Anda di halaman 1dari 36

PETUNJUK TEKNIS

MENGHITUNG KEUNTUNGAN DAN PENDAPATAN USAHATANI

Oleh

SYARIFUDDIN KASIM

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN UNLAM
BANJARBARU

1995
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR (Penulis)....................................................................... i

KATA PENGANTAR KETUA JURUSAN........................................................... ii

I. PENDAHULUAN................................................................................. 1

II. DASAR PERHITUNGAN....................................................................... 3


1. Masa/Periode Perhitungan........................................................ 3
2. Bentuk Output............................................................................ 6
III. PENERIMAAN USAHATANI.............................................................. 6

IV. BIAYA USAHATANI........................................................................... 9

1. Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung................................ 10


2. Biaya Tetap dan Biaya Tidak Variabel....................................... 11
3. Biaya Eksplisit dan Biaya Implisit............................................... 12
4. Biaya Bersama atau Biaya Gabungan........................................ 12
V. KEUNTUNGAN USAHATANI............................................................. 14
VI. PENDAPATAN USAHATANI.............................................................. 16
VII. CONTOH PERHITUNGAN................................................................. 17
1. Keuntungan dan Pendapatan Usaha Tanaman Padi................. 17
2. Keuntungan dan Pendapatan Usaha Tanaman Coklat.............. 19
3. Keuntungan dan Pendapatan Usahatani................................... 24
4. Perhitungan Menggunakan Metode Sisa.................................. 25

VIII. PENUTUP...................................................................................... 27
I. PENDAHULUAN

Usaha pertanian (“farm”) pada dasarnya dibagi kedalam dua kelompok, yaitu apa

yang disebut dengan usahatani di satu pihak, dan apa yang berwujud perusahaan pertanian di

lain pihak. Usahatani dalam hal ini adalah merupakan unit-unit usaha pertanian yang masing-

masingnya dimiliki, sekaligus diselenggarakan, oleh sebuah keluarga dibawah pimpinan

seseorang yang menjadi kepala keluarga bersangkutan, yang lazim disebut dengan istilah

petani. Karena merupakan usaha yang merupakan milik keluarga itulah maka usahatani

lazim pula disebut dengan istilah usahatani keluarga (“family farm”). Sebagai kepala keluarga

maka petanilah yang memimpin penyelenggaraan manajemen usahatani, dibantu oleh para

anggota keluarga yang lain, baik isteri maupun anak-anaknya. Sebagai penyelenggara

manajeme, petani pada hakekatnya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri serta

keluarganya yang merupakan pemilik usahatani itu.

Berbeda dengan usahatani, perusahaan pertanian (“corporate farm”) adalah unit-unit

usaha pertanian yang manajemennya diselenggarakan oleh sebuah badan pelaksana

manajemen (“board of director”), yang bertanggung jawab kepada pemilik atau pemegang

saham perusahaan. Perusahaan pertanian tersebut bisa berbentuk perusahaan Negara (milik

pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah) dan bisa berbentuk perusahaan swasta (berupa

perusahaan perorangan, perusahaan perseroan, atau semacamnya).

Apakah petani (pada usahatani) ataukah badan manajemen (pada perusahaan

pertanian), masing-masingnya sebagai pelaksana manajemen tadi bertugas agar usahatani

atau perusahaan pertaniannya mampu memberikan sejumlah keuntungan atau pendapatan

yang sebesar-sebesarnya dan secara terus -menerus. Keuntungan atau pendapatan inilah

selanjutnya yang menjadi sumber penghasilan bagi orang-orang yang menjadi pemilik usaha,

apakah ia petani sendiri pada usahatani, ataukah pemilik pemegang saham pada perusahaan

pertanian.
Ada banyak faktor lain yang membedakan usahatani dengan perusahaan pertanian.

Salah satunya adalah bila dilihat dari segi pandangan atas harta atau kekayaan (“assets” atau

aktiva) serta kewajiban (“ Iiabilities” atau passiva) usaha. Pada perusahaan pertanian terdapat

batasan yang jelas antara mana yang merupakan harta serta kewajiban perusahaan dengan

mana yang merupakan harta dan kewajiban pemilik atau pemegang saham perusahaan.

Uraian di atasjuga telah menjelaskan bahwa pada perusahaan pertanian ini telah ada batasan

yang jelas dan tegas antara siapa yang mnejelaskan manajemen perusahaan, dan siapa pula

yang menjadi pemilik (pemegang saham) perusahaan.

Ini sangat berbeda dibandingkan dengan apa yang terdapat pada usahatani. Pada

usahatani, yang umumnya berskala kecil dan bentuknya merupakan usaha keluarga, praktis

tidak terdapat batasan yang jelas serta tegas antara mana yang merupakan harta dan

kewajiban usahatani dengan mana yang merupakan harta dan kewajiban rumah tangga petani.

Rumahpetani misalnya, selain sebagai tempat kediaman petani sekeluarga juga merupakan

“kantor kerja” petani. Cangkul selain memang digunakan pula untuk pelaksanaan ururan-

urusan rumah tangga, seperti untuk membuat lubang sampah, membersihkan halaman rumah,

membuat dan membersihkan saluran limbah rumah tangga, dan sebagainya. Begitu pula

halnya dengan parang, arit, gergaji, kendaraan (sepeda atau sepeda motor), dan lain-lain.

Malah petani sendiripun dalam hal ini memegang fungsi ganda, ia sebagai pelaksana

manajemen usahatani dan ia pula yang merupakan pemilik usahatani.

Karena adanya perbedaan tersebut itulah maka terdapat sedikit perbedaan pula dalam

cara menghitung dan menafsirkan apa yang disebut dengan keuntungan atau laba usaha serta

apa yang dimaksud dengan pendapatan usaha, antara yang diterapkan pada usahatani dengan

apa apa yang berlaku pada perusahaan pertanian.

Pada perusahaan pertanian cara perhitungan keuntungan telah jelas, yaitu dengan

mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku, serta dengan menggunakan bentuk dan
macam laporan keuangan yang telah distandarisasi. Teori biaya juga menyatakan bawha

keuntungan perusahaan dalam hal ini adalah merupakan selisih antara nilai penerimaan yang

diperoleh dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam penyelenggaraan usaha, atau

π = TR –TC (Pers. 01)

Dimana, π menyatakan keuntungsn atau laba yang diperoleh

TR menyatakan penerimaan total (“total revenue”)

TC menyatakan biaya total (“total costs”)

Pada dasarnya keuntungan perusahaan adalah merupakan imbalan atas dana modal

yang telah diinvestasikan dan dipergunakan dalam perusahaan (“return to capital-

investment”). Dengan perkataan lain ia adalah merupakan imbalan atas semua biaya yang

telah dikeluarkan sejak awal sampai dengan diperolehnya hasil usaha. Dengan keadaannya

yang seperti itu, dan dengan mengingat prinsip atau aturan akuntansi yang berlaku tadi, maka

praktis keuntungan perusahaan itulah pula yang sekaligus dipandang sebagai pendapatan dari

perusahaan. Dari keuntungan atau pendapatan perusahaan inilah lebih lanjut pemilik atau

pemegang saham perusahaan memperoleh pendapatan bagi dirinya, dalam bentuk dividens

tentunya setelah dikurangi dengan pajak-pajak serta apa yang disebut dengan keuntungan

atau laba yang ditahan, yang dipergunakan untuk pengembangan perusahaan lebih lanjut.

Bagaimana halnya pada usahatani ?

II. DASAR PERHITUNGAN

Berbeda dengan apa yang berlaku pada perusahaan pertanian, dalam kaitannya

dengan usahatani, khususnya untuk keperluan analisa usahatani, terdapat sedikit perbedaan

antara apa yang dimaksud dengan keuntungan usahatani (“farm profit”) dengan apa yang

dimaksud dengan pendapatan usahatani (“farm income”). Dimana letaknya perbedaan

tersebut akan diuraikan dalam pembicaraan berikut nanti. Namun sebelumnya perlu diingat,

bahwa dalam perhitungan keuntungan dan pendapatan usahatani ini ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, karena akan mempengaruhi cara perhitungan dan selanjutnya akan

menentukan pula hasil perhitungan yang diperoleh. Hal-hal dimaksud adalah sebagaimana

dikemukakan berikut ini.

1. Masa/Periode Perhitungan

Beberapa cabang usaha dalam usahatani (atau disebut pula cabang usahatani/”farm

enterprise”) ada yang berlangsung hanya berupa satu kali proses produksi saja. Usaha-usaha

tanaman setahun (“annual crop”) seperti padi dan palawijaya, juga kentang, labu, bawang,

tembakau, rosella, dan semacamnya adalah yang termasuk cabang usaha seperti ini. Begitu

padi dan palawijaya selesai dipanen misalnya, selesai pulalah proses produksi dari usaha

tanaman padi dan palawijaya ini. Untuk dapat memperoleh hasil padi dan palawijaya lagi

proses produksi harus dimulai lagi dari awal ; padi dan palawijaya harus ditanam lagi seperti

cara semula, Hal yang sama ada juga yang berlaku pada usaha-usaha peternakan, mislanya

pada usaha ternak ayam pedaging dan usaha penggemukan (“fattening”) sapi, ataupun pada

usaha-usaha perikanan seperti usaha tambak ikan dan usaha tambak udang. Dalam hal yang

seperti ini perhitungan keuntungan dan pendapatan akan sangat mudah dan langsung dapat

dilakukan kalau perhitungan adalah didasarkan pada masa produksinya. Kita dapat dengan

mudah menghitung keuntungan dan pendapatan usaha tanaman padi per-ha per masa tanam

(yang lamanya 4-6 bulan ), keuntungan dan pendapatan usaha ternak ayam pedaging per-100

ekor per masa pemeliharaan (yang lamanya 3-4 bulan), dan sebagainya.

Kalaupun akan dilakukan perhitungan keuntungan dan pendapatan menggunakan

masa atau periode usaha per-tahun, misalnya untuk keperluan analisa usahatani tertentu atau

untuk keperluan penysusunan laporan keuangan usahatani, sebagai mana yang lazim

digunakan dalam perhitungan akuntansi dan pembuatan laporan keuangan pada perusahaan

pertanian, juga tidak akan banyak ditemui kesulitan. Sedikit kesulitan hanya akan ditemui

bila dalam batas masa periode per-tahun tadi terdapat cabang usaha yang masih dalam proses
produksi, dan karenanya masih belum menghasilkan. Kalau demikian hanya, penetuan nilai

tanaman atau hewan ternak yang ada di lapangan, sebagai dasar perhitungan keuntungan dan

pendapatan tadi juga tidaklah terlalu sulit. Nilai bagi tanaman yang keadaanya seperti ini

biasanya dinyatakan sama dengan jumlah seluruh biaya yang telah dikeluarkan hingga saat

itu; sedangkan nilai bagi hewan ternak adalah ditentukan dengan berdasarkan harga yang

berlaku pada saat itu.

Perhitungan akan sedikit agak rumit pada cabang-cabang usaha yang bersifat tahunan,

yang umunyabertahun-tahun bahkan sampai berpuluh-puluh tahun. Diantara berbagai cabang

usaha yang seperti ini ada yang hasilnya dipanen/diambil secara sekaligus pada akhir masa

produksi, seperti misalnya pada usaha ternak sapi gembala, usaha ternak kerbau rawa, usaha

tanaman hutan jati, usaha tanaman hutan pinus, usaha tanaman sagu, dan semacamnya. Ada

pula cabang-cabang usaha yang proses produksinya bersifat berkelanjutan, dalam arti proses

produksinya berlangsung secara berulang-ulang, sehingga kegiatan panen atau pemungutan

hasilnyapun dilakukan berulang-ulang pula setiap periode atau setiap tahun. Contohnya

adalah cabang-cabang usaha tanaman tahuna (“perennial crops”) seperti usaha tanaman

karet, kelapa, cengkeh, the, kopi, dan lain-lain. Masa produksi total, sejak tanam sampai

dengan tanaman tidak lagi menghasilkan (karena sudah tua), bagi usaha-usaha tanaman

semacam ini bisa mencapai 30-50 tahun. Untuk cabang-cabang usaha seperti ini perhitungan

keuntungan dan pendpatan biasanya dilakukan dengan cara perhitungan khusus, yaitu dengan

perhitugan menggunakan kriteria-kriteria investasi (“investment criteria”) sebagaimana yang

lazim dipergunakan dalam analisa proyek-proyek pertanian. Cara perhitungan ini

membutuhkan uraian tersendiri sehingga tidak akan dibicarakan lebih lanjut di sini.

Khusus untuk usaha-usaha tanaman yang panennya terjadi berulang-ulang setiap

tahun, seperti berbagai usaha tanaman tahunan yang disebutkan di atas, sehingga untuk itu

diperlukan analisa usahatani menggunakan ukuran per-tahun usaha, atau untuk keperluan
pembuatan laporan tahunan keuangan usahatani, tentu cara perhitungan menggunakan kriteria

investasi sebagaimana dimaksud di atas tidak cocok untuk digunakan. Untuk maksud ini

digunakan cara perhitungan yang lain, yang untuk cabang-cabang usaha tertentu langkah-

langkah perhitungannya seringkali agak rumit. Oleh karena produktivitas hasilnya bervariasi

menurut umur tanaman , maka umur tanaman inipun harus pula ikut dipertimbangkan. Untuk

usaha tanaman karet misalnya, keuntungan atau pendapatan usaha tanaman karet per-ha per-

tahun pada umur tanaman 6 tahun, akan berbeda dengan keuntungan atau pendapatan pada

umur tanaman 7 tahun, dan akan berbeda pula dengan keuntungan atau pendapatan pada

umur tanaman 10 tahun, pada umur 15 tahun, dan sebagainya.

Prinsip yang sama juga berlaku untuk cabang usaha tertentu di bidang peternakan atau

perikanan. Hanya saja periode panen di sini umunya hanya dalam cakupan harian, mingguan,

atau bulanan saja. Makanya untuk usaha ternak ayam petelur dan usaha ternak sapi perah

misalnya, bisa digunakan ukuran keuntungan dan pendapatan per-jumlah ekor tertentu per-

hari, per-minggu, per-bulan, per 6 bulan, atau kalau memang diperlukan bisa juga per-tahun.

Berkaitan dengan faktor masa atau periode perhitungan ini, maka semua biaya dan

semua penerimaan yang ikut diperhitungkan tentunya adalah yang benar-benar tercakup

dalam masa atau periode waktu yang digunakan. Kalau dipergunakan dasar perhitungan per-

masa produksi yang lamanya 4 bulan, 10 bulan, 2 tahun, atau 20 tahun itu saja; apakah biaya

dikeluarkan secara sekaligus ataukah secara bertahap, dan apakah output atau hasil dipanen

secara sekaligus atau secara bertahap pula. Dan kalau dipergunakan dasar perhitungan per-

tahun, apakah menurut tahun kalender ataukah menurut tahun anggaran tertentu, tentunya

yang diperhitungkan hanyalah yang tercakup dalam selang waktu satu tahun dimaksud itu

saja. Jadi kalau satu tahun dimaksud adalah terhitung sejak tanggal 1 januari sampai dengan

tanggal 31 desember, maka hanya biaya dan pertanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31

Desember itu saja yang ikut diperhitungkan. Hanya tinggal menetukan apakah yang mau
dipakai adalah perhitungan atas dasar kaitan waktu (“time basis”) ataukah atas dasar

perhitungan nyata (“accrual basis”)

2.Hasil Output

Output atau hasil yang diperoleh dari setiap macam cabang usahatani bisa

dalambentuk atau rupa yang bermacam ragam. Untuk usaha tanaman jagung misalnya, hasil

bisa berupa jagung kelobot kering, berupa jagung tongkol kering, berupa biji pipilan kering,

atau malah hanya berupa jagung muda. Untuk usaha tanaman padi, hasil bisa berupa padi

kering panen, berupa gabah kering panen, berupa gabah kering lumbung, atau berupa gabah

kering giling. Hasil dari usaha tanaman karet bisa berupa latek cair, berupa latek beku, berupa

lembaran basah (“unsmoked sheet”), atau berupa lembaran asapan (“smoked sheet”). Hasil

dari usaha ternak sapi bisa berupa sapi hidup, atau berupa daging potong. Begitupun, hasil

dari usaha tambak ikan atau udang, bisa berupa ikan atau udang hidup, berupa ikan atau

udang beku, atau berupa ikan atau udang kering. Begitu pula halnya dengan berbagai cabang

usaha tanaman, cabang usaha ternak, atau cabang usaha perikanan yang lain.

Masing-masing bentuk hasil ini selain mempunyai tingkat harga yang berbeda, juga

akan melibatkan kegiatan yang berbeda, sehingga menyebabkan berbedanya pula biaya yang

berkaitan. Ini lebih lanjut akan mempengaruhi besarnya keuntungan dan pendapatan.

Makanya dalam menghitung keuntungan dan pendapatan ini haruslah dikaitkan dengan

bentuk dari output atau hasil yang dijadikan sebagai bentuk akhir. Hasil perhitungan

keuntungan dan pendapatan atas dasar hasil yang berwujud biji pipilan kering pada usaha

tanaman jagung, jelas akan memberikan hasil perhitungan yang berbeda dibandingkan kalau

dipergunakan dasar perhitungan hasil yang berwujud jagung muda. Begitu pula pada karet

misalnya, hasil perhitungan akan berbeda-beda kalau hasil dijadikan dasar perhitungan

adalah berupa latek cair, latek beku, sheet basah, sheet kering, atau bentuk-bentuk hasil karet

lainnya.
Untuk cabang usaha tertentu perbedaan hasil perhitungan atas dasar bentuk output

atau hasil yang berbeda-beda ini mungkin tidaklah terlalu besar. Namun, dalam banyak hal,

seringkali hal ini tidak mungkin diabaikan, lebih-lebih bila diinginkan hasil analisa

keuntungan dan pendapatan usahatani secara lebih tepat dan lebih akurat.

III. PENERIMAAN USAHATANI

Dilihat dari macam cabang usaha yang diusahakan, dikenal ada usahatani yang

berspesialisasi, da nada pula yang berdiversifikasi. Usahatani dikatan berspesialisasi bila

hanya satu cabang usaha saja yang ada atau yang dominan diusahakan dalam usahatani, dan

yang oleh karenanya cabang usaha itulah yang merupakan sumber utama penerimaan

usahatani. Selanjutnya, usahatani dikatakan berdiversifikasi bila ada beberapa cabang usaha

yang diusahakan, sehingga dalam hal ini aka nada beberapa pula sumber utama penerimaan

usahatani tersebut.

Apakah dalam bentuknya yang berspesialisasi ataukah dalam bentuknya yang

berdiversifikasi, penerimaan usahatani tentunya berasal dari output atau hasil fisik yang

diperoleh dari cabang usaha atau cabang-cabang usaha yang diusahakan dalam usahatani.

Kenyataan menunjukkan, bahwa hasil-hasil usahatani itu ada yang hanya bisa

dipanen/diambil pada akhir masa produksinya saja, misalnya pada usaha tanaman padi,

palawijaya, tebu , usaha tambak ikan, usaha ternak ayam pedaging, dan semacamya.

Disamping itu ada pula cabang-cabang usaha yang bisa dipanen/diambil hasilnya secara

periodik, apakah periodik multi-bulanan (misalnya pada usaha tanaman kopi, coklat, dan

kelapa) ataukah periodik tahunan (misalnya pada usaha tanaman cengkeh, atau usaha

tanaman buah-buahan seperti rambutan, durian, duku, dan semacamnya), di sepanjang masa

produksinya yang lamanyaberbulan-bulan, bertahun-tahun atau malah berpuluh-puluh tahun.

Pelaksanaan panennya itu sendiri, apakah dilakukan pada akhir masa produksi

ataukah secara periodik, ada yang harus dilaksanakan secara serentak atau secara sekaligus;
da nada pula yang dapat dilaksankan secara bertahap, yaitu secara harian, secara mingguan,

atau secara bulanan. Pada beberapa jenis usaha tanaman sayuran dan buah-buahan, misalnya

pada usaha tanaman labu, masa panen memang berlangsung hanya pada akhir masa produksi

saja (yaitu setelah tanaman labu telah berumur sekitar 3 – 4 bulan), namun panennya sendiri

praktis dilakukansecara harian, karena tidak meratanya umur buah labu . Hal yang sama atau

hamper bersamaan juga dapat kita amati pada usaha tanaman tomat, terong, usaha ternak

ayam petelur, atau pada usaha ternak sapi perah. Sedangkan pada usaha tanaman cengkeh,

masa panen berlangsung secara periodik tahunan; dan begitu sudah datang masa panen, maka

praktis panen (atas hasilnya yang berupa bunga cengkeh) harus dilakukan setiap hari.

Lain lagi dengan usaha tanaman karet. Masa produksi tanaman ini berlangsung

selama berpuluh-puluh tahun, antara 30-50 tahun. Namun, begitu telah mencapai umur

produktifnya, penyadapan lateks sudah dapat dilakukan secara harian, sepanjang tahun,

sampai tanaman karet sudah tua dan tidak lagi produktif. Bentuk atau cara panen yang seperti

ini kita temukan pula pada usaha tanaman teh, dan beberapa jenis buah-buahan yang bisa

berbuah sepanjang tahun seperti jambu, nangka, dan sawo.

Semua hal yang telah dikemukakan di atas haruslah diperhatikan dan

dipertimbangkan dalam menghitung penerimaan dari masing-masing cabang usahatani, dan

penerimaan usahatani secara keseluruhan.

Selanjutnya, hasil-hasil usahatani ada bermacam-maacam pula cara penggunaanya.

Sebagian hasil ada yang digunakan atau dikonsumsi langsung untuk keperluan sehari-hari

keluarga petani, da nada pula yang dicadangkan untuk keperluan benih atau bibit bagi masa

produksi berikutnya. Pada usaha tanaman jagung sedikit demi sedikit, sehingga hasil jagung

tuanya sudah jauh berkurang dari semestinya. Pada masyarakat muslim, untuk jenis-jenis

hasil tanaman tertentu, sesuai dengan ajaran agamanya, ada pula yang digunakan untuk

memenuhi kewajibannya membayar zakat pertanian.


Dengan mempertimbangkan kenyataan itu tadi maka output atau hasil dari sesuatu

cabang usahatani pada hakekatnya dapat diidientifkasi sebagai berikut. Pada cabang-cabang

usaha pertanaman dan juga pada cabang-cabang usaha perikanan, hasil fisiknya pada umunya

mencakup ;

(a) Bagian hasil yang telah habis dikonsumsi sendiri oleh petani sekeluarga;

(b) Bagian hasil yang dicadangkan untuk dijadikan benih atau bibit bagi keperluan masa

produksi mendatang;

(c) Bagian hasil yang sudah terjual;

(d) Bagian hasil yang siap untuk dijual;

(e) Bagian hasil lainnya atau yang dicadangkan, yang mungkin belum termasuk dalam apa

yang telah disebutkan di atas.

Khusus untuk usaha ternak, selain dari apa yang disebutkan di atas, maka untuk

memperhitungkan penerimaan ini perlu dipertimbangkan pula;

(f) Jumlah ternak pada awal dan akhir masa perhitungan. Ini perlu, mengingat adanya

kemungkinan penambahan jumlah ternak (misalnya karena adanya pembelian baru atau

karena adanya ternak induk yang melahirkan) atau kemungkinan adanya pengurangan

jumlah ternak (misalnya karena adanya ternak yang hilang atau yang mati) ;

(g) Kemungkinan terjadinya perubahan fisik ternak, yang dengan sendirinya akan

mempengaruhi nilai penerimaan ; misalnya karena adanya ternak muda yang telah

menjadi dewasa (menyebabkan peningkatan nilai ternak), atau sebaliknya karena adanya

ternak menjadi lebih tua (yang kemungkinan menyebabkan terjadinya penurunan nilai

ternak).

Nilai dari penerimaan usahatani dalam hal ini adalah merupakan jumlah keseluruhan

hasil fisik yang diperoleh dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, dikalikan

dengan harganya masing-masing, atau :


TR = Y Py (Pers, 02)

(untuk usahatani yang berspesialisasi)

Dimana, TR menyatakan penerimaan total usahatani (“total farm revenue”)

Y menyatakan outuput atau hasil fisik dari cabang usaha bersangkutan

Py menyatakan harga output atau hasil dimaksud

dan,

TR = E ( Yi Pyi) (Pers, 03)

Dimana, TR menyatakan penerimaan total usahatani

Yi menyatakan output atau hasil fisik dari cabang usaha ke-i

Pyi menyatakan harga dari output atau hasil cabang usaha ke-i

Dalam hal memperhitungkan penerimaan ini tidaklah boleh dilupakan kemungkinan

adanya apa yang disebut output atau hasil atau produk gabungan (“ joint product”). Pada

usaha tanaman padi misalnya, kalau outputnya berupa gabah kering giling, maka dapat

dipastikan akan terdapat produk gabungan ( atau sering disebut juga hasil sampingan/”by-

product”) yang berupa jerami, merang, dan sekam. Dan kalau outputnya berupa beras giling,

tentu masih terdapat pula hasil sampingan yang berupa dedak. Dalam hal ini dimana hasil-

hasil sampingan ini memang mempunyai nilai sendiri dan cukup berarti, tentu seyogyanya ia

dimasukkan pula sebagai salah satu komponen penerimaan cabang usaha yang bersangkutan.

IV. BIAYA USAHATANI

Biaya usahatani pada dasarnya adalah nilai dari semua input atau korbanan yang

terlibat dan memegang peranan-peranan kecil atau sedikitnya keterlibatan atau peranan itu,

bagi terelenggaranya kegiatan dan proses produksi usahatani, sejak awal sampai dengan

diperolehnya output atau hasil usahatani.

Biaya usahatani pada hakekatnya bisa dirumuskan sebagai,

TC = ∑ (Xij .Pxi) (pers, 04)


Dimana, TC menyatakan biaya total usahatani (“total farm costs”)

Xij menyatakan jumlah input ke-i yang dipergunakan untuk cabang usaha ke-j

Pxi menyatakan harga dari input ke-i

Biaya usahatani ini dapat digolongkan kedalam beberapa cara penggolongan. Ada

diantaranya penggolongan biaya ushatani kedalam apa yang disebut biaya langsung (“direct

costs”), dan yang disebut biaya tidak langsung (“indirect costs”). Biaya usahatani juga dapat

digolongkan kedalam biaya tetap (“fixed costs”) di satu pihak, dan biaya variable (“variable

costs”) di lain pihak. Selain dari itu, seiring dengan adanya apa yang disebut produk

gabungan, sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam hal yang berkaitan dengan biaya ini

dikenal pula apa yang disebut dengan biaya bersama atau biaya gabungan (“joint costs”).

Ini beberapa contoh saja dari penggolongan biaya usahatani yang sering dipergunakan

untuk keperluan analisa usahatani. Masih banyak cara penggolongan lainnya yang dapat

dibuat, sesuai dengan kepentingannya untuk analisa usahatani tadi. Khusus untuk keperluan

perhitungan keuntungan dan pendapatan usahatan, biaya usahatani ini perlu digolongkan

kedalam apa yang disebut dengan biaya eksplisit (“explicit costs”), dan apa yang disebut

dengan biaya implisit (“implicit costs”). Bagaimana penggunaanya, dan dimana relevansinya

akan dibicarakan berikut nanti.

1.Biaya langsung dan biaya tidak langsung

Dimaksud dengan biaya langsung adalah biaya yang memegang peranan secara

langsung dan nyata dalam proses produksi usahatani. Tanpa adanya biaya langsung ini proses

produksi tidak mungkin dapat berjalan sebagaimana mestinya. Biaya langsung pada

hakekatnya bersumber dari input-input yang benar-benar terlibat dalam proses produksi,

benar-benar tercakup dalam fungsi produksi usahatani. Beberapa diantara yang termasuk

biaya langsung ini adalah biaya lahan, biaya tenaga kerja (sejak awal usaha sampai dengan
panen dan kegiatan pasca panen), biaya sarana produksi benih/bibit, pupuk, dan obat-obatan,

biaya alat dan perlengkapan pertanian, dan lain-lain.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang

sebenarnya tidak mempunyai peranan atau hubungan dengan proses produksi. Tanpa biaya

tidak langsung inipun proses produksi tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya; hasil akan

tetap dapat diperoleh sebagaimana adanya. Diantara yang termasuk biaya tidak langsung ini

adalah pajak, biaya perlengkapan kerja (Seperti topi, pakaian kerja, dan semacamnya), biaya

pengadaan pondok untuk tempat istirahat kerja, biaya upacara/.”selamatan, atau biaya-biaya

“siluman” yang sesungguhnya tidak menentukan tinggi rendahnya hasil yang akan diperoleh.

2.Biaya tetap dan biaya variable

Biaya tetap dan biaya variable banyak dipergunakan dalam telaah tentang teori biaya

produksi. Biaya tetap adalah biaya yang memang harus tetap ada dan harus tetap dikeluarkan,

tanpa terikat pada ada atau tidaknya hasil yang diperoleh. Ini berarti pula bahwa biaya tetap

ini sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan banyak sedikitnya, biaya penyusutan alat

dan perlengkapan pertanian, bunga pinjaman, adalah beberapa diantara macam-macam biaya

yang termasuk biaya tetap ini.

Ini berbeda dengan biaya variable, yang menentukan tinggi rendahnya hasil yang

diperoleh. Umumnya terdapat hubungan yang positif antara biaya variable ini dengan hasil

yang diperoleh. Makin banyak biaya variable akan makin banyak pula hasil yang akan

diperoleh, dan sebaliknya tentunya dalam batas-batas berlakunya hokum kenaikan hasil

berkurang (“ law of diminishing returns”). Beberapa diantara berbagai macam biaya yang

tergolong biaya variable ini adalah biaya sarana produksi benih/bibit, pupuk, dan obat-obatan,

biaya tenaga kerja, dan biaya beberapa macam alat perlengkapan pertanian seperti alat

pengolahan tanah, alat untuk tanam, dan alat untuk panen.


Untuk keperluan telaah atau studi yang lebih kritis, kapan dan apakah sesuatu biaya

usahatani tertentu termasuk biaya tetap ataukah termasuk biaya variable, adalah merupakan

bahan diskusi yang menarik. Di atas telah dikatakan bahwa biaya sarana produksi benih/bibit,

dan pupuk, adalah salah satu contoh biaya variable. Hal ini memang benar sepanjang masih

dalam proses pengambilan keputusan. Padalah dalam kenyataanya begitu keputusan telah

diambil, maka biaya benih/bibit, dan pupuk, obat-obatan tadi tidak lagi merupakan biaya

variable, melainkan sudah lebih bersifat sebagai biaya tetap. Semua biaya yang telah

dikeluarkan sudah tidak lagi dapat dirubah, berapapun juga besarnya hasil usahatani yang

akan diperoleh, apakah panen berhasil atau gagal sama sekali (misalnya karena bencana alam

kekeringan atau serangan hama yang sangat hebat), apakah hasilnya tinggi ataukah rendah.

3.Biaya eksplisit dan biaya implisit

Sebagaimana telah dikatakan di atas, golongan biaya inilah yang melatarbelakangi,

dan karenanya juga dijadikan pegangan dalam perhitungan keuntungan usahatani di satu

pihak, dan perhitungan pendapatan usahatani di lain pihak.

Dimaksud dengan biaya eksplisit adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan

dalam penyelenggaraan masing-masing cabang usaha atau keseluruhan cabang usaha yang

diusahakan dalam usahatani. Input-input yang dibeli dari pihak lain adalah merupakan

sumber bagi biaya eksplisit ini. Pengeluaran-pengeluaran untuk sewa lahan, upah tenaga

kerja luar keluarga, sarana produksi benih/bibit, pupuk, dan obat-obatan, biaya alat dan

perlengkapan (yang dihitung sebesar penyusutannya), dan bunga pinjaman, adalah yang

termasuk dalam kelompok biaya eksplisit ini.

Lebih lanjut,yang dimaksud biaya implisit adalah biaya yang sifatnya hanya

diperhitungkan saja sebagai biaya, meskipun tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang

dibayarkan secara nyata, tidak merupakan “out of pocket expenditure”. Biaya lahan milik

sendiri, upah tenaga kerja keluarga, dan bunga modal sendiri, juga benih/bibit hasil sendiri
yang diambil dari hasil pada masa produksi terdahlu, adalah merupakan contoh yang

termasuk kelompok biaya implisit. Namun karena lahan, tenaga kerja dalam keluarga,

ataupun modal tadi adalah dimiliki sendiri oleh petani, maka terhadap lahan usahatani tadi

praktis petani tidak perlu membayar sewanya, terhadap tenaga kerja keluarga petani tidak

perlu membayar upahnya,dan terhadap modal sendiripun petani tidak perlu membayar

bunganya.

Apa saja yang merupakan biaya eksplisit dan apa pula yang meruapakan biaya

implisit dalam usahatani, lebih jelasnya dapat dilihat pada daftar di halaman 13.

4.Biaya bersama atau biaya gabungan

Dalam hal memperhitungkan biaya usahatani ini kita juga perlu memperhatikan

kemungkinan adanya apa yang disbeut dengan biaya bersama atau biaya gabungan (“joint

costs”).

Daftar biaya eksplisit dan biaya implisit

Dalam usahatani

1.Biaya eksplisit : - biaya lahan (bila lahan adalah lahan seawaan)

- biaya tenaga kerja upahan, atau biaya tenaga kerja luar keluarga

- biaya modal, baik modal sendiri maupun modal pinjam untuk keperluan

pengadaan sarana produksi benih/bepupuk, kapur, obat-obatan serta untuk pengadaan

perlengkapan pertanian

- bunga atas modal pinjaman

- pajak dan pengeluaran lainnya

2.Biaya implisit : - biaya lahan (bila lahan adalah milik petani sendiri)

- upah tenaga kerja petani dan anggota keluarganya

- bunga atas modal sendiri


- biaya manajemen usahatani (oleh petani sendiri)

Dalam hal ini penanaman secara tumpang sari (“inter cropping”) antara jagung dan

kacang tanah misalnya, pemberian sejumlah pupuk tertentu terhadap lahan berkenaan akan

berarti menciptakan adanya biaya pupuk baik untuk usaha tanaman jagung maupun untuk

usaha tanaman kacang tanah. Berikutnya biaya pengolahan lahan adalah juga merupakan

biaya bagi tanaman jagung dan sekaligus merupakan biaya bagi tanaman kacang tanah.

Dalam bentuk yang lebih umum, cangkul misalnya, selain dipergunakan untuk pelaksanaan

kegiatan berbagai cabang usaha dalam usahatani, seringkali juga dipergunakan petani untuk

kegiatan-kegiatan rumah tangganya. Untuk kepentingan analisa usahatani tertentu, adanya

biaya gabungan seperti ini tentunya haruslah diperhatikan.

Adanya biaya gabungan ini tidaklah merupakan masalah kalau perhitungan

keuntungan dan pendapatan adalah mencakup usahatani secara keseluruhan. Ia baru

merupakan masalah bilamana yang ingin diperhitungkan adalah keuntungan dan pendapatan

menurut masing-masing cabang usaha. Dalam hal yang seperti ini tentu terdapat keharusan

untuk membagi biaya gabungan tadi, berapa banyak yang merupakan beban biaya bagi

cabang usaha yang satu dan berapa banyak pula yang merupakan beban biaya bagi cabang

usaha yang lain.

Ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yang pada dasarnya adalah dengan

mempertimbangkan proporsi penggunaan atau keterkaitan efektifnya biaya itu pada masing-

masing cabang usaha. Proporsi penggunaan atau keterkaitan efektif ini bisa dinyatakan

berdasar lama penggunaanya pada masing-masing cabang usaha, bisa berdasar lama proses

produksi dari masing-masing cabang usaha, bisa berdasar skala usaha dari masing-masing

cabang usaha, atau bisa pula berdasar jumlah fisik atau berdasar nilai hasil dari masing-

masing caabang usaha. Cara mana yang sebaiknya dipakai tentu sangat tergantung pada

keadaan yang dihadapi. Sebagai ilustrasi dapatlah diikuti contoh perhitungan berikut.
Satu unit alat dan perlengkapan pertanian tertentu misalnya, dipergunakan secara

terus menerus sepanjang tahun untuk penyelenggaraan usaha tanaman padi seluas 1,5 hektar

serta usaha tanaman jagung seluas 1,0 hektar. Biaya penyusutan satu unit alat dan

perlengkapan tadi seluruhnya diperhitungkan sebesar Rp. 50.000 per-tahun. Kalau

dipergunakan dasar skala, yang dalam hal ini ditetapkan sesuai dengan luasanya

pertanaman, maka kitadapat menghitung bahwa biaya alat dan perlengkapan yang

dibebankan untuk usaha tanaman padi adalah sebesar (1,5/1,5+1,0) X Rp 50.000, atau

sebanyak Rp 20.000.

Bagaimana kalau dipergunakan dasar perhitungan menurut banyaknya output fisik

yang diperoleh ? Bila dari 1,5 hektar usaha tanaman padi tadi diperoleh hasil sebanyak 1,0

ton pipilan kering, maka besarnya biaya alat dan perlengkapan yang mestinya dibebankan

pada usaha tanaman padi menjadi sebanyak ( 4,0/4,0 +1,0) x Rp 50.000 atau sebanyak Rp.

40.000, dan yang dibebankan pada usaha tanaman jagung adalah sebanyak sisanya, yaitu

( 1,0/4,+1,0) x Rp. 50.000, atau sebanyak Rp. 10.000.

Ini hanya sebagai contoh. Dalam prakteknya bisa saja digunakan dasar perhitungan

serta cara penerapan lain yang lebih realisitis dan lebih teliti. Atau bisa pula diterapkan

kombinasi dari berbagai macam dasaar perhitunga yang telah disebutkan di atas

V. KEUNTUNGAN USAHATANI

Pada dasarnya cara menghitung keuntungan usahatani adalah sama dengan cara yang

berlaku pada perusahaan pertanian, yang secara umum dinyatakan dengan rumusan pers. 01,

pers. 02 Pers, 03, dan Pers. 04 di ata. Hanya saja, pada perusahaan pertanian, sesuai dengan

prinsip akuntansiyang dipegang, hanya biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan saja, atau

dengan perkataan lain hanya biaya-biaya eksplisit saja, yang diperhitungkan untuk

menentukan besarnya keuntungan perusahaan; termasuk telah diperhitungkan pula

didalamnya biaya gaji dan biaya fasilitas lainnya yang diberikan kepada badan pelaksana
manajemen perusahaan. Keuntungan inilah yang sesungguhnya menjadi ukuran bagi tingkat

keberhasilan badan pelaksana manajemen tadi dalam menjalankan tugasnya menjalankan

perusahaan, sekaligus sebagai pertanggung-jawabannya kepada pemilik perushaan.

Bertolak dari apa yang dikemukakan di atas maka jelaslah bahwa keuntungan

perusahaan sebenarnya adalah merupakan imbalan atas semua biaya yang telah dikeluarkana,

imbalan atas dana modal yang telah diinvestasikan oleh pemilik perusahaan (“return to

capital-investment”) ; dan sama sekali bukanlah imbalan atas manajemen (“return to

management”), oleh karena badan pelaksana manajemen sendiri telah dibayar oleh

perusahaan berupa gaji dan fasilitas-fasilitas lain yang telah diterimanya.Keuntungan ini pada

dasarnya adalah merupakan pendapatan bagi pemilik perusahaan. Ia bisa saja diambil

seluruhnya oleh pemilik perusahaan, dan dipergunakan untuk keperluan pribadinya. Hanya

saja, untuk kepentingan pengembangan perusahaan maka pada umumnya hanya sebagian

saja dari keuntungan itu yang diambil pemilik perusahaan (dalam bentuk “dividen”),

sementara yang lainnya dipergunakan untul pemupukan modal perusahaan (dalam bentuk

“laba yang ditahan” atau “retained profit”).

Sama dengan yang berlaku pada perusahaan pertanian, keuntungan usahatani adalah

juga merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total, seperti yang dinyatakan

dalam rumusan pers. 01. Hanya saja dalam biaya total disini tercakup baik biayaeksplisit

maupun biaya implisit. Karena itu rumusaan Pers. 01 dapat dituliskan menjadi,

π = TR – (TCe + TCi ) (Pers. 05)

Dimana, π menyatakan keuntungan usahatani

TR menyatakan penerimaan total usahatani

TCe menyatakan biaya eksplisit total usahatani

TCi menyatakan biaya implisit total usahatani


Keberhasilan manajemen usahatani, yang dalam hal ini dilaksanakan sendiri oleh

petani sebagai “farm manager”, mestinya juga diukur dari keuntungan usahatani yang

diperoleh. Masalahnya adalah, pada usahatani petani sebagai manajer sama sekali tidak digaji

ataupun diberi fasilitas lainnya (secara eksplisit) oleh usahatani, sebagaimana yang berlaku

pada perusahaan pertanian, praktis, petani sebagai manajer baru akan dibayar dari

keuntungan yang diperoleh usahatani; dan keuntungan itulah dengan sendirinya yang akan

merupakan imbalan atas tugas manajemen (“return to farmer’s management”) yang telah

dijalankan petani. Jadi tegasnya, keuntungan usahatani adalah merupakan imbalan bagi petani

sebagai manajer usahataninya, dan ia adalah merupakan selisih antara penerimaan total

usahatani dengan semua biaya eksplisit maupun biaya implisit usahatani, terkecuali biaya

(implisit) manajemen petani.

VI. PENDAPATAN USAHATANI

Telah dikeluarkan bahwa pada perusahaan pertanian apa yang merupakan

keuntungan perusahaan sebenarnya juga adalah merupakan pendapatan perusahaan. Lebih

lanjut, keuntungan atau pendapatan perusahaan itu pada dasarnya juga merupakan

pendapatan bagi pemilik atau pemegang saham perusahaan, sebagai imbalan bagi

kepemilikannya atas harta perusahaan. Bagaimana halnya pada usahatani ?

Petani sendiri, untuk keperluan hidupnya sekeluarga, tentu memerlukan pula

pendapatan. Pendapatan ini ada yang berasal dari usahataninya sendiri disebut pendapatan

usahatani; da nada pula yang diperoleh dari kegiatan di luar usahatani – disebut pendapatan

non-usahatani. Sesuai dengan namanya, pendapatan usahatani diperoleh petani dari berbagai

sumber yang dapat digalinya dari usahatani. Sumber bagi pendapatan usahatani ini mencakup

semua imbalan atau balas jasa yang mestinya harus diterima petani atas telah

dipergunakannya faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen yang

merupakan miliknya sendiri. Imbalan atau balas jasa dimaksud mencakup;


a.sewa lahan usahatani (dalam hala lahan itu adalah milik petani sendiri);

b.upah atas tenaga kerja yang diberikan petani sendiri beserta anggota keluarga lainnya dalam

usahatani;

c.bunga modal (khusus atas modal sendiri yang dipergunakan dalam usahatani); dan

d.keuntungan usahatani, sebagai imbalan atas manajemen yang diberikan petani (yang dalam

prakteknya dibantu oleh isteri dan anak-anaknya).

Oleh karena semua apa yang disebutkan di atas sebenarnya adalah juga merupakan

biaya implisit usahatani, maka dapatlah dikatakan bahwa: pendapatan usahatani adalah selisih

antara penerimaan total dengan biaya eskpisit usahatani. Bertolak dari rumusan pers. 05,

maka pendapatan usahatani dapat dinyatakan sebagai,

FI = TR – Tce (Pers, 06)

Dimana, FI menyatakan pendapatan usahatani (“farm income”)

TR menyatakan pendapatan total usahatani

TCe menyatakan biaya eksplisit total usahatani

VII. CONTOH PERHITUGAN

Untuk lebih memperjelas konsep-konsep sebagaimana telah diuraikan di atas berikut

ini diberikan beberapa contoh perhitungan, dengan mempertimbangkan berbagai sifat dan

bentuk cabang usahatani yang ada. Perhitungan keuntungan dan pendapatan usahatani pada

dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu :

a. Dari segi masing-masing cabang usaha yang diusahakan dalam usahatani, yang

disebut dengan keuntungan cabang usaha dan pendapatan cabang usaha. Kalau

dimaksudkan untuk cabang usaha tanaman padi misalnya, kita dalam hal ini

berbicara tentang keuntungan usaha tanaman padi dan pendapatan usahatani padi;

kalau dimaksudkan untuk cabang usaha ternak ayam kampong, kita berbicara tentang
keuntungan usaha ternak ayam kampong dan pendapatan usaha ternak ayam kampong

b. Dari segi usahatani keseluruhan, dimana didalamnya terdapat berbagai cabang

usahatani ; apakah hanya satu cabang usaha saja, dalam hal usahatani yang

berspesialisasi, ataukah beberapa cabang usaha, dalam hal usahatani yang

berdiversifikasi.

Dalam contoh perhitungan ini diambil yang berupa usaha tanaman, yaitu usaha tanaman

padi, sebagai contoh dari usaha tanaman setahun yang masa produksinya hanya dalam

hitungan bulanan tidak sampai setahun; dan usaha tanaman coklat, sebagai contoh usaha

tanaman tahunan yang panen secara periodik dengan masa produksi yang lamanya berpuluh-

puluh tahun.

1.Keuntungan dan pendapatan usaha tanaman padi

Anggaplah, bahwa berdasarkan hasil penelitian kita memeperoleh daftar data

sebagaimana tercantum pada halaman 18.

Menggunakan data sebagaimana yang tercantum dalam daftar tersebut, kita

Daftar hail dan kegiatan usaha pertanaman padi

1. Lahan pertanaman : seluas 1 hektar, milik sendiri, kalau disewa maka sewanya Rp

175.000 per-masa tanam padi

2. Masa pertanaman padi : 6 bulan

3. Hasil yang diperoleh : 3,5 ton gabah, dengan harga jual gabah Rp 400/kg

4. Biaya-biaya:

a. tenaga kerja dalam keluarga, seluruhnya 150 hksp

b. tenaga kerja luar keluarga, seluruhnya 50 hksp, dengan upah kerja rata-rata Rp 2.500 per-

hksp

c. benih padi, 25 kg à Rp 1.000 per-kg


d. pupuk urea, 200 kg à Rp 450 per-kg

e. pupuk TSP, 125 kg à Rp 550 per-kg

f. macam macam obat-obatan pemberantas dan pencegah hama dan penyakit, seluruhnya Rp

17.500

g. alat/perlengkapan berupa barang habis, seluruhnya Rp 20.000

h. penyusutan alat/perlengkapan, seluruhnya diperhitungkan Rp 35.000

i. untuk pendanaan di atas diperoleh kredit sebanyak Rp 200. 000, dengan bunga 12/ per-

tahun

j. biaya lain-lain, seluruhnya Rp 12. 500

lebih lanjut dapat membuat daftar biaya sebagaimana tercantum pada halaman 19.

Dari daftar (pada halaman 19) ini lebih lanjut dapat kita hitung, bahwa:

a. keuntungan usaha tanaman padi adalah sama dengan penerimaan dikurangi

semua biaya eksplisit dan biaya implisit, yang sama dengan (1) - (2a s/d

21) atau Rp 1.400.000 - Rp

999.625, atau sama dengan Rp 400.375 (per -ha per-masa tanam padi yang lamanya 6

bulan);

b. pendapatan petani dari usaha tanaman padinya adalah sebagai berikut:

- dalam hal lahan adalah milik petani sendiri, serta benih dibeli dari pihak lain, maka

pendapatannya sama dengan penerimaan dikurangi biaya

eksplisit, yang sama dengan (1) - (2c s/d 2j + 21), atau sama dengan Rp 994.250 (per-ha per-

masa tanam padi) ;

- dalam hal lahan disewa dari orang lain dan benih juga dibeli dari pihak hak lain, maka

pendapatan petani usaha tanaman padi adalah Sama dengan (1)- (2a + 2c s/d 2j + 21), atau

sama dengan Rp 819.250 (per-ha per-masa tanam padi);


- dalam hal lahan disewa dari orang lain dan benih adalah dari hasil sendiri, maka pendapatan

petani dari usaha tanaman padi adalah sama dengan (1)- (2a + 2c + 2e s/d 2j + 21), atau sama

dengan Rp 844.250 (per-ha per-masa tanam padi).

Daftar penerimaan dan biaya usaha tanaman padi

Macam penerimaan dan biaya Banyaknya (Rp) Keterangan

1. Penerimaan: 3,5 ton gabah, à Rp 400/kg 1.400.000 -----

2. Biaya-biaÿa:
a. Biaya (sewa) lahan, 1 ha per- bulan 175.000 _a)

b. Biaya (upah) tenaga kerja dalam 375.000 implisit


keluarga,150 hksp à Rp 2.500 per-hksp
c. Biaya (upah) tenaga kerja luar 125.000 eksplisit
keluarga, 50 hksp à Rp 2.500 per-hksp

d. Biaya benih padi, 25 kg à Rp 1.000 25.000 -b)


per-kg

e. Biaya pupuk urea, 200 kg à Rp 90.000 eksplisit


450 per-kg

f. Biaya pupuk TSP, 125 k à Rp 550 68.750 eksplisit


per-kg

g. Biaya obat-obatan 17.500 eksplisit


h. Biaya alat/perlengkapan (barang 20.000 eksplisit
habis)

i. Biaya penyusutan alat/per lengkapan 35.000 Eksplisit

j. Pinjaman sebanyak Rp 200.000, 12.000 Eksplisit


sehingga bunga pinjaman 6/12 x 12%x
Rp 200.000
k. biaya dana modal sendiri Rp 43.875 impl
731.250c/, sehingga bunganya 6/12 X
12% x Rp 731.250
i. Biaya lain-lain 12.500 Eksplisit

m. biaya management --- -d)

a Merupakan biaya eksplisit bila lahan disewa dari orang lain, dan merupakan biaya implisit bila
lahan adalah milik sendiri
b Merupakan biaya eksplisit bila benih dibeli dari pihak lain, dan merupakan biaya implisit bila benih
dihasilkan sendiri (disisihkan dari hasil pada masa produksi terdahulu)
c Dihitung dari jumlah 2a s/d 2i dikurangi pinjaman Rp 200.000
d Sebenarnya merupakan biaya implisit, namun tidak perlu dihitung/ditetapkan lebih dahulu karena
justru ia akan dihitung sebagai keuntungan usahatani

2. Kentungan dan Pendapatan Usaha Tanaman Coklat

Cara perhitungan keuntungan dan pendapatan adalah sama saja dengan apa yang telah

diuraikan di atas. Hanya yang membedakannya adalah, bahwa usaha tanaman coklat

merupakan usaa tanaman tahunan, dengan masa produksi yang lamanya bertahun-tahun,

sehingga analisa dan perhitungan keuntungan dan pendapatan sepanjang masa produksinya

yang bertahun-tahun itu seyogyanya dilakukan dengan di menggunakan kriteria investasi.

Dan sebagaimana juga telah dikatakan di atas, karena memerlukan pembahasan tersendiri

maka analisa dan perhitungan menggunakan kriteria investasi ini tidak akan dibicarakan di

sini.

Akan tetapi untuk keperluan analisa usahatani, biasanya diperlukan analisa

keuntungan dan pendapatan untuk masa produksi tahun perlu mengetahui berapa keuntungan

atau pendapatan per-tahun. Kita mungkin usaha tanaman pada saat tanaman berumur 7 tahun,

pada saat umur 8 tahun, saat berumur 10 tahun, dan seterusnya. Kalau demikian yang

diinginkan, maka perhitungan keuntungan dan pendapatan haruslah dengan

mempertimbangkan umur tanaman pada saat perhitungan itu dilakukan; sebab berbedanya

umur tanaman, dalam contoh ini tanaman coklat, akan memberikan tingkat keuntungan dan

pendapatan yang berbeda pula, berhubung bervariasinya produktivitas tanaman Coklat

menurut umur tanaman.


Mengenai perhitungan penerimaan menurut masa produksi per-tahun tidak ada

masalah rumit yang dihadapi. Besarnya penerimaan pada umur tanaman tertentu adalah sama

dengan nilai dari output atau hasil yang diperoleh pada unur tanaman saat itu, yang biasanya

dinyatakan dalam hitungan hasil per-pohon pertahun, atau hasil per-ha per-tahun.

Sedikit lebih rumit adalah dalam menghitung biaya pada umur tanaman yang dijadikan tahun

perhitungan. Pada usaha tanaman padi, sebagaimana yang merupakan contoh di atas,

perhitungan biaya dapat dikatakan sangatlah mudah dan sederhana, karena biaya yang

dikeluarkan dianggap habis selama masa produksi tanaman padi tersebut. Sedangkan pada

usaha tanaman coklat ini, karena masa produksinya yang panjang dikenal ada dua kelompok

biaya. Kelompok pertama adalah biaya yang dikeluarkan pada tahun tertentu dan dianggap

habis selama masa produksi tahun itu saja, seperti halnya yang berlaku pada usaha tanaman

padi tadi; dan kelompok kedua adalah biaya yang setelah dikeluarkan pada tahun tertentu

dianggap masih merupakan bagian biaya bagi tahun-tahun berikutnya, bahkan sampai dengan

tanaman coklat sudah tidak lagi produktif.

Biaya bibit atau pembibitan, biaya penyiapan lahan dan lubang tanaman untul tanam,

biaya penanaman, biaya pupuk, serta berbagai biaya pemeliharaan, adalah merupakan biaya

yang termasuk kelompok kedua. Mengapa demikian ? Sebab semua biaya itu pada dasarnya

efektif sampai dengan tanaman tua dan tidak lagi produktif. Bukankah karena adanya bibit

maka tanaman tetap ada sampai ia telah menjadi tua ? Bukankah pula karena adanya pupuk

serta pemeliharaan maka tanaman tetap dapat hidup sampai tua ? Ini berbeda halnya dengan

biaya panen coklat. Biaya panen, baik berupa upah tenaga kerja panen ataupun berupa biaya

alat dan perlengkapan panen, adalah termasuk biaya kelompok pertama, karena biaya ini

memang efektif hanya untuk tahun panen itu saja.

Dengan dasar ini maka dapatlah diikuti cara perhitungan berikut. Kita misalnya ingin

menghitung keuntungan dan pendapatan petani coklat di suatu daerah tertentu. Hasil survey
menyatakan bahwa ummur rata-rata tanaman coklat yang diusahakan petani contoh pada saat

survey adalah 8 tahun. Ini berarti bahwa kita akan menghitung berapa besarnya keuntungan

ataupun pendapatan yang diterima petani dari usaha tanaman coklatnya yang berumur 8

tahun. Anggaplah data kegiatan, data biaya, serta data penerimaan dari usaha tanaman coklat

selama tahun terakhir yang berhasil dikumpulkan, berdasar buku catatan usahatani petani,

adalah seperti daftar pada halaman 22.

Anggaplah bahwa semua biaya yang tercakup di atas adalah merupakan biaya

eksplisit dan biaya implisit (tidak termasuk biaya manajemen petani). Anggap pula tanaman

coklat produktif sampai ai berumur 25 tahun. Dengan batasan umur produktif ini kita dapat

mengatakan bahwa semua biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-0 (atau a),

akan efektif selama 25 tahun. Ini berarti bahwa biaya tersebut dapat dirata-ratakan

(di-“average”) per-tahun dengan memberlakukan metode penyusutan. Kalau digunakan

metode penyusutan garis lurus (‘straight-line deprecation method”) akan diperoleh angka

biaya rata-rata per-tahun sebesar (Rp 800.000 : 25) atau sama dengan Rp 32.000. Angka

biaya sejumlah inilah yang ikut diperhitungkan sebagai salah satu komponen biaya tanaman

pada tahun/umur ke-8.

Selanjutnya, biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-1 (atau b)

akanefektif selama 24 tahun ; sehingga setelah dirata-ratakan akan diperoleh angka biaya

rata-rata per-tahun sebesar (Rp 912.000 : 24) atau sama dengan Rp 38.000. Angka biaya ini

juga diberlakukan sebagai salah satu komponen biaya tanaman pada tahun/umur tanaman ke-

8 itu.

Daftar kegiatan, biaya, dan penerimaan usaha tanaman

coklat petani selama 8 tahun terakhir


Tahun/umur Kegiatan Biaya dan
tanaman penerimaan
(Rp/ha/
tahun)
0 a. pembukaan dan penyiapan lahan, pembibitan, 800.000
penanaman pohon pelindung
1. b. penanaman, pengapuran, pemupukan, dan 912.000
pemeliharaan lainnya
2. C. pemeliharaan tanaman, dan lain-lain 621.000

3 d. 1. pemeliharaan tanaman 660.000


d.2. biaya panen tahun pertama 80.000
d.3. hail panen tahun pertama 300.000
4 e.1. pemeliharaan tanaman, dan lain-lain 651.000
e.2. biaya panen tahun kedua 170.000
e.3. hasil panen tahun kedua 600.000
5. f. 1. pemeliharaan tanaman, dan lain-lain 660.000
f. 2. biaya panen tahun ketiga 300.000
f.3. hail panen tahun ketiga 1.000.000
6. g. 1. pemeliharaan tanaman, dan lain-lain 646.000
g.2. biaya panen tahun keempat 400.000
g. 3. hasil panen tahun keempat 1.400.000
7. h. 1. pemeliharaan tanaman, dan lain-lain 630.000
h.2. biaya panen tahun kelima 500.000
h. 3. hasil panen tahun kelima 1.000.000
8. i.1. pemeliharaan tanaman, dan lain-lain 663.000
i.2. biaya panen tahun keenam 650.000
i.3. hasil panen tahun keenam 2.200.000

Biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-2 (atau c) akan efektif selama

23 tahun; biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-3 (atau d.1) efektif selama 22

tahun ; biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-4 (atau e.1) efektif selama 21

tahun ; demikian seterusnya. Sedangkan biaya untuk panen, yang mulai bisa dilakukan

pada tahun/umur tanaman ke-3 (atau d.2) hanya efektif bagi tahun ke-3 itu saja; biaya

panen pada tahun/umur tanaman ke-4 efektif bagi tahun ke-4 saja, dan seterusnya.

Tentunya hasil panen yang mulai diperoleh pada tahun/umur tanaman ke-3 hanya

relevan dengan tahun ke-3 saja; hasil panen tahun/umur tanaman ke-4 relevan dengan

tahun ke-4 saja; dan seterusnya.

Bertolak dari apa yang telah dikemukakan di atas, kita dapat menghitung biaya
usaha tanaman coklat pada umur tanaman 8 tahun sebagai berikut. Dari biaya-blaya yang
diperhitungkan melalui penyusutan kita memperoleh:
- biaya tahun ke-8 yang bersumber dari biaya (a) tahun/umur ke 0 : Rp
32.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (b) “ ke-1 : Rp
38.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (c) “ ke-2 : Rp
27.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (d.1) “ ke-3 : Rp
30.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (e.1) “ ke-4 : Rp
31.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (f.1) “ ke-5 : Rp
33.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (h.1) “ ke-6 : Rp
34.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (i.1) “ ke-7 : Rp
39.000
yang kesemuanya berjumlah Rp 299.000. Karena biaya panen atas hasil yang diperoleh
pada umur tanaman 8 tahun sama dengan Rp 650.000, sementara nilai hasil panen
pada umur tanaman 8 tahun tersebut adalah sebesar Rp 2.200.000, maka kita dapat
menghitung keuntungan usaha tanaman coklat pada umur 8 tahun sebesar (Rp
2.200.000 - Rp 299.000 - Rp 650.000) atau sama dengan Rp 1.251.000 per-ha per-
tahun.
Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama pembaca bisa saja
memperoleh besarya keuntungan usaha yang diperoleh petani dari tanaman coklatnya
pada saat tanaman coklatnya itu berumur 3 tahun, berumur 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun,
atau 7 tahun. Masing-masingnya akan memberikan angka yang berbeda antara yang
diperoleh untuk umur tanaman yang satu dengan umur tanaman yang lain atau umur
tanaman yang berikutnya.
Namun ada satu hal yang perl diperhatikan dalam kaitannya dengan contoh
perhitungan ini, karena di sini belum dipertimbangkan adanya pengaruh faktor waktu.
Biaya tahun ke-8 yang bersumber dari biaya (a) tahun/umur ke-0 sebesar Rp 32.000
misalnya, adalah merupakan biaya yang telah dikeluarkan pada 8 tahun yang lalu.
Kalau mempertimbangkan prinsip perbandingan waktu ("time comparison" ) ini
berarti bahwa dana sebanyak Rp 32.000 tersebut setelah berjalan seLama 8 tahun
mestinya tidak lagi sebesar itu. Kalau saja ia disimpan dalam ben tuk deposito dengan
bunga 12/ per-tahun, maka setelah 8 tahun ia akan menjadi sebanyak Rp 32.000 (1 +
127)8 atau sama dengan Rp 79.231.
Dengan cara yang Sama kita akan akan dapat menentukan bahwa biaya tahun
bersumber dari biaya (b) tahun/umur ke-1 sebesar Rp 38.000, telah ke-8 yang
dikeluarkan 7 tahun yang lalu. Berarti nilainya sekarang setelah berjalan 7 tahun
menjadi sebanyak Rp 38.000 x (112%)7 atau sama dengan Rp 84.006. Demikian
seterusnya, sehingga keuntungan nyata yang diperoleh petani bukan lagi sebanyak Rp
1.251.000 seperti telah dihitung di atas, melainkan jauh lebih rendah lagi. Berapa
besarnya keuntungan nyata dimaksud, pembaca dipersilahkan untuk menghi tungnya
sendiri.
Selanjutnya, kalau ingin pula menghitung pendapatan per-ha per-tahun kita
tinggal memisahkan mana yang nerupakan biaya eksplisit, dan mana pula yang
merupakan biaya implisit. Dengan menerapkan cara perhitungan sebagaimana yang
digunakan pada contoh usaha tanaman padi di atas, kita akan memperoleh angka
pendapatan sebagaimana yang dimaksud.
3. Keuntungan dan Pendapatan Usahatani
Apa yang telah dibicarakan di atas adalah perhitungan keuntungan dan
pendapatan untuk sesuatu cabang dihitung adalah usaha tertentu saja. Kalau yang
diinginkan untuk keuntungan atau pendapatan usahatani secara keseluruhan, pada
dasarnya kita tinggal menjumlahkan keuntungan atau pendapatan dari semua cabang
usaha yang diusahakan dalam usahatani, atau:
π = Ʃ πi (Pers. 07a)
dimana, π menyatakan keuntungan total usahatani
πi menyatakan keuntungan dari cabang usaha ke-i
atau
π = Ʃ (TRi – TCi) (Pers. 07b)
dimana, π menyatakan keuntungan total usahatani
TRi menyatakan penerimaan total dari cabang usaha ke-i
TCi menyatakan biaya total dari cabang usaha ke-i
dan
FI = Ʃ FIi (Pers. 08a)
dimana, FI menyatakan pendapatan total usahatani
FIi menyatakan pendapatan total dari cabang usaha ke-i
atau
FI = Ʃ (TRi - Tcei)
(Pers.08b)
dimana, FI menyatakan pendapatan total usahatani
TRi menyatakan penerimaan total dari cabang usaha ke-i
TceI menyatakan biaya eksplisit cabang usaha ke-i
Satuan ukuran bagi keuntungan ataupun bagi pendapatan usahatani ini
senantiasa dinyatakan dalam periode tahunan; umumnya dalam ukuran per-ha
per-tahun, atau per usahatani per-tahun.
Cara perhitungan sebagaimana dikatakan dengan menghitung keuntunagan
atau pendapatan dari masing-masing cabang usaha, kemudian baru
menjumlahkannya, dalam banyak hal Sangatlah tidak praktis dan agak tumit
adalah jauh lebih mudah menggunakan Cara dengan mengintegrasikan rumusan
Pers.
01, Pers. 03, Pers.04, Pers. 05, dan Pers. 06, sehingga diperoleh rumusan:
π = Ʃ ( Vi PYi ) - Ʃ ( Xj Pxj ) (Pers. 09)
dimana, π menyatakan keuntungan total usahatani
Y¡ menyatakan banyaknya output atau hasil dari cabang usaha ke-i
PYj menyatakan harga output atau hail dari cabang usaha ke-i
Xj menyatakan banyaknya input ke-j yang dipergunakan dalan usahatani
Pxj menyatakan harga dari input ke-j
Dengan menggunakan rumusan Pers. 09 ini kita tidak perlu lagi
menghitung secara bertahap, satu per-satu cabang usaha per cabang usaha, yang
dalam pe- laksanaannya agak rumit; apalagi kalau menghadapi adanya biaya
gabungan. Kita dalam hal ini langsung saja menghitung secara keseluruhan,
sesuai dengan apa yang dimaksud oleh rumusan Pers. 09 tersebut.
4 Perhitungan Menggunakan Metode Sisa
Untuk kepentingan analisa usahatani seringkali disamping menghitung
besarnya keuntungan, sebagai imbalan atas manajemen yang dicurahkan petani
kepada usahataninya ("retur to farmer's management"') sebagaimana telah
dibicarakan di atas, juga ingin diketahui besarya imbalan bagi apa yang telah
diberikan oleh faktor-faktor produksi lainnya. Untuk maksud ini dapat
dipergunakan cara perhitungan dengan menggunakan apa yang disebut dengan
metoda sisa ("residual method"). Dengan cara perhitungan ini kita dapat
mengetahui besarya imbalan bagi lahan (" return to land"), imbalan bagi tenaga
kerja ("return to labor"), dan imbalan bagi modal ("return to capital") yang telah
dipergunakan atau dicurahkan dalam usahatani.
Secara umum dapatiah dinyatakan batwa, imbalan bagi sesuatu taktor
produksi tertentu yang telah diberikan, dipergunakan, atau dicurahkan dalam
usahatani, adalah sama dengan penerimaan total usahatani dikurangi dengan total
biaya usahatani, apakah yang berupa biaya eksplisit ataukah yang berupa biaya
implisit, terkecuali biaya yang diperhitungkan atau bersumber dari faktor
produksi yang bersangkutan. Nampak di sini, bahwa keuntungan sebagaimana
yang telah diuraikan di atas sesungguhnya juga diperhitungkan dengan
menggunakan metoda sisa ini.
Bertolak dari batasan atau pernyataan ini, dan dengan menggunakan
angka-angka yang tercantum pada daftar di halaman 19 tentang usaha tanaman
padi, dapatlah dihitung1:
 Imbalan bagi lahan = (1) - (2b s/d 2m ) = Rp 1.400.000 - Rp (375.000 +
125.000+ 25.000 + 90.000 + + 68.750 +
17.50+20.000
35.0 12.000 + 43.875 + 12.500 +900.000)
= (negatif) Rp 324.625
 Imbalan bagi tenaga kerja dalam keluarga = (1) - (2a) - (2c s/d 2m ) =
1.400.000 - Rp 175.000 - Rp (125.000 25.000
+90.000 +68.750 + 17.500 + 20.000 + 35.000 +
12.000+ 43.875 + 12.500 + 900.000)
= (negatif) Rp 124.625
 Imbalan bagi modal = (1) (Za s/d 2c) (2m) = Rp 1.400.000 - Rp (175.000
+ 375.000 + 125.000) Rp 900.000
= (negatif) Rp 175.000
Ada banyak kesimpulan ekonomis yang dapat dibuat berdasarkan angka-
angka yang diperoleh di atas. Salah satu contoh, kalau saja petani itu sebagai
manajer dibayar atau digaji dengan wajar misalnya, sebagaimana halnya badan
pelaksana manajemen pada perusahaan pertanian, maka nampak dengan jelas
bahwa usaha tanaman padi ini sesungguhnya sama sekali tidak menguntungkan.
Imbalan, apakah bagi lahan, bagi tenaga kerja (dalam keluarga), ataukah bagi
modal, adalah negatif.
1
untuk keperluan ini biaya manajemen petani harusterlebih dahulu ditetapkan.Dengan
mempertimbangkan pendidikan dan pengalaman petani, anggaplah bahwa untuk
mengelola usaha tanaman padi tersebut petani sewajarnya diberi gaji sebagai manajer
usahatani sebesar 6 bulan Rp 150.000/bulan, atau sama dengan Rp 900. 000
Ini berarti bahwa usaha tanaman padi tadi secara ekonomis, merugikan,
karena sama sekali tidak mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor-
faktor yang telah dipergunakan bagi penyelenggaraan usaha tanaman padi
tersebut.

VIII. PENUTUP.

Demikian beberapa petunjuk praktis yang dapat dipergunakan untuk


kepentingan menghitung keuntungan dan pendapatan; apakah dalam rang lingkup
keuntungan dan pendapatan usahatani secara keseluruhan (sebagai satu kesatuan
usaha), ataukah hanya dalam hal keuntungan dan pendapatan dari sesuatu cabang
usaha saja dari berbagai cabang usaha yang ada dalam usahatani. Tentu saja apa
yang dibicarakan di sini belumlah menyeluruh, mengingat adanya berbagai variasi
yang ditemukan dari berbagai Cabang usaha yang diusahakan dalam
usahatani;apakah itu berupa usaha tanaman, berupa usaha termak, berupa usaha
perikanan, ataupun berupa usaha kehutanan.
Pada usaha tanaman misalnya, terdapat berbagai variasi keadaan yang
dihadapi, yaitu adanya apa yang disebut usaha tanaman setahun (" annual
crops"), usaha tanaman tahunan ("perennial crops") , dan usaha tanaman semi-
tahunan ("semi-perennial crops"). Usaha tanaman juga ada yang berupa usaha
tanaman jenis padi-padian, usaha tanaman jenis umbi-umbian, usaha tanaman
sayuran, usaha tanaman buah-buahan. Begitu pula halnya pada usaha termak.
Ada yang berupa usaha ternak unggas, usaha ternak besar, usaha termak sedang,
dan usaha ternak kecil. Pada usaha perikanan dikenal ada usaha tambak, usaha
kolam air deras. Dan sebagainya, dan sebagainya. Kesemuanya merupakan hal
yang perl diperhatikan dalam menghitung keuntungan ataupun pendapatan.
Dengan memperhatikan semua itulah dapat diperoleh hasil perhitungan yang
sedapat mungkin teliti dan akurat.

Anda mungkin juga menyukai