Pengiriman yang
Tidak Benar
5. Kualitas Bahan
Baku yang Buruk
6. Kegagalan dalam
Pengawasan Mutu
5. Memperoleh obat palsu dari 1. pihak apotek tidak -KUHP Pasal 386 Ayat (1)
jalur ilegal teliti dalam melakukan diatur mengenai larangan untuk
pemesanan obat ke menjual, menawarkan atau
distributor ( pelaku menyerahkan obat-obatan palsu,
Usaha ) dan menyembunyikan hal
2. Tidak telitinya tersebut, dengan ancaman
konsumen dalama pidana penjara maksimal 4
membeli Obat (empat) tahun.
3. kurangnya faktor -Undang-Undang Nomor 36
pengawasan peredaran Tahun 2009 tentang Kesehatan:
obat palsu dan ilegal Pasal 196 mengatur mengenai
larangan untuk memproduksi
dan mengedarkan sediaan
farmasi yang tidak sesuai
dengan standar Farmakope
Indonesia.
Pasal 198 mengatur mengenai
larangan bagi tiap orang yang
tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian, yaitu
memproduksi obat.
Pasal 201 mengatur mengenai
tindak pidana pemalsuan obat.
Bila subjek tindak pidana
berupa korporasi, maka sesuai
Pasal 196, -Pasal 197, dan Pasal
198 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan,
diberikan pidana penjara dan
denda terhadap pengurusnya
-Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen:
Pasal 8 Ayat (1) butir a
mengatur mengenai pelaku
usaha dilarang untuk
memproduksi dan/atau
mengedarkan obat yang tidak
memenuhi standar sesuai
peraturan perundang-undangan.
Pasal 19 Ayat (1) mengatur
mengenai pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian
konsumen akibat
mengkonsumsi obat yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
6. Mengalami kekurangan obat 1.Buruknya 1. PERATURAN MENTERI
karena masalah biaya, Manajemen Persediaan KESEHATAN REPUBLIK
kesulitan akses, atau ada Obat, Tingkatkan INDONESIA
kekosongan obat Kerugian Ekonomi NOMOR 72 TAHUN 2016
sehingga TENTANG
Menimbulkan STANDAR PELAYANAN
Kerugian ekonomi KEFARMASIAN DI RUMAH
dapat ditimbulkan SAKIT
akibat kondisi
persediaan obat dalam Menyangkut tentang:
keadaan menumpuk Kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan
(stagnant) maupun Bahan
terjadinyap Medis Habis Pakai meliputi:
kekurangan (stock out) A. Perencanaan Kebutuhan
obat
Perencanaan dilakukan untuk
2.Kesulitan keuangan menghindari kekosongan Obat
juga ditemukan dengan
berpengaruh sebagai
hambatan bagi menggunakan metode yang
masyarakat dalam dapat
melakukan akses ke dipertanggungjawabkan dan
fasilitas pelayanan dasar-dasar perencanaan yang
kesehatan sesuai telah ditentukan antara lain
kebutuhan. konsumsi, epidemiologi,
kombinasi
metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan
dengan
anggaran yang tersedia.
B. Pengadaan
Rumah Sakit harus memiliki
mekanisme yang mencegah
kekosongan stok Obat yang
secara normal tersedia di
Rumah
Sakit dan mendapatkan Obat
saat Instalasi Farmasi tutup.
2. PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 74 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI
PUSKESMAS
Menyangkut tentang
A. Pengendalian Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai, meliputi:
1. Pengendalian persediaan;
2. Pengendalian penggunaan;
dan
3. Penanganan Sediaan Farmasi
hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
B. Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO).
3. PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2014
TENTANG STANDAR
PELAYANAN
KEFARMASIAN DI APOTEK
Menyangkut tentang :
Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk
mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan,
melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran.
Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan.
Pengendalian persediaan
dilakukan menggunakan kartu
stok
baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok
sekurangkurangnya memuat
nama Obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa
persediaan.
B Masalah Penggunaan Obat
Pada Penerima Pelayanan
Kefarmasian
1. Menggunakan obat secara Hal yang dapat UNDANG-UNDANG
tidak tepat karena: menyebabkan REPUBLIK INDONESIA
a. Pilihan zat aktif obat medication error NOMOR 8 TAHUN 1999
tidak sesuai indikasi; yaitu TENTANG
miskomunikasi
b. Obat diberikan tanpa PERLINDUNGAN
indikasi yang benar; antara dokter dan KONSUMEN
c. Penggantian obat tidak farmasis yang dapat
sesuai zat aktif yang berupa penulisan
diminta tanpa memastikan Medication error (kesalahan
resep yang tidak
kesesuaian indikasi; pengobatan) pada kelompok
jelas, nama obat
d. Dosis yang digunakan tidak dispensing yang terjadi dalam
yang mirip, aturan
sesuai dengan kebutuhan, kasus kesalahan pemberian obat
diberikan tanpa pakai yang tidak yang tidak sesuai dengan resep
penyesuaian dosis; jelas, pemberian maka melanggar ketentuan pada
dan/atau obat pada pasien pasal 8 ayat (1) huruf b, c, d, e
e. Bentuk sediaan dan rute dengan rute dan Undang-Undang Nomor 8
pemberian obat tidak teknik pemberian
sesuai dengan tujuan tahun 1999 tentang
yang tidak tepat.
terapi sehingga tidak Perlindungan Konsumen.
efektif.
2. Mengalami masalah akibat 1.Kurang nya informasi Permenkes No. 74 Tahun 2016
pemberian obat: dari apoteker ini menyebutkan tugas dan
a. Mengabaikan kontra 2.Kurang nya tanggung jawab apoteker
indikasi; dan/atau komunikasi dua arah berkaitan dengan meningkatkan
dari apoteker dan kualitas atau mutu hidup pasien
b. Mengabaikan potensi efek
pasien mulai dari pengkajian resep,
samping yang tidak
3.Ketidak patuhan pelayanan resep, PIO, MESO,
dikehendaki dan atau
pasien dalam dispensing, konseling, PTO serta
masalah terkait obat
oengobatan evaluasi penggunaan obat.
lainnya.
4.Ketidak pedulian
pasien dalam
penyembuhan
penyakitnya
Solusi :
3. Memperoleh obat non resep No.2
tanpa pemastian ada atau
tidaknya
alarm sign/warning symptoms
4. Mengalami potensi interaksi Tidak adanya konseling Menurut permenkes NOMOR
akibat penggunaan kombinasi mengenai penggunaan 35 TAHUN 2014
obat kombinasi obat atau TENTANG
Kurangnya interaksi STANDAR PELAYANAN
antara apoteker dan KEFARMASIAN DI APOTEK
pasien tentang indikasi Sebagai seorang apoteker perlu
obat dan efek memberikan konseling untuk
sampingnya. Pasien dengan polifarmasi;
pasien menerima beberapa Obat
untuk
indikasi penyakit yang sama.
Dalam kelompok ini juga
termasuk pemberian lebih dari
satu Obat untuk penyakit yang
diketahui dapat disembuhkan
dengan satu jenis Obat.
5. Mengalami gangguan absorpsi 1. Apoteker tidak 1. Konsultasikan dengan
obat karena adanya interaksi memberikan informasi Apoteker: Apoteker dapat
dengan makanan tentang pemberian memberikan nasihat tentang
interaksi obat dengan cara menghindari interaksi
makanan kepada dengan makanan.
pasien
2. Kurangnya 2.melakukan pemberian jarak
pengetahuan antara minum obat dengan
masyarakat terhadap makanan
interaksi obat dengan
makanan
Permenkes 35 thn 2014 tentang
Pelayanan Kefarmasian di
Apotek
6. Melakukan kesalahan teknis 1.Apoteker tidak 1.Apoteker terus memantau
pada penggunaan pada inhaler, memberikan informasi dan mengingatkan pasien
insulin pen, tablet sublingual, tentang penggunaaan tentang penggunaan obat
supositoria, salep mata, patch obat kepada pasien 2.Apoteker memberikan
informasi dengan cara ber
2.Pasien lupa atau interaksi dengan pasien dengan
belum mengerti cara pemahaman dan pemberian
penggunaan obat yang Informasi penggunaaan obat
diberikan informasi dengan baik dengan mengulang
kepada Apoteker kata-kata yang kita sampaikann
3.Apoteker juga dituntut untuk
melakukan monitoring
penggunaan Obat, melakukan
evaluasi serta
mendokumentasikan segala
aktivitas kegiatannya.Untuk
melaksanakan semua kegiatan
itu, diperlukan Standar
Pelayanan
Kefarmasian.
UUD PERATURAN
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN
DI APOTEK
7. Memperoleh dosis berlebih 1. Kurangnya PERATURAN MENTERI
karena sistem pelepasan ketelitian apoteker KESEHATAN REPUBLIK
terkendali rusak saat obat pada saat peracikan INDONESIA
diracik atau digerus obat NOMOR 72 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI RUMAH
SAKIT
UUD PERATURAN
MENTERI KESEHATAN RI
NO 73 TAHUN 2016
10. Menghentikan pengobatan
karena:
a. Merasa sudah sembuh;
b. Mengalami efek samping
atau masalah lain yang
berkaitan dengan
penggunaan obat;
c. Bentuk sediaan yang
diberikan sulit digunakan
atau terasa tidak nyaman;
dan/atau
d. Takut mengalami efek
samping.
11. Menolak injeksi karena takut
jarum
12. Meminta injeksi karena percaya
injeksi lebih manjur
13. Mengalami perburukan
penyakit kronis karena
ketidakpatuhan pengobatan
14. Membutuhkan perawatan
lanjutan karena salah minum
obat atau berhenti minum obat
15. Mengalami kejadian efek
samping serius karena
ketidakpatuhan pengobatan
16. Melakukan ketidakpatuhan
pengobatan dan/atau kejadian
efek samping berulang karena
tidak paham dan tidak
memperoleh penjelasan
17. Obat
kedaluwarsa/rusak/berubah
warna masih digunakan
sehingga efek terapi tidak
tercapai
18. Menggunakan obat sisa
tanpa memahami
kedaluwarsa dan/atau adanya
kerusakan obat
19. Melakukan penggunaan obat
yang tidak tepat (misused)
20. Melakukan penyalahgunaan
narkotika/psikotropika
(abused)
Tabel 4.2
Daftar Masalah Apoteker