Manajemen Usaha Pertanian BAB 4 - Petunjuk Teknis
Manajemen Usaha Pertanian BAB 4 - Petunjuk Teknis
Oleh
SYARIFUDDIN KASIM
1995
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
VIII. PENUTUP...................................................................................... 27
I. PENDAHULUAN
Usaha pertanian (“farm”) pada dasarnya dibagi kedalam dua kelompok, yaitu apa
yang disebut dengan usahatani di satu pihak, dan apa yang berwujud perusahaan pertanian di
lain pihak. Usahatani dalam hal ini adalah merupakan unit-unit usaha pertanian yang masing-
seseorang yang menjadi kepala keluarga bersangkutan, yang lazim disebut dengan istilah
petani. Karena merupakan usaha yang merupakan milik keluarga itulah maka usahatani
lazim pula disebut dengan istilah usahatani keluarga (“family farm”). Sebagai kepala keluarga
maka petanilah yang memimpin penyelenggaraan manajemen usahatani, dibantu oleh para
anggota keluarga yang lain, baik isteri maupun anak-anaknya. Sebagai penyelenggara
manajeme, petani pada hakekatnya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri serta
manajemen (“board of director”), yang bertanggung jawab kepada pemilik atau pemegang
saham perusahaan. Perusahaan pertanian tersebut bisa berbentuk perusahaan Negara (milik
pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah) dan bisa berbentuk perusahaan swasta (berupa
yang sebesar-sebesarnya dan secara terus -menerus. Keuntungan atau pendapatan inilah
selanjutnya yang menjadi sumber penghasilan bagi orang-orang yang menjadi pemilik usaha,
apakah ia petani sendiri pada usahatani, ataukah pemilik pemegang saham pada perusahaan
pertanian.
Ada banyak faktor lain yang membedakan usahatani dengan perusahaan pertanian.
Salah satunya adalah bila dilihat dari segi pandangan atas harta atau kekayaan (“assets” atau
aktiva) serta kewajiban (“ Iiabilities” atau passiva) usaha. Pada perusahaan pertanian terdapat
batasan yang jelas antara mana yang merupakan harta serta kewajiban perusahaan dengan
mana yang merupakan harta dan kewajiban pemilik atau pemegang saham perusahaan.
Uraian di atasjuga telah menjelaskan bahwa pada perusahaan pertanian ini telah ada batasan
yang jelas dan tegas antara siapa yang mnejelaskan manajemen perusahaan, dan siapa pula
Ini sangat berbeda dibandingkan dengan apa yang terdapat pada usahatani. Pada
usahatani, yang umumnya berskala kecil dan bentuknya merupakan usaha keluarga, praktis
tidak terdapat batasan yang jelas serta tegas antara mana yang merupakan harta dan
kewajiban usahatani dengan mana yang merupakan harta dan kewajiban rumah tangga petani.
Rumahpetani misalnya, selain sebagai tempat kediaman petani sekeluarga juga merupakan
“kantor kerja” petani. Cangkul selain memang digunakan pula untuk pelaksanaan ururan-
urusan rumah tangga, seperti untuk membuat lubang sampah, membersihkan halaman rumah,
membuat dan membersihkan saluran limbah rumah tangga, dan sebagainya. Begitu pula
halnya dengan parang, arit, gergaji, kendaraan (sepeda atau sepeda motor), dan lain-lain.
Malah petani sendiripun dalam hal ini memegang fungsi ganda, ia sebagai pelaksana
Karena adanya perbedaan tersebut itulah maka terdapat sedikit perbedaan pula dalam
cara menghitung dan menafsirkan apa yang disebut dengan keuntungan atau laba usaha serta
apa yang dimaksud dengan pendapatan usaha, antara yang diterapkan pada usahatani dengan
Pada perusahaan pertanian cara perhitungan keuntungan telah jelas, yaitu dengan
mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku, serta dengan menggunakan bentuk dan
macam laporan keuangan yang telah distandarisasi. Teori biaya juga menyatakan bawha
keuntungan perusahaan dalam hal ini adalah merupakan selisih antara nilai penerimaan yang
diperoleh dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam penyelenggaraan usaha, atau
Pada dasarnya keuntungan perusahaan adalah merupakan imbalan atas dana modal
investment”). Dengan perkataan lain ia adalah merupakan imbalan atas semua biaya yang
telah dikeluarkan sejak awal sampai dengan diperolehnya hasil usaha. Dengan keadaannya
yang seperti itu, dan dengan mengingat prinsip atau aturan akuntansi yang berlaku tadi, maka
praktis keuntungan perusahaan itulah pula yang sekaligus dipandang sebagai pendapatan dari
perusahaan. Dari keuntungan atau pendapatan perusahaan inilah lebih lanjut pemilik atau
pemegang saham perusahaan memperoleh pendapatan bagi dirinya, dalam bentuk dividens
tentunya setelah dikurangi dengan pajak-pajak serta apa yang disebut dengan keuntungan
atau laba yang ditahan, yang dipergunakan untuk pengembangan perusahaan lebih lanjut.
Berbeda dengan apa yang berlaku pada perusahaan pertanian, dalam kaitannya
dengan usahatani, khususnya untuk keperluan analisa usahatani, terdapat sedikit perbedaan
antara apa yang dimaksud dengan keuntungan usahatani (“farm profit”) dengan apa yang
tersebut akan diuraikan dalam pembicaraan berikut nanti. Namun sebelumnya perlu diingat,
bahwa dalam perhitungan keuntungan dan pendapatan usahatani ini ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, karena akan mempengaruhi cara perhitungan dan selanjutnya akan
menentukan pula hasil perhitungan yang diperoleh. Hal-hal dimaksud adalah sebagaimana
1. Masa/Periode Perhitungan
Beberapa cabang usaha dalam usahatani (atau disebut pula cabang usahatani/”farm
enterprise”) ada yang berlangsung hanya berupa satu kali proses produksi saja. Usaha-usaha
tanaman setahun (“annual crop”) seperti padi dan palawijaya, juga kentang, labu, bawang,
tembakau, rosella, dan semacamnya adalah yang termasuk cabang usaha seperti ini. Begitu
padi dan palawijaya selesai dipanen misalnya, selesai pulalah proses produksi dari usaha
tanaman padi dan palawijaya ini. Untuk dapat memperoleh hasil padi dan palawijaya lagi
proses produksi harus dimulai lagi dari awal ; padi dan palawijaya harus ditanam lagi seperti
cara semula, Hal yang sama ada juga yang berlaku pada usaha-usaha peternakan, mislanya
pada usaha ternak ayam pedaging dan usaha penggemukan (“fattening”) sapi, ataupun pada
usaha-usaha perikanan seperti usaha tambak ikan dan usaha tambak udang. Dalam hal yang
seperti ini perhitungan keuntungan dan pendapatan akan sangat mudah dan langsung dapat
dilakukan kalau perhitungan adalah didasarkan pada masa produksinya. Kita dapat dengan
mudah menghitung keuntungan dan pendapatan usaha tanaman padi per-ha per masa tanam
(yang lamanya 4-6 bulan ), keuntungan dan pendapatan usaha ternak ayam pedaging per-100
ekor per masa pemeliharaan (yang lamanya 3-4 bulan), dan sebagainya.
masa atau periode usaha per-tahun, misalnya untuk keperluan analisa usahatani tertentu atau
untuk keperluan penysusunan laporan keuangan usahatani, sebagai mana yang lazim
digunakan dalam perhitungan akuntansi dan pembuatan laporan keuangan pada perusahaan
pertanian, juga tidak akan banyak ditemui kesulitan. Sedikit kesulitan hanya akan ditemui
bila dalam batas masa periode per-tahun tadi terdapat cabang usaha yang masih dalam proses
produksi, dan karenanya masih belum menghasilkan. Kalau demikian hanya, penetuan nilai
tanaman atau hewan ternak yang ada di lapangan, sebagai dasar perhitungan keuntungan dan
pendapatan tadi juga tidaklah terlalu sulit. Nilai bagi tanaman yang keadaanya seperti ini
biasanya dinyatakan sama dengan jumlah seluruh biaya yang telah dikeluarkan hingga saat
itu; sedangkan nilai bagi hewan ternak adalah ditentukan dengan berdasarkan harga yang
Perhitungan akan sedikit agak rumit pada cabang-cabang usaha yang bersifat tahunan,
usaha yang seperti ini ada yang hasilnya dipanen/diambil secara sekaligus pada akhir masa
produksi, seperti misalnya pada usaha ternak sapi gembala, usaha ternak kerbau rawa, usaha
tanaman hutan jati, usaha tanaman hutan pinus, usaha tanaman sagu, dan semacamnya. Ada
pula cabang-cabang usaha yang proses produksinya bersifat berkelanjutan, dalam arti proses
hasilnyapun dilakukan berulang-ulang pula setiap periode atau setiap tahun. Contohnya
adalah cabang-cabang usaha tanaman tahuna (“perennial crops”) seperti usaha tanaman
karet, kelapa, cengkeh, the, kopi, dan lain-lain. Masa produksi total, sejak tanam sampai
dengan tanaman tidak lagi menghasilkan (karena sudah tua), bagi usaha-usaha tanaman
semacam ini bisa mencapai 30-50 tahun. Untuk cabang-cabang usaha seperti ini perhitungan
keuntungan dan pendpatan biasanya dilakukan dengan cara perhitungan khusus, yaitu dengan
membutuhkan uraian tersendiri sehingga tidak akan dibicarakan lebih lanjut di sini.
tahun, seperti berbagai usaha tanaman tahunan yang disebutkan di atas, sehingga untuk itu
diperlukan analisa usahatani menggunakan ukuran per-tahun usaha, atau untuk keperluan
pembuatan laporan tahunan keuangan usahatani, tentu cara perhitungan menggunakan kriteria
investasi sebagaimana dimaksud di atas tidak cocok untuk digunakan. Untuk maksud ini
digunakan cara perhitungan yang lain, yang untuk cabang-cabang usaha tertentu langkah-
langkah perhitungannya seringkali agak rumit. Oleh karena produktivitas hasilnya bervariasi
menurut umur tanaman , maka umur tanaman inipun harus pula ikut dipertimbangkan. Untuk
usaha tanaman karet misalnya, keuntungan atau pendapatan usaha tanaman karet per-ha per-
tahun pada umur tanaman 6 tahun, akan berbeda dengan keuntungan atau pendapatan pada
umur tanaman 7 tahun, dan akan berbeda pula dengan keuntungan atau pendapatan pada
Prinsip yang sama juga berlaku untuk cabang usaha tertentu di bidang peternakan atau
perikanan. Hanya saja periode panen di sini umunya hanya dalam cakupan harian, mingguan,
atau bulanan saja. Makanya untuk usaha ternak ayam petelur dan usaha ternak sapi perah
misalnya, bisa digunakan ukuran keuntungan dan pendapatan per-jumlah ekor tertentu per-
hari, per-minggu, per-bulan, per 6 bulan, atau kalau memang diperlukan bisa juga per-tahun.
Berkaitan dengan faktor masa atau periode perhitungan ini, maka semua biaya dan
semua penerimaan yang ikut diperhitungkan tentunya adalah yang benar-benar tercakup
dalam masa atau periode waktu yang digunakan. Kalau dipergunakan dasar perhitungan per-
masa produksi yang lamanya 4 bulan, 10 bulan, 2 tahun, atau 20 tahun itu saja; apakah biaya
dikeluarkan secara sekaligus ataukah secara bertahap, dan apakah output atau hasil dipanen
secara sekaligus atau secara bertahap pula. Dan kalau dipergunakan dasar perhitungan per-
tahun, apakah menurut tahun kalender ataukah menurut tahun anggaran tertentu, tentunya
yang diperhitungkan hanyalah yang tercakup dalam selang waktu satu tahun dimaksud itu
saja. Jadi kalau satu tahun dimaksud adalah terhitung sejak tanggal 1 januari sampai dengan
tanggal 31 desember, maka hanya biaya dan pertanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember itu saja yang ikut diperhitungkan. Hanya tinggal menetukan apakah yang mau
dipakai adalah perhitungan atas dasar kaitan waktu (“time basis”) ataukah atas dasar
2.Hasil Output
Output atau hasil yang diperoleh dari setiap macam cabang usahatani bisa
dalambentuk atau rupa yang bermacam ragam. Untuk usaha tanaman jagung misalnya, hasil
bisa berupa jagung kelobot kering, berupa jagung tongkol kering, berupa biji pipilan kering,
atau malah hanya berupa jagung muda. Untuk usaha tanaman padi, hasil bisa berupa padi
kering panen, berupa gabah kering panen, berupa gabah kering lumbung, atau berupa gabah
kering giling. Hasil dari usaha tanaman karet bisa berupa latek cair, berupa latek beku, berupa
lembaran basah (“unsmoked sheet”), atau berupa lembaran asapan (“smoked sheet”). Hasil
dari usaha ternak sapi bisa berupa sapi hidup, atau berupa daging potong. Begitupun, hasil
dari usaha tambak ikan atau udang, bisa berupa ikan atau udang hidup, berupa ikan atau
udang beku, atau berupa ikan atau udang kering. Begitu pula halnya dengan berbagai cabang
usaha tanaman, cabang usaha ternak, atau cabang usaha perikanan yang lain.
Masing-masing bentuk hasil ini selain mempunyai tingkat harga yang berbeda, juga
akan melibatkan kegiatan yang berbeda, sehingga menyebabkan berbedanya pula biaya yang
berkaitan. Ini lebih lanjut akan mempengaruhi besarnya keuntungan dan pendapatan.
Makanya dalam menghitung keuntungan dan pendapatan ini haruslah dikaitkan dengan
bentuk dari output atau hasil yang dijadikan sebagai bentuk akhir. Hasil perhitungan
keuntungan dan pendapatan atas dasar hasil yang berwujud biji pipilan kering pada usaha
tanaman jagung, jelas akan memberikan hasil perhitungan yang berbeda dibandingkan kalau
dipergunakan dasar perhitungan hasil yang berwujud jagung muda. Begitu pula pada karet
misalnya, hasil perhitungan akan berbeda-beda kalau hasil dijadikan dasar perhitungan
adalah berupa latek cair, latek beku, sheet basah, sheet kering, atau bentuk-bentuk hasil karet
lainnya.
Untuk cabang usaha tertentu perbedaan hasil perhitungan atas dasar bentuk output
atau hasil yang berbeda-beda ini mungkin tidaklah terlalu besar. Namun, dalam banyak hal,
seringkali hal ini tidak mungkin diabaikan, lebih-lebih bila diinginkan hasil analisa
keuntungan dan pendapatan usahatani secara lebih tepat dan lebih akurat.
Dilihat dari macam cabang usaha yang diusahakan, dikenal ada usahatani yang
hanya satu cabang usaha saja yang ada atau yang dominan diusahakan dalam usahatani, dan
yang oleh karenanya cabang usaha itulah yang merupakan sumber utama penerimaan
usahatani. Selanjutnya, usahatani dikatakan berdiversifikasi bila ada beberapa cabang usaha
yang diusahakan, sehingga dalam hal ini aka nada beberapa pula sumber utama penerimaan
usahatani tersebut.
berdiversifikasi, penerimaan usahatani tentunya berasal dari output atau hasil fisik yang
diperoleh dari cabang usaha atau cabang-cabang usaha yang diusahakan dalam usahatani.
Kenyataan menunjukkan, bahwa hasil-hasil usahatani itu ada yang hanya bisa
dipanen/diambil pada akhir masa produksinya saja, misalnya pada usaha tanaman padi,
palawijaya, tebu , usaha tambak ikan, usaha ternak ayam pedaging, dan semacamya.
Disamping itu ada pula cabang-cabang usaha yang bisa dipanen/diambil hasilnya secara
periodik, apakah periodik multi-bulanan (misalnya pada usaha tanaman kopi, coklat, dan
kelapa) ataukah periodik tahunan (misalnya pada usaha tanaman cengkeh, atau usaha
tanaman buah-buahan seperti rambutan, durian, duku, dan semacamnya), di sepanjang masa
Pelaksanaan panennya itu sendiri, apakah dilakukan pada akhir masa produksi
ataukah secara periodik, ada yang harus dilaksanakan secara serentak atau secara sekaligus;
da nada pula yang dapat dilaksankan secara bertahap, yaitu secara harian, secara mingguan,
atau secara bulanan. Pada beberapa jenis usaha tanaman sayuran dan buah-buahan, misalnya
pada usaha tanaman labu, masa panen memang berlangsung hanya pada akhir masa produksi
saja (yaitu setelah tanaman labu telah berumur sekitar 3 – 4 bulan), namun panennya sendiri
praktis dilakukansecara harian, karena tidak meratanya umur buah labu . Hal yang sama atau
hamper bersamaan juga dapat kita amati pada usaha tanaman tomat, terong, usaha ternak
ayam petelur, atau pada usaha ternak sapi perah. Sedangkan pada usaha tanaman cengkeh,
masa panen berlangsung secara periodik tahunan; dan begitu sudah datang masa panen, maka
praktis panen (atas hasilnya yang berupa bunga cengkeh) harus dilakukan setiap hari.
Lain lagi dengan usaha tanaman karet. Masa produksi tanaman ini berlangsung
selama berpuluh-puluh tahun, antara 30-50 tahun. Namun, begitu telah mencapai umur
produktifnya, penyadapan lateks sudah dapat dilakukan secara harian, sepanjang tahun,
sampai tanaman karet sudah tua dan tidak lagi produktif. Bentuk atau cara panen yang seperti
ini kita temukan pula pada usaha tanaman teh, dan beberapa jenis buah-buahan yang bisa
Sebagian hasil ada yang digunakan atau dikonsumsi langsung untuk keperluan sehari-hari
keluarga petani, da nada pula yang dicadangkan untuk keperluan benih atau bibit bagi masa
produksi berikutnya. Pada usaha tanaman jagung sedikit demi sedikit, sehingga hasil jagung
tuanya sudah jauh berkurang dari semestinya. Pada masyarakat muslim, untuk jenis-jenis
hasil tanaman tertentu, sesuai dengan ajaran agamanya, ada pula yang digunakan untuk
cabang usahatani pada hakekatnya dapat diidientifkasi sebagai berikut. Pada cabang-cabang
usaha pertanaman dan juga pada cabang-cabang usaha perikanan, hasil fisiknya pada umunya
mencakup ;
(a) Bagian hasil yang telah habis dikonsumsi sendiri oleh petani sekeluarga;
(b) Bagian hasil yang dicadangkan untuk dijadikan benih atau bibit bagi keperluan masa
produksi mendatang;
(e) Bagian hasil lainnya atau yang dicadangkan, yang mungkin belum termasuk dalam apa
Khusus untuk usaha ternak, selain dari apa yang disebutkan di atas, maka untuk
(f) Jumlah ternak pada awal dan akhir masa perhitungan. Ini perlu, mengingat adanya
kemungkinan penambahan jumlah ternak (misalnya karena adanya pembelian baru atau
karena adanya ternak induk yang melahirkan) atau kemungkinan adanya pengurangan
jumlah ternak (misalnya karena adanya ternak yang hilang atau yang mati) ;
(g) Kemungkinan terjadinya perubahan fisik ternak, yang dengan sendirinya akan
mempengaruhi nilai penerimaan ; misalnya karena adanya ternak muda yang telah
menjadi dewasa (menyebabkan peningkatan nilai ternak), atau sebaliknya karena adanya
ternak menjadi lebih tua (yang kemungkinan menyebabkan terjadinya penurunan nilai
ternak).
Nilai dari penerimaan usahatani dalam hal ini adalah merupakan jumlah keseluruhan
hasil fisik yang diperoleh dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, dikalikan
dan,
Pyi menyatakan harga dari output atau hasil cabang usaha ke-i
adanya apa yang disebut output atau hasil atau produk gabungan (“ joint product”). Pada
usaha tanaman padi misalnya, kalau outputnya berupa gabah kering giling, maka dapat
dipastikan akan terdapat produk gabungan ( atau sering disebut juga hasil sampingan/”by-
product”) yang berupa jerami, merang, dan sekam. Dan kalau outputnya berupa beras giling,
tentu masih terdapat pula hasil sampingan yang berupa dedak. Dalam hal ini dimana hasil-
hasil sampingan ini memang mempunyai nilai sendiri dan cukup berarti, tentu seyogyanya ia
dimasukkan pula sebagai salah satu komponen penerimaan cabang usaha yang bersangkutan.
Biaya usahatani pada dasarnya adalah nilai dari semua input atau korbanan yang
terlibat dan memegang peranan-peranan kecil atau sedikitnya keterlibatan atau peranan itu,
bagi terelenggaranya kegiatan dan proses produksi usahatani, sejak awal sampai dengan
Xij menyatakan jumlah input ke-i yang dipergunakan untuk cabang usaha ke-j
Biaya usahatani ini dapat digolongkan kedalam beberapa cara penggolongan. Ada
diantaranya penggolongan biaya ushatani kedalam apa yang disebut biaya langsung (“direct
costs”), dan yang disebut biaya tidak langsung (“indirect costs”). Biaya usahatani juga dapat
digolongkan kedalam biaya tetap (“fixed costs”) di satu pihak, dan biaya variable (“variable
costs”) di lain pihak. Selain dari itu, seiring dengan adanya apa yang disebut produk
gabungan, sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam hal yang berkaitan dengan biaya ini
dikenal pula apa yang disebut dengan biaya bersama atau biaya gabungan (“joint costs”).
Ini beberapa contoh saja dari penggolongan biaya usahatani yang sering dipergunakan
untuk keperluan analisa usahatani. Masih banyak cara penggolongan lainnya yang dapat
dibuat, sesuai dengan kepentingannya untuk analisa usahatani tadi. Khusus untuk keperluan
perhitungan keuntungan dan pendapatan usahatan, biaya usahatani ini perlu digolongkan
kedalam apa yang disebut dengan biaya eksplisit (“explicit costs”), dan apa yang disebut
dengan biaya implisit (“implicit costs”). Bagaimana penggunaanya, dan dimana relevansinya
Dimaksud dengan biaya langsung adalah biaya yang memegang peranan secara
langsung dan nyata dalam proses produksi usahatani. Tanpa adanya biaya langsung ini proses
produksi tidak mungkin dapat berjalan sebagaimana mestinya. Biaya langsung pada
hakekatnya bersumber dari input-input yang benar-benar terlibat dalam proses produksi,
benar-benar tercakup dalam fungsi produksi usahatani. Beberapa diantara yang termasuk
biaya langsung ini adalah biaya lahan, biaya tenaga kerja (sejak awal usaha sampai dengan
panen dan kegiatan pasca panen), biaya sarana produksi benih/bibit, pupuk, dan obat-obatan,
Selanjutnya, yang dimaksud dengan biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang
sebenarnya tidak mempunyai peranan atau hubungan dengan proses produksi. Tanpa biaya
tidak langsung inipun proses produksi tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya; hasil akan
tetap dapat diperoleh sebagaimana adanya. Diantara yang termasuk biaya tidak langsung ini
adalah pajak, biaya perlengkapan kerja (Seperti topi, pakaian kerja, dan semacamnya), biaya
pengadaan pondok untuk tempat istirahat kerja, biaya upacara/.”selamatan, atau biaya-biaya
“siluman” yang sesungguhnya tidak menentukan tinggi rendahnya hasil yang akan diperoleh.
Biaya tetap dan biaya variable banyak dipergunakan dalam telaah tentang teori biaya
produksi. Biaya tetap adalah biaya yang memang harus tetap ada dan harus tetap dikeluarkan,
tanpa terikat pada ada atau tidaknya hasil yang diperoleh. Ini berarti pula bahwa biaya tetap
ini sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan banyak sedikitnya, biaya penyusutan alat
dan perlengkapan pertanian, bunga pinjaman, adalah beberapa diantara macam-macam biaya
Ini berbeda dengan biaya variable, yang menentukan tinggi rendahnya hasil yang
diperoleh. Umumnya terdapat hubungan yang positif antara biaya variable ini dengan hasil
yang diperoleh. Makin banyak biaya variable akan makin banyak pula hasil yang akan
diperoleh, dan sebaliknya tentunya dalam batas-batas berlakunya hokum kenaikan hasil
berkurang (“ law of diminishing returns”). Beberapa diantara berbagai macam biaya yang
tergolong biaya variable ini adalah biaya sarana produksi benih/bibit, pupuk, dan obat-obatan,
biaya tenaga kerja, dan biaya beberapa macam alat perlengkapan pertanian seperti alat
usahatani tertentu termasuk biaya tetap ataukah termasuk biaya variable, adalah merupakan
bahan diskusi yang menarik. Di atas telah dikatakan bahwa biaya sarana produksi benih/bibit,
dan pupuk, adalah salah satu contoh biaya variable. Hal ini memang benar sepanjang masih
dalam proses pengambilan keputusan. Padalah dalam kenyataanya begitu keputusan telah
diambil, maka biaya benih/bibit, dan pupuk, obat-obatan tadi tidak lagi merupakan biaya
variable, melainkan sudah lebih bersifat sebagai biaya tetap. Semua biaya yang telah
dikeluarkan sudah tidak lagi dapat dirubah, berapapun juga besarnya hasil usahatani yang
akan diperoleh, apakah panen berhasil atau gagal sama sekali (misalnya karena bencana alam
kekeringan atau serangan hama yang sangat hebat), apakah hasilnya tinggi ataukah rendah.
dan karenanya juga dijadikan pegangan dalam perhitungan keuntungan usahatani di satu
Dimaksud dengan biaya eksplisit adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan
dalam penyelenggaraan masing-masing cabang usaha atau keseluruhan cabang usaha yang
diusahakan dalam usahatani. Input-input yang dibeli dari pihak lain adalah merupakan
sumber bagi biaya eksplisit ini. Pengeluaran-pengeluaran untuk sewa lahan, upah tenaga
kerja luar keluarga, sarana produksi benih/bibit, pupuk, dan obat-obatan, biaya alat dan
perlengkapan (yang dihitung sebesar penyusutannya), dan bunga pinjaman, adalah yang
Lebih lanjut,yang dimaksud biaya implisit adalah biaya yang sifatnya hanya
diperhitungkan saja sebagai biaya, meskipun tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang
dibayarkan secara nyata, tidak merupakan “out of pocket expenditure”. Biaya lahan milik
sendiri, upah tenaga kerja keluarga, dan bunga modal sendiri, juga benih/bibit hasil sendiri
yang diambil dari hasil pada masa produksi terdahlu, adalah merupakan contoh yang
termasuk kelompok biaya implisit. Namun karena lahan, tenaga kerja dalam keluarga,
ataupun modal tadi adalah dimiliki sendiri oleh petani, maka terhadap lahan usahatani tadi
praktis petani tidak perlu membayar sewanya, terhadap tenaga kerja keluarga petani tidak
perlu membayar upahnya,dan terhadap modal sendiripun petani tidak perlu membayar
bunganya.
Apa saja yang merupakan biaya eksplisit dan apa pula yang meruapakan biaya
implisit dalam usahatani, lebih jelasnya dapat dilihat pada daftar di halaman 13.
Dalam hal memperhitungkan biaya usahatani ini kita juga perlu memperhatikan
kemungkinan adanya apa yang disbeut dengan biaya bersama atau biaya gabungan (“joint
costs”).
Dalam usahatani
- biaya tenaga kerja upahan, atau biaya tenaga kerja luar keluarga
- biaya modal, baik modal sendiri maupun modal pinjam untuk keperluan
perlengkapan pertanian
2.Biaya implisit : - biaya lahan (bila lahan adalah milik petani sendiri)
Dalam hal ini penanaman secara tumpang sari (“inter cropping”) antara jagung dan
kacang tanah misalnya, pemberian sejumlah pupuk tertentu terhadap lahan berkenaan akan
berarti menciptakan adanya biaya pupuk baik untuk usaha tanaman jagung maupun untuk
usaha tanaman kacang tanah. Berikutnya biaya pengolahan lahan adalah juga merupakan
biaya bagi tanaman jagung dan sekaligus merupakan biaya bagi tanaman kacang tanah.
Dalam bentuk yang lebih umum, cangkul misalnya, selain dipergunakan untuk pelaksanaan
kegiatan berbagai cabang usaha dalam usahatani, seringkali juga dipergunakan petani untuk
merupakan masalah bilamana yang ingin diperhitungkan adalah keuntungan dan pendapatan
menurut masing-masing cabang usaha. Dalam hal yang seperti ini tentu terdapat keharusan
untuk membagi biaya gabungan tadi, berapa banyak yang merupakan beban biaya bagi
cabang usaha yang satu dan berapa banyak pula yang merupakan beban biaya bagi cabang
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yang pada dasarnya adalah dengan
mempertimbangkan proporsi penggunaan atau keterkaitan efektifnya biaya itu pada masing-
masing cabang usaha. Proporsi penggunaan atau keterkaitan efektif ini bisa dinyatakan
berdasar lama penggunaanya pada masing-masing cabang usaha, bisa berdasar lama proses
produksi dari masing-masing cabang usaha, bisa berdasar skala usaha dari masing-masing
cabang usaha, atau bisa pula berdasar jumlah fisik atau berdasar nilai hasil dari masing-
masing caabang usaha. Cara mana yang sebaiknya dipakai tentu sangat tergantung pada
keadaan yang dihadapi. Sebagai ilustrasi dapatlah diikuti contoh perhitungan berikut.
Satu unit alat dan perlengkapan pertanian tertentu misalnya, dipergunakan secara
terus menerus sepanjang tahun untuk penyelenggaraan usaha tanaman padi seluas 1,5 hektar
serta usaha tanaman jagung seluas 1,0 hektar. Biaya penyusutan satu unit alat dan
dipergunakan dasar skala, yang dalam hal ini ditetapkan sesuai dengan luasanya
pertanaman, maka kitadapat menghitung bahwa biaya alat dan perlengkapan yang
dibebankan untuk usaha tanaman padi adalah sebesar (1,5/1,5+1,0) X Rp 50.000, atau
sebanyak Rp 20.000.
yang diperoleh ? Bila dari 1,5 hektar usaha tanaman padi tadi diperoleh hasil sebanyak 1,0
ton pipilan kering, maka besarnya biaya alat dan perlengkapan yang mestinya dibebankan
pada usaha tanaman padi menjadi sebanyak ( 4,0/4,0 +1,0) x Rp 50.000 atau sebanyak Rp.
40.000, dan yang dibebankan pada usaha tanaman jagung adalah sebanyak sisanya, yaitu
Ini hanya sebagai contoh. Dalam prakteknya bisa saja digunakan dasar perhitungan
serta cara penerapan lain yang lebih realisitis dan lebih teliti. Atau bisa pula diterapkan
kombinasi dari berbagai macam dasaar perhitunga yang telah disebutkan di atas
V. KEUNTUNGAN USAHATANI
Pada dasarnya cara menghitung keuntungan usahatani adalah sama dengan cara yang
berlaku pada perusahaan pertanian, yang secara umum dinyatakan dengan rumusan pers. 01,
pers. 02 Pers, 03, dan Pers. 04 di ata. Hanya saja, pada perusahaan pertanian, sesuai dengan
prinsip akuntansiyang dipegang, hanya biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan saja, atau
dengan perkataan lain hanya biaya-biaya eksplisit saja, yang diperhitungkan untuk
didalamnya biaya gaji dan biaya fasilitas lainnya yang diberikan kepada badan pelaksana
manajemen perusahaan. Keuntungan inilah yang sesungguhnya menjadi ukuran bagi tingkat
Bertolak dari apa yang dikemukakan di atas maka jelaslah bahwa keuntungan
perusahaan sebenarnya adalah merupakan imbalan atas semua biaya yang telah dikeluarkana,
imbalan atas dana modal yang telah diinvestasikan oleh pemilik perusahaan (“return to
management”), oleh karena badan pelaksana manajemen sendiri telah dibayar oleh
perusahaan berupa gaji dan fasilitas-fasilitas lain yang telah diterimanya.Keuntungan ini pada
dasarnya adalah merupakan pendapatan bagi pemilik perusahaan. Ia bisa saja diambil
seluruhnya oleh pemilik perusahaan, dan dipergunakan untuk keperluan pribadinya. Hanya
saja, untuk kepentingan pengembangan perusahaan maka pada umumnya hanya sebagian
saja dari keuntungan itu yang diambil pemilik perusahaan (dalam bentuk “dividen”),
sementara yang lainnya dipergunakan untul pemupukan modal perusahaan (dalam bentuk
Sama dengan yang berlaku pada perusahaan pertanian, keuntungan usahatani adalah
juga merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total, seperti yang dinyatakan
dalam rumusan pers. 01. Hanya saja dalam biaya total disini tercakup baik biayaeksplisit
maupun biaya implisit. Karena itu rumusaan Pers. 01 dapat dituliskan menjadi,
petani sebagai “farm manager”, mestinya juga diukur dari keuntungan usahatani yang
diperoleh. Masalahnya adalah, pada usahatani petani sebagai manajer sama sekali tidak digaji
ataupun diberi fasilitas lainnya (secara eksplisit) oleh usahatani, sebagaimana yang berlaku
pada perusahaan pertanian, praktis, petani sebagai manajer baru akan dibayar dari
keuntungan yang diperoleh usahatani; dan keuntungan itulah dengan sendirinya yang akan
merupakan imbalan atas tugas manajemen (“return to farmer’s management”) yang telah
dijalankan petani. Jadi tegasnya, keuntungan usahatani adalah merupakan imbalan bagi petani
sebagai manajer usahataninya, dan ia adalah merupakan selisih antara penerimaan total
usahatani dengan semua biaya eksplisit maupun biaya implisit usahatani, terkecuali biaya
lanjut, keuntungan atau pendapatan perusahaan itu pada dasarnya juga merupakan
pendapatan bagi pemilik atau pemegang saham perusahaan, sebagai imbalan bagi
pendapatan. Pendapatan ini ada yang berasal dari usahataninya sendiri disebut pendapatan
usahatani; da nada pula yang diperoleh dari kegiatan di luar usahatani – disebut pendapatan
non-usahatani. Sesuai dengan namanya, pendapatan usahatani diperoleh petani dari berbagai
sumber yang dapat digalinya dari usahatani. Sumber bagi pendapatan usahatani ini mencakup
semua imbalan atau balas jasa yang mestinya harus diterima petani atas telah
dipergunakannya faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen yang
b.upah atas tenaga kerja yang diberikan petani sendiri beserta anggota keluarga lainnya dalam
usahatani;
c.bunga modal (khusus atas modal sendiri yang dipergunakan dalam usahatani); dan
d.keuntungan usahatani, sebagai imbalan atas manajemen yang diberikan petani (yang dalam
Oleh karena semua apa yang disebutkan di atas sebenarnya adalah juga merupakan
biaya implisit usahatani, maka dapatlah dikatakan bahwa: pendapatan usahatani adalah selisih
antara penerimaan total dengan biaya eskpisit usahatani. Bertolak dari rumusan pers. 05,
ini diberikan beberapa contoh perhitungan, dengan mempertimbangkan berbagai sifat dan
bentuk cabang usahatani yang ada. Perhitungan keuntungan dan pendapatan usahatani pada
a. Dari segi masing-masing cabang usaha yang diusahakan dalam usahatani, yang
disebut dengan keuntungan cabang usaha dan pendapatan cabang usaha. Kalau
dimaksudkan untuk cabang usaha tanaman padi misalnya, kita dalam hal ini
berbicara tentang keuntungan usaha tanaman padi dan pendapatan usahatani padi;
kalau dimaksudkan untuk cabang usaha ternak ayam kampong, kita berbicara tentang
keuntungan usaha ternak ayam kampong dan pendapatan usaha ternak ayam kampong
usahatani ; apakah hanya satu cabang usaha saja, dalam hal usahatani yang
berdiversifikasi.
Dalam contoh perhitungan ini diambil yang berupa usaha tanaman, yaitu usaha tanaman
padi, sebagai contoh dari usaha tanaman setahun yang masa produksinya hanya dalam
hitungan bulanan tidak sampai setahun; dan usaha tanaman coklat, sebagai contoh usaha
tanaman tahunan yang panen secara periodik dengan masa produksi yang lamanya berpuluh-
puluh tahun.
1. Lahan pertanaman : seluas 1 hektar, milik sendiri, kalau disewa maka sewanya Rp
3. Hasil yang diperoleh : 3,5 ton gabah, dengan harga jual gabah Rp 400/kg
4. Biaya-biaya:
b. tenaga kerja luar keluarga, seluruhnya 50 hksp, dengan upah kerja rata-rata Rp 2.500 per-
hksp
f. macam macam obat-obatan pemberantas dan pencegah hama dan penyakit, seluruhnya Rp
17.500
i. untuk pendanaan di atas diperoleh kredit sebanyak Rp 200. 000, dengan bunga 12/ per-
tahun
lebih lanjut dapat membuat daftar biaya sebagaimana tercantum pada halaman 19.
Dari daftar (pada halaman 19) ini lebih lanjut dapat kita hitung, bahwa:
semua biaya eksplisit dan biaya implisit, yang sama dengan (1) - (2a s/d
999.625, atau sama dengan Rp 400.375 (per -ha per-masa tanam padi yang lamanya 6
bulan);
- dalam hal lahan adalah milik petani sendiri, serta benih dibeli dari pihak lain, maka
eksplisit, yang sama dengan (1) - (2c s/d 2j + 21), atau sama dengan Rp 994.250 (per-ha per-
- dalam hal lahan disewa dari orang lain dan benih juga dibeli dari pihak hak lain, maka
pendapatan petani usaha tanaman padi adalah Sama dengan (1)- (2a + 2c s/d 2j + 21), atau
petani dari usaha tanaman padi adalah sama dengan (1)- (2a + 2c + 2e s/d 2j + 21), atau sama
2. Biaya-biaÿa:
a. Biaya (sewa) lahan, 1 ha per- bulan 175.000 _a)
a Merupakan biaya eksplisit bila lahan disewa dari orang lain, dan merupakan biaya implisit bila
lahan adalah milik sendiri
b Merupakan biaya eksplisit bila benih dibeli dari pihak lain, dan merupakan biaya implisit bila benih
dihasilkan sendiri (disisihkan dari hasil pada masa produksi terdahulu)
c Dihitung dari jumlah 2a s/d 2i dikurangi pinjaman Rp 200.000
d Sebenarnya merupakan biaya implisit, namun tidak perlu dihitung/ditetapkan lebih dahulu karena
justru ia akan dihitung sebagai keuntungan usahatani
Cara perhitungan keuntungan dan pendapatan adalah sama saja dengan apa yang telah
diuraikan di atas. Hanya yang membedakannya adalah, bahwa usaha tanaman coklat
merupakan usaa tanaman tahunan, dengan masa produksi yang lamanya bertahun-tahun,
sehingga analisa dan perhitungan keuntungan dan pendapatan sepanjang masa produksinya
Dan sebagaimana juga telah dikatakan di atas, karena memerlukan pembahasan tersendiri
maka analisa dan perhitungan menggunakan kriteria investasi ini tidak akan dibicarakan di
sini.
keuntungan dan pendapatan untuk masa produksi tahun perlu mengetahui berapa keuntungan
atau pendapatan per-tahun. Kita mungkin usaha tanaman pada saat tanaman berumur 7 tahun,
pada saat umur 8 tahun, saat berumur 10 tahun, dan seterusnya. Kalau demikian yang
mempertimbangkan umur tanaman pada saat perhitungan itu dilakukan; sebab berbedanya
umur tanaman, dalam contoh ini tanaman coklat, akan memberikan tingkat keuntungan dan
masalah rumit yang dihadapi. Besarnya penerimaan pada umur tanaman tertentu adalah sama
dengan nilai dari output atau hasil yang diperoleh pada unur tanaman saat itu, yang biasanya
dinyatakan dalam hitungan hasil per-pohon pertahun, atau hasil per-ha per-tahun.
Sedikit lebih rumit adalah dalam menghitung biaya pada umur tanaman yang dijadikan tahun
perhitungan. Pada usaha tanaman padi, sebagaimana yang merupakan contoh di atas,
perhitungan biaya dapat dikatakan sangatlah mudah dan sederhana, karena biaya yang
dikeluarkan dianggap habis selama masa produksi tanaman padi tersebut. Sedangkan pada
usaha tanaman coklat ini, karena masa produksinya yang panjang dikenal ada dua kelompok
biaya. Kelompok pertama adalah biaya yang dikeluarkan pada tahun tertentu dan dianggap
habis selama masa produksi tahun itu saja, seperti halnya yang berlaku pada usaha tanaman
padi tadi; dan kelompok kedua adalah biaya yang setelah dikeluarkan pada tahun tertentu
dianggap masih merupakan bagian biaya bagi tahun-tahun berikutnya, bahkan sampai dengan
Biaya bibit atau pembibitan, biaya penyiapan lahan dan lubang tanaman untul tanam,
biaya penanaman, biaya pupuk, serta berbagai biaya pemeliharaan, adalah merupakan biaya
yang termasuk kelompok kedua. Mengapa demikian ? Sebab semua biaya itu pada dasarnya
efektif sampai dengan tanaman tua dan tidak lagi produktif. Bukankah karena adanya bibit
maka tanaman tetap ada sampai ia telah menjadi tua ? Bukankah pula karena adanya pupuk
serta pemeliharaan maka tanaman tetap dapat hidup sampai tua ? Ini berbeda halnya dengan
biaya panen coklat. Biaya panen, baik berupa upah tenaga kerja panen ataupun berupa biaya
alat dan perlengkapan panen, adalah termasuk biaya kelompok pertama, karena biaya ini
Dengan dasar ini maka dapatlah diikuti cara perhitungan berikut. Kita misalnya ingin
menghitung keuntungan dan pendapatan petani coklat di suatu daerah tertentu. Hasil survey
menyatakan bahwa ummur rata-rata tanaman coklat yang diusahakan petani contoh pada saat
survey adalah 8 tahun. Ini berarti bahwa kita akan menghitung berapa besarnya keuntungan
ataupun pendapatan yang diterima petani dari usaha tanaman coklatnya yang berumur 8
tahun. Anggaplah data kegiatan, data biaya, serta data penerimaan dari usaha tanaman coklat
selama tahun terakhir yang berhasil dikumpulkan, berdasar buku catatan usahatani petani,
Anggaplah bahwa semua biaya yang tercakup di atas adalah merupakan biaya
eksplisit dan biaya implisit (tidak termasuk biaya manajemen petani). Anggap pula tanaman
coklat produktif sampai ai berumur 25 tahun. Dengan batasan umur produktif ini kita dapat
mengatakan bahwa semua biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-0 (atau a),
akan efektif selama 25 tahun. Ini berarti bahwa biaya tersebut dapat dirata-ratakan
metode penyusutan garis lurus (‘straight-line deprecation method”) akan diperoleh angka
biaya rata-rata per-tahun sebesar (Rp 800.000 : 25) atau sama dengan Rp 32.000. Angka
biaya sejumlah inilah yang ikut diperhitungkan sebagai salah satu komponen biaya tanaman
akanefektif selama 24 tahun ; sehingga setelah dirata-ratakan akan diperoleh angka biaya
rata-rata per-tahun sebesar (Rp 912.000 : 24) atau sama dengan Rp 38.000. Angka biaya ini
juga diberlakukan sebagai salah satu komponen biaya tanaman pada tahun/umur tanaman ke-
8 itu.
Biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-2 (atau c) akan efektif selama
23 tahun; biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-3 (atau d.1) efektif selama 22
tahun ; biaya yang dikeluarkan pada tahun/umur tanaman ke-4 (atau e.1) efektif selama 21
tahun ; demikian seterusnya. Sedangkan biaya untuk panen, yang mulai bisa dilakukan
pada tahun/umur tanaman ke-3 (atau d.2) hanya efektif bagi tahun ke-3 itu saja; biaya
panen pada tahun/umur tanaman ke-4 efektif bagi tahun ke-4 saja, dan seterusnya.
Tentunya hasil panen yang mulai diperoleh pada tahun/umur tanaman ke-3 hanya
relevan dengan tahun ke-3 saja; hasil panen tahun/umur tanaman ke-4 relevan dengan
Bertolak dari apa yang telah dikemukakan di atas, kita dapat menghitung biaya
usaha tanaman coklat pada umur tanaman 8 tahun sebagai berikut. Dari biaya-blaya yang
diperhitungkan melalui penyusutan kita memperoleh:
- biaya tahun ke-8 yang bersumber dari biaya (a) tahun/umur ke 0 : Rp
32.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (b) “ ke-1 : Rp
38.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (c) “ ke-2 : Rp
27.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (d.1) “ ke-3 : Rp
30.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (e.1) “ ke-4 : Rp
31.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (f.1) “ ke-5 : Rp
33.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (h.1) “ ke-6 : Rp
34.000
- “ ke-8 “ “ “ “ (i.1) “ ke-7 : Rp
39.000
yang kesemuanya berjumlah Rp 299.000. Karena biaya panen atas hasil yang diperoleh
pada umur tanaman 8 tahun sama dengan Rp 650.000, sementara nilai hasil panen
pada umur tanaman 8 tahun tersebut adalah sebesar Rp 2.200.000, maka kita dapat
menghitung keuntungan usaha tanaman coklat pada umur 8 tahun sebesar (Rp
2.200.000 - Rp 299.000 - Rp 650.000) atau sama dengan Rp 1.251.000 per-ha per-
tahun.
Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama pembaca bisa saja
memperoleh besarya keuntungan usaha yang diperoleh petani dari tanaman coklatnya
pada saat tanaman coklatnya itu berumur 3 tahun, berumur 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun,
atau 7 tahun. Masing-masingnya akan memberikan angka yang berbeda antara yang
diperoleh untuk umur tanaman yang satu dengan umur tanaman yang lain atau umur
tanaman yang berikutnya.
Namun ada satu hal yang perl diperhatikan dalam kaitannya dengan contoh
perhitungan ini, karena di sini belum dipertimbangkan adanya pengaruh faktor waktu.
Biaya tahun ke-8 yang bersumber dari biaya (a) tahun/umur ke-0 sebesar Rp 32.000
misalnya, adalah merupakan biaya yang telah dikeluarkan pada 8 tahun yang lalu.
Kalau mempertimbangkan prinsip perbandingan waktu ("time comparison" ) ini
berarti bahwa dana sebanyak Rp 32.000 tersebut setelah berjalan seLama 8 tahun
mestinya tidak lagi sebesar itu. Kalau saja ia disimpan dalam ben tuk deposito dengan
bunga 12/ per-tahun, maka setelah 8 tahun ia akan menjadi sebanyak Rp 32.000 (1 +
127)8 atau sama dengan Rp 79.231.
Dengan cara yang Sama kita akan akan dapat menentukan bahwa biaya tahun
bersumber dari biaya (b) tahun/umur ke-1 sebesar Rp 38.000, telah ke-8 yang
dikeluarkan 7 tahun yang lalu. Berarti nilainya sekarang setelah berjalan 7 tahun
menjadi sebanyak Rp 38.000 x (112%)7 atau sama dengan Rp 84.006. Demikian
seterusnya, sehingga keuntungan nyata yang diperoleh petani bukan lagi sebanyak Rp
1.251.000 seperti telah dihitung di atas, melainkan jauh lebih rendah lagi. Berapa
besarnya keuntungan nyata dimaksud, pembaca dipersilahkan untuk menghi tungnya
sendiri.
Selanjutnya, kalau ingin pula menghitung pendapatan per-ha per-tahun kita
tinggal memisahkan mana yang nerupakan biaya eksplisit, dan mana pula yang
merupakan biaya implisit. Dengan menerapkan cara perhitungan sebagaimana yang
digunakan pada contoh usaha tanaman padi di atas, kita akan memperoleh angka
pendapatan sebagaimana yang dimaksud.
3. Keuntungan dan Pendapatan Usahatani
Apa yang telah dibicarakan di atas adalah perhitungan keuntungan dan
pendapatan untuk sesuatu cabang dihitung adalah usaha tertentu saja. Kalau yang
diinginkan untuk keuntungan atau pendapatan usahatani secara keseluruhan, pada
dasarnya kita tinggal menjumlahkan keuntungan atau pendapatan dari semua cabang
usaha yang diusahakan dalam usahatani, atau:
π = Ʃ πi (Pers. 07a)
dimana, π menyatakan keuntungan total usahatani
πi menyatakan keuntungan dari cabang usaha ke-i
atau
π = Ʃ (TRi – TCi) (Pers. 07b)
dimana, π menyatakan keuntungan total usahatani
TRi menyatakan penerimaan total dari cabang usaha ke-i
TCi menyatakan biaya total dari cabang usaha ke-i
dan
FI = Ʃ FIi (Pers. 08a)
dimana, FI menyatakan pendapatan total usahatani
FIi menyatakan pendapatan total dari cabang usaha ke-i
atau
FI = Ʃ (TRi - Tcei)
(Pers.08b)
dimana, FI menyatakan pendapatan total usahatani
TRi menyatakan penerimaan total dari cabang usaha ke-i
TceI menyatakan biaya eksplisit cabang usaha ke-i
Satuan ukuran bagi keuntungan ataupun bagi pendapatan usahatani ini
senantiasa dinyatakan dalam periode tahunan; umumnya dalam ukuran per-ha
per-tahun, atau per usahatani per-tahun.
Cara perhitungan sebagaimana dikatakan dengan menghitung keuntunagan
atau pendapatan dari masing-masing cabang usaha, kemudian baru
menjumlahkannya, dalam banyak hal Sangatlah tidak praktis dan agak tumit
adalah jauh lebih mudah menggunakan Cara dengan mengintegrasikan rumusan
Pers.
01, Pers. 03, Pers.04, Pers. 05, dan Pers. 06, sehingga diperoleh rumusan:
π = Ʃ ( Vi PYi ) - Ʃ ( Xj Pxj ) (Pers. 09)
dimana, π menyatakan keuntungan total usahatani
Y¡ menyatakan banyaknya output atau hasil dari cabang usaha ke-i
PYj menyatakan harga output atau hail dari cabang usaha ke-i
Xj menyatakan banyaknya input ke-j yang dipergunakan dalan usahatani
Pxj menyatakan harga dari input ke-j
Dengan menggunakan rumusan Pers. 09 ini kita tidak perlu lagi
menghitung secara bertahap, satu per-satu cabang usaha per cabang usaha, yang
dalam pe- laksanaannya agak rumit; apalagi kalau menghadapi adanya biaya
gabungan. Kita dalam hal ini langsung saja menghitung secara keseluruhan,
sesuai dengan apa yang dimaksud oleh rumusan Pers. 09 tersebut.
4 Perhitungan Menggunakan Metode Sisa
Untuk kepentingan analisa usahatani seringkali disamping menghitung
besarnya keuntungan, sebagai imbalan atas manajemen yang dicurahkan petani
kepada usahataninya ("retur to farmer's management"') sebagaimana telah
dibicarakan di atas, juga ingin diketahui besarya imbalan bagi apa yang telah
diberikan oleh faktor-faktor produksi lainnya. Untuk maksud ini dapat
dipergunakan cara perhitungan dengan menggunakan apa yang disebut dengan
metoda sisa ("residual method"). Dengan cara perhitungan ini kita dapat
mengetahui besarya imbalan bagi lahan (" return to land"), imbalan bagi tenaga
kerja ("return to labor"), dan imbalan bagi modal ("return to capital") yang telah
dipergunakan atau dicurahkan dalam usahatani.
Secara umum dapatiah dinyatakan batwa, imbalan bagi sesuatu taktor
produksi tertentu yang telah diberikan, dipergunakan, atau dicurahkan dalam
usahatani, adalah sama dengan penerimaan total usahatani dikurangi dengan total
biaya usahatani, apakah yang berupa biaya eksplisit ataukah yang berupa biaya
implisit, terkecuali biaya yang diperhitungkan atau bersumber dari faktor
produksi yang bersangkutan. Nampak di sini, bahwa keuntungan sebagaimana
yang telah diuraikan di atas sesungguhnya juga diperhitungkan dengan
menggunakan metoda sisa ini.
Bertolak dari batasan atau pernyataan ini, dan dengan menggunakan
angka-angka yang tercantum pada daftar di halaman 19 tentang usaha tanaman
padi, dapatlah dihitung1:
Imbalan bagi lahan = (1) - (2b s/d 2m ) = Rp 1.400.000 - Rp (375.000 +
125.000+ 25.000 + 90.000 + + 68.750 +
17.50+20.000
35.0 12.000 + 43.875 + 12.500 +900.000)
= (negatif) Rp 324.625
Imbalan bagi tenaga kerja dalam keluarga = (1) - (2a) - (2c s/d 2m ) =
1.400.000 - Rp 175.000 - Rp (125.000 25.000
+90.000 +68.750 + 17.500 + 20.000 + 35.000 +
12.000+ 43.875 + 12.500 + 900.000)
= (negatif) Rp 124.625
Imbalan bagi modal = (1) (Za s/d 2c) (2m) = Rp 1.400.000 - Rp (175.000
+ 375.000 + 125.000) Rp 900.000
= (negatif) Rp 175.000
Ada banyak kesimpulan ekonomis yang dapat dibuat berdasarkan angka-
angka yang diperoleh di atas. Salah satu contoh, kalau saja petani itu sebagai
manajer dibayar atau digaji dengan wajar misalnya, sebagaimana halnya badan
pelaksana manajemen pada perusahaan pertanian, maka nampak dengan jelas
bahwa usaha tanaman padi ini sesungguhnya sama sekali tidak menguntungkan.
Imbalan, apakah bagi lahan, bagi tenaga kerja (dalam keluarga), ataukah bagi
modal, adalah negatif.
1
untuk keperluan ini biaya manajemen petani harusterlebih dahulu ditetapkan.Dengan
mempertimbangkan pendidikan dan pengalaman petani, anggaplah bahwa untuk
mengelola usaha tanaman padi tersebut petani sewajarnya diberi gaji sebagai manajer
usahatani sebesar 6 bulan Rp 150.000/bulan, atau sama dengan Rp 900. 000
Ini berarti bahwa usaha tanaman padi tadi secara ekonomis, merugikan,
karena sama sekali tidak mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor-
faktor yang telah dipergunakan bagi penyelenggaraan usaha tanaman padi
tersebut.
VIII. PENUTUP.