Anda di halaman 1dari 18

Nama :Julia anatasya

Npm :2324055
Tabel 4.1
Daftar Masalah Pada Penerima Pelayanan Kefarmasian
No Masalah Pada Penerima Penyebab Solusi
Pelayanan Kefarmasian
A Masalah Perolehan Obat
Pada Penerima Pelayanan
Kefarmasian
1. Meminta antibiotik atau obat 1.karena adanya Menurut permenkes no 28
keras lainnya tanpa indikasi penjualan obat antibiotik tahun 2021 pedoman
yang jelas berdasarkan: secara bebas. penggunaan
2. Pasien mengalami antibiotik,penggunaan
a. Resep yang sudah
rasa sakit yang sama antibiotik harus menggunakan
dilayankan;
seperti sebelumnya akan resep dokter karena
b. Anjuran, saran, tapi tidak
pengalaman teman atau Antibiotik yang tidak
kedokter,langsung
digunakan secara bijak dapat
keluarga; dan/atau c. membeli obat yang
sudah pernah digunakan memicu timbulnya masalah
Merasa cocok dengan resistensi. Penggunaan
obat yang pernah antibiotik secara bijak
dipakai. merupakan penggunaan
antibiotik secara rasional
dengan mempertimbangkan
dampak muncul dan
menyebarnya bakteri resisten.
2. Meminta obat non resep 1.Apoteker tidak Apoteker di Apotek juga dapat
(swamedikasi) berdasarkan memberikan informasi melayani Obat non Resep atau
keluhan tanpa pemastian kepada pasien untuk pelayanan
indikasi dan ada tidaknya obat non resep tentang swamedikasi. Apoteker harus
alarm sign/warning syndrome PIO memberikan edukasi kepada
2. Kurangnya interaksi pasien yang
apoteker kepada memerlukan Obat non Resep
pasien tentang indikasi untuk penyakit ringan dengan
obat non resep dan memilihkan
efek samping Obat bebas atau bebas terbatas
yang sesuai.
C. Pelayanan Informasi Obat
(PIO)
Pelayanan Informasi Obat
merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian
informasi mengenai Obat yang
tidak
memihak, dievaluasi dengan
kritis dan dengan bukti terbaik
dalam
segala aspek penggunaan Obat
kepada profesi kesehatan lain,
pasien
atau masyarakat. Informasi
mengenai Obat termasuk Obat
Resep, Obat
bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis,
bentuk sediaan, formulasi
khusus, rute dan
metoda pemberian,
farmakokinetik, farmakologi,
terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan
menyusui,
efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga,
sifat fisika atau
kimia dari Obat dan lain-lain.

PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2014
TENTANG STANDAR
PELAYANAN
KEFARMASIAN DI
APOTEKK
BAB III hal 13
3. Meminta psikotropika tanpa 1. mereka tidak Undang-Undang Nomor 5
resep dokter menganggap gejala Tahun 1997 Tentang
yang mereka alami Psikotropika
cukup serius sehingga
perlu mengunjungi Pasal 62 Barangsiapa secara
klinik kesehatan atau tanpa hak, memiliki,
pusat psikiatri, diikuti menyimpan dan/atau membawa
dengan tingginya biaya psikotropika dipidana dengan
layanan psikiatris. pidana penjara paling lama 5
2. Mereka (lima) tahun dan pidana denda
mengonsumsi obat- paling banyak Rp.
obatan psikotropika 100.000.000,00 (seratus juta
tanpa resep terutama rupiah).
untuk mengatasi gejala Dalam hal ini dijelaskan
“merasa sedih atau bahwasanya tidak boleh
depresi, kecemasan penggunaan psikotropika secara
umum, tidak dapat bebas apalagi dapat di berikan
menikmati hidup lagi , tanpa resep dokter akan
kesulitan tidur dan bersangkutan dengan pihak
fobia sosial. hukum sesuai dengan
3. Mahalnya biaya UNDANG-UNDANG
klinik psikiatri, REPUBLIK INDONESIA
Kurangnya NOMOR 5 TAHUN 1997
kepercayaan pada TENTANG
psikiater dan
kurangnya waktu PSIKOTROPIKA.
4. Memperoleh obat yang 1. Kondisi 1. Beli dari Sumber Terpercaya
berkualitas rendah, tidak Penyimpanan yang 2. Periksa Kemasan
terjamin mutunya, rusak Tidak Tepat dan 3. Perhatikan tanggal
karena kesalahan teknik pada Ketidaksesuaian kadaluwarsa
pengiriman atau penyimpanan dengan Petunjuk
Penyimpanan 4. simpan obat dengan benar
2. Pengaruh Suhu 5. laporkan masalah ini kepada
Ekstrem otoritas kesehatan setempat
atau badan pengawas obat.
3. Paparan Cairan atau
Kelembaban undang-undang no 36 tahun
2009
4. Pengiriman yang
Tidak Benar
5. Kualitas Bahan
Baku yang Buruk
6. Kegagalan dalam
Pengawasan Mutu
5. Memperoleh obat palsu dari 1. pihak apotek tidak -KUHP Pasal 386 Ayat (1)
jalur ilegal teliti dalam melakukan diatur mengenai larangan untuk
pemesanan obat ke menjual, menawarkan atau
distributor ( pelaku menyerahkan obat-obatan palsu,
Usaha ) dan menyembunyikan hal
2. Tidak telitinya tersebut, dengan ancaman
konsumen dalama pidana penjara maksimal 4
membeli Obat (empat) tahun.
3. kurangnya faktor -Undang-Undang Nomor 36
pengawasan peredaran Tahun 2009 tentang Kesehatan:
obat palsu dan ilegal Pasal 196 mengatur mengenai
larangan untuk memproduksi
dan mengedarkan sediaan
farmasi yang tidak sesuai
dengan standar Farmakope
Indonesia.
Pasal 198 mengatur mengenai
larangan bagi tiap orang yang
tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian, yaitu
memproduksi obat.
Pasal 201 mengatur mengenai
tindak pidana pemalsuan obat.
Bila subjek tindak pidana
berupa korporasi, maka sesuai
Pasal 196, -Pasal 197, dan Pasal
198 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan,
diberikan pidana penjara dan
denda terhadap pengurusnya
-Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen:
Pasal 8 Ayat (1) butir a
mengatur mengenai pelaku
usaha dilarang untuk
memproduksi dan/atau
mengedarkan obat yang tidak
memenuhi standar sesuai
peraturan perundang-undangan.
Pasal 19 Ayat (1) mengatur
mengenai pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian
konsumen akibat
mengkonsumsi obat yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
6. Mengalami kekurangan obat 1.Buruknya 1. PERATURAN MENTERI
karena masalah biaya, Manajemen Persediaan KESEHATAN REPUBLIK
kesulitan akses, atau ada Obat, Tingkatkan INDONESIA
kekosongan obat Kerugian Ekonomi NOMOR 72 TAHUN 2016
sehingga TENTANG
Menimbulkan STANDAR PELAYANAN
Kerugian ekonomi KEFARMASIAN DI RUMAH
dapat ditimbulkan SAKIT
akibat kondisi
persediaan obat dalam Menyangkut tentang:
keadaan menumpuk Kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan
(stagnant) maupun Bahan
terjadinyap Medis Habis Pakai meliputi:
kekurangan (stock out) A. Perencanaan Kebutuhan
obat
Perencanaan dilakukan untuk
2.Kesulitan keuangan menghindari kekosongan Obat
juga ditemukan dengan
berpengaruh sebagai
hambatan bagi menggunakan metode yang
masyarakat dalam dapat
melakukan akses ke dipertanggungjawabkan dan
fasilitas pelayanan dasar-dasar perencanaan yang
kesehatan sesuai telah ditentukan antara lain
kebutuhan. konsumsi, epidemiologi,
kombinasi
metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan
dengan
anggaran yang tersedia.
B. Pengadaan
Rumah Sakit harus memiliki
mekanisme yang mencegah
kekosongan stok Obat yang
secara normal tersedia di
Rumah
Sakit dan mendapatkan Obat
saat Instalasi Farmasi tutup.
2. PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 74 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI
PUSKESMAS
Menyangkut tentang
A. Pengendalian Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai, meliputi:
1. Pengendalian persediaan;
2. Pengendalian penggunaan;
dan
3. Penanganan Sediaan Farmasi
hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
B. Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO).

3. PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2014
TENTANG STANDAR
PELAYANAN
KEFARMASIAN DI APOTEK
Menyangkut tentang :
Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk
mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan,
melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran.
Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan.
Pengendalian persediaan
dilakukan menggunakan kartu
stok
baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok
sekurangkurangnya memuat
nama Obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa
persediaan.
B Masalah Penggunaan Obat
Pada Penerima Pelayanan
Kefarmasian
1. Menggunakan obat secara Hal yang dapat UNDANG-UNDANG
tidak tepat karena: menyebabkan REPUBLIK INDONESIA
a. Pilihan zat aktif obat medication error NOMOR 8 TAHUN 1999
tidak sesuai indikasi; yaitu TENTANG
miskomunikasi
b. Obat diberikan tanpa PERLINDUNGAN
indikasi yang benar; antara dokter dan KONSUMEN
c. Penggantian obat tidak farmasis yang dapat
sesuai zat aktif yang berupa penulisan
diminta tanpa memastikan Medication error (kesalahan
resep yang tidak
kesesuaian indikasi; pengobatan) pada kelompok
jelas, nama obat
d. Dosis yang digunakan tidak dispensing yang terjadi dalam
yang mirip, aturan
sesuai dengan kebutuhan, kasus kesalahan pemberian obat
diberikan tanpa pakai yang tidak yang tidak sesuai dengan resep
penyesuaian dosis; jelas, pemberian maka melanggar ketentuan pada
dan/atau obat pada pasien pasal 8 ayat (1) huruf b, c, d, e
e. Bentuk sediaan dan rute dengan rute dan Undang-Undang Nomor 8
pemberian obat tidak teknik pemberian
sesuai dengan tujuan tahun 1999 tentang
yang tidak tepat.
terapi sehingga tidak Perlindungan Konsumen.
efektif.
2. Mengalami masalah akibat 1.Kurang nya informasi Permenkes No. 74 Tahun 2016
pemberian obat: dari apoteker ini menyebutkan tugas dan
a. Mengabaikan kontra 2.Kurang nya tanggung jawab apoteker
indikasi; dan/atau komunikasi dua arah berkaitan dengan meningkatkan
dari apoteker dan kualitas atau mutu hidup pasien
b. Mengabaikan potensi efek
pasien mulai dari pengkajian resep,
samping yang tidak
3.Ketidak patuhan pelayanan resep, PIO, MESO,
dikehendaki dan atau
pasien dalam dispensing, konseling, PTO serta
masalah terkait obat
oengobatan evaluasi penggunaan obat.
lainnya.
4.Ketidak pedulian
pasien dalam
penyembuhan
penyakitnya

Solusi :
3. Memperoleh obat non resep No.2
tanpa pemastian ada atau
tidaknya
alarm sign/warning symptoms
4. Mengalami potensi interaksi Tidak adanya konseling Menurut permenkes NOMOR
akibat penggunaan kombinasi mengenai penggunaan 35 TAHUN 2014
obat kombinasi obat atau TENTANG
Kurangnya interaksi STANDAR PELAYANAN
antara apoteker dan KEFARMASIAN DI APOTEK
pasien tentang indikasi Sebagai seorang apoteker perlu
obat dan efek memberikan konseling untuk
sampingnya. Pasien dengan polifarmasi;
pasien menerima beberapa Obat
untuk
indikasi penyakit yang sama.
Dalam kelompok ini juga
termasuk pemberian lebih dari
satu Obat untuk penyakit yang
diketahui dapat disembuhkan
dengan satu jenis Obat.
5. Mengalami gangguan absorpsi 1. Apoteker tidak 1. Konsultasikan dengan
obat karena adanya interaksi memberikan informasi Apoteker: Apoteker dapat
dengan makanan tentang pemberian memberikan nasihat tentang
interaksi obat dengan cara menghindari interaksi
makanan kepada dengan makanan.
pasien
2. Kurangnya 2.melakukan pemberian jarak
pengetahuan antara minum obat dengan
masyarakat terhadap makanan
interaksi obat dengan
makanan
Permenkes 35 thn 2014 tentang
Pelayanan Kefarmasian di
Apotek
6. Melakukan kesalahan teknis 1.Apoteker tidak 1.Apoteker terus memantau
pada penggunaan pada inhaler, memberikan informasi dan mengingatkan pasien
insulin pen, tablet sublingual, tentang penggunaaan tentang penggunaan obat
supositoria, salep mata, patch obat kepada pasien 2.Apoteker memberikan
informasi dengan cara ber
2.Pasien lupa atau interaksi dengan pasien dengan
belum mengerti cara pemahaman dan pemberian
penggunaan obat yang Informasi penggunaaan obat
diberikan informasi dengan baik dengan mengulang
kepada Apoteker kata-kata yang kita sampaikann
3.Apoteker juga dituntut untuk
melakukan monitoring
penggunaan Obat, melakukan
evaluasi serta
mendokumentasikan segala
aktivitas kegiatannya.Untuk
melaksanakan semua kegiatan
itu, diperlukan Standar
Pelayanan
Kefarmasian.

UUD PERATURAN
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN
DI APOTEK
7. Memperoleh dosis berlebih 1. Kurangnya PERATURAN MENTERI
karena sistem pelepasan ketelitian apoteker KESEHATAN REPUBLIK
terkendali rusak saat obat pada saat peracikan INDONESIA
diracik atau digerus obat NOMOR 72 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI RUMAH
SAKIT

1. Sarana dan Peralatan


Penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit
harus
didukung oleh sarana dan
peralatan yang memenuhi
ketentuan dan
perundang-undangan
kefarmasian yang berlaku.
Meliputi bagian:
A. Daerah pengolahan dan
pengemasan Membahas
tentang:
1. Hindari bahan dari kayu,
kecuali dilapisi cat
epoxy/enamel
2. Persyaratan ruang produksi
dan ruang
peracikan harus memenuhi
kriteria sesuai dengan
ketentuan cara produksi atau
peracikan obat di Rumah Sakit.
Rumah Sakit yang
memproduksi sediaan
parenteral steril dan/atau
sediaan radiofarmaka harus
memenuhi Cara Pembuatan
Obat yang Baik
(CPOB).
B. Peralatan
Fasilitas peralatan harus
memenuhi syarat terutama
untuk perlengkapan peracikan
dan penyiapan baik untuk
sediaan steril, non steril,
maupun cair untuk Obat luar
atau dalam.
8. Mengalami under dose 1. Kekhawatiran Efek Meskipun setiap profesional
narkotika pada pengobatan Samping Berlebihan kesehatan dalam tim perawatan
paliatif 2. Kondisi pasien paliatif harus memiliki
dalam pengobatan pengetahuan dasar tentang
paliatif dapat berubah penggunaan obat yang tepat,
seiring waktu. apoteker bertanggung jawab
Kebutuhan akan untuk menilai kesesuaian obat
narkotika dapat yang telah diresepkan untuk
meningkat seiring pasien. Jika ada potensi masalah
dengan perkembangan yang terdeteksi, apoteker harus
penyakit atau tingkat berkonsultasi dengan anggota
rasa sakit yang tim lainnya untuk
berubah. menyampaikan masalah
3. Apoteker kurang tersebut kepada mereka dan
dalam mengevaluasi menyarankan rekomendasi
tingkat rasa sakit alternatif untuk
pasien atau kurang dipertimbangkan untuk
berkomunikasi dengan memenuhi kebutuhan
pasien untuk psikologis, kebutuhan spiritual,
memahami tingkat rasa mengontrol gejala untuk
sakit yang sebenarnya. meningkatkan kenyamanan
pasien, serta komunikasi
4. Kesalahpahaman dengan pasien paliatif dan
tentang narkotika dan keluarga dalam pengambilan
risiko penggunaannya keputusan tetapi tetap sesuai
bisa memengaruhi
pendekatan dalam
pengobatan paliatif. Pasal 9 ayat (4) Undang-
Beberapa orang Undang Nomor 35 Tahun 2009
mungkin merasa takut tentang Narkotika, Pasal 35
atau enggan untuk Undang-Undang Nomor 5
menggunakan Tahun 1997 tentang
narkotika bahkan jika Psikotropika dan Pasal 5 ayat
itu diperlukan. (4) Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Rencana Kebutuhan
Tahunan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor
9. Melakukan ketidakpatuhan 1.Pasien melakukan 1.Apoteker memberikan
karena jarak waktu pemberian kegiatan terlalu informasi dengan baik dengan
obat terlalu pendek, waktu banyak sehingga saat tujuan pasien sembuh
pemberian obat bervariasi, minum obat tidak
atau pengobatan terlalu sempat 2.memberikan peringatan
panjang kepada pasisn jika tidak minum
2.Pasien kurang obat jangkah pendek maupun
memahami informasi jangkah panjang bisa
tentang minum obat menyebabkan indikasi yang
jangkah pendek dan tidak di inginkan
jangkah panjang
3.Apoteker juga dituntut untuk
3.Apoteker lupa melakukan monitoring
mengingatkan minum penggunaan obat, melakukan
obat kepada pasien evaluasi serta
mendokumentasikan segala
aktivitas kegiatannya. Untuk
melaksanakan semua kegiatan
itu.

UUD PERATURAN
MENTERI KESEHATAN RI
NO 73 TAHUN 2016
10. Menghentikan pengobatan
karena:
a. Merasa sudah sembuh;
b. Mengalami efek samping
atau masalah lain yang
berkaitan dengan
penggunaan obat;
c. Bentuk sediaan yang
diberikan sulit digunakan
atau terasa tidak nyaman;
dan/atau
d. Takut mengalami efek
samping.
11. Menolak injeksi karena takut
jarum
12. Meminta injeksi karena percaya
injeksi lebih manjur
13. Mengalami perburukan
penyakit kronis karena
ketidakpatuhan pengobatan
14. Membutuhkan perawatan
lanjutan karena salah minum
obat atau berhenti minum obat
15. Mengalami kejadian efek
samping serius karena
ketidakpatuhan pengobatan
16. Melakukan ketidakpatuhan
pengobatan dan/atau kejadian
efek samping berulang karena
tidak paham dan tidak
memperoleh penjelasan
17. Obat
kedaluwarsa/rusak/berubah
warna masih digunakan
sehingga efek terapi tidak
tercapai
18. Menggunakan obat sisa
tanpa memahami
kedaluwarsa dan/atau adanya
kerusakan obat
19. Melakukan penggunaan obat
yang tidak tepat (misused)
20. Melakukan penyalahgunaan
narkotika/psikotropika
(abused)

C Masalah Penyimpanan Obat


Pada Penerima Pelayanan
Kefarmasian
1. Mengalami masalah obat
memisah atau memadat
sehingga larutan/
suspensi/emulsi/krim sulit
dihomogenkan kembali
2. Menyimpan obat tidak
mengikuti rekomendasi suhu
penyimpanan pada informasi
di kemasan obat atau yang
disarankan Apoteker
3. Menyimpan obat di tempat
yang lembab atau terkena
sinar matahari langsung
4. Obat rusak atau berubah
warna dalam penyimpanan
tidak terpantau
5. Menyimpan obat melampaui
batas waktu, obat sisa, atau
obat yang kemasannya sudah
dibuka
D Masalah Pembuangan Obat
Pada Penerima Pelayanan
Kefarmasian
1. Membuang obat ke tempat
pembuangan sampah
2. Membuang sisa obat masih
dalam kemasan utuh
3. Membuang sisa obat sirup
atau cair ke saluran air
yang tidak mengalir

Tabel 4.2
Daftar Masalah Apoteker

No Masalah Penyebab Solusi


Pada
Apoteker
A Masalah Individu Apoteker
1. Melakukan praktik tanpa landasan
legal (tidak punya STRA, SIP
dan/atau STRA habis masa
berlakunya)
2. Melakukan praktik tidak sesuai
prosedur
3. Melakukan praktik
di luar kewenangan
dan atau di luar
kompetensinya
4. Tidak hadir di tempat
praktik sehingga Pelayanan
Kefarmasian berlangsung
tanpa kehadirannya
5. Kurang memiliki integritas :
a. Tidak jujur
b. Menyalahgunakan wewenang
c. Tidak mencegah munculnya
konflik kepentingan
6. Mendelegasikan kewenangan
kepada personil yang tidak
memiliki kompetensi atau
kewenangan
7. Kurang memiliki pengetahuan
tentang ketentuan perundang-
undangan dan permasalahan
hukum yang berkaitan dengan
Praktik Kefarmasian
8. Kurang memiliki pengetahuan
tentang etik dan disiplin profesi
9. Kurang memiliki
kemampuan mengenali
sumber informasi yang sahih
dan melakukan penelusuran
informasi
10. Kurang memiliki kemampuan
memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi
dalam melakukan Praktik
Kefarmasian maupun dalam
mengelola Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian
11. Kurang memiliki kebanggaan atas
profesinya
12. Tidak melakukan upaya
pengembangan diri:
a. Tidak melakukan evaluasi atau
introspeksi diri
b. Tidak mau menerima
saran atau kritik dari
mitra kerja atau pihak
lain
c. Tidak melakukan upaya
peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan atau
penguasaan teknologi
d. Tidak mengikuti perkembangan
peraturan perundang-undangan

B Masalah Profesionalitas Apoteker


Di Tempat Kerja
1. Mengalami masalah persediaan :
a. Terjadi kekosongan
karena kekurangan
anggaran, salah
perencanaan, sistem
informasi tidak
akurat
b. Persediaan berlebih karena
salah perencanaan atau
pengelolaan
c. Data yang tersedia tidak valid
karena pendataan stok hanya
dilakukan setahun sekali

2. Memilih pemasok tanpa


memperhatikan aspek legalitas
dan telaah integritas
3. Melakukan pengadaan Sediaan
Farmasi dilakukan tidak sesuai SPO
4. Melakukan pengiriman Sediaan
Farmasi tidak sesuai prosedur
dan kurang memperhatikan
stabilitas
5. Melakukan kesalahan teknik
pengiriman sehingga obat rusak
saat transportasi
6. Melakukan penerimaan obat dari
distributor tidak sesuai prosedur
dan kriteria standar
7. Melakukan penataan dan
penyimpanan Sediaan
Farmasi tidak sesuai standar
sehingga tidak terjaga
mutunya
8. Melakukan penataan Sediaan
Farmasi tanpa penandaan obat-
obat kategori critical, high
allert, sitostatika, radiofarmaka
9. Melakukan penyimpanan sediaan
narkotika tidak sesuai standar
10. Menyediakan sarana penyimpanan
obat, penanganan sediaan steril,
alat pelindung diri tidak sesuai
standar atau tidak tersedia karena
pertimbangan ekonomis
11. Melakukan pemusnahan obat
tidak sesuai standar, pencatatan
dan pelaporan proses dan hasil
pemusnahan obat tidak sesuai
pedoman
12. Melakukan pelayanan
resep dengan telaah
terbatas tanpa
melibatkan penerima
Pelayanan
Kefarmasian
13. Tidak menyampaikan informasi
penting yang berkaitan dengan
penggunaan obat (tujuan, cara
penggunaan, kemungkinan efek
samping, cara penyimpanan,
batas kedaluwarsa) kepada
Penerima Pelayanan
Kefarmasian secara lengkap dan
jelas
14. Menyerahkan obat dengan
teknik/device khusus, a.l.
inhaler, pen insulin, tablet
sublingual, salep mata,
supositoria) tanpa disertai
penjelasan tentang cara
penggunaannya yang tepat
15. Menyerahkan obat tanpa
kelengkapan label petunjuk
penggunaan, cara penyimpanan,
tanggal kedaluwarsa
16. Memberikan pelayanan secara tidak
profesional:
a. Tidak menggunakan standar
praktik
b. Tidak melakukan telaah riwayat
pengobatan
c. Tidak melakukan dokumentasi
Praktik Kefarmasian
17. Melakukan pengambilan keputusan
profesional dengan:
a. Mengabaikan kepentingan
Penerima Pelayanan Kefarmasian
b. Dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi dan
atau pertimbangan
komersial
18. Tidak membuat, melengkapi,
mengevaluasi, atau
memperbaharui Standar
Prosedur Operasional (SPO)
sebagai pedoman di tempat
kerja
19. Menyusun SPO tanpa
memperhatikan referensi yang
ditetapkan
20. Tidak melakukan
kalibrasi peralatan
pengukuran sehingga
mempengaruhi
validitas hasil
21. Menyusun dokumentasi
pelaksanaan CPOB, CPOTB,
CPKB atau
CDOB tanpa memperhatikan
ketentuan
22. Tidak melakukan supervisi dan atau
melatih staf

C Masalah Hubungan Dengan


Mitra Kerja dan Pihak Lain
1. Tidak menghargai kultur, nilai, dan
kepercayaan orang lain
2. Kurang mampu
menyampaikan pendapat
dengan jelas dan atau kurang
mampu mempertahankan
pendapat
3. Kurang menunjukkan empati dan
penghargaan terhadap pendapat
orang lain
4. Tidak meminta persetujuan mitra
kerja dan Penerima Pelayanan
Kefarmasian atas keputusan
profesional yang diambil
5. Tidak menjaga rahasia penerima
Pelayanan Kefarmasian,
menyerahkan data Penerima
Pelayanan Kefarmasian ke pihak
ketiga
6. Berbeda pendapat,
bertengkar, bersikap
merendahkan sejawat
dan/atau mitra kerja lainnya
7. Tidak mampu menyelesaikan
konflik
8. Melanggar batas kewenangan
9. Tidak melakukan komunikasi
efektif dengan tenaga kesehatan
lain, penerima atau keluarga
Penerima Pelayanan Kefarmasian
10. Kurang mampu membangun
lingkungan kerja yang kondusif

Anda mungkin juga menyukai