Anda di halaman 1dari 21

11

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Asfiksia

1. Definisi

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan ketika bayi tidak dapat

bernapas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan,

sehingga dapat menurunkan Oksigen (O2) dan meningkatkan

Karbondioksida (CO2) yang dapat menimbulkan akibat buruk dalam

kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010).

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan

Karbondioksida(CO2) dan asidosis. Proses ini dapat mengakibatkan

kerusakan otak atau kematian bila berlangsung terlalu jauh. Asfiksia

juga dapat mempengaruhi fungsi organ lainnya (Saifuddin, 2009).

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak

Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada

saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).

Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan

oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:

a. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis

b. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3

11
12

c. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik

iskemia ensefalopati)

d. Gangguan multiorgan sistem. (Prambudi, 2013).

Keadaan ini disertai d engan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir

dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia

merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi

baru lahir (BBL) terhadap kehidupan uterin (Grabiel Duc, 1971).

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan

dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya

mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan.

Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau

masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI,

2009)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan

asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan

kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi

fungsi organ vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan

oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang

singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti

denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular


13

berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode

apnea yang dikenal sebagai apnea primer. Perlu diketahui bahwa

kondisi pernafasan megap-megap dan tonus otot yang turun juga

dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan kepada ibunya. Biasanya

pemberian perangsangan dan oksigen selama periode apnea primer

dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila asfiksia

berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-megap yang

dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai

menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin

lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut

apnea sekunder (Saifuddin, 2009).

2. Patofisiologi

Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat

terjadi pada saat antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali

pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat

diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat.

a. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan

untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat

kepala dijalan lahir atau bila paru tidak mengembang karena suatu
14

hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang

disebut apnea primer.

b. Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis

karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai –usaha bernafas

otomatis dimulai. Hal ini hanya akan membantu dalam waktu

singkat,kemudian jika paru tidak mengembang, secara bertahap

terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi pernafasan. Selanjutnya

bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali jika

dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal

ini tidak akan terjadi.

c. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya

turun di bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit

meningkat saat bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama

dengan menurun dan hentinya nafas terengah-engah bayi,

frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa semakin

memburuk, metabolisme selular gagal, jantungpun berhenti.

Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.

d. Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan

pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walupun

demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan frekuensi

jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea terminal.


15

e. Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia.

Apnea primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat

dibedakan.Pada umumnya bradikardi berat dan kondisi syok

memburuk apnea terminal.

3. Etiologi

Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi

karena gangguan pertukaran gas serta transpor Oksigen (O2) dari ibu

ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan Oksigen (O2)

dan dalam menghilangkan Karbondioksida (CO2). Gangguan ini dapat

berlangsung secara menahan akibat kondisi atau kelainan pada ibu

selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita

ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat

berupa gizi buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi,

penyakit jantung, dan lain-lain (Winkjosastro, 2010).

Menurut (DepKes RI, 2009).Faktor-faktor yang dapat

menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain:

a. Faktor Tali Pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapsus tali pusat.


16

b. Faktor bayi

1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia

bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

3) Kelainan bawaan (kongenital)

4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan

pernafasan pada bayi yang terdiri dari :

a) Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat

gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio

plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

b) Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat

pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini

dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali

pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan

lahir dan lain-lain.

c) Faktor neonatus
17

Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi

karena beberapa hal, yaitu :

(1) pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu

secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan

janin,

(2) trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan

intrakranial,

(3) kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika,

atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-

lain (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1985)

4. Manifestasi klinis

Menurut (Depkes RI, 2007)Asfiksia biasanya merupakan akibat

hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau

bayi berikut ini :

a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur

b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan

organ lain

d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen


18

e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan

oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak.

f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot

jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang

kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan

g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan

paru- paru atau nafas tidak teratur/megap-megap

h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam

darah

i. Penurunan terhadap spinkters

j. Pucat

5. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir

a. tabel penilaian aapgar scor

Tanda Nilai

0 1 2

A:Appearance(color)war Biru/ Tubuh Tubuh dan

rna kulit Pucat Kemerahan,Ekstremit Ekstermita

as biru s

kemeraha

P: Pulse(heart Tidak <100x/menit >100x/


19

rate)denyut nadi ada menit

G :Grimance (Reflek) Tidak Gerakan sedikit Menanggis

ada

A: Activity (tonus otot) Lumpu Fleksi lemah Aktif

R: Respiration (usaha Tidak Lemah ,Merintih Tangisan

napas) ada Kuat

b. Klasifikasi klinik nilai Apgar menurut Mochtar, 2011)

1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian

oksigen terkendali.

2) Asfiksia ringan sedang (Apgar 4-6)

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi

dapat bernafas normal kembali.

3) Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai Apgar 7-9).

c. Penatalaksanaan Berdasarkan Derajat Asfiksia

1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)

Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan.

Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru paru dengan

memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang.

Cara yang terbaik ialah melakukan intubasi endotrakeal dan


20

setelah kateter dimasukkan ke dalam trakea, O2 diberikan

dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml air. Tekanan positif

dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya

dengan O2 melalui kateter tadi. Untuk mencapai tekanan 30

ml air peniupan dapat dilakukan dengan kekuatan kurang lebih

1/3-1/2 dari tiupan maksimal yang dapat dikerjakan.

Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis

yang membutuhkan perbaikan segera; karena itu,bikarbonas

natrikus 7,5% harus segera diberikan dengan dosis 2-4 ml/kg

berat badan. Disamping itu glukosa 40% diberikan pula

dengan dosis 1-2 ml/kg berat bdan. Obat-obat ini harus

diberikan secara berhati-hati dan perlahan-lahan. Untuk

menghindarkan efek samping obat, pemberian harus

diencerkan dengan air steril atau kedua obat diberikan secara

bersama-sama dalam satu semprit melalui pembuluh darah

umbilikus. Bila setelah beberapa waktu pernafasan spontan

tidak timbul dan frekuensi jantung menurun (kurang dari 100

permenit) maka pemberian obat-obat lain serta massage

jantung sebaiknya segera dilakukan. Massage jantung

dikerjakan dengan melakukan penekanan di atas tulang dada

secara teratur 80-100 kali per menit. Tindakan ini dilakukan

berselingan dengan napas buatan, yaitu setiap 5 kali massage


21

jantung diikuti dengan satu kali pemberian napas buatan.

(Winkjosastro, 2010

2) Asfiksia ringan-sedang (nilai Apgar 4-6)

Di sini dapat dicoba melakukan rangsangan untuk

menimbulkan refleks pernapasan. Hal ini dapat dikerjakan

selama 30-60 detik setelah penilaian menurut Apgar 1

menit.Bila dalam waktu tersebut pernapasan tidak timbul,

pernapasan buatan harus segera dimulai. Pernapasan aktif

yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan kodok

(frog breathing). Cara ini dikerjakan dengan memasukkan pipa

ke dalam hidung, dan oksigen (O2) dialirkan dengan

kecepatan 1-2 liter dalam satu menit. Agar saluran napas

bebas, bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi.

Secara teratur dilakukan gerakan membuka dan menutup

hidung, dan mulut dengan disertai menggerakkan dagu ke

atas dan ke bawah dalam frekuensi 20 kali semenit. Tindakan

ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks

dan abdomen.Bila bayi mulai memperlihatkan gerakan

pernapasan,usahakan supaya gerakan tersebut diikuti.

Pernapasan ini dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak juga

dicapai hasil yang diharapkan, dan segera dilakukan


22

pernapasan buatan dengan tekanan positif secara tidak

langsung. Pernapasan ini dapat dilakukan dahulu dengan

pernafasan dari mulut ke mulut, mulut penolong diisi terlebih

dahulu dengan O2 sebelum peniupan. Peniupan dilakukan

secara teratur dengan frekuensi 20-30 kali semenit dan

diperhatikan gerakan pernapasan yang mungkin timbul.

Tindakan tidak berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat,

terjadi penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus

otot. Dalam hal demikian bayi harus diperlakukan sebagai

penderita asfiksia berat (Winkjosastro, 2010).

B. Tinjauan Umum tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Asfiksia

1. Umur kehamilan

a. Kehamilan Cukup Bulan (Aterm)

Umur kehamilan atau masa kehamilan dimulai dari terjadinya

konsepsi hingga lahirnya janin (Saifuddin et al, 2008). Kehamilan

aterm ialah usia kehamilan antara 38 sampai 42 minggu.

(Winkjosastro, 2010). Kehamilan dengan cukup bulan dapat

meminimalkan persalian dengan risiko yang dapat terjadi. Hal

tersebut karena sudah terjadi kematangan bentuk fisik janin dan hal

ini merupakan yang mempunyai dampak potensial meningkatkan

kematian bayi dapat dikurangi.


23

b. Kehamilan Kurang Bulan (Preterm)

1) Pengertian

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada

umur kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid

terakhir. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa

bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37

minggu atau kurang.

2) Etiologi dan Faktor Prediposisi

Persalian prematur merupakan kelainan proses yang

multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi,

dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya

persalinan prematur. Banyak kasus persalinan prematur

sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator

biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim

dan perubahan serviks, yaitu :

a) Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik

pada ibu maupun janin akibat stres pada ibu atau janin.

b) Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi

asenden dari genitourinaria atau infeksi sistemik.

c) Perdarahan desidua

d) Peregangan uterus patologik

e) Kelainan pada uterus atau serviks


24

c. Kehamilan Postterm

Menurut Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham,

1) Pengertian

Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus,

kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged

pregnancy, extended pregnancy, postdate/pos datisme atau

pascamaturitas, adalah: kehamilan yang berlangsung sampai

42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid

terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28

hari.

2) Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm

Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan

bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan

terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukansebagai

berikut.

a) Pengaruh progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya

merupakan kejadian endokrin yang penting dalam memacu

proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan

sensivitas uterus terhadap oksitosin.


25

b) Teori Oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada

kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa

oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting

dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin

dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia

kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab

kehamilan postterm.

c) Teori Kortisol/ACTH janin

Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda”

untuk dimulainya persalinan adalah janin,diduga akibat

peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol

janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi

progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,

selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi

prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti

anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak ada

kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol

janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan

dapat berlangsung lewat bulan.

d) Saraf uterus
26

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus

Frankehauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada

keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti

pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah

masih tingggi kesemuanya diduga sebagai penyebab

terjadinya kehamilan postterm.

e) Herediter

Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan

bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan

postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar

kemungkinan anak perempuannya akan mengalami

kehamilan postterm

2. umur Ibu

Dalam modul pelatihan Penanganan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia

dan BBLR bagi Tenaga Pendidik, Pusat Pendidikan danPelatihan

Tenaga Kesehatan (2014) menyebutkan Asfiksia neonatorum pada

BBL dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor ibu, faktor

plasenta dan tali pusat serta faktor bayi.

a) Faktor ibu

Merupakan suatu kondisi atau keadaan ibu yang dapat

mengakibatkan aliran darah dari ibu melalui plasenta berkurang,

sehingga aliran oksigen ke janin menjadi berkurang,


27

mengakibatkan suatu kondisi gawat janin dan akan berlanjut

sebagai asfiksia pada BBL, antara lain :

1) Pre eklampsia & eklampsia

2) Perdarahan antepartum abnormal (plasenta previa atau

solusio plasenta)

3) Partus lama atau partus macet

4) Demam sebelum dan selama persalinan

5) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

6) Kehamilan post matur (≥ 42 minggu kehamilan)

3. Paritas

a. Pengertian

Paritas adalah keadaan melahirkan anak baik hidup ataupun

mati, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan

demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali

paritas (Stedman, 2003).

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh

seorang perempuan (BKKBN, 2006). Paritas adalah jumlah

kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar

rahim (28 minggu) (JHPIEGO,2008). Jumlah paritas merupakan

salah satu komponen dari status paritas yang sering dituliskan

dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan jumlah kehamilan

(gestasi), P menyatakan jumlah paritas, dan Ab menyatakan


28

jumlah abortus. Sebagai contoh, seorang perempuan dengan

status paritas G3P1Ab1, berarti perempuan tersebut telah pernah

mengandung sebanyak dua kali, dengan satu kali paritas dan satu

kali abortus, dan saat ini tengah mengandung untuk yang ketiga

kalinya (Stedman, 2003).

b. Klasifikasi Jumlah Paritas

Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan

dapat dibedakan menjadi:

1) Nullipara

Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan

anak sama sekali (Manuaba, 2009).

a) Primipara

Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan

seorang anak, yang cukup besar untuk hidup didunia luar

(Verney, 2006 ) Primipara adalah perempuan yang telah

pernah melahirkan sebanyak satu kali (Manuaba, 2009).

b) Multipara

Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang

anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2005) Multipara

adalah perempuan yang telah melahirkan dua hingga empat

kali (Manuaba, 2009)


29

c) Grandemultipara

Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan

5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit

dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2009)

Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan

lebih dari lima kali (Verney, 2006) Grandemultipara adalah

perempuan yang telah melahirkan bayi 6 kali atau lebih,

hidup atau mati (Rustam, 2005)

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi paritas menurut Friedman adalah

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah

suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima

informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih

rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi akan lebih

berpikir rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang.

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang

harus dilaksanakan oleh seseorang sesuai dengan jabatan

atau profesi masing-masing. Beberapa segi positif menurut

(Jacinta F. Rini,2002) adalah mendukung ekonomi rumah


30

tangga. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam

rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan

kualitas hidup yang baik untuk keluarga dalam hal gizi,

pendidikan, tempat tinggal, sandang, liburan dan hiburan serta

fasilitas pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak

anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka

boleh mempunyai anak banyak karena mampu dalam

memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari.

3. Keadaan ekonomi

Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu

untuk mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu

dalam memenuhi kebutuhan hidup. d. Latar Belakang Budaya

Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat

universal, semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan

bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-

istiadat, penilaian-penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan

telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai

masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi

corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota

kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu

yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan


31

dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain

adanya anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak, maka

semakin banyak rejeki.

4. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi

tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih

bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham

tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku

sesuai dengan apa yang ia ketahui (Friedman, 2005).

Anda mungkin juga menyukai